Jumat, 30 Desember 2011

Sejarah Perkembangan Islam di Timur Jauh

Sejarah Perkembangan Islam di Timur Jauh
Penulis:
Al-Habib Alwi bin Thahir Al-Haddad

Sejarah Perkembangan Islam di Timur Jauh

Sejarah Perkembangan Islam di Timur Jauh
Al-Habib Alwi bin Thahir Al-Haddad
KANDUNGAN
RIWAYAT HIDUP PENGARANG
PENGANTAR
KAUM MUSLIM PENGUASA DARAT DAN LAUTAN
KEKUASAAN KAUM MUSLIM ATAS LAUT PUTIH
PERTEMPURAN PERTAMA
-Makam Ummu Haram
-Kontinuitas Kepahlawanan Islam
-Khairuddin Barbaros dan Saudaranya Aruj
-Cyprus
-Sicilia
-Pulau Creta
-Leon Al-Ifriqi
-Constantin Al-Ifriqi
-Ahmad ash-Shaqili
-Kepulauan Baleares
-Malta
PERDAGANGAN-PERDAGANGAN ARAB SEBELUM ISLAM
-Al-Mas'udi
-Ibnu Bathuthah
-Phoenician
KEKUASAAN MUSLIMIN DALAM PERDAGANGAN DI SAMUDERA HINDIA DAN LAUT CINA
HUBUNGAN NEGERI-NEGERI ARAB DENGAN NEGERI CINA SEBELUM ISLAM
-Aden
BUKTI-BUKTI YANG MENGUATKAN PERKATAAN AL-MARZUQI AL-ISFAHANI
JAJAHAN-JAJAHAN BANGSA KAN'AN
YAMAN
ULASAN
-Viking
-Daerah-daerah Timur
PERDAGANGAN DENGAN SAILAN, MADAGASKAR DAN SUMATERA
-Perlawatan orang-orang Indonesia
-Srilangka
-Perdagangan-perdagangan
PARA PELAUT
-Kapal-kapal di Palembang
-Pelayaran dan Perdagangan Umum
PENYELIDIKAN-PENYELIDIKAN BANGSA ARAB
-Sulaiman al-Bashri
-Para Pelancong Dan Para Pengelana
-Pengetahuan Orang-orang Arab Tentang Perjalanan
-Maladewa
-Hikayat Raja Arab
BEBERAPA TANAH AIR
-Meluasnya Tanah Air Islam
-Minoritas-minoritas Muslim di Beberapa daerah Indonesia
-Pulau Sumba
-Flores
-Pulau Bali
-Pulau-pulau di Indonesia Bahagian Timur
-Pulau Buru
-Kalimantan
-Kepulauan Melayu
-Malaysia
-Kesultanan Melaka
-Sampainya Portugis ke Melaka
-Agresi Negeri Siam
-Inggris
-Pendudukan Inggris Atas Melaka dan Singapura
-Islam di Singapura Dewasa Ini
-Masjid-masjid dan Madrasah-madrasah Islam di Singapura
-Semenanjung Malaya
-Kedah dan Perlis
-Permulaan Kesultanan Perlis
-Patani
-Muslimin di Thailand
-Penguasa-penguasa Brunei
-Islam di Sarawak
-Ringkasan sejarahnya sejak tahun 1476 sampai tahun 1941
-Awal Pemerintahan Sir James Brooke
-Sabah
MASUKNYA ISLAM KE JAWA
-Hijrah (Perpindahan)
-Tempat-tempat Hijrah Mereka
-Pembauran
-Gambaran Tentang Orang-orang Arab di Masa Lalu
-Faktor-faktor yang Dihadapi Bahasa dan Huruf Arab
-Hubungan Yang Kuat Antara Arab dengan Indonesia
-Imam Bonjol
-Kaum Padri
-Gelar-gelar dan Keturunan-keturunan
-Al-Attas di Pahang
-Kutipan dari buku Islam di Malaysia halaman 98
-Sayid Hadi bin Ahmad bin Hadi
-Pendidikan
-Masjid-masjid Lama di Jakarta
-Masjid Marunda
-Masjid Angke
-Masjid Tambora
-Masjid Al-Manshur
-Masjid Pekojan
-Masjid al-Anwar
-Masjid Kebon Jeruk
-Masjid al-'Atiq
-Masjid Luar Batang
-Para dai di Afrika Timur
-Angkatan Pertama
-Angkatan Kedua
DI INDO CHINA
NAMA KAMBOJA DAN ASAL-USUL PENDUDUKNYA
ORANG-ORANG ARAB MASUK KE KAMBOJA
ISLAM MASUK KE KAMBOJA
PENGARUH POLITIK
DI ACEH
PENYIAR AGAMA ISLAM DI TIMUR JAUH
SILSILAH PERTAMA
DAFTAR NAMA-NAMA KITAB DAN RISALAH ALLAH
DAFTAR NAMA-NAMA SURAT KABAR DAN MAJALAH ARAB
DAFTAR NAMA-NAMA BUKU DAN SURAT KABAR NON-ARAB

Riwayat Hidup Pengarang
Beliau adalah al-'Allamah Sayid Alwi bin Thahir bin Abdullah al-Haddad, seorang penulis yang hebat dan sejarawan yang suka meneliti. Jika berbicara tentang suatu persoalan, beliau memaparkan segala seginya dan menguatkannya dengan dalil-dalil aqli dan naqli. Beliau seorang yang memiliki ghirah (kecemburuan) terhadap Islam dan menjadi pembelanya. Di samping itu beliau juga pembela keluarga Rasulullah saw, aktif berhubungan dengan para ahli ilmu di berbagai tempat di seluruh dunia Islam, dan selalu menghindari pertentangan-pertentangan madzhab.
Sayid Alwi bin Thahir al-Haddad dilahirkan di negeri Qaidun, Hadhramaut. Beliau memperoleh ilmu-ilmunya di sana dengan didukung oleh kecerdasan dan keteguhannya dalam menuntut ilmu, dan selalu menyertai ulama-ulama besar sehingga dapat mencapai puncak keilmuannya dan menghimpunkan berbagai ilmu naqli dan aqli yang membuatnya melebihi rekan-rekannya, bahkan beliau mampu melakukan istinbath dan ijtihad yang cermat yang tidak dapat dicapai oleh sebagian orang. Beliau juga memiliki karangan-karangan yang banyak dan kajian-kajian di berbagai surat kabar dalam bermacam-macam persoalan kemasyarakatan, politik, akidah, sejarah, dan fatwa yang mencapai 13.000 masalah. Beliau juga sering berpidato dan memberikan ceramah pada pertemuan-pertemuan umum. Ceramah yang disampaikannya di depan Jong Islamieten Bond (Perkumpulan Pemuda Muslimin) telah diterbitkan dalam dua bahasa: Indonesia dan Arab. Pemimpin Sarekat Islam yang terkenal, Hadji Oemar Said Cokroaminoto sering berhubungan dengannya. Ketika ia mengarang buku tentang sejarah Nabi dalam bahasa Indonesia, ia menunjukkannya kepada Sayid Alwi yang kemudian memeriksanya dan memberikan kata pengantar untuk buku itu. Pertama kali buku itu diterbitkan atas biaya seorang dermawan dan kemudian buku itu dapat diterbitkan untuk yang kedua kalinya.
Sayid Alwi bin Thahir termasuk salah seorang pendiri ar-Rabithah al-Alawiyyah di Indonesia. Belakangan Kesultanan Johor di Malaysia memilihnya untuk menjabat sebagai mufti di sana. Beliau wafat pada tahun 1382 H dan mempunyai keturunan yang kemudian pindah ke Jazirah Arab bagian selatan, di antaranya adalah putranya al-'Allamah Sayid Thahir dan Sayid Hamid.
Sayid Alwi memiliki karangan-karangan yang banyak yang akan kami sebutkan berikut ini agar dapat diketahui betapa luas pengetahuannya. Karangan-karangannya adalah:
Al-Qaul al-Fashl fi Maa li Bani Hasyim wa Quraisy wal-Arab Min al-Fadhl (dua jilid).
Fatwa-fatwanya yang mencapai 12.000 masalah.
Anwar al-Qur'anfi ar-Radd 'ala Dajjal Qadiyan (dua jilid).
Risalah tentang mengganti huruf Arab dengan huruf Latin.
Risalah tentang hukum menerjemahkan AI-Qur'an. Ditulis dalam beberapa bagian.
Iqamah ad-Dalil 'ala Ighlathi al-Halabyfl Naqdihi lil-'Itab alJamil.
Durus as-Sirah an-Nabawiyah dalam dua jilid kecil.
Kitab tentang hukum-hukum nikah dan qadha dalam bahasa Melayu, diterbitkan dalam dua jilid.
Fanah an-Nahidh fl Ilm al-Faraidh.
Risalah tentang hukum harta yang hilang.
Dhau'al-Qarihah
Ar-Radd ala Ibn Nu'man fi Raf 'iz- Zakat ila ash-Shulthan.
Bantahan terhadap Ibn Nu'man juga dalam masalah lain.
Al-Kalimat al-Jamiahfi Tafsir Surah al-Waqiah (belum, selesai).
Al-Khulashah an-Naflyah fi al-Asanid al-Aliyah.
Mukhtashar Aqd al-Aali karangan Sayid Idrus bin Umar alHabsyi.
Al-Amalifi at-Tauhid (belum selesai).
Al-Amalifi Ulum al-Hadits.
Al-Amalifi Ulum al-Qur'an.
Majmuah min Ulum al-Falak dalam jilid besar.
Al-Fawaid al-Lu'lu'iyyahfi al-Qawaid an-Nahwiyyah.
Kumpulan ceramah dalam permasalahan-permasalahan agama dan sejarah.
Kumpulan artikel yang ditulisnya selama menjabat sebagai mufti di Johor dalam beberapa jilid.
Kumpulan artikel yang dimuat dalam surat kabar Hadhramaut, al-Arab, dan an-Nahdhah, sebanyak 4 jilid.
Ar-Radd Ala Dajjal Yafi' Ahmad bin Atha'al-Hirazi (belum selesai).
Artikel-artikelnya tentang bantahan terhadap Qadyaniyah.
Kumpulan artikelnya yang dimuat oleh majalah ar-Rabithah.
Kumpulan ceramah-ceramah yang ditulis.
Kumpulan surat-menyurat yang memiliki manfaat-manfaat ilmiah dan sejarah.
Asy-Syamil fi Tarikh Hadhramaut, diterbitkan dalam kurang lebih 260 halaman.
Janiyusy-Syamarikh Jawabu As'ilah fi at-Tarikh (menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang sejarah).
Risalah lain mengenai jawaban pertanyaan-pertariyaan sejarah.
Uqud al-Almas, diterbitkan dalam dua jilid.
Mukhtashar Tarikh Hassan.
Ath-Thabaqat al-Alawiyyah.
Riwayat hidup kakeknya, Abdullah bin Thoha al-Hadar al-Haddad, sekitar 50 bagian.
Ta'qib wa Tanqib An al-Mulaqqab bi an-Naffath min Aal an Naqib.
AI-Madkhal ila Tarikh Dukhul al-Islam ila Jazair asy-Syarq al-Aqsha, telah diterbitkan.
Sejarah Islam di Jawa, Sumatera, dan Filipina, sekitar 400 halaman.
Itsmid al-Bashairfi Madzhab al-Muhajir, telah dibuat 4 bagian (belum selesai).
Ar-Radd 'ala Ibn Khaldun fi Qaidatihi fi an-Nasab wa Naqdhiha.
Riwayat perjalanan gurunya yang kedua yang dinamakan ar-Rihlah at-Tarimiyyah.
Riwayat perjalanan gurunya, al-Habib Ahmad bin Hasan al-Aththas ke Du'an yang dinamakan ar-Rihlah ad-Du'aniyyah.
Tulisannya tentang perkataan gurunya dalam beberapa bagian.
Kutipan-kutipan ilmiah dan sejarah dalam beberapa jilid.
Syair-syairnya dalam sebuah diwan (kumpulan syair) kecil.
Al-Amalifi Tarikh al-Islam (belum selesai).
Pengantar
Segala puji bagi Allah atas nikmat-nikmat-Nya. Salawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi-Nya yang teragung, kepercayaanNya yang terbesar, dan kecintaan-Nya yang termulia. Amma Ba'du.
Kadang-kadang sejarah menjadi terdiam selama beberapa waktu ketika sumber-sumber kebenaran telah berkurang. Masa dan sejarah berlalu dalam diam sampai tiba suatu masa di mana pada saat itu apa yang benar menjadi jelas dan kenyataan menjadi tampak. Kemudian ia mengungkapkan kehidupan yang telah berlalu, seolah-olah keterangan itu sampai kepada kita dengan jujur dari awal lagi.
Berapa banyak kejadian yang beritanya tertutup dalam lipatan masa dan terbungkus di dalam rahasia-rahasia zaman. Berbagai umat telah hidup kemudian musnah; kerajaan-kerajaan telah berdiri tegak lalu binasa; dan ada pula pribadi yang telah menggoncangkan dunia di masanya dan kemudian ditelan bumi. Tidak ada yang tersisa dari semua itu melainkan beberapa lembar saja. Mungkin berupa lembaran-lembaran yang bersinar dan kenangan-kenangan yang mengharumkan, dan mungkin juga berita-berita yang dibenci oleh jiwa manusia.
Banyak pribadi yang memegang cambuk kesewenang-wenangan dan melakukan kelaliman-kelaliman. Mereka sangka itu adalah kemuliaan-kemuliaan. Pena-pena pun menjadi terdiam. Ketika nafas-nafas mereka terhenti dan tampak siapa mereka yang sebenarnya, generasi-generasi selanjutnya pun mengutuk mereka.
Ada juga pribadi-pribadi yang berdiri tegak menghadapi orang-orang yang bertindak sewenang-wenang dan telah pergi menghadap Tuhannya. Mereka meninggalkan masa-masa di mana nama mereka, selalu disebut berulang-ulang dan sejarah mereka tertulis dengar kenangan-kenangan yang paling harum.
Jika mereka telah pergi bersama masa-masanya tanpa dapat di ketahui apa yang telah mereka perbuat, maka sesungguhnya waktu akan menjamin bahwa tirai diam nanti akan terobek dan perbuatan-perbuatan mereka akan terungkap untuk kepentingan sejarah.
Manusia mempunyai kekuatan untuk menghapus tanda-tanda, atau menghidupkan gambaran-gambaran. Siapa yang menginginkan kebaikan akan diberi taufik oleh Allah menuju ke sana dan siapa yang terdorong oleh hawa nafsunya untuk menghapuskan kebenaran, maka ia akan dibantu oleh setan untuk melakukannya.
Saya telah melihat tulisan-tulisan yang memiliki tujuan-tujuan tertentu. Saya pun teringat pada sebuah buku sekolah, dalam bahas, Indonesia yang dulu pernah saya lihat yang didalamnya ada keterangan bahwa kaum Muslim bersujud menghadap Ka'bah, karena, di sana terdapat makam Nabi Muhammad saw. Pada buku lain saya melihat gambar Rasulullah saw di dalam perjalanan hijrahnya ke Madinah; beliau berada di atas unta dalam bentuk seorang Badwi kulitnya hitam, betisnya terlihat dan bengkok, sedang mengangkatkan tangannya dan menyilangkan jari-jarinya seperti huruf X.
Berbagai hal telah berlalu dalam ingatan. Lalu saya memperhatikan referensi-referensi dan saya berpindah-pindah ke daerah-daerah di Jawa untuk mencari dan menelaah sejarah, cerita-cerita, dan hikayat-hikayat yang dapat saya kaji. Lalu saya catat sebagian yang saya ketahui di dalam buku Sejarah Indonesia. Kemudian saya meminta bantuan kepada seseorang yang memilik kedudukan yang menonjol dalam hal ilmu dan mempunyai posisi yang tinggi dalam bidang sejarah, yaitu Sayid Alwi bin Thahir al-Haddad. Saya meminta kepadanya melalui surat ketika saya berada di Indonesia agar beliau mempersembahkan kepada kami apa yang telah beliau bahas/teliti. Namun waktu yang dimiliki beliau yang saat itu berada di Kesultanan Johor Malaysia telah tersita habis oleh pekerjaan-pekerjaannya. Dalam berbagai tugas resminya, beliau jarang mendapatkan waktu luang yang memungkinkannya untuk menuliskan apa yang ada padanya.
Ketika saya terus mendesaknya, beliau mengirimkan kitab al-Madkhal ini. Saya menduga beliau menyuruh orang-orang di sekitarnya untuk mengambil sebagian berkas-berkas catatan atau dengan petunjuk-petunjuknya lalu ditulis dengan pena yang berbeda-beda tulisannya. Inilah yang sekarang saya persembahkan kepada para pembaca. Di dalamnya terdapat manfaat-manfaat yang dapat dipercaya kebenarannya.
Ketika kitab itu sampai, saya setuju dengan berbagai pendapat beberapa orang di Jakarta agar saya menerjemahkannya. Lalu saya pun menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia dan Almarhum Sayid Muhammad bin Salim al-Aydrus telah berbuat kebajikan dengan membiayai penerbitannya. Naskah-naskahnya telah dibagi-bagikan sehingga habis dalam waktu singkat. Banyak tanggapan positif terhadap buku itu, dari kalangan Muslimin. Kemudian kitab aslinya dalam bahasa Arab diterbitkan kembali di Kairo atas usaha dari Yayasan al-Muhdhar di Jeddah.
Beberapa orang sahabat menyarankan agar saya menambahkan apa yang mungkin ditambahkan pada kitab itu sebagai ulasan yang menjelaskan atau menyempurnakan sebagian pokok-pokok pembahasannya. Saya menyambut saran itu dengan tetap berhati-hati terhadap dugaan-dugaan yang mudah membuat saya tergelincir. Saya berharap semoga ulasan-ulasan ini memadai.
Dua orang sayid yang alim, yaitu Sayid Abdul-Qadir bin Ahmad bin Abdurrahman as-Seggaf dan Sayid Muhsin bin Ahmad Barum juga memberi saran agar saya mencoba menjadikan beberapa alinea yang terdapat dalam pokok-pokok pembahasan yang terpisah-pisah ke dalam satu pembahasan jika hal itu memungkinkan agar lebih dapat dipahami dan lebih mudah untuk dicerna, namun dengan tidak membuang sesuatu. keterangan atau keluar dari pembahasan kitab aslinya. Sedangkan keterangan yang ada pada hamisynya (catatan kaki) yang berasal dari pengarang, saya masukkan ke dalam inti kitab dengan memohon maaf kepada ruh pengarang. Namun saya mengecualikan beberapa komentarnya yang ringan yang saya tunjukkan dengan huruf (n). Saya mencoba semampu saya untuk membuat judul-judul yang sesuai dengan beberapa pokok pembahasan dalam kitab aslinya.
Saya akan biarkan referensi-referensi berbicara tentang apa yang dikandung oleh ulasan-ulasan ini, kecuali pada sebagiannya di mana saya mempunyai pendapat sendiri untuk menjelaskannya. Kemudian saya ingin mengakhiri ulasan-ulasan ini dengan sedikit perkataan pengarang yang dikirim oleh beliau pada tanggal 12 Syakban tahun 1374 H (April 1955 M) yang di dalamnya terdapat manfaat, insya Allah.
Kepada Allah sajalah saya bergantung dan kepada-Nya jua saya memohon pertolongan. Allah lah yang memberi petunjuk ke jalan yang lurus.
Mekah, bulan Safar tahun 1405 H
Sayid Muhammad Dhial Shahab.
Kaum Muslim Penguasa Daratan dan Lautan
Kekuasaan kaum Muslim ini adalah pada abad-abad pertama munculnya Islam setelah tuntas kemenangan yang Allah berikan kepada umat Islam dalam menghadapi dua kerajaan besar yang terkenal di masa lalu, yaitu, Kerajaan Persia di sebelah timur dan Kerajan Romawi di barat. Bangsa Romawi mencakup semua bangsa Barat di kanan kirinya.
Setelah sempuma kemenangan itu, kaum Muslim bergerak ke seluruh pelosok dunia untuk berdakwah ke jalan Allah dan menyebarkan Islam, menegakkan keadilan, memudahkan perdagangan, mengahapuskan sistem feodal yang telah berakar di seluruh negeri, dan mengajak manusia untuk menyembah Allah satu-satunya, karena semua hamba adalah hamba-hamba Allah dan semua negeri adalah negeri-negeri Allah.
Tentu saja harus ada pembuktian yang menunjukkan bahwa kekuasaan tersebut memang benar adanya dan merata di lautan-lautan timur dan barat. Karena itu secara berturut-turut kami akan mengemukakan bagian-bagian yang menyebutkan pendapat para sejarawan dari Arab, Persia, Cina, dan Jawa. Terkadang kami juga menyebutkan apa yang diakui oleh para orientalis dari Barat.
Kekuasaan Kaum Muslim Atas Laut Putih
Pada abad ketiga Hijriah atau, abad kesembilan Masehi merupakan masa kekuasaan Islam di Laut Putih, sebagaimana juga masa kekuasaan mereka atas Lautan Hindia dan Lautan Cina. Laut Putih pada masa itu dengan pesisir-pesisirnya di timur, barat, dan selat yang penuh dengan benteng-benteng Islam yang kuat, merupakan daerah kekuasaan itu.
Bangsa Arab memulai pertempuran laut mereka yang pertama setelah sebelumnya ada keragu-raguan dari Amirul-Mukminin Umar Ibnul-Khaththab ra. Padahal telah ada janji dari seseorang yang perkataannya benar dan dibenarkan, yaitu Rasulullah saw mengenai hal tersebut. Kemudian pada masa Usman ra, ia mengizinkan kaum Muslim untuk bertempur di laut sebagai pembenaran dari berita yang telah disampaikan oleh Rasulullah saw bahwa umatnya akan bertempur di laut dan mereka akan mengarungi ombak yang menunjukkan kekuatan tekad dan armada mereka sehingga mereka digambarkan bagaikan raja-raja di atas singgasana. Sifat demikian hanya terdapat pada para pejuang yang mempergunakan kapal-kapal yang besar, di mana tersedia kursi-kursi bagi mereka untuk duduk dan bersandar. Keterangan ini terdapat dalam hadis-hadis sahih.
Pertempuran Pertama
Pertempuran pertama terjadi pada tahun 27-28 H (647 M). Makam, Ummu Haram binti Malhan yang didoakan oleh Rasulullah saw agar menjadi orang yang ikut serta dalam peperangan laut pertama bagi kaum Muslim merupakan bukti yang nyata. Makamnya di Cyprus tetap dikenal orang sampai masa Harun ar-Rasyid.
Umar ra melarang kaum Muslim untuk berperang di laut, namun pada masa kekhalifahan Usman ia mengizinkan orang yang ingin berperang di laut atas keinginan sendiri. Sejak itu kaum Muslim tidak ragu-ragu lagi. Mereka terus bergerak maju mengarungi lautan dan mengibarkan panji perjuangan di atas permukaan laut dengan meraih kemenangan.
Belum sampai setengah abad Islam muncul, Laut Putih telah menjadi pusat perjuangan, pusat kemenangan yang gilang-gemilang, dan pusat serangan-serangan mereka yang gagah berani. Laut itu menjadi berada di bawah kekuasaan mereka, serta lebih kuat dan lebih kokoh dari kekuasaan di darat.
Sejak zaman Khalifah Usman ra-di mana pada masanya Islam masuk ke Jawa dan utusan-utusannya telah sampai ke negeri Cina-orang-orang Arab telah berangkat ke Laut Putih dengan kekuatan angkatan laut dan serangan-serangan yang dahsyat untuk menguasai pulau-pulau yang dekat dengan pantai-pantai yang dikuasai Islam. Tujuannya adalah untuk mencegah timbulnya kekacauan yang dilakukan para penduduk pulau-pulau yang berdekatan dengan pesisir negeri Syam.
Pada tahun 27 atau 28 H (647 M) kaum Muslim mengadakan pertempuran laut di Kepulauan Cyprus. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dikatakan bahwa Rasulullah saw bangkit dari tempatnya dengan tertawa. Lalu Ummu Haram bertanya kepada beliau, "Apa yang membuatmu tertawa, wahai Rasulullah?" Rasulullah menjawab, "Orang-orang di antara umatku menunjukkan kepadaku sebagai pejuang fi sabilillah yang mengarungi gelombang laut seperti raja-raja di atas singgasana." Lalu Ummu Haram berkata kepada beliau, "Mohonkanlah kepada Allah agar Ia menjadikan aku termasuk di antara mereka." Lalu Rasulullah pun mendoakannya.
Ummu Haram mengarungi laut di masa Muawiyah berkuasa di Syam, pada masa kekhalifahan Usman. Lalu ia terjatuh dari kudanya ketika ia kembali dari laut sehingga ia gugur dan di makamkan di Cyprus. Kejadian ini diceritakan oleh Ibn Abdil-Ban dan ath-Thabrani. Ath-Thabrani meriwayatkan hadis ini dari Ibr al-Ghaz dengan sanad para perawinya yang sahih. Ia berkata, "Mereka-yaitu penduduk Cyprus mengatakan, 'Ini adalah makam seorang wanita yang salehah."
Pada tahun 32 H kaum Muslim menyerang Cyprus untuk kedua kalinya dan dapat menaklukannya. Mereka. juga menyerang Pulai Sicilia. Pada masa pemerintahan Walid bin Abdul-Malik mereka menyerang pulau Creta, Sicilia, dan Sardinia, dan berhasil menduduki Kepulauan Baleares (Mayorka dan Menorka).
Serangan-serangan laut yang dilancarkan kaum Muslim terhadap Constantinopel (Istanbul) dengan angkatan-angkatan laut raksasa, kekuatan yang hebat, dan tentara yang banyak termasuk salah satu serangan laut yang terbesar di masa itu. Serangan-serangan kaum Muslim di Laut Tengah makin bertambah dan makin kuat, sehingga pada permulaan abad ke-9 Masehi mereka sudah menguasai lautan itu dan memegang tampuk kepemimpinan sebelah selatan dan tengah dari laut yang luas itu yang terletak tengah-tengah dunia lama dan menguasainya dari segala penjuru.
Di antara keistimewaan yang terpentipg di masa itu adalah berkembangnya perang spekulasi dan banyaknya pasukan yang kuat yang dapat menentang pemerintah-pemerintah yang berkuasa. Pasukan-pasukan yang menguasai Laut Putih itu sebagian besar terdiri dari orang-orang Islam, yang bekerja untuk kepentingan sendiri atau berada di bawah perlindungan salah satu pemerintahan Islam. Mereka berhasil menduduki Pulau Creta pada akhir tahun 212 H (827 M) dan Pulau Sicilia pada tahun 214 H (829 M). Pada tahun 232 H (846 M) mereka menyerang Roma. Pada akhir abad ke-3 Hijriah muncullah seorang pelaut Islam terbesar, Ghulam Zurafah at-Tarablusi (dari Tripoli) yang dikenal oleh bangsa-bangsa Barat dengan nama Leon of Tripulis. Pahlawan laut ini telah melakukan pertempuran-pertempuran yang menggoncangkan seluruh Eropa. Penduduk Eropa biasanya menyebut pejuang-pejuang laut itu dengan nama "bajak laut" (Corsaire). Begitulah juga mereka menamakan penduduk Kepulauan Maluku dan Filipina yang melawan bangsa Spanyol dan lain-lainnya selama tiga abad di Laut Sulawesi dan Laut Cina Selatan.
Jika kami menjelaskan serangan-serangan tersebut yang terus berlangsung selama berabad-abad niscaya pembicaraan ini akan menjadi panjang lebar. Serangan-serangan itu tidak kurang pentingnya dan keberaniannya dibandingkan pertempuran-pertempuran yang dilakukan oleh bangsa Spanyol dan Inggris pada abad ke-16 di lautan Amerika di mana mereka menguasainya dan berusaha memusnahkan para penduduk aslinya.
Usaha-usaha para pelaut Islam seperti Abi Hafsh Umar alBalluthi, Leon at-Tarablusi, dan lain-lainnya tidak kurang gemilang dan dahsyatnya dibandingkan raja-raja laut yang belakangan seperti Endrya Durya, John Hopkins, Francis Drake, Cortir, Lirazo, dan lain-lainnya.
Ibn Khaldun, sejarawan menggambarkan masa kekuasaan Islam di Laut Putih ini sebagai berikut:
"Kaum Muslim di masa kedaulatannya telah menguasai Laut Tengah (Laut Romawi) ini dari segala sudutnya. Di tempat itu kekuasaan mereka menjadi besar. Umat Nasrani di masa itu tidak mampu menempatkan angkatan lautnya sedikit pun di salah satu sudutnya. Kaum Muslimin bergerak di permukaan laut tersebut untuk kemenangan selama-lamanya. Mereka memiliki kedudukan-kedudukan yang terkemuka, meraih kemenangan dan kekayaan, dan menguasai seluruh pulau yang terpisah dari pesisir seperti Mayorka, Menorka, Yabisah (Ibiz), Sardinia, Sicilia, Qausharah (Pantellaria), Malta, Creta, Cyprus, dan seluruh kerajaan Romawi serta Eropa Barat. Di waktu itu Abul-Qasim asy-Syi'ie dan putra-putranya melancarkan serangan dengan angkatan lautnya dari arah al-Mahdiah ke Geneva (Jenewa) dan kembali dengan membawa kemenangan dan harta rampasan.
"Seorang pejuang bemama al-Amiry, seorang raja ath-Thawaif yang menguasai Daniah telah menaklukan Pulau Sardinia dengan angkatan lautnya pada tahun 405 Hijriah (1014 M). Pulau itu kemudian diduduki kembali oleh kaum Nasrani saat itu juga. Selama masa itu kaum Muslim telah menguasai banyak pulau di Laut Tengah. Armada mereka dapat bergerak leluasa, datang dan pergi. Tentara Islam melintasi Laut Putih dengan armada-armada yang bergerak dari Sicilia ke daratan besar Eropa yang menghadapinya. Mereka berhasil menaklukan raja-raja Barat serta kerajaan-kerajaan mereka (lihat Muqaddimah Ibn Khaldun, halaman. 213)."
Makam Ummu Haram
Makam Ummu Haram terletak 2 rail dari bandara kota Laranka di dekat masjid yang dibangun oleh Syaikh Hasan at-Turki pada tahun 1174 H/1760 M. Kemudian dibangun makamnya yang baru pada tahun 1232 H/1816 M dan dikenal di kalangan Muslimin Turki sebagai "makam bibi sultan" mengingat Ummu Haram adalah bibi Rasulullah saw melalui persusuan. Makam ini mempunyai kedudukan yang terhormat. Tetapi orang-orang Yunani merusak kemuliaannya dan menjadikan bangunan makam ini sebagai sarana tentara serta merampas masjid yang bersejarah itu. Namun orang-orang Turki dapat mengambil kembali daerah itu dan membangun bagian yang telah runtuh.
Kontinuitas Kepahlawanan Islam
Pada awal terusimya Islam dari Andalusia dan teradinya penyerangan yang dilakukan oleh kerajaan-kerajaan Barat, serta pendudukan sebagian Afrika Utara, Laut Tengah tetap menjadi ajang kepahlawanan Islam yang mengagumkan. Pada akhir-akhir abad kelima belas kaum Muslimin melancarkan serangan perlawanan di laut dan di pesisir Eropa.
Khairuddin Barbaros dan Saudaranya Aruj
Aruj adalah seorang pelaut yang bersemangat. Ayahnya semula termasuk anggota pasukan al-Inkisyariyah (pasukan baru) lalu menjalankan perdagangan. Khairuddin Barbaros bergabung dengan saudaranya, Aruj. Lalu mereka berdua mengarungi lautan, memerangi musuh-musuh yang menyerang kapal-kapal kaum Muslim, dan menyerbu tempat-tempat dan kota-kota pesisir di Afrika Utara. Kedua pemuda Turki ini dan tentara mereka melakukan penentangan untuk menghadapi para penyerang dan berhubungan dengan kelompok al-Hafshiyyun di Tunis di masa Sultan Muhammad bin al-Hasan pada tahun 1494 M. Kemudian Sultan menjadikan Pulau Jirbah sebagai markas kegiatan-kegiatan mereka. Orang-orang Turki dan Maghribi bersatu untuk melakukan pertahanan. Setelah itu markas perjuangan pindah ke tempat lain dan mereka tetap meneruskan pertempuran. Mereka menyerang para musuh untuk membebaskan pulau-pulau mereka pada tahun 1516 Masehi. Aruj melihat adanya kelemahan, kurang kemauan, dan suka lari dari perjuangan pada penguasa pulau-pulau itu. Maka ia menghimpun kekuatan untuk menguasai pulau-pulau itu untuk memenuhi permintaan orang-orang Tilmisan. Tiba-tiba ia mendapati salah satu kelompok dari penduduk Tilmisan meminta bantuan kepada orang-orang asing dan mengepungnya sehingga ia terpaksa meninggalkan kota itu. Lalu orang-orang Spanyol menyerangnya di tengah laut sehingga ia gugur sebagai korban dari terpecah-belahnya kaum Muslim dan terbunuh pada tahun 1518 M.
Lalu Khairuddin meneruskan penyerangan. Cita-citanya tertuju kepada Daulah Usmaniyah dan hasilnya Daulah Usmaniyah dapat menguasai Afrika Utara. Kemudian datang kekuatan besar dengan armada-armada dan para penyerangnya di bawah pimpinan serikat Eropa, sedangkan Daulah Usmaniyah berdiri di pihak Khairuddin. Pasukan al-Inkisyariyah ikut serta dalam peperangan. Banyak pasukan musuh yang ditawan oleh kaum Muslim. Tetapi tawanan-tawanan itu tidak mendapat siksaan, apalagi dibunuh. Hal ini berbeda dengan apa yang dilakukan oleh para musuh.
Kemudian Khairuddin melanjutkan perjuangannya dan bertempur dalam peperangan-peperangan yang hebat, la menyerbu Spanyol dan membebaskan tawanan-tawanan Muslimin. Pada sebagian besar peperangan ia dapat meraih kemenangan dengan didukung oleh Daulah Usmaniyah di masa Sultan Sulaim 1, Sulaiman al-Qanuni, Mesir, Tunis, Al-jazair, dan Maroko sehingga, ia dapat membebaskan sebagian negeri-negeri Muslimin dan menyerang pelabuhan Italia, Venesia, Sicilia, dan lain-lainnya, serta dapat menguasai sejumlah pulau dan menghancurkan benteng-benteng musuh.
Dalam Mausu'ah al-Ulum al-Islamiyah1 ada keterangan tentang Khahuddin Barbaros sebagai berikut:
"Ia seorang pelaut dan bajak laut Turki. Sekitar tahun 888-953 H (1482-1546 M) ia bergabung dengan sebagian orang-orangnya dan anggota-anggota keluarganya, dan mencapai puncak dalam pengabdian kepada armadanya sehingga menjadi salah seorang panglimanya. Ia juga, bersekutu dengan saudaranya yang bemama Aruj dalam melakukan serangan yang berhasil terhadap Al-jazair dan kemudian menjadi penguasanya. Ia lalu digantikan oleh puteranya, Hasan (wafat pada tahun 978 H/1570 M) yang memperluas kekuasaan Turki atas Afrika Utara dan Laut Tengah bagian timur dengan bersekutu bersama orang-orang Turki. Ia juga mengalahkan armada Spanyol pada tahun 925 H (1519 M) dan mengalahkan Endrya Durya dua kali.
"Ia pun bersekutu dengan armada Perancis untuk melawan Karel V pada tahun 950 H (1543 M). Dalam bahasa Italia namanya berarti 'janggut merah'. Namanya ini dan kapal-kapal yang digunakannya untuk menghadang jalur kapal-kapal perdagangan membangkitkan rasa takut di laut dan di pesisir Laut Tengah karena Barbaros adalah seorang bajak laut yang berusaha untuk merampas."
Ia wafat di Istambul pada tahun 1546 M. Makamnya terkenal, terletak di pantai Bosporus. Setelah ia wafat pahlawan-pahlawan Islam meneruskan perjuangannya. Pada masa Murabithin dan Muwahhidin kekuasaan Muslimin terus berlangsung atas Laut Tengah dan Lautan Atlantik.
Cyprus
Pulau ini terletak di hadapan pantai Syam dan Antokia. Jaraknya dari pantai Suriah sekitar 80 km, dari Turki sekitar 250 km, dan dari Yunani sekitar 1000 km. Selama beberapa abad, bangsa demi bangsa menyerang pulau ini. Pasukan Islam dapat masuk ke sana tahun 28 H (648 M) di bawah pimpinan Abdullah bin Qais dengan 1700 perahu. Ikut serta dalam peperangan ini Ummu Haram binti Malhan bersama suaminya, Ubadah bin ash-Shamit, juga Abu Ayub al-Anshari, dan sahabat-sahabat Rasulullah yang lain.
Bangsa Romawi menjadikan pulau ini dan pulau-pulau lainnya sebagai pangkalan untuk menyerang pelabuhan-pelabuhan Muslimin. Walaupun demikian kaum Muslim memasuki pulau ini secara damai dengan syarat para penduduknya bersikap netral, tidak membantu. Muslim dan tidak juga membantu musuh mereka, agar kaum Muslim membiarkan (tidak mengganggu) mereka.
Namun pada tahun 32 H/652 M. mereka melanggar perjanjian dan membantu Romawi menghadapi kaum Muslim, sehingga kaum Muslimin memerangi mereka pada tahun 33 H/653 M dan menduduki pulau itu. Kemudian terjadi perdamaian yang kedua kalinya. Mulailah kaum Muslim hijrah ke sana, lalu membangun masjid-masjid dan tempat-tempat tinggal. Setelah itu Yazid bin Muawiyah menyuruh kaum Muslim untuk keluar dari pulau itu, menarik pasukan penjaga dari sana, dan menghancurkan apa yang telah mereka bangun. Lalu penduduknya kembali melanggar perjanjian dan pulau itu menjadi markas penyerangan terhadap negeri-negeri Islam, sehingga orang Romawi dapat melakukan penyerangan dan menawan sejumlah kapal Muslimin pada tahun 74 H/693 M.
Panglima pasukan Salib, Richard 'The Lion Heart' pada tahun 587 H/1191 M menyerbu pulau ini untuk menyerang pelabuhan-pelabuhan kaum Muslim dengan bekerjasama dengan para penduduknya. Kemudian Lusignan yang kehilangan kekuasaan di Baitul Maqdis membelinya. Petrus Lusignan merupakan salah satu penguasa pulau ini. Ia banyak berperang dalam Perang Salib melawan kaum Muslim. Pada hari Jum'at tahun 768 H/1365 M ia menyerang Iskandariyah dan terus menyerang kaum Muslim serta merampas kapal-kapal mereka, sehingga raja-raja Mesir melancarkan serangan balasan yang kuat pada tahun 813-814 H/1410-1411 M untuk memberi pelajaran kepada mereka. Namun mereka kembali melakukan penyerangan-penyerangan seperti semula. Kemudian pada tahun 817 H/1414 M kedua belah pihak sepakat untuk tidak saling menyerang. Tapi mereka kembali melanggar kesepakatan. Maka raja Mesir, Sultan al-Mamluki, pada - tahun 827 H/1423 M mengirimkan pasukan ke pulau ini, sehingga pulau ini menjadi berada di bawah kekuasaan Mesir. Di antara tawanan terdapat raja pada itu James Lorenian yang dibawa ke Kairo. Kemudian pulau itu dikuasai oleh orang-orang Venesia, namun mereka membayar pajak kepada Mesir.
Pada tahun 979 H/1571 M Daulah Islamiyah di masa Sultan Sulaim mengirimkan kekuatan-kekuatan ke sana, sehingga pulau itu dapat kembali kepada pemerintah Islam. Setelah itu kaum Muslim bertambah banyak sehingga menjadi mayoritas.
Pada masa Sultan Abdul Hamid H, orang-orang Romawi mulai melakukan kelaliman sehingga Daulah Islamiyah pada tahun 1296 H/1879 M terpaksa menerima kesepakatan bahwa, Inggris mempunyai hak untuk menguasai Cyprus sebagai imbalan atas pembelaannya terhadap daerah milik Daulah Usmaniyah di Asia.
Orang-orang Yunani menjadi banyak di sana dan mereka mengangkat Kardinal Makarios sebagai kepala, pemerintahan republik ini, sedangkan wakilnya adalah Dr. Kusyuk at-Turki. Tetapi pada tahun 1967 M orang-orang Yunani melakukan penyerangan terhadap orang-orang Turki. Lalu terjadilah pembantaian yang ganas terhadap kaum Muslim dan mereka dikepung.
Maka bergeraklah pasukan Turki untuk memenuhi seruan kemanusiaan. Mereka dapat menguasai sekitar 40% dari pulau itu. Kemudian terbentuklah pemerintahan Islam di bawah Dr. Rauf Denktash. Ketika tentara Turki masuk, mereka mendapati bekas-bekas serangan dan pembantaian massal yang menggetarkan jiwa. Juga, didapati rumah-rumah serta masjid-masjid yang roboh dan hancur. Lebih dari 30.000 orang terpaksa berlindung ke Turki.
Demikianlah, akhirnya pasukan Turki dapat menyelamatkan kaum Muslim yang masih tersisa, setelah jumlah korban mencapai 5.000 orang lebih dan sekitar 3.000 orang hilang. Jumlah masjid yang dihancurkan 103 buah dan bangunan yang dibakar juga, termasuk 451 sekolah dasar dan 16 sekolah lanjutan.
Sikap negara-negara Arab berbeda-beda satu sama, lain. Sebagian mendukung Cyprus Yunani dan sebagian mendukung Cyprus Turki. Namun pemerintahan Turki tetap tegak di daerah Turki. Akhirnya Sekjen PBB Perez de Cuellar mengajukan usulan untuk menetapkan batas-batas pemerintahan antara Turki dan Yunani dengan menjadikan kedua belah pihak, yaitu orang-orang Turki dan Yunani, dalam suatu ikatan federasi. Kedua pihak dapat menerima usulan itu.
Sicilia
Sicilia adalah sebuah pulau yang hanya dipisahkan oleh Teluk Masenna dari Italia yang panjangnya mencapai 3 Km. Ia menjadi jembatan peradaban Islam ke Eropa.
Pada tahun 122 H Habib bin Abi Ubaidah cucu Uqbah, penakluk Afiika tiba di pulau ini bersama dengan anaknya, Abdurrahman. Tetapi ia tidak menguasainya. Lalu orang-orang Arab mulai melakukan penyerangan di bawah pimpinan Muawiyah bin Khadi al-Kindi. Setelah itu berturut-turut terjadi penyerangan terhadap pulau itu sampai masa Ziyadatullah bin al-Aghlab (201-223 H).
Pasukan Islam berangkat dari Qairawan, Tunis pada tahun 212 H/1827 M terdiri dari penduduk Khurasan (Persi), orang-orang Barbar Maroko, bangsawan-bangsawan Afrika, dan para ahli ilmu di bawah pimpinan al-Qadhi Asad bin al-Furat bin Sinan. Pasukan Islam turun di Mazara. Setelah peperangan yang sengit orang-orang Romawi dapat terkalahkan, sisanya mundur dan membentengi diri di Zaragoza. Pada tahun 213 H/828 M tersebar wabah dan kaum Muslim banyak yang wafat. Di antaranya adalah sang pemimpin, Asad bin al-Furat. Ia dimakamkan di bawah benteng-benteng pertahanan Zaragoza. Setelah itu yang menggantikannya adalah Muhammad bin Abil-Hawari. Namun mereka-karena tersiksa wabah-terpaksa kembali ke Afrika. Lalu musuh merintangi mereka untuk keluar, sehingga kaum Muslim pun kembali dan menyalakan api peperangan.
Kemudian tibalah armada para pejuang dari Andalusia dengan 800 kapal dipimpin oleh Asbagh bin Wakil. Mereka dapat menguasai kota Mineo dan menaklukkan Gergant. Pada tahun 216 H/831 M tersebar wabah dan menyerang kaum Muslim, di mana sang panglima Asbagh dan gubemur Muhammad bin Abil-Hawari wafat.
Lalu Ziyadatullah al-Aghlabi mengirim Zuhair bin Auf untuk meneruskan perjuangan. Ia mengepung ibukota Palermo. Setelah peperangan selesai, panglima Romawi meminta keamanan agar mereka dapat berangkat bersama keluarga mereka dari pulau itu. Para pejuang Muslim masuk ke kota itu pada tahun 220 H/1835 M dan menduduki Masenna pada tahun 219 H/834 M di tengah peperangan. Zuhair bin Auf wafat pada tahun 221 H/835 M. Sesudah itu yang menggantikannya adalah Ibrahim bin Abdullah al-Aghlab. Sesudah ia wafat tahun 236 H/850 M yang memerintahadalah al-Abbas bin al-Fadhl bin Ya'qub bin Fuzarah. Ia melanjutkan pertempuran sampai Romawi menyerah pada tahun 246 H/860 M.
Lalu al-Abbas menuju ke Siracusa untuk menaklukannya, tetapi ia wafat ketika mendekati kota itu tahun 247 H/861 M, lalu dimakamkan di sana. Setelah itu tibalah Khafajah bin Sulaiman sebagai penguasa Sicilia. Ia menduduki pulau Poots dan mengepung Siracusa.
Pertempuran-pertempuran di darat dan di laut antara kedua belah pihak terus berlangsung. Lalu datang Muhammad bin Sufyan bin Khafajah penguasa Sicilia dan putranya dengan membawa pasukan. Ketika itu ia dapat menguasai Malta dan menghancurkan armada Romawi. Maka jadilah Malta takluk kepada keamiran Sicilia dari tahun 256 H sampai tahun 483 H (870 M sampai 1090 M). Setelah itu Ahmad bin Abdullah al-Aghlabi berkuasa, lalu ia mengirim kekuatan ke Siracusa sehinggga dapat diduduki oleh kaum Muslim, sedangkan musuh hanya tinggal menguasai bagian sebelah Timur dari Taormina sampai Catania.
Pada tahun 289 H/901 M Ibrahim bin Ahmad, Amir Qairawan turun tahta melepaskan kekuasaannya untuk anaknya Abul-Abbas Abdullah. Maka ia memanggilnya dari Sicilia, sedangkan ia (Ibrahim) pergi berjihad ke Tiormina. Perang berkecamuk dengan dahsyat sampai orang-orang Romawi lari, lalu ditangkap oleh Muslimin. Ibrahim memasuki kota itu dan kemudian menduduki kota Ramada. Lalu pasukannya melanjutkan serangan ke Kalabaria selatan Italia yang tunduk kepada Kerajaan Napoli dan terus maju sampai ke perbatasan Napoli. Pertempuran-pertempuran di laut juga terus berlangsung. Pada tahun 336 H/947 M gubemur Sicilia dari pihak Khalifa Fathimiyah adalah Hasan bin Ali bin Abil-Hasan al-Kalbi. Saat itu kekuasaan Islam mengontrol Sicilia dan Italia Selatan dan telah berganti-ganti pemimpin, dari satu pemimpin ke pemimpin yang lain. Pada masa Amir Ahmad bin al-Hasan, tiba pasukan yan dikirim oleh Al-Muiz li Dinillah di bawah pimpinan Al-Hasan bi Ammar bin Abil-Hasan bin Ali untuk menggagalkan bala bantuan yang didatangkan untuk membantu orang-orang Romawi. Maka lengkaplah kemenangan kaum Muslimin.
Pada masa itu daerah-daerah dihiasi dengan berbagai ilmu, para ulama dan para sastrawan. Kebudayaan Islam tersebar sampai ke Italia, Sardinia, dan lain-lainnya.
Ketika Norman menguasai pulau ini pada tahun 484 H/109 M para pemduduknya-sebagian besar kaum Muslim menikmati hak-hak dan pekerjaan-pekerjaan mereka. Pada masa Roger 11 Syarif al-ldrisi Abul-Hasan Ali bin Muhammad (556-632 H/1160-1234 M) berada di sana. Ia berasal dari Bani al-Adarisah yang memiliki pengaruh di Andalusia. Al-ldfisi mengarang kitab Nuz hah al-Musytaq. Karena di pulau itu terdapat iklim yang bebas dan toleran maka tersebarlah ilmu pengetahuan dan bersinarlah bermacam-macam pemikiran di sana. Al-ldrisi telah mengunjung daerah Italia Selatan dan tinggal di Sicilia selama beberapa waktu la juga membuat bola dunia dari perak di mana di atas permukaannya terdapat peta.
Pulau Creta
Pulau ini terletak di sebelah timur Laut Tengah. Penulisan namanya bermacam-macam: Keret, Creta, Kerete, Cifite, dan Crid. Bangsa Yunani dan Romawi berganti-ganti menguasai pulau ini sebelun Masehi. Di masa lalu bangsa Arab dari suku Kan'an pergi dai Syam ke Laut Putih untuk berdagang dan menetap di berbagai pulau, di antaranya di pulau ini.
Pada awal masa Islam, kaum Muslim melancarkan serangan terhadap pulau-pulau di Laut Tengah. Serangah pertama sebagaia telah disebutkan adalah terhadap Pulau Cyprus. Lalu sebuah pasukan di bawah pimpinan Junadah bin Abi Umayah Al-Azdi -pada tahun 54 H (674 M) menyerang Rhodes, Arwad, dan Creta.
Kaum Muslim tidak ingin menduduki pulau-pulau itu, melainkan hanya ingin mencegah kesewenang-wenangan terhadap negeri-negeri Muslimin. Namun berulang-ulangnya serangan musuh yang dilancarkan dari pulau-pulau ini membuat kaum Muslim melanjutkan serangannya sampai berhasil mendudukinya pada tahun 350 H (961 M).
Pada masa Abbasiyah kepemimpinan di pulau ini berada di tangan Humaid bin Ma'yuq al-Hamdani, yaitu pada masa Harun ar-Rasyid. Andalus menjadi kuat di bawah pimpinan Umar bin Isa aI-lqrithsyi (orang Creta) pada tahun 210 H (836 M). Kemudian ditaklukkan oleh Umar bin Syuaib pada tahun 250 H (865 M) dan orang-orang Romawi disingkirkan dari sana. Dalam waktu yang lama pulau itu tetap berada dalam kekuasaan anak cucunya. Mereka telah pindah dari Andalus ke Iskandariyah pada masa Amir al-Hakam bin Hisyam, lalu mereka pergi ke Pulau Creta dan mendudukinya2.
Dr. Hasan Ibrahim Hasan, Rektor Universitas Cairo ketika menyebutkan tentang majelis-majelis an-Nu'man bin Muhammad mengatakan:
"Sesungguhnya penduduk Creta meminta bantuan kepada al-Muiz Li Dinillah al-Fathimi untuk memerangi orang-orang Romawi. Pada masa itu keadaan dunia Islam telah bercerai-berai, sehingga kaum Muslim mencari jalan keluar. Lalu mereka meminta pertolongan kepada Daulah Fathimiyah yang masih baru berdiri untuk menghadapi musuh-musuh Islam yang terus menerus menyerang kaum Muslim."
Dr. Muhammad Jamaluddin Surur, guru besar sejarah Islam di Universitas Cairo mengatakan:
"Setelah kekuasaannya meluas sampai ke Mesir, siasat Daulah Fathimiyah ditujukan untuk mengembalikan kota-kota yang dikuasai oleh Byzantium di Syam Utara. Pada abad ke-14 daulah ini memiliki armada yang besar. Jumlah kapten kapalnya mencapai lima ribu orang, sedangkan kapalnya sejumlah 200 kapal. Bangsa Barat terpaksa melarikan diri dengan kapal-kapal mereka ke sebelah timur laut dari Laut Tengah, namun mereka tidak dapat menyeberanginya, karena Laut Putih dikuasai oleh armada, Daulah Fathimiyah dari Selat Jabal Thariq sampai ke Beirut dan kemenangan selalu menyertainya. Pada masa itu Cairo merupakan pusat tujuan kaum Muslim pada umumnya, di antaranya para ulama dan para pelajar, dan menjadi pemimpin dunia Islam."
Al-Ustadz Sayid Hasan al-Amin mengatakan:
"Daulah Fathimiyah memberikan perhatian pada kajian-kajian ilmiah dan filsafat, mendekatkan para ulama, memberikan dorongan semangat kepada para pelajar, dan memberikan wakaf kepada orang-orang yang menyibukkan diri dengan ilmu. Di al-Azhar pelajaran-pelajaran diberikan dalam beberapa halaqah: Syafi'iyah 15 halaqah, Malikiyah 15 halaqah, dan Hanafiyah 3 halaqah. Daulah Fathimiyah juga mendirikan perpustakaan, mendatangkan berbagai kitab, dan menempatkan dua orang syaikh dari kalangan Sunni di sana."3
Pada tahun 349 H (961 M) bangsa Romawi dapat menguasainya dengan kekuatan mencapai 72 ribu pasukan setelah berlangsung pengepungan dan peperangan selama satu tahun sampai kaum Muslim dirampas dan ditawan. Di antara para tawanan terdapat amir pulau ini, seorang Muslim. Mereka membawanya, keluarganya, dan para, pengikutnya ke markas kaum Salib di Constantinopel Harta rampasannya, banyak sekali yang menunjukkan besamya jumlah kekayaan kaum Muslim. Kemudian mereka meruntuhkan benteng-benteng dan melemparkan batu-batunya di pelabuhan.
Kemudian pada tahun 1204 M yang menguasai pulau ini adalat orang-orang Venesia. Lalu pada tahun 1669 M dikuasai oleh orang-orang Turki, kemudian dikuasai oleh Muhammad Ali Pasha dengan tentara-tentara Mesir. Setelah itu pada tahun 1896 M terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh para penduduknya karena dorongan (hasutan) dari negara-negara Eropa. Orang-orang Turki keluar dari sana pada tahun 1898 M. Pada peperangan Creta antara Daulah Usmaniyah dengan Yunani, Mahmud Sami al-Barudi membuat qashidah yang awalnya sebagai berikut:
Para spesialis telah melakukan pembahasan-pembahasan tentang sejarah Pulau Creta. Mereka menyebutkan bahwa dahulu ada keluarga Arab yang memerintah pulau ini dalam masa yang lama. Lalu pulau ini telah ditemukan mata uang-mata uang dan lain-lainnya dari keluarga ini (maksudnya orang-orang Arab). Lalu pulau ini kembali kepada Amir Abu Hafizh Umar bin Syuaib yang memerintah dari tahun 827 M atau 828 M. Demikianlah pulau ini berada di tangan Muslimin sampai diserang oleh Nisephorus Pocas pada tahun 961 M.
Kesimpulan pembahasan-pembahasan ini disebudcan dalam Idtabkitab yang menyebutkan nama-nama keluarga ini dan masa-masa kekuasaan orang-orangnya. Pada tahun 1966 diadakan muktamar. -Kemudian dilakukan penggalian-penggalian di mana ditemukan di sana mata uang-mata uang dan peninggalan-peninggalan Arab.
Nama-nama orang dari keluarga ini yang pertama-tama adalah:
Syuaib al-Qurthubi, lalu anaknya, yang bernama Isa, kemudian Abu Hafizh Umar penakluk Pulau Creta, setelah itu Umar Syuaib, dan Abdul-Aziz Syuaib.
Menurut sumber-sumber barat nama para amir (pemimpin)-nya adalah Abu Hafizh, Syuaib, Abu Abdillah, dan Zarqun. Disebutkan juga adanya Umar bin Isa bin Muhammad bin Yusuf bin Abu Hafizh. Ia ditawan pada tahun 350 H/961 M.
Abu Hafizh menaklukan Pulau Creta, pada tahun 213 H/828 M dan wafat pada tahun 238 H. Uang-uang dinar yang ditemukan di sini adalah berasal dari tahun 232 H/847 M, 247 H, 271 H, 275 H, 281 H, 340 H, dan 350 H. Pada mata uang itu terdapat dua kalimat syahadat dan nama Umar bin Isa dan al-Mutawakkil 'Alallah. Selain itu, ditemukan juga uang-uang dirham yang bertuliskan nama Ahmad bin Umar tahun 326 H, dan mata uang-mata uang lainnya. Mata uang-mata uang ini terdapat di sebagian museum di Eropa dan Istanbul. Ibukotanya dahulu dinamakan Candie.
Leon Al-Ifriqi
Ia adalah al-Hasan bin Muhammad al-Wazzan al-Maghribi alugrafi (seorang ahli geografi). Sekitar tahun 898-960 H (1492-1552 M) ia meninggalkan Grenada sebelum kota itu jatuh menuju Fez, mengelilingi Afrika Utara dan Timur, melaksanakan haji, mengunjungi Mesir, Syam, Jazirah Arabia, Iran, dan Turki.
Ketika ia kembali pada tahun 927 H/1520 M dan sampai di firbah ia ditawan oleh orang-orang Sicilia dan dijual ke Roma, lalu dihadiahkan ke Paus Leon X yang menyuruhnya untuk memeluk agama Nasrani dan memberikan nama kepadanya "Geofani Leoni". Kemudian ia lari dari tawanan dan kembali ke Islam dan wafat di Tunis pada tahun 944 H dalam usia 50 tahun. Ia memiliki banyak karangan dan kamus dalam bahasa Arab dan Latin.
Dalam kitab Washfu Afriqia halaman 22 terjemahan Dr. Abdurrahman Humaidah dan diterbitkan oleh Universitas al-Imam Muhammad bin Suud al-Islamiyah, Fakultas Ilmu-ilmu Islam terdapat keterangan tentang Leon al-Ifriqi. Pengantar kitab itu ditulis panjang lebar dalam 6 halaman. Kitab ini diterbitkan berkenaan dengan berlangsungnya muktamar geografi Islam di kota Riyadh dari 21/2 - 28/2 tahun 1399 H. Dalam kitab itu disebutkan bahwa Leon al-Ifriqi lahir pada tahun 894 H di Grenada dan ditawan pada tahun 926 H/1518 M pada usia 30 tahun. Ia mengarang kitab untuk para pembaca yang menggemarinya pada tahun 1526 M yaitu beberapa tahun setelah ia tinggal di Italia. Ia dapat lepas dari Italia walaupun ia telah dibebaskan antara tahun 1528-1530 M, tidak lebih dari 10 sampai 12 tahun sejak ia tinggal di Italia. Ia menulis sebuah kitab yang panjang lebar tentang geografi Afrika dan sebuah kitab bergambar tentang rumput-rumputan untuk pengobatan.
Sebagian sumber mengatakan bahwa ia kembali ke Tunis pada tahun 1550 M dalam usia 64 tahun dan tinggal di Italia selama 32 tahun. Ia terjun dalam banyak peperangan melawan bangsa Portugal dan Spanyol.
Constantin al-Ifriqi
Ia seorang pedagang yang berdagang antara Tunis dan Eropa. Ia pernah diculik oleh bajak laut. Kemudian ia pergi ke Italia dan berpura-pura sebagai seorang Nasrani. Nama Islamnya tidak dikenal, sedangkan nama ayahnya adalah Abu Abdillah Muhammad al-Qairawani. Beberapa kitab tentang kedokteran, tumbuh-tumbuhan, ilmu pasti, dan lain-lain ia terjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Latin. Ia mendirikan perguruan tinggi kedokteran pertama di Eropa yaitu Perguruan Tinggi Salemo. Ia juga menerjemahkan kitab Ibn al-Jazar, bedudul Zad al-Musafir wa Qut al-Hadhir dan mengajarkannya di Perguruan Tinggi Salemo, Perguruan Tinggi Bologna, dan di Cartagena.
Ahmad ash-Shaqili
la ditawan oleh orang-orang Normand sekitar tahun 1135 H lalu menjadi Nasrani dan menduduki sejumlah jabatan. Di kalangan mereka ia dikenal dengan nama Gaito Bietro karena ia mengepalai armada Normandia, seperti yang juga terjadi pada seorang Muslim lain yang bernama Philip al-Mahdawi. Hal ini terjadi karena di masa itu orang-orang Muslim mengungguli orang-orang lain dalam urasan-urusan kelautan sehingga orang-orang Barat meminta bantuan kepada mereka. Apalagi orang-orang Norman menguasai banyak wilayah di Afrika Utara. Mereka menyerang daerah-daerah Islam di Laut Tengah dan pulau-pulaunya. Mereka menyerang Kepulauan Beliares. Panglima Petrus (Bietro) yang beragama Islam ini yang berpura-pura menjadi Nasrani diperintahkan untuk membantu pasukan penjaga al-Mahdiyah yang dikepung oleh pasukan al-Muwahhidun. Tetapi ia kembali dengan kegagalan setelah kaum Muslim menyerang armadanya.
Raja William 1 pada tahun 1161 M menetapkannya. sebagai seorang penjaga pintu istana kerajaan dan pada masa Ratu Margareth ia merupakan salah satu dari tiga orang anggota majelis penasihat bagi putranya. Kemudian timbul penentangan terhadap dirinya yang dipimpin oleh sepupu ratu yang bernama Gilbert yang menuduhnya berkhianat dan menyembunyikan akidah Islamnya. Ia tahu bahwa Gilbert berusaha menyerangnya. Karena itu pada suatu malam ia berangkat diam-diam bersama dengan beberapa orang kawannya ke Afrika (Tunisia). Lalu ia mengembalikan namanya yang asli Ahmad dan memimpin armada al-Muwahhidun.
Ibn Khaldun menyebutkan seperti yang disebutkan di atas dan juga menyebutkan bahwa Ahmad ash-Shaqili menyerang Abdullah bin Abdul-Mukmin dan menuju ke Marrakesh. Di sana ia ikut dalam perjuangan di laut melawan orang-orang Eropa dan peperangan-peperangan di mana ia meraih kemenangan pada tahun 1185 sampai Shalahuddin al-Ayyubi meminta bantuan kepada Bani Abdul-Mukmin untuk memerangi musuh-musuhnya.
Kepulauan Baleares
Kepulauan Baleares terdiri dari tiga pulau yaitu Meyorka, Menorke, dan Yabisah (Ibiz). Jumlah penduduknya mencapai lebih dari setengah juta orang. Mereka hidup dari mencari ikan, menggembalakan ternak, bertani buah-buahan dan mengadakan perjalanan (sumber: Mujam al-Buldan).
Yang memakmurkannya adalah Muhammad bin Ali bin Ghaniyah, raja Meyorka setelah kaum Murabithun lenyap. Lalu pada tahun 1344 M Jack 1, raja Aragon menguasai kepulauan ini dan menggabungkannya ke kerajaannya (sumber: al-Mausu'ah al-Maghribiyah).
Malta
Merupakan sekelompok pulau di antara Sicilia dan Tunis. Luasnya sekitar 323 Km. Kebanyakan penduduknya berasal dari Arab Afrika sebelah utara. Selama beberapa abad bangsa Arab telah memberikan pengaruh pada kepulauan ini dalam semua lapisan baik penduduk, peradaban, bahasa, dan lain-lainnya. Pada bahasa mereka terdapat kata-kata yang berasal dari bahasa Arab, sebagaimana juga di sana terdapat peninggalan-peninggalan Arab sepert benteng Santa Angelo, makam-makam yang di atas nisan-nisannya terdapat tulisan-tulisan Arab di luar kota Madinah, dan kota-kota yang nama-namanya adalah nama Arab, seperti Rabath, Atharid Madinah, dan Syari' al-Jami'.
Tidak diketahui dengan pasti kapan Islam masuk ke sana, tetapi yang dapat diketahui adalah bahwa Muhammad bin Sufyan bin Khafajah menguasai pulau ini pada tahun 256 H dan bahwa dinasti Fathimiyah, dinasti Aghlabiyah, dan lain-lainnya mempunyai peranan yang nyata.
Pada masa Islam, para penduduknya masuk Islam dengan sukarela setelah mereka menyaksikan perlakuan yang baik dari kaum Muslim terhadap mereka. Kepulauan ini tetap berada di tangan Muslimin selama 220 tahun.
Dinasti Aghlabiyah sampai ke Malta pada tahun 257 H/870 M di bawah pimpinan Ahmad bin Abdullah bin al-Aghlab. Pada tahun 483 H/1090 M Comte Roger dari Normandia, tiba dengan kekuatannya. Lalu al-Hakim al-Arabi menyerahkan kepadanya segala sesuatu secara damai dan para tawanan dilepaskan dengan syarat membayar pajak tahunan. Tetapi ia tidak mendapatkan orang Nasrani yang senang kepadanya. Karena itu ia memberikan kepercayaan kepada orang-orang Muslim untuk pasukannya, memberikan perhatian pada ilmu-ilmu bahasa Arab, mendekatkan para ulama dan dokter-dokter Muslimin dan lain-lainnya. Maka kepemimpinan dalam segala urusan tetap berada di tangan Muslimin dan perdagangan sebagaimana sebelumnya dijalankan oleh orang-orang Muslim. Mata uang Arab berlaku di sana, yaitu mata uang emas yang di atasnya terdapat kalimat syahadat. Ketika itu Malta tetap menulis dengan huruf Arab. Jumlah kaum Muslim di sana banyak, di samping ada juga minoritas Yahudi.
Pada tahun 521 H/1127 M Roger II menetapkan kekuasaannya. Dengan kekuasaannya ini masyarakat Normandia pun terbentuk dan perdagangan beralih ke tangan orang-orang asing. Hanya saja orang-orang Muslim tetap tinggal di sana sampai akhir abad ke-13 M.
Vatikan mendirikan sekolah pertama untuk mengajarkan bahasa Arab bagi misionaris-misionaris yang dikirim ke Afrika dan negara-negara Arab. Sedangkan Amerika membangun perpustakaan. Sekarang bahasa Arab dipelajari di sekolah-sekolah lanjutan dan pemerintah-pemerintah Arab memberikan guru-guru untuknya. Tetapi kondisi sekarang membuat Malta cenderung mengambil cara Eropa dan bahasa-bahasa Eropa.
Penulis terkenal, Ahmad Faris asy-Syidyaq pemilik surat kabar al-Jawaib yang terbit di Istambul telah mengarang sebuah kitab yang ia namakan al-Wasithah fi Ma'rifah Ahwal Malthah dan telah dicetak. Kitab ini kitab yang bermanfaat.


1) Agama Islam.
2) Ibnu-Atsir, Al-Kamil VI/398
3) Majalah Al-Arabi, Kuwait no. 161 bulan Shafar 1393 H/April 1972 halaman 34-39 "Daulah Fathimiyah".
Perdagangan-perdagangan Arab Sebelum Islam
Gustave Le Bon dalam bukunya Kebudayaan India yang diterjemahkan (ke dalam bahasa Arab) oleh Adil Zuaiter mengatakan:
"Eropa dan India sejak abad-abad terdahulu telah saling bertukar barang dagangan, tetapi dengan cara tidak langsung. Kedua wilayah ini walaupun telah mengadakan hubungan dagang, tidak saling mengenal. Hubungan itu berlangsung melalui Asia Tengah setelah melewati negeri Tartar dan Persi, atau melalui Mesir setelah melewati Laut Merah, Teluk Persi, dan pesisir negeri-negeri Arab.
"Bangsa Arablah satu-satunya yang menjadi perantara hubungan dagang ini. Penduduk Yaman yang dulu dikenal sebagai orang-orang Saba' memonopoli barang-barang dagangan dari India dalam masa yang lama. Pedagang-pedagang Mesir, 150 tahun setelah meninggalnya Iskandar memperoleh barang-barang India dengan perantaraan orang-orang Arab."
Le Bon selanjutnya mengatakan:
"Mesir menjadi wilayah Romawi tahun 30 SM. Agustus berkeyakinan, sebagaimana keyakinan orang-orang lain bahwa negeri Arab adalah sumber rempah-rempah dan wangi-wangian, padahal orang-orang Arab mendatangkan bahan-bahan tersebut dari India.
Maka Agustus pun melancarkan serangannya ke negeri Arab, tetapi memperoleh kemenangan."
Lebih lanjut Le Bon menerangkan:
"Hubungan dengan India menurun di masa kemunduran kerajaan Romawi, kemudian benar-benar terputus ketika orang-orang Arab membuka dunia lama di bawah kepemimpinan khalifah-khalifah Rasulullah saw. Hubungan dengan dunia Nasrani terus terputus selama lebih dari seribu tahun. Bagi mereka yang ingin menelaah keadaan India di abad-abad pertengahan, silakan mengkaji keterangan-keterangan yang ada dalam kitab-kitab para pelancong Arab. Di antaranya adalah 1-Mas'udi yang mengunjunginya pada pertengahan abad ke sepuluh dan Ibnu Bathuthah yang berkeliling di sana pada tahun 1330 M (730 H."
Saba' dan Quthban (sebelum Islam) mendatangkan hasil-hasil Timur ke pasar-pasarnya, lalu dibawa oleh kabilah-kabilah Ma'in dan yang lainnya ke Syria dan Mesir. Peran penting Saba' dalam perdagangan dunia ini berlangsung lama. Ia merupakan penghubung antara Timur dan Barat.
Seorang Orientalis, Dr. Israel Welfenstone dalam bukunya Sejarah Bahasa-bahasa Sam mengatakan:
"Masa kekuatan dan ketinggian Kerajaan Saba' di Yaman berlangsung dalam waktu yang lama, mencakup masa Babilonia, Asyria, Yahudi, Persia, Yunani, dan Romawi, yaitu sekitar empat ribu atau lima ribu tahun yang lalu.
"Bangsa Phoenician (bangsa Kan'an as-Samiyah)lah yang membawa barang-barang dagangan dari Cina dan Timur Jauh ke pesisir Laut Tengah, dan dari sana ke pulau-pulau di Barat. Demikian juga kabilah Win al-Himyariyah dan kabilah-kabilah Arab yang lain.
"Orang-orang Yunani dan Romawi menyangka bahwa barang-barang dagangan yang dibawa oleh orang-orang Arab berupa wangi-wangian dan rempah-rempah tumbuh di negeri Arab. Demikianlah mereka menulis dalam karangan-karangan mereka, bahkan mereka menyiapkan pasukan menuju negeri Arab agar dapat menguasai tempat-tempatnya. Namun mereka tidak mendapatkan apa-apa.
"Setelah itu permusuhan antara Persi dan Romawi dalam memperebutkan Yaman memuncak, sehingga pedagang-pedagang Romawi berpisah-pisah ke Mekah dan Jeddah, dan mengirim kapal-kapal mereka ke Laut Merah untuk memperoleh barang-barang dagangan yang datang ke pelabuhan-pelabuhan negeri-negeri Arab dan Timur. Yang menjalankannya tentu orang-orang Arab. Di antara pedagang Romawi itu adalah Bagum ar-Rumi yang berjanji kepada kaum Quraisy untuk membantu mereka mendatangkan kayu-kayu untuk membangun Ka'bah asalkan mereka menggabungkan perdagangannya dengan perdagangan mereka. Dahulu orang-orang Quraisy mengambil barang-barang Timur Jauh, India, dan Cina dari Yaman, lalu mereka membawanya ke negeri Romawi. Ada lagi selain Bagum yang akan kami sebutkan nanti, insya Allah. Seandainya Bagum datang sendiri ke Adn niscaya orang-orang Persi akan membunuhnya.
Orientalis yang lain, Mr. Wendel Philips, penyelidik purbakala di negeri Qutban dan Saba' di sebelah timur Yaman, yaitu antara Yaman dan Hadhramaut, dalam kitabnya Qutban dan Saba' menyebutkan bahwa Saba' adalah bangsa yang dikenal sedangkan Qutban adalah bangsa yang bertetangga dengan Saba' sampai ke sebelah selatan di lembah Baihan. Qutban mempunyai ibukota yang disebut Timna. Ia mengatakan:
"Sesungguhnya pentingnya negeri Arab sebelah selatan atau yang disebut Yaman adalah pada hubungan perdagangannya dengan Mesir dan dengan negeri yang terletak di antara dua sungai (Dijlah/Tigris dan Furat) dan India. Mesir telah memulai perdagangannya melalui jalur Laut Merah ke selatan pada tahun 2500 SM. Qutban dan kemudian Saba' menjadi perantara antara Mesir dan India."
Temuan Mr. Philips telah menunjukkan masa hubungan antara Qutban dan kemudian Saba' dengan Mesir, Babylonia, Persia, dan Halin, serta berkumpulnya para pedagang dan barang dagangan dari daerah-daerah ini di Timna, ibukota Qutban. Peran pentingnya meningkat setelah abad keempat sebelum Masehi.
Kitab itu merupakan sumber sejarah yang dapat dipercaya dan berharga tentang sejarah perdagangan yang berlangsung antara negeri Yaman dan Timur Jauh sejak lebih dari 4000 tahun. Donald Maclane Campbell mengatakan:
"Tidak ada yang sampai ke daerah timur dalam perjalanan dagang selain orang-orang Arab. Mereka selalu melalui daerah-daerah timur tetapi kami tidak mengetahui sejak kapan tepatnya orang-orang Arab memulai perjalanan mereka yang jauh ini yang telah berlangsung beberapa abad sebelum Masehi."
AI-Mas'udi
la adalah Abul-Hasan Ali bin al-Husein, wafat tahun 346 H/ 956 M. Lahir dan tinggal di Baghdad. Lalu ia melawat ke Persia, India, Sailan (Srilangka), Sinda, Madagaskar, dan Syam. Al-Mas'udi menghabiskan waktu 25 tahun dalam pedalanannya.
Sejarawan Jidi Zaidan mengatakan bahwa al-Mas'udi sampai ke Cina melalui laut dan mengelilingi Lautan Hindia. Jadi perjalanannya mencakup wilayah India, Lautan Hindia, Lautan Atlantik, dan antara Laut Merah dan Laut Qazwein.
Ia memiliki beberapa karangan: Muruj adz-Dzahab wa at-Tanbih wa al-Asyraf, Dzakhair al-Ulum wa Maa Kaana fi Sairi ad-Duhur wa Akhbar az-Zaman, al-Bayan fi Asma' al-Aimmah. Sebagian orientalis mempelajari kitab-kitabnya. Kitab-kitab ini terdapat dalam bentuk tulisan tangan di Istanbul dan Paris.
Ibnu Bathuthah
la adalah Abu Abdillah Muhammad bin Abdullah bin Muhammad bin Ibrahim al-Lawati ath-Thanji. Ia menghabiskan waktu sekitar 25 tahun dalam berbagai perjalanan. Perjalanan-perjalanannya menempuh jarak sekitar 75 ribu mil, dari tahun 725 H sampai H (1325-1348 M) sampai ke Cina. Ia sampai ke Indonesia pada tahun 746 H (1345 M) dan wafat pada tahun 779 H (1377 M). Kitab perjalanannya yang bernama Tuhfah an-Nazhzhar wa Gharaib al-Amshar telah dicetak dan telah diterjemahkan ke berbagai bahasa, di antaranya Turki, Italia, Inggris, Perancis, Rusia, Jerman, dan Hongaria.
Seorang orientalis Soviet bernama Saidah Sofia telah memperoleh gelar doktor dari akademi ilmu-ilmu Soviet dengan disertasi tentang perjalanan Ibnu Bathuthah.
Dalam kitab perjalanannya Ibnu Bathuthah telah menyebutkan kedatangannya ke Kerajaan Samudera, menjelaskan tentang keadaan kerajaan itu dengan penjelasan yang rinci, dan menjelaskan tentang penghormatan Sultan kepadanya dan majelis-majelis ilmiah yang diadakan oleh Sultan.
Phoenician
Bangsa Phoenician pindah ke daerah-daerah pesisir setelah terjadinya paceklik dan kekeringan di tengah-tengah negeri. Mereka dikenal senang mempertaruhkan jiwa, sehingga biasa berlayar dan menjadi penguasa-penguasa lautan.
Sebagian sejarawan berpendapat bahwa bangsa Phoenician pada awalnya tinggal di Pulau Tarut dan di Pulau Arad, salah satu pulau di Bahrain yang sekarang dinamakan 'Arad (dengan huruf ain). Lalu mereka menyebar dan mendirikan kota-kota. Kemudian kekuasaan mereka meluas sampai ke Laut Tengah dan mendirikan pemukiman-pemukiman di pantai-pantainya dan di pulau-pulaunya. Nama-nama pemukiman itu seperti nama-nama kota yang mereka dirikan di pesisir teluk dan merupakan syiar mereka sampai mereka pindah ke sebelah utara. Mereka menggambarkannya pada mata uang-mata uang dan bejana-bejana mereka. Uang-uang ini ditemukan dalam jumlah banyak di kota-kota dan pemukiman-pemukiman.
Phoenician adalah bangsa pertama yang menyebarluaskan abjad di dunia. Dikatakan juga bahwa merekalah yang menemukan Amerika. Mereka melintasi pegunungan Alpen di bawah pimpinan tokoh mereka Hanibal dan mendatangi Roma. Merekalah yang mendirikan Daulah Carthage di Tunis pada tahun 814 SM. Daulah ini tersebar di Afrika Utara, pesisir Spanyol, Malta, Korsika, dan Sardinia. Terjadi peperangan antara bangsa ini dengan bangsa Romawi. Hanibal memerangi Romawi di Italia dan melintasi Perancis dan Spanyol. Ia selalu memperoleh kemenangan dalam peperangannya dengan bangsa Romawi selama bertahun-tahun. Peperangan yang terus menerus telah menghilangkan kekuatannya sehingga ia merasa pusing dan kembali ke negerinya di Asia Tengah. Kemudian ia bunuh diri agar tidak menyerah kepada musuh. Ia mengalami kerugian dalam pertempuran di Zama. Musuh merobohkan kota yang agung ini sampai rata dengan tanah setelah ia membela dirinya dengan pembelaan yang berbahaya di hadapan kebuasan bangsa Romawi. Tetapi bukti-bukti sejarah yang dapat dipercaya dan peninggalan-peninggalan yang dapat dijadikan petunjuk tentang sejarah Phoenicians dengan gambaran yang lebih luas dan rinci kebanyakannya telah hilang. Bangsa Phoenicians adalah yang pertama-tama menyebarkan bahasa Arab di Barat.
Kekuasaan Muslimin Dalam Perdagangan Di Samudera Hindia dan Laut Cina
Kekuasaan bangsa Arab dan kaum Muslim atas Lautan Hindia dan Laut Cina adalah kekuasaan yang bersifat damai dan perdagangan yang berdasarkan toleransi yang disertai dengan penyiaran agama Islam dengan menggunakan cara-cara yang luwes. Walaupun dermkian seluruh perdagangan di sekitar lautan-lautan itu berada di tangan mereka.
Setelah agama Islam datang, Gujarat dan Kambai menjadi salah satu pusat perdagangan bagi kaum pedagang yang pergi ke Timur Jauh dan India. Banyak kaum Alawiyin yang merantau ke sana setelah kejadian-kejadian al-Ghuz (al-Ghuz adalah segolongan bangsa Turki yang memberontak terhadap dunia Islam pada abad ke-6 H) dan setelah peristiwa kaum Khawarij di Hadhramaut (Khawarij adalah kaum pemberontak yang keluar dari barisan Khalifah Ali bin Abi Thalib-pen.). Di antara mereka itu dan juga yang datang kemudian terdapat penganjur-penganjur Islam di Campa, Kucing Cina, Kucing di Kalimantan Utara dan seterusnya sampai ke Brunei, Sandakan, dan pulau-pulau Sulu, Magindanau, Buaian, Sibu, serta Zamboanga. Di sana terdapat kumpulan pulau, sebagiannya didiami dan sebagian lagi kosong. Sebagian dari kepulauan-kepulauan itu telah berubah namanya setelah serangan-serangan yang dilakukan oleh Spanyol dan Portugis.
Di waktu itu Tanjung al-Jumhah merupakan tempat yang didatangi oleh kapal-kapal dari Tiongkok, India, dan Arab jika mereka hendak menuju ke Timur Jauh. Dari sana kapal-kapal itu menetapkan jurusan dan mengembangkan layarnya menuju ke pantai-pantai India Selatan.
Di sepanjang pantai-pantai India itu terdapat banyak masyarakat Muslim sebagaimana juga terdapat di pulau-pulau yang berhadapan dengan pantai-pantai tersebut. Di antara mereka terdapat bangsa Arab Mapula di Pantai Malabar, yaitu orang Arab keturunan, sekitar satu juta jiwa di samping Muslimin pribumi. Kaum Alawiyin telah beranak cucu di sana sejak berabad-abad. Di bandar Kuwailandi terdapat kira-kira 300 keluarga Alawiyin.
Pendudukan Islam dan kaum Muslim atas pantai ini terus berlangsung sepanjang Malabar sampai ke Madras terus ke Sailan. Di sana terdapat sisa-sisa masyarakat Muslim.
Demikianlah bukti-bukti yang menunjukkan kekuasaan kaum Muslim atas jalur-jalur hubungan dagang ke Timur Jauh di mana unsur yang terkuat dari mereka adalah bangsa Arab. Gustave Le Bon mengatakan:
"Kita tidak melihat dalam seiarah ada satu bangsa yang mempunyai pengaruh yang nyata seperti bangsa Arab. Semua bangsa yang berhubungan dengan Arab menerima peradaban mereka, walaupun dalam beberapa waktu saja. Setelah bangsa Arab lenyap dari panggung sejarah, maka bangsa-bangsa yang menaklukkan mereka seperti bangsa Turki, Mongol, dan lainnya mengambil adat istiadat mereka dan nampak pula sebagai penyebar pengaruh mereka ke seluruh dunia. Memang peradaban Arab telah mati sejak beberapa abad, akan tetapi sekarang dunia tidak mengenal di negeri-negeri sepanjang pantai Samudera Atlantik sampai ke India, dan dari Laut Tengah sampai ke Sahara selain para pengikut Nabi Muhammad saw dan bahasa mereka."
Inilah fakta-fakta yang dijelaskan oleh Gustave Le Bon, tetapi keterangan itu tidak lepas dari racun-racun berbisa yang membangkitkan rasa kebangsaan yang sempit di antara kaum Muslim. Kerana pemberontak yang berasal dari bangsa Turki berhubungan dengan fakultas-fakultas dan perguruan-perguruan Perancis, maka putuslah hubungan mereka dengan kaum Muslim seluruhnya.
Gustave Le Bon menyebutkan pula tentang sumber kekayaan yug luas yang dahulu terdapat di Mesir yang merupakan hasil perdagangan dengan Timur Jauh. Kemudian ia mengatakan, "Dan perdagangan itu tetap menjadi sumber kekayaan yang luas di Mesir sampai Vasco de Gama (bangsa Portugis) pada tahun 903 H/1497 M melalui Tanjung Harapan dan sampai ke pantai Malabar yang belum pemah dilihat oleh orang-orang Eropa sebelumnya dan belum pernah dikunjungi oleh siapa pun juga kecuali oleh orang Arab hingga masa itu."
Dari Sailan ke Selat Malaka menuju Semenanjung Melayu di satu sisi dan Sumatera di sisi lain, kemudian pulau-pulau di sekitar Singapura, pantai Sumatera sampai ke Palembang, lalu pulau-pulau di Laut Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi, kemudian Kepulauan Sila, sampai Laut Sulu (dahulu lautan yang terletak di antara Kepulauan Sila dan Laut Sulu disebut Laut Sila) merupakan jalur kapal-kapal dagang yang menuju ke Maluku untuk mengumpulkan rempah-rempah dan bumbu-bumbu. Dari Maluku terus menuju ke Kepulauan Fak-Fak yang bersama dengan Irian dinamakan Guinea Baru (Guinea Lama terdapat di Afrika Selatan di mana di sana terdapat kerajaan Arab kemudian kerajaan-kerajaan Islam sebelum orang-orang Nasrani menguasainya), kemudian pulau-pulau Sulu, Magin danau, Zamboanga, dan Pulau Saldung Besar (Luzon) di mana terletak kota Manila. Di pulau-pulau ini juga terdapat pendatang-pendatang Islam dan kaum Muslim pribumi, sampai perkumpulan-perkumpulan misionaris datang silih berganti sehingga jutaan orang di antara mereka menjadi murtad.
Kemudian jalur Tiongkok yaitu melalui Laut Cina Selatan sebagaimana yang digambarkan oleh Halabi dalam kisah perjalanannya dan oleh penulis sejarah Islam lainnya sebagai berikut: Dari Pulau Tumasik (Singapura) ke Benanga dan dari sini ke Sura di Teluk Kul, lalu ke Syaherenua, Kamboja, Campa sampai ke Teluk Tokin. Dapat juga dari Campa ke Annam, dari Annam ke pintu-pintu masuk Cina, dari sana ke Tiongkok Tenggara. Di tempat-tempat yang saya sebutkan tadi terdapat masyarakat Islam dan sampai sekarang sebagian penduduknya adalah orang-orang Islam seperti di Yunan.
Dari apa yang telah kami sebutkan dapat Anda lihat bahwa kaum Muslim tersebar di sepanjang jalur-jalur perhubungan dagang yang telah dikuasai oleh Islam sejak dahulu kala. Islam telah tersiar di seluruh jalur perdagangan Arab dan Islam. Bangsa Arab telah mendahului bangsa-bangsa lain dalam menempuh jalan lautan itu, baik sebelum atau sesudah berkembangnya agama Islam. Sebagaimana mereka merupakan golongan terbesar di negeri-negeri sepanjang pantai Laut Merah dan pantai Lautan Hindia dari jurusan India dan Afrika, serta pulau-pulau yang terletak di antara dua daratan itu, mereka juga bersama dengan saudara-saudara mereka sesama Muslim merupakan golongan yang terbesar di antara penduduk Malaka, bahkan mereka menguasai semua jalan-jalan di Selat Malaka yang terbentang sampai ke Australia karena jumlah mereka yang banyak di Jawa, Kalimantan Tenggara, Kepulauan Sila (Sulawesi), Maluku, dan Fak-fak di Irian. Mereka juga banyak terdapat di pantai utara Kalimantan, di Siam, Indo China, Kepulauan Sulu, dan Magindanau (Filipina). Lalu sebagaimana yang telah kami sebutkan, mereka pun tersebar di sepanjang pantai dari Singapura ke Hongkong dan Lautan Cina.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa bangsa Arab dewasa itu tidak hanya tergolong di antara bangsa-bangsa besar yang menaklukkan dunia, tetapi mereka juga kaum pelaut, orang-orang besar di darat dan di laut.
Berikut ini diuraikan sebuah kisah agar menjadi bahan pengertian dan juga agar dapat disimpulkan dari apa yang akan diterangkan kelak. Kisah ini dikutip dari buku Hubungan-hubungan antara bangsa Arab dan bangsa Tionghoa karangan seorang Tionghoa bernama Badruddin Haji. Dalam halaman 200-201 pada bukunya ia mengatakan sebagai berikut:
"Sesudah Jengis Khan meninggal dunia maka terbagilah kerajaannya di antara empat orang puteranya. Salah seorang di antara mereka yang bernama Kubilai Khan mendapat negeri Tiongkok. Lalu Abakah Khan bin Hulaku memberi peringatan kepada Kubilai Khan agar berhati-hati terhadap kaum Muslim, disebabkan sebagian kaum Masehi telah dapat mempengaruhi Abakah Khan bin Hulaku yang beristerikan seorang wanita Kristen. Mereka itu menghasut dan menakut-nakuti Kubilai Khan dengan mengatakan bahwa dalam Al-Qur'an, kitab suci kaum Muslim, terdapat ayat yang memerintahkan kaum Muslim supaya membunuh kaum musyrik, yang bunyinya, "'Bunuhlah kaum musyrik di mana saja kamu menjumpai mereka itu.' "Mereka (orang-orang Kristen) itu juga menghasut raja-raja Tartar "(diceritakan dalam kitab Talfik al-Akhbar 'An at-Turk wa At-Tatar, ldtab ini ditulis dalam dua jilid), sehingga raja-raja itu melarang kaum Muslim bekerja di istana-istana Mongol di Iran. Abakah Khan menerima dengan baik anjuran famili-famili isterinya dari kaum Kristen untuk memperingatkan Kubilai Khan agar berhati-hati terhadap kaum Muslim. Raja Kubilai Khan menerima hasutan ini sehingga berubah sikapnya terhadap kaum Muslim. Bila dahulu ia bersikap ramah terhadap orang-orang asing yang berlainan pendirian dan kepercayaannya maka sejak itu dengan mendadak ia menjadi bengis serta bersikap menentang dan menekan kaum Muslim di Tiongkok. Ia memerintahkan kaum Muslimin untuk mentaati peraturan Yasak yang dikeluarkan oleh Jengis Khan dalam hal-hal urusan pribadi mereka seperti nikah dan warisan. Ia juga mengeluarkan suatu perintah untuk menurunkan imam-imam (pemuka agama Islam) dari mimbar-mimbar dan memaksa orang Islam memakan daging yang dipotong menurut cara Mongol. Kubilai Khan tidak memikirkan akibat dari kekejamannya itu, kecuali setelah hal itu berjalan tujuh tahun lamanya. Dalam masa tujuh tahun itu berturut-turut keluarlah kaum Muslim dari negeri Tiongkok menuju ke pulau-pulau Indonesia dan mereka ini kemudian tidak suka lagi berdagang dengan Tiongkok. Kapal-kapal mereka berlayar dari kepulauan ini membawa barang-barang eksport ke negeri irak dan Mesir. Maka berkembanglah perdagangan di Mesir pada waktu itu melebihi keadaannya semula dan berkuranglah hasil import negeri Tiongkok selama di bawah pemerintahan Kubilai Khan sampai batas yang tidak dapat ditanggung lagi. Maka menyesallah Kubilai Khan atas perbuatannya yang dilakukan terhadap kaum Muslim. Kemudian ia menghapuskan semua peraturan yang keras dan zalim yang pernah dikenakan kepada mereka. Ia kembali berbaik hati kepada mereka, lalu mendirikan sebuah masjid besar untuk mereka di Khan Balak yang konon luasnya cukup untuk seratus ribu orang."1
Pada halaman 137 setelah menyebutkan tentang permusuhan yang keras antara Khawarizmi Syah dan Jengis Khan yang berakhir dengan jatuhnya Baghdad-ia mengatakan sebagai berikut:
"Kedatangan pedagang-pedagang Muslimin berulang kali ke ibukota Tiongkok secara nyata telah memperbesar pendapatan kas negeri Tiongkok. Setelah Kubilai Khan bersikap keras terhadap kaum Muslim karena hasutan Marcopolo (seorang pengelana dari Venesia, Italia) yang pernah mendapat kepercayaan raja Mongol di Khan Balak dan setelah ia melarang mereka memakan daging yang disembelih dan kawin secara agama Islam dan memaksa mereka untuk menaati undang-undang Jengis Khan, maka pedagang-pedagang Muslimin tidak suka lagi mengunjungi ibukota Tiongkok untuk beberapa waktu lamanya. Akibatnya terjadilah defisit yang besar dalam keuangan negeri Tiongkok. Kubilai Khan tidak menghapuskan peraturan-peraturan kejam yang dikenakan kepada kaum Muslim itu melainkan setelah ia merasakan kurangnya barang import dan semakin buruknya perdagangan (H. Howorth's History of the Mongols, halaman 245).
Keadaan ini, diceritakan pula oleh Syarif TaJuddin as-Samar qandi pengarang buku Perjalanan ke Timur Jauh dan Tiongkok, yang dikutip oleh pengarang buku Subhul A'sya, juz IV halaman 446 sebagai berikut:
"Di antara hal luar biasa yang saya lihat di kerajaan Qaan (Tiongkok) ialah meskipun raja yang memerintah di sana bukan orang Islam tetapi mempunyai rakyat yang beragama Islam dari berbagai bangsa. Kaum Muslim ini dihormati dan dihargai. Apabila seorang kafir membunuh seorang Islam, maka dibunuhlah si kafir itu beserta seluruh keluarganya dan harta bendanya dirampas. Sebaliknya kalau seorang Islam membunuh seorang kafir, maka orang Islam itu tidak dibunuh, tetapi dituntut untuk membayar diyat (ganti rugi). Ganti rugi bagi seorang kafir yang dibunuh itu tidak lebih dari seekor keledai."

1) Lihat kitab Al-'Alaqat halaman 201 dan kitab Awraq Mughol halaman 164.
Hubungan Negeri-Negeri Arab Dengan Negeri Cina Sebelum Islam
Syaikh Abu Ali al-Marzuqi al-Asfahani telah menyebutkan dalam bukunya al-Aminah Wa al-Amkinah, juz 11 halaman 163 di waktu ia menyebutkan pasar-pasar yang pernah didirikan di negeri-negeri Arab yang pada masa Jahiliyah (sebelum Islam) berjumlah tiga belas buah, sebagai berikut:
"Kemudian mereka meninggalkan negeri-negeri Sahar yang terletak di tepi laut Oman, lalu menuju Daba yaitu satu negeri di tanah Arab di tepi laut Oman juga, tempat berkumpulnya saudagar-saudagar dari negeri India, Sind, Tiongkok, dan orang-orang lain dari Timur (pulau-pulau Hindia Timur dan Afrika Timur) dan orang-orang dari Barat (orang-orang Suria, Irak, dan Romawi sebelum peperangan antara mereka dengan Persi). Biasanya pasar dagangan dimulai di sana pada hari terakhir dari bulan Rajab. Mereka membeli dagangan dari bangsa Arab dan segala hasil laut yang ada di situ. Cara mereka membeli ialah dengan tawar menawar dan al-Jalandi yaitu ketua bandar mengambil cukai sebanyak 10%, sebagaimana yang dilakukan oleh raja-raja di negeri lain."
Syihir1 (suatu negeri yang terletak di sebelah timur pantai Laut Arab yang didiami oleh kabilah Mahrah).
Setelah itu mereka berangkat bersama-sama dengan semua saudagar-saudagar yang ada di situ ke Syihir yaitu sebuah bandar yang terkenal dengan nama Syihrulmahrah. Biasanya mereka mengadakan pasar di bawah kaki bukit yang di atasnya terletak makam Nabi Hud as (bukit dekat Zhafarulmahrah). Mereka menjual kepada para penduduk jenis barang-barang yang laku seperti kemenyan Arab, jadam, segala macam kemenyan campuran, dan lain-lain.
Perdagangan di sana tidak dikenakan cukai karena tempat itu tidak berada di bawah kekuasaan suatu pemerintahan. Semua saudagar Arab yang berdagang di sana mengambil pengawal dari Bani Yatsrib, satu kabilah Arab dari Mahrah. Biasanya pasar itu dibuka pada pertengahan bulan Sya'ban.
Aden
Dari sana mereka berangkat ke Aden kecuali saudagar-saudagar yang menempuh jalan laut dan orang-orang yang barang dagangannya belum terjual. Mereka berangkat ke Aden dengan pedagang-pedagang yang tidak menghadiri pasar yang terdahulu yang biasanya diadakan pada awal bulan Ramadhan hingga hari kesepuluh. Mereka pindah dari satu pasar ke pasar lain dan tidak mengambil pengawal untuk menjaga keselamatan mereka, karena Aden berada dalam kekuasaan raja-raja Himyar dan mereka dikenakan cukai sebanyak 10%. Tempat itu kemudian dikuasai oleh raja-raja Yaman yang lain dan raja terakhir yang memungut cukai atas pasar-pasar itu ialah raja Persia yang akhirnya menjajah negeri Yaman.
Minyak wangi dan bau-bauan lain yang tersedia di sana yang rahasia pembuatannya tidak diketahui orang lain kecuali orang-orang Arab, diperdagangkan oleh saudagar-saudagar laut ke tanah India, Sind (termasuk dalam wilayah Pakistan sekarang), dan juga diperdagangkan oleh saudagar-saudagar di darat ke negeri Persi dan Romawi.
Al-Mas'udi mengatakan, "Sebagian besar air sungai Furat berakhir di negeri Hirah, kemudian melewatinya dan bermuara di Laut Persia, di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Najaf. Kapal India dan Cina mendatangi Kepulauan Hirah di sana." Syihabuddin Ahmad bin Abdul-Wahhab an-Nuwairi dalam kitabnya Nihayah al-Arab mengatakan:
"Sungai Furat merupakan salah satu dari ar-Rafidan, sedangkan yang lainnya adalah Sungai Dijlah (Tigris). Dinamakan demikian karena keduanya mengalir di kedua sisi kota Baghdad. Dijlah di sebelah timurnya dan Furat di sebelah baratnya. Melalui Dijlah datang ke Baghdad orang-orang dari Bashrah, Abalah, Ahwaz, Persi, Oman, Yamamah, Bahrain, India, Sind, dan Cina. Sedangkan dari Furat datang orang-orang dari Moshul, Azerbaijan, Armenia, Syam, Mesir, dan Maroko."

1) Pada awaInya nama Asy-Syhr digunakan untuk semua pesisir Arab Selatan. Tetapi akhirnya pemekaiannya terbatas pada kota yang sekarang dikenal dengan nama itu. Orang-orang Barat menuliskannya dengan huruf Latin dalam berbagai tulisan yang berbeda yaitu sheher, Schaher, Seer, dan Shahar.
Bukti-Bukti Yang Menguatkan Perkataan Al-Marzuqi Al-Isfahani
Badruddin ash-Shini dalam bukunya pada halaman 13 mengatakan:
"Telah disebutkan dalam buku Wei Lui di halaman 7, yaitu sebuah buku kuno dalam bahasa Cina yang ditulis pada abad ketiga Masehi, bahwa negeri ini terletak di sebelah barat laut, dan oleh karena itu dinamakan "Hai Si", yaitu negeri yang terletak di sebelah barat laut. Di negeri ini mengalir sebuah sungai yang bermuara di sebuah lautan besar."
Hirth mengatakan:
"Keterangan ini sangat tepat bagi Mesir, karena laut pertama di sebelah timur Mesir adalah Laut Merah, dan sungai yang disebutkan itu adalah Sungai Nil, sedang laut besar tempat sungai itu bermuara adalah Laut Putih."
Ia menambahkan keterangan itu dengan mengatakan:
"Pada negeri yang terletak di sebelah barat laut itu terdapat sebuah kota yang dinamakan kota Sind, yang merupakan perubahan dari nama Iskandariah, sebagaimana terlihat dari kedekatan huruf-hurufnya dan batas-batas letak geografisnya yang ada dalam buku itu."
Pada halaman 15 ia mengatakan:
"Kota yang memegang peranan penting dalam hubungan perdagangan antara Mesir, India, dan Cina dalam abad-abad pertama 7, Masehi adalah kota Aden yang terletak di pantai Laut Merah di Arabia Selatan, yaitu yang menjadi perantara pada masa Iran (Persia) hingga masa Justinian."1
Sedangkan pada halaman 17 dikatakan:
Tetapi Hadi Hasan dalam bukunya Sejarah Para Pelaut Iran mengatakan bahwa perjalanan laut ke Cina bukan ditemukan oleh orang Romawi, karena angkatan perang Cina pernah menginjak pantai Malabar pada abad kedua sebelum Masehi."
Yang benar, orang-orang Romawi belum pernah berhubungan langsung dengan Cina dan juga tidak mengenal jalan laut. Mereka menerima wangi-wangian dan rempah-rempah melalui negeri Arab. Karena itulah mereka berkali-kali menyerang negeri Arab untuk mendapatkan barang-barang yang diinginkan itu tetapi kemudian ternyata mereka tidak mendapatkan apa-apa di sana.
Pada masa itu, sebelum zaman Islam, sutera-sutera Tiongkok, baik yang sudah ditenun atau yang belum ditenun dikirimkan ke Mesir oleh para pedagang Arab, baik melalui laut atau darat. Akan tetapi para penulis Eropa berusaha memastikan sesuatu yang tidak terjadi karena fanatisme mereka kepada Romawi. Di antara mereka adalah Gebon dan Hirth. Mereka mengumpulkan bukti-bukti untuk menguatkan pendapatnya, tetapi apa yang mereka kemukakan tidak dapat dipertahankan. Karena itu Badruddin ash-Shini setelah mengemukakan alasan-alasan para orientalis mengatakan:
"Kini kita mendapatkan gambaran tentang adanya hubungan antara Cina dan Arab pada masa itu juga, khususnya setelah kami menceritakan bahwa Aden merupakan sebuah kota besar yang memainkan peranan penting dalam perdagangan di laut dengan Cina, Romawi, dan dunia Timur."
Kemudian ia menyebutkan sebab-sebab mengapa para sejarawan Barat pura-pura tidak mengetahui hal itu dan mengaitkan hubungan yang telah terjadi di pelabuhan Yaman, Oman, Masqat, dan Bahrain dengan kebesaran Iran dalam perdagangan. Kepura-puraan mereka tidak berhenti sampai di situ saja. Bahkan, barang-barang yang asaInya dari Afrika Timur mereka katakan merupakan penghasilan dari Iran dan mereka namakan barang-barang Iran. Hal itu berlangsung sampai abad ke-7 Masehi.
Benarlah apa yang dikatakan oleh Hadi Hasan dalam bukunya Sejarah Para Pelaut Iran ketika berbicara tentang masalah ini, "Sesungguhnya sejarah Cina yang berhubungan dengan barang-barang yang asalnya dari negeri-negeri Arab atau dari Afrika Timur menyebutkan nama 'barang-barang Persi' karena dari Persi banyak dikirimkan sebagian besar penghasilan negeri-negeri tetangganya."
Badruddin mengatakan:
'Sumber-sumber Cina, Iran, dan Romawi menyepakati adanya hubungan antara Arab dan Cina beberapa abad sebelum Islam dalam bentuk hubungan tidak langsung apabila kita memandang adanya pemerintahan yang berkuasa di bagian utara dan selatan negeri Arab sebelum Islam, dan secara langsung apabila kita menganggap dari sisi batas-batas geografisnya." Demikian yang dikatakan oleh Badruddin.
Sebenarnya hubungan Arab dengan Cina telah terjadi sebelum Islam secara langsung selama masa pemerintahan Himyar di Aden, dan terus berlangsung di negeri Mahrah dan sebagian Oman. Suku bangsa Uzd di Oman adalah para pelaut yang dipergunakan oleh bangsa Persi, menjelang masa Islam, dalam membawa barang-barang dagangan mereka untuk menyaingi bangsa Romawi. Sekitar satu abad sebelum Islam, orang-orang Quraisy pergi ke Yaman Ialu mengambil barang-barang dagangan dan membawanya ke Syam. Sebagian pedagang-pedagang Romawi mencari perlindungan ke Mekah setelah Persia menguasai Aden. Merekalah yang menjalin perjanjian dengan Quraisy ketika orang-orang Quraisy hendak membangun Ka'bah bahwa mereka akan mengirimkan kayu asalkan mereka dapat menggabungkan perdagangan mereka dengan perdagangan Quraisy.
Badruddin mengatakan:
"Kapal-kapal dagang yang membawa barang-barang dari Bashrah ke Cina dengan sendirinya melalui Oman, Musqat, Bahrain, Obbalah, dan Hurinuz di Teluk Persi. Aden termasuk kota perdagangan yang terpenting di Laut Merah antara Mesir dah pantai Teluk Persi."
Hirth menukil dari Derkataan Kuzumo--seorang India- bahwa dagangan Cina dengan kota-kota ini telah ada sejak abad ke-6 Masehi. Di antara hal-hal yang disebutkan oleh Kuzumo adalah sutera Cina yang datang lebih dahulu ke Sailan lalu dibawa ke Aden.
Badruddin selanjutnya mengatakan:
"Kami mempunyai bukti-bukti tentang perkataan Kuzumo yang hidup pada abad ke-6 Masehi. Perkataannya dikutip oleh Wilson, pengarang buku Teluk Persia2 bahwa di antara para pedagang yang saling bertukar barang dagangan antara Cina dan Teluk Persia pada abad ke-6 Masehi adalah bangsa Arab, Iran, dan Ethiopia, dan tempat pertemuan mereka di kala itu adalah Kepulauan Sailan." Demikian perkataan Badruddin ash-Shini.
Seharusnya ia (Badruddin) tidak usah memikirkan apa yang dikatakan oleh Gebon dan dugaan-dugaannya, karena pantai timur negeri Arab terletak di lautan Hindia, dan orang-orang yang tinggal di sana, terus sampai ke Aden, bahkan ke Yaman adalah para pelaut yang sangat pemberani, dan Tanjung al-Jumhah yang terletak di antara Oman dan Syihir merupakan tempat yang selalu disinggahi oleh kapal Cina atau Arab ketika pulang ataupun pergi. Dari tanjung inilah kapal-kapal langsung menuju Malabar.
Bangsa Barat selama berabad-abad menyangka bahwa negeri Arablah yang menghasilkan rempah-rempah, gaharu, dan obat-obatan Cina sehingga mereka menyerangnya untuk mencari penghasilan-penghasilan tersebut. Ini adalah bukti yang kuat yang menunjukkan ketidaktahuan mereka tentang Timur Jauh dan Timur Dekat, karena selama itu yang membawa penghasilan-penghasilan tersebut kepada mereka dari timur adalah orang-orang Phoenicia dan orang-orang Ma'in (Yaman). Merekalah yang membawanya dari Timur.
Mr. Guillan dalam bukunya Documents De L'Histoire, Le Geographie Et Le Commerce De L'Afrique Orientale (dokumen-dokumen sejarah, geografi, dan perdagangan di Afrika Timur mengatakan: "Sejak lama orang-orang Arab telah memegang kendali perdagangan lautan seluruhnya, khususnya di Timur. Hanya kapal-kapal merekalah yang mengarungi Samudera Hindia umumnya, dan antara Arab dan India khususnya. Banyak masyarakat mereka yang mendiami pantai-pantai India yang berdekatan dengan Sungai Sind. Orang-orang India menamakan mereka Arabitoe.
Ketika Alexander yang agung dari Macedonia mengirimkan armadanya yang dipimpin oleh panglimanya yang bernama Narqui untuk mencapai lautan Hindia, ia menemukan di pantai Georgi, bekas-bekas peninggalan yang menunjukkan bahwa orang-orang Arab telah masuk jauh ke pedalaman. Mereka telah datang dengan armadanya dan negerinya. Nakhoda yang menjadi penunjuk jalan baginya adalah seorang Arab.
Suatu suku bangsa Arab lain dinamakan oleh orang-orang Yunani dengan nama "Phoenician" yang oleh orang Arab disebu Funiqa, Funiqan, atau Fainiqi, yaitu bangsa Kan'an, suatu suku bangsa yang terkenal dalam buku-buku bangsa Israel dan Mesir dan lebih terkenal lagi dalam sejarah bangsa Yunani dan Romawi Bangsa Fainiqi ini mempunyai pengaruh yang besar terhadap bangsa Persi dan sangat disegani. Jumlah mereka bertambah banyak lalu mereka mendirikan jajahan-jajahan dan menyusun armada-armada yang besar. Armada-armada ini seringkali menyerang Yunan dan merupakan bahaya besar bagi mereka, sehingga bangsa Yunan mencari jalan untuk mencegah bahaya ini. Bangsa ini pernah menduduki sebagian Kepulauan Yunani dan perdagangan mereka sangat luas di masa itu.


1) Hirth, China and Roman Orient. P. 175, 180, 181. Chao Jokua P. 3.
2) Wilson, The persian Gulf P.57.
Jajahan-Jajahan Bangsa Kan'an
Jajahan-jajahan bangsa Kan'an tersebar sampai ke negeri-negeri yang jauh dari negeri mereka. Peninggalan-peninggalan mereka yang tertua berupa kata-kata dan istilah-istilah yang dapat dijumpai pada batu-batu yang ditulis dengan huruf paku, yaitu yang ditulis oleh pembesar-pembesar mereka di beberapa tempat di Palestina kepada raja Amon Hauthab dari Mesir pada abad ke-4 sebelum Masehi. Juga terdapat dalam surat-surat yang ditulis oleh Raja Kelmu kira-kira pada abad ke-9 sebelum Masehi. Tulisan-tulisan semacam itu terdapat pula di Cyprus, Mesir, Sicilia, Yunani, Malta, Sardinia, Perancis Selatan, Spanyol. Selatan, dan Cartagena (Garat Hadasy) yang dipandang sebagai negeri-negeri yang paling kaya dengan peninggalan-peninggalan bangsa Kan'an. Peperangan-peperangan bangsa Romawi dengan panglima besar bangsa Kan'an, Hanibal termasuk peperangan yang sangat dahsyat.
Armada-armada perdagangan Kan'an pada masa itu telah sampai ke negeri Inggris dan sekitarnya. Bangsa Kan'an ini bertempat tinggal di Nejed dan pantai-pantainya, di Teluk Persia, dan di Kepulauan Bahrain sejak 26 abad sebelumnya.
Kepulauan Bahrain merupakan salah satu benteng mereka. Di pantai-pantai Nejed mereka memiliki pelabuhan-pelabuhan yang nama-namanya adalah Sur, Arwad, dan Jubail yang telah disebutkan oleh seorang pengembara Yunani, Strabon dalam bukunya tentang geografi lama yang dibuat sebelum lahirnya Nabi Isa. Di pantai-pantai ini terdapat patung-patung yang menyerupai patung-patung bangsa Kan'an. Setelah bangsa Kan'an pindah dari tanah airnya ke pantai-pantai Syam, mereka menamakan sebagian pantai-pantai (pelabuhan-pelabuhan) mereka di sana dengan nama pantai-pantai ini. Beribu-ribu makam bangsa Kan'an ditemukan di Bahrain di tanah datar al-Maraqib di antara Manamah dan ar-Rafa'. Yang menemukannya adalah Kapten Doran dan Theodore Bent. Setelah suku bangsa Kan'an ini, datang pula suku bangsa Ma'il suku bangsa Yaman yang ahli berdagang, yang sangat terkenal di dunia Barat karena memperkenalkan hasil-hasil dari India, Timu Jauh, Cina, dan Indonesia.
Dr. Israel Welfenstone (Abu Dzuaib) mengatakan:
"Dahulu negeri Yaman adalah sumber peradaban Arab lama dan dari sinilah negeri-negeri Arab lainnya mendapatkan kebudayaannya. Semua tulisan Arab kuno diambil dari tulisan Musnad dari Yaman. Banyak suku-suku dari Yaman yang pindah ke utara sehingga menimbulkan perubahan-perubahan politik yang besar. Lebih dari itu Yaman merupakan tempat pertemuan para pedagang Arab yang mengaruni negeri-negeri yang ramai dengan membawa emas, perak, kayu, misil dan mustaki."
Yaman
Dr. Israel Welfenstone mengatakan, "Orang Yaman sangat dikenal oleh bangsa Yahudi dalam hal perdagangan, karena kafilah-kafilah perdagangan mereka mendatangi pasar-pasar Yahudi dan suku bangsa Kan'an di pasar-pasar itu amat terkenal dalam perdagangan Yaman."
la juga mengatakan:
"Negeri perdagangan ini didiami oleh 4 suku bangsa:
Bangsa Ma'in, ibukotanya Qama atau Qamana
Bangsa Saba, ibukotanya Ma'rab
Bangsa Hadhramaut, ibukotanya Sabta
Bangsa Quthban, ibukotanya Timnah dan luas daerahnya memanjang sampai Teluk Persia.
Kemudian Saba dapat menguasai tiga suku bangsa lainnya. Masa kekuasaan Saba di Yaman ini berlangsung dalam masa yang panjang sampai zaman Babylon, Asyur, Yahudi, Persia, Yunani, dan Romawi." Tuan Felby (yang kemudian menjadi Haji Abdullah Felby) dalam bukunya tentang Saba, Syabwah, dan Hadhramaut menyebutkan kubur-kubur yang dibuat seperti kamar yang jumlahnya banyak dan mencapai ribuan yang tersebar di bukit-bukit kecil di tengah padang pasir antara Syabwah dan al-Jauf.
"Kuburan-kuburan ini tentulah kuburan-kuburan kuno. Saya berani katakan bahwa kuburan-kuburan tersebut ada hubungannya orang-orang Phoenicians, karena orang-orang Kan'an yang dengan nama Phoenician telah pindah ke Suria sebagaiman ia telah disebutkan. Kita tidak tahu dari mana datangnya para penduduk Syiria. Mungkin mereka itu para pedagang lama yang menguasai gelombang lautan. Kita mengetahui bahwa mereka sangat berminat untuk membeli rempah-rempah dan wangi-wangian dari Mesir dan inilah yang menyebabkan majunya perdagangan darat dengan negeri Arab sebelah selatan. Kita juga mengetahui bahwa keturunan raja-raja di tempat-tempat itu adalah orang-orang Ma'in di al-Jauf. Tidak diragukan lagi bahwa nama ini menunjukkan hubungan bahasa antara Minos dan Minoan dengan Mesir. Raja Mesir merupakan saudara dari raja Syiria sebagaimana yang terdapa hikayat-hikayat lama."
"Bukankah suatu hal yang mungkin bahwa orang-orang telah pergi secara sendiri-sendiri dengan membawa perdagang-perdagangan laut karena mereka mendapatkan keuntungan-keuntungan yang berlipat ganda. Mereka pergi ke negeri-negeri di Jauh, lalu pergi ke Laut Tengah dan menetap di sana. Dan merupakan penyebab majunya. perdagangan."
Sesudah Felby berbicara panjang lebar tentang gunung berapi di beberapa tempat di Main atau Kan'an di sebelah Syabwah dan Hadhramaut, ia mengatakan:
Nama Main mempunyai hubungan dengan Puni sebagaimana yang dikatakan oleh Schoff. Boleh jadi itu merupakan gelar/sebutan bagi orang-orang yang di kalangan mereka dikenal sebagai Phoenix yaitu nama burung dari negeri Arab.
Karena itu jelaslah bahwa Phoenician sebagaimana yang dikenal di Eropa memiliki hubungan dengan sebagian barang-barang mereka yang sebenarnya telah hilang, dan mereka (orang Eropa) menggunakan kata Tyrian atau Sidonians. Dengan kita mendapati bahwa Phoenician memiliki hubungan dengan kuda dan burung-burung buatan dari negeri Arab. Demikian juga perlengkapan rumah yang mereka eksport. Josephus mengikuti pendapat Schoff bahwa penduduk Dedan (Udadan) adalah dari Syncellus bin Raamah bin Cush, dan Dedan sebagaimana yang terdapat dalam kitab Musa Cenesis adalah saudara Saba'. Tidak diragukan lagi, ini menunjukkan kesamaan. Yang demikian itu adalah karena kemahiran orang-orang Phoenician dalam perdagangan sejak sejarah mereka yang dapat diketahui telah termasyhur di kalangan mereka yang mencoba mengingkarinya dengan mengatakan bahwa Mesirlah yang merupakan induk dari kemajuan (peradaban) sebagaimana yang diakui oleh W.J. Perry dalam bukunya, Growth of Civilisation. Di antara mata perdagangan mereka yang terpenting adalah emas dan rempah-rempah dari negeri Arab. Wangi-wangian Arab dibawa dari jarak darat yang jauh. Semua itu berada di tangan bangsa Arab sendiri. Merekalah yang memajukan perdagangan dengan India dan dengan negeri-negeri Timur yang lain.
Schoff meyakini bahwa bangsa Arab merupakan sumber kemajuan perdagangan lintas laut bersama dengan India, mengingat India telah memainkan peranannya dan membawa dagangannya ke negeri Arab. Selama ratusan tahun orang-orang Arab dan India memborong perdagangan untuk menyaingi Mesir dan berkumpul di Laut Tengah.
Jika pendapat Schoff tentang asal Phoenician benar, maka kita tidak boleh mengingkari persamaan orang-orang Arab dengan Phoenician dalam perdagangan di masa dahulu, sebagaimana persamaan orang-orang Ma'in dengan orang-orang Perancis yang dikatakan pada masa Hyksos sejak tahun 1800 sampai 1200 sebelum Masehi, yaitu asal kedatangan orang-orang Arab. Schoff mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang Ma'in. Pliny juga mengatakan bahwa negeri Ma'in adalah tempat perlintasan perdagangan kemenyan Arab pada sebuah selat, dan orang-orang Ma'in adalah penjaga kafilah-kafilah milik para pedagang kemenyan Arab. Ia juga mengatakan bahwa mungkin saja ada hubungan antara orang-orang Ma'in dengan orang-orang Minos dari Creta.
Ada keraguan tentang hubungan antara Minoan di Creta dengan Phoenician yang akhirnya menduduki pantai-pantai Syiria. Sekurang-kurangnya hal ini menambah kemungkinan bahwa orang-orang Ma'in merupakan nenek moyang dari Phoenician.
Ulasan
Viking
Di antara hal yang dapat dipastikan adalah bahwa dahulu secara umum perdagangan berada di tangan bangsa Arab. Mereka orang-orang yang memiliki kecakapan dalam bidang itu sebagaimana dalam bidang pelayaran, baik di timur atau di barat. Timur Tengah saat itu menjadi pusat perdagangan bagi Eropa Utara dan Eropa Selatan.
Studi-studi telah memastikan adanya hubungan perdagangan antara Arab dan suku bangsa Eropa yang dinamakan Viking. Mereka ini datang dari Eropa Utara. Pada awalnya sebagai tentara, kemudian menjadi pedagang ke Eropa Timur. Mereka berdagang dengan orang-orang Arab dan membeli barang-barang dagangan dari mereka. Telah ditemukan mata uang-mata uang Arab dan kuburan-kuburan di sana, juga uang-uang dinar dari masa Romawi, sebagaimana juga ditemukan bejana-bejana dan lain-lainnya yang dibawa oleh orang-orang Arab ke Eropa.
Viking adalah suku-suku yang berbahaya, kasar, dan kotor. Raja Norwegia, Sevred Magnison sekitar tahun 1100 M berusaha menjatuhkan orang-orang Arab dan menduduki benteng-benteng mereka atau mengusir mereka dari Spanyol, namun mereka tidak mampu melakukannya, padahal mereka memiliki badan yang tinggi besar dan kuat seperti para bajak laut. Dengan keganasannya mereka tidak mampu menyingkirkan orang-orang Arab, dan tidak juga orang-orang Byzantium. Bahkan, mereka mati secara mengerikan.
Bangsa Arab dahulu juga berdagang dengan pasar-pasar Rusia. Mereka melihat bermacam-macam barang dagangan yang datang dari Timur. Maka mereka pun bertukar dagangan dengan orang-orang Timur dengan mendapatkan barang-barang yang bagus yang banyak terdapat di daerah Timur. Karena itu ditemukan dalam jumlah yang sangat besar mata uang-mata uang Arab dari Mesir, Suriah, Irak, Iran, dan Tashkent di Eropa Utara, sebagaimana juga ditemukan peninggalan-peninggalan Arab dan Iran. Itu karena mereka telah sampai ke daerah-daerah di utara.
Hal tersebut di atas adalah pada masa terkenalnya Baghdad, Halab, Iskandariah, dan Istanbul. Maka. Laut Tengah menjadi milik umat Islam, Lautan Hindia merupakan ajang perdagangan, dan jalur-jalur pos berada di tangan orang-orang Arab, Iran, dan Turki.
Mengenai orang-orang Arab di pulau-pulau yang terletak di Laut Putih dan temuan tentang peninggalan-peninggalan Arab telah disebutkan pada bagian sebelumnya. Baru-baru ini juga ditemukan adanya raja-raja yang memerintah Creta selama sekitar 125 tahun.
Daerah-daerah Timur
Perdagangan-perdagangan ke daerah Timur sejak masa sebelum Islam telah sampai ke Cina. Sumber-sumber sejarah menunjukkan bahwa perjalanan-perjalanan dagang itu makin lama bertambah banyak dan bertambah kuat sejak abad kedelapan Masehi (758 M). Lalu bertambahlah jumlah para pedagang dan pengelana dalam perjalanan-perjalanan ke Cina (ke Canton), sehingga perdagangan di Timur semuanya berada di tangan kaum Muslim Arab, orang-orang Iran, dan orang-orang India.
Hubungan-hubungan antara bangsa Arab dengan Melayu telah berlangsung dengan kuat sejak masa itu. Telah ditemukan peninggalan Yunani dari tahun 500 SM sebagaimana juga ditemukan mata uang-mata uang yang gunakan di Baghdad tahun 848 M (pada masa al-Mutawakkil bin al-Mu'tashim) di Kedah (Malaysia) karena orang-orang Arab memiliki markas di Kedah. Maka disimpulkan bahwa merekalah yang membawa mata uang-mata uang tersebut sebagaimana mereka membawa Islam ke negeri ini setelah melalui Kamboja seperti yang ditunjukkan oleh kesimpulan sejarah.
Pada masa dahulu Kedah merupakan tempat pertemuan para pengelana, para pedagang, dan para dai. Ibnu Khurdazbah menyebutkan bahwa Kedah adalah kota besar sebagaimana Malaka yang setelah itu juga merupakan tempat pertemuan selama bertahun-tahun.
Perpindahan-perpindahan orang di setiap negeri di Timur terus berlangsung dari masa ke masa. Para sejarawan memastikan bahwo bangsa Arab dahulu kala sejak sebelum Masehi berdagang ke daerah Timur sampai ke Cina, dan bahwa semua perjalanan-perjalanan laut antara negeri Arab dan negeri-negeri Timur berada di tangan orang-orang Arab. Mereka memiliki pemukiman-pemukiman di sejumlah daerah Timur dan Cina. Semua itu adalah berkat perlawatan-perlawatan, perdagangan-perdagangan, dan penyebarar Islam.
Teluk Arab memiliki peran penting karena dari sanalah orang orang Arab dan Persia membawa barang-barang dagangan mereka di atas kapal-kapalnya. Di antara mata dagangan mereka adalah kurma, mutiara, dan lain-lain yang didatangkan dari negeri-negei yang dekat maupun yang jauh. Lalu mereka membawanya ke Timur, yaitu ke India, Burma, Tanah Melayu, dan Cina, juga ke Afrika Timur dan lain-lainnya. Jadi Teluk Arab ini memiliki peran penting dalam bidang perdagangan, kebudayaan, ekonomi, dan politik, baik yang berasal dari sana ataupun yang menuju ke sana.
Dalam buku Kota Isis karangan Pierre Rossi diterangkan bahwa kebudayaan Aram dan Arab merupakan unsur terkuat yang diambil oleh semua kebudayaan yang lain sejak kemunculannya. Termasuk juga kebudayaan Arab sebelum dan sesudah Islam.
Bukunya ini diberi nama dengan nama patung Isis yang menggambarkan fajar di kuil Medici di Florence. Di dalam buku ini ia memasukkan pendapat-pendapatnya dan penelitian-penelitiannya yang khusus bahwa kebudayaan Arab memberikan pengaruh yang besar dalam menyebarkan berbagai kebudayaan di masa lalu dan di masa sekarang. (Keterangan: Isis merupakan patung yang disembah oleh orang-orang Mesir kuno).
Perdagangan Dengan Sailan, Madagaskar dan Sumatera
Di antara yang dapat dipastikan adalah bahwa percampuran orang-orang Arab dengan orang-orang Sailan telah terjadi semenjak kira-kira 600 Masehi, dan perdagangan lada hitam, emas, perak, biji timah, dan lain-lain telah berlangsung dengan Sailan. Beberapa sumber juga telah menerangkan bahwa perdagangan antara Sumatera dengan Madagaskar telah berlangsung sejak dahulu kala melalui pedagang-pedagang Arab dengan kapal-kapal layar mereka. Timbul juga dugaan bahwa banyak orang berpindah dari Sumatera ke Madagaskar.
John de Barus dalam bukunya Perpuluhan Tahun dan juga Pelicut dalam karangannya Sejarah Madagaskar telah mengatakan bahwa banyak kata yang dipakai oleh orang-orang Madagaskar yang asaInya dari bahasa Jawa dan bahasa Melayu.
Rimpair, dalam bukunya yang terkenal mengenai bahasa percakapan penduduk Madagaskar juga menguatkan keterangan tersebut di atas. Ia juga mengatakan bahwa perdagangan antara Jawa dan Sumatera, dan antara Jawa dengan Madagaskar telah berlangsung kira-kira 2500 tahun yang dahulu. Jawa dan Sumatera pada waktu itu merupakan daerah-daerah yang terkaya dan terkuat sekali di Asia dan banyak penduduknya yang bertempat tinggal di Madagaskar. Orang-orang Melayu, Jawa, dan Sunda di Madagaskar adalah suatu bangsa yang kuat dan ahli perang. Mereka bukan budak belian yang didatangkan ke sana, melainkan sebagai pendatang (imigran) dari Timur Jauh yang singgah di sana karena Madagaskar pada masa-masa itu merupakan pangkalan perdagangan, sebagaimana orang-orang Arab juga singgah di sana. Sebagian besar penduduk pulau itu beragama Islam dan banyak dari mereka berasal dari keturunan Hasan dan Husein, cucu-cucu Rasulullah saw. Nasab-nasab mereka telah hilang, namun di antara mereka ada juga yang nasabnya masih terpelihara. Di bandar Majungah di Madagaskar banyak terdapat pendatang Muslim yang asalnya dari Kepulauan Komoro di mana mereka merupakan penduduknya, dan juga orang-orang Arab yang bercampur dengan penduduk asli.
Di antara yang dapat dipastikan adalah bahwa percampuran orang-orang Arab dengan orang-orang Sailan telah terjadi semenjak kira-kira 600 Masehi, dan perdagangan lada hitam, emas, perak, biji timah, dan lain-lain telah berlangsung dengan Sailan. Beberapa sumber juga telah menerangkan bahwa perdagangan antara Sumatera dengan Madagaskar telah berlangsung sejak dahulu kala melalui pedagang-pedagang Arab dengan kapal-kapal layar mereka. Timbul juga dugaan bahwa banyak orang berpindah dari Sumatera ke Madagaskar.
John de Barus dalam bukunya Perpuluhan Tahun dan juga Pelicut dalam karangannya Sejarah Madagaskar telah mengatakan bahwa banyak kata yang dipakai oleh orang-orang Madagaskar yang asaInya dari bahasa Jawa dan bahasa Melayu.
Rimpair, dalam bukunya yang terkenal mengenai bahasa percakapan penduduk Madagaskar juga menguatkan keterangan tersebut di atas. Ia juga mengatakan bahwa perdagangan antara Jawa dan Sumatera, dan antara Jawa dengan Madagaskar telah berlangsung kira-kira 2500 tahun yang dahulu. Jawa dan Sumatera pada waktu itu merupakan daerah-daerah yang terkaya dan terkuat sekali di Asia dan banyak penduduknya yang bertempat tinggal di Madagaskar. Orang-orang Melayu, Jawa, dan Sunda di Madagaskar adalah suatu bangsa yang kuat dan ahli perang. Mereka bukan budak belian yang didatangkan ke sana, melainkan sebagai pendatang (imigran) dari Timur Jauh yang singgah di sana karena Madagaskar pada masa-masa itu merupakan pangkalan perdagangan, sebagaimana orang-orang Arab juga singgah di sana. Sebagian besar penduduk pulau itu beragama Islam dan banyak dari mereka berasal dari keturunan Hasan dan Husein, cucu-cucu Rasulullah saw. Nasab-nasab mereka telah hilang, namun di antara mereka ada juga yang nasabnya masih terpelihara. Di bandar Majungah di Madagaskar banyak terdapat pendatang Muslim yang asalnya dari Kepulauan Komoro di mana mereka merupakan penduduknya, dan juga orang-orang Arab yang bercampur dengan penduduk asli.
Perlawatan orang-orang Indonesia
Perlawatan orang-orang Indonesia dikenal kuat di Lautan Teduh dan Lautan Hindia untuk berdagang dengan Siam, India, Arab, dan lain-lain. Ini merupakan suatu hal yang wajar bagi kepulauan yang dikelilingi oleh lautan. Karena itu, penting adanya sarana-sarana kelautan untuk transportasi dan untuk membawa penghasilan.
Prof. Gordon Gild dalam bukunya What Happened in History mengatakan bahwa para penduduknya membuat kapal-kapal dagang yang panjang. Dengan kapal-kapal itu mereka mengarungi lautan ke timur dan ke barat sejak 300 tahun sebelum Masehi.
Pada masa Islam, kerajaan-kerajaan Islam dikenal suka membuat kapal-kapal dan memilikinya, baik kapal perang atau kapal dagang. Kerajaan Islam pertama di Jawa mampu membuat armada dengan 90 buah kapal dan menyerbu Portugis di Malaka. Bahkan, Ratu Kalinyamat terkenal memiliki kapal perang yang menakutkan orang-orang Portugis sehingga mereka takut untuk mendekati pantai-pantai negerinya. Kesultanan Banten pun terkenal dalam membuat kapal-kapal perangnya dan setiap kapal terdiri dari 3 tingkat. Pada suatu masa pernah terkumpul 300 kapal untuk pertahanan, tidak termasuk kapal-kapal perdagangan. Kesultanan Makasar membuat kapal-kapalnya dan memerangi musuh-musuhnya di laut selama bertahun-tahun. Orang-orang Bugis juga selalu mengadakan perjalanan dan merupakan para pelaut yang mahir. Penduduk Aceh dan lain-lainnya juga merupakan penjelajah lautan dan bertempur di darat dan di laut. Kapal-kapal mereka, sebagaimana diakui oleh orang-orang asing, lebih besar dari kapal-kapal Eropa.
Kapal-kapal Timur Jauh sampai ke Teluk Arab. Para penduduk Madura, Kepulauan Maluku, dan Sumatra dikenal suka membuat kapal dan mengadakan perlawatan dengannya. Hal itu masih tetap berlangsung sampai awal masa penjajahan di mana kebesarannya mulai berkurang, namun tidak terputus sampai sekarang.
Srilangka
Dahulu Srilangka dinamakan Sailan atau Ceylon. Dalam kitab-kitab Arab lama dinamakan Sarandib yang tampaknya berasal dari kata Suarandwipa (dari bahasa Sanskerta). Pulau ini terletak di sebelah selatan India. Sebagian besar penduduknya (sekitar 67%) beragama Budha. Juga terdapat orang-orang yang beragama Hindu dan Kristen. Ada pula minoritas Muslim yang memiliki kedudukan dalam dunia perdagangan dan politik. Pemerintahnya bersikap toleran terhadap berbagai agama.
Pada masa di mana para pelancong, pedagang, dan dai sampai ke sana, Islam pun melangkah ke sana berkat kesungguhan para dai yang tidak dikenal. Mereka telah pergi bersama dengan zamannya. Di antara yang tampak bersinar adalah apa yang disebutkan oleh Ibnu Bathuthah bahwa di sana ia berjumpa dengan Abdullah al-Hadhrami.
Sampai sekarang Muslimin Srilangka mengetahui bahwa sejumlah orang dari kalangan Saadah Alawiyin dari Tarim menyebarkan pengajaran-pengajaran Islam di sana. Keluarga al-Masyhur sampai sekarang masih dikenal di sana.
Pada tahun 1505 M Portugal menduduki Srilangka. Mereka menekan kaum Muslim dan menghancurkan seluruh kampung Islam. Lalu pada tahun 1658 Belanda menduduki Srilangka dan mendirikan sekolah-sekolah missionaris di sana. Hal ini ditunjukkan oleh pengakuan penguasa Belanda. sendiri. Ia mengatakan: "Sesungguhnya kami telah mendirikan sejumlah sekolah untuk menyebarkan akidah Kristen dan menghilangkan bidah ajaran Muhammad."
Setelah sejarah Srilangka di masa lalu merupakan tempat pertemuan bagi perdagangan-perdagangan yang didatangi oleh orang-orang Arab, Persia, dan sebagainya dari Barat dan Timur, maka akhirnya datang sesuatu yang menimbulkan kerusuhan. Majalah al-Arab yang terbit di Pakistan pada tahun 1402 H menyiarkan dari Srilangka bahwa setelah kemerdekaan Srilangka pada tahun 1948 kondisi kaum Muslim berubah. Setelah sebelumnya mereka benar-benar menikmati kebebasan dalam semua bidang kehidupan, maka setelah itu perdagangan-perdagangan yang besar telah terlepas dari tangan mereka dan hak-hak mereka tidak mereka peroleh. Juga sering timbul kekacauan antara kaum Muslim dengan pihak mayoritas (Budha), di mana toko-toko Muslimin dirampas dan dibakar. Di kota Jala saja 150 rumah kaum Muslim dan 35 toko mereka dibakar, belum lagi korban yang luka-luka. Kaum Muslim terpaksa berlindung ke daerah-daerah pedalaman. Mereka mendapatkan sedikit perlindungan dari kawan-kawan mereka para penguasa setempat.
Ketika Inggris menduduki pulau ini pada tahun 1796 M, tindakan-tindakan kekerasan diperlunak. Tetapi mereka memainkan siasat Kristenisasi dan mendirikan sekolah-sekolah di semua daerah. Kaum Muslim tidak melupakan perbuatan-perbuatan penjajah di masa lalu. Karena itu mereka semua menolak apa saja yang datang dari pemahaman-pemahaman Barat. Mereka menghindari sekolah-sekolah itu dan membangun sekolah-sekolah khusus bagi anak-anak mereka. Sekalipun faktor yang mendorong tindakan ini adalah sikap kehati-hatian dan kebencian kepada penjajah, tetapi akhirnya mereka menjadi benar-benar tidak dapat mengambil manfaat dari berbagai ilmu yang didapat oleh orang lain. Namun dari sisi lain, mereka dapat menjaga agama dan akhlak mereka dan tidak dapat digiring kepada ajaran Kristen sebagaimana orang-orang lain.
Namun pada akhirnya mereka mulai mengambil pengajaran pengajaran baru dengan tetap menjaga ajaran-ajaran Islam yang lurus. Apalagi mereka telah mulai menjalin hubungan dengan saudara-saudara mereka di daerah-daerah yang lain.
Secara kebetulan seorang pejuang bernama Ahmad Arabi Pasha al-Mishri diasingkan oleh Inggris ke Srilangka. Lalu ia tinggal di sana dari tahun 1883 M sampai tahun 1909 M. Sebelum dia, telah ada yang mendahuluinya yaitu seorang dai yang suka melakukan perbaikan bernama Muhammad Qasim. Ia mendorong kaum Muslim untuk bersaing dengan orang-orang lain dalam mempelajari ilmu-ilmu modern. Lalu kedua tokoh ini bersepakat untuk mendirikan sekolah pada tahun 1892. Muhammad Qasim mengarang kitab-kitab untuk mengajar bahasa Arab, juga kitab tasawuf dalam bahasa Tamil. Maka jadilah bahasa Tamil ditulis dengan huruf Arab. Kemudian muncul kitab-kitab dalam bahasa Arab dan Tamil dalam bidang fiqih dan yang berhubungan dengan perkara-perkara agama dari para ulama yang datang dari India Selatan.
Sekolah-sekolah Islam kemudian berkembang di antara kaum Muslim. Mereka memang merupakan kaum minoritas dibandingkan yang lain, tetapi mereka menangani pekedaan-pekedaan besar dan menyatu (berbaur) dalam kehidupan kemasyarakatan. Mereka juga menduduki jabatan-jabatan yang tinggi sebagaimana kedudukan mereka dalam dunia perdagangan. Selain itu mereka juga memiliki peradilan-peradilan agama untuk urusan-urusan pribadi mereka sebagaimana yang dimiliki oleh Muslimin Malaysia dan Indonesia. Setiap hari selama satu jam ada siaran khusus untuk acara-acara keislaman. Pemerintah juga menganggap hari raya-hari raya Islam sebagai hari libur nasional.
Bahasa kaum Muslim Srilangka adalah bahasa Tamil yaitu bahasa India Selatan sedangkan bahasa resmi di pulau ini adalah bahasa Sinhala. Maka kaum Muslim terpaksa mempelajari bahasa ini. Lalu didirikan yayasan pendidikan untuk mengajarkannya sehingga lulusan-lulusannya dapat mengarang buku-buku Islam dalam bahasa ini yang merupakan bahasa sebagian besar penduduk.
Perdagangan-perdagangan
Barang-barang perdagangan datang dari daerah-daerah Timur dan Islam ke pelabuhan-pelabuhan Arab di Syam, Mesir, dan Bashrah dan dibawa ke Andalusia. Lalu dari sana dibawa ke daerah-daerah di Eropa: Perancis, Italia, dan lain-lainnya.
Dr. J.C. Van Leur dalam bukunya Indonesian Trade and Society halaman 91 tahun 1960 mengatakan yang secara ringkas demikian:
"Sesungguhnya pedagang-pedagang Arab dan Persia berangkat ke Cina melalui jalur-jalur perdagangan. Orang-orang Arab telah tinggal di Canton pada abad ke-4 M. Buku-buku Cina telah menyebutkan tentang pemukiman-pemukiman Arab pada tahun 618 M dan 626 M. Di pemukiman-pemukiman ini diterapkan hukum-hukum Islam dibawah pengawasan yang Islami. Masyarakat Arab menjamin masyarakat-masyarakat lainnya dari bangsa Persia, Yahudi, Armenia, dan orang-orang Kristen Nestorian. Di pusat-pusat dan di pelabuhan-pelabuhan yang dilalui oleh para pedagang Muslim terdapat pemukiman-pemukiman sepanjang garis perdagangan di Asia Tenggara, di antaranya pemukiman di Sumatera Barat pada tahun 674 M.
Di Jawa dan di Champa terdapat pemukiman-pemukiman Arab. Hal itu ditunjukkan oleh adanya makam-makam Arab yang berangka tahun 1028 M (419 H) di Jawa dan tahun 1039 M (431 H) di Champa. Hal ini juga menunjukkan adanya hubungan perdagangan dan hubungan lainnya antara Arab dengan daerah-daerah ini sejak masa yang lama sekali. Dan mungkin pemukiman-pemukiman ini terdiri dari keluarga-keluarga Arab."
Demikianlah yang ditunjukkan oleh Dr. Van Leur ketika menyebutkan tentang perdagangan-perdagangan daerah Timur. Barang dagangan dari Timur yang didatangkan ke Mesir dan Syam harganya tinggi, karena kafilah-kafilah perdagangan menempuh jarak yang jauh, baik di darat ataupun di laut. Dari sana didatangkan barang-barang dagangan itu dengan kapal-kapal Islam, Venesia, atau Genoa ke Eropa melalui Laut Tengah.
la juga mengatakan (halaman 297) dengan mengutip Ferrand tentang tersebarnya bahasa-bahasa Hindi, Tamil, Persia, Arab, dan Yunani dalam bukunya Empire bahwa bahasa-bahasa itu berganti-ganti digunakan di Srilangka pada awal-awal abad ke-10 (hal 54), tetapi Crome membatalkan pendapat ini dan memastikan bahwa bukti-bukti menunjukkan bahwa bahasa Arablah yang digunakan di sana sehari-hari ketika itu.
Van Leur juga berbicara tentang pengaruh bahasa Arab dengan gambaran tidak langsung. Hal itu ditunjukkan oleh pemintaan yang diajukan oleh Christopher Columbus kepada Raja Ferdinand 11 dan Isabella setelah menguasai Grenada pada tahun 1492 M di mana ia tidak meminta bantuan dari raja kecuali tiga buah kapal saja untuk mencari negeri-negeri Timur melalui Lautan Atlantik. Namun ia tidak mendapatkan orang yang membantunya dalam permintaannya ini.
C. Walter Hodges di dalam bukunya Columbus Seils halaman 30-31 tahun 1947 mengungkapkan permintaan ini. Kurang-lebih perkataannya sebagai berikut:
"Sesungguhnya daerah India saja mampu menjadikan seluruh Eropa seperti seorang peminta-peminta. Hal ini dikuatkan oleh Marcopolo, pengembara John Mandeville, dan para pengembara ke daerah Timur lainnya.
"Apakah di Eropa ada orang yang menyumbangkan tiga buah kapal saja untuk menguasai kekayaan yang begitu besar yang tidak ternilai itu? Saya tegaskan bahwa orang yang menuju ke barat untuk sampai ke India tidak cukup baginya seribu kapal yang akan membawa kekayaan-kekayaan yang akan didapatinya di sana karena harta-harta itu benar-benar akan memenuhi semua tempat di kapal-kapal dan akan mencapai ke atap-atapnya. Inilah yang akan saya kemukakan pada Spanyol." la juga mengatakan:
"Saya tambahkan juga bahwa karpet-karpet yang terhampar di lantai ini mahal sekali harganya bagi kita di Eropa. Pedagang-pedagang karpet India telah menjadi hartawan-hartawan besar. Kekayaan mereka bertambah dari tahun ke tahun. Dari mana kita mendapatkan karpet-karpet ini? Kita tidak mendapatkannya langsung dari India, tetapi kita membelinya dari para pedagang Muslim di Halab dan Iskandariyah yang menguasai jalur-jalur perdagangan ke Timur Jauh. Dan bila kalian mampu mengusir orang-orang kafir itu (kaum Muslim) dari Spanyol maka kalian terpaksa membeli kebutuhan-kebutuhan kalian dari pasar-pasar mereka dengan harga yang mereka inginkan."
Demikianlah yang dikatakan oleh Columbus kepada raja tentang permintaannya berupa tiga buah kapal saja untuk perjalanan. Secara tidak langsung permintaan ini menunjukkan besarnya kekuasaan perdagangan kaum Muslim di Laut Tengah sejak berabad-abad yang lalu.
Dengan penemuan Tanjung Harapan oleh Bartholomeus Diaz dan penemuan Pulau Kuba oleh Columbus di awal abad ke-16 Masehi mulailah penjajahan bangsa Eropa di Timur dan di Amerika. Armada-armada Muslimin menguasai Lautan Teduh sampai laut Cina pada abad keempat belas dan menguasai Laut Tengah sejak permulaan abad kedelapan. Cina dianggap menempati peringkat ketiga dalam kekuasaan laut pada masa dinasti Ming (1368-1644 M). Perlawatan Cheng Ho sebanyak tiga kali telah sampai ke Aden dan Mogadishu, dan pada abad kelima belas muncul di Laut Spanyol dan Portugal.
Hal tersebut di atas adalah pada masa bersinarnya perdagangan-perdagangan Islam dan ketika daerah-daerah Islam memiliki kemampuan. Ketika datang kekuatan penjajah dan kerakusan orang-orang Barat yang saling bahu-membahu melawan kaum Muslim khususnya dan bangsa-bangsa Timur umumnya kelemahan pun mulai tampak di Timur dan keseimbangan mulai miring. Maka kapal-kapal Islam yang ditinggalkan di pelabuhan-pelabuhan menjadi berada di tangan musuh-musuh Islam, lalu mereka mengambil manfaat dari kapal-kapal itu.
Kemudian para pekerja-pekerja Muslim yang membenci orang-orang Nasrani bekerja untuk orang lain dalam membuat kapal-kapal perang dan kapal-kapal dagang. Kapal-kapal yang dikuasai oleh Spanyol di pelabuhan-pelabuhan Laut Putih di Cadiz, Tarifa, Maaga, Almeria, Murcia, Cartagena, Valencia, dan lain-lain semuanya menjadi armada-armada Spanyol.
Van Leur pada halaman 96 juga menyebutkan bahwa Vasco Da lama ketika sampai ke Calcutta di India pada tahun 1498 M merasa heran ketika melihat kapal-kapal perdagangan milik kaum muslim yang berlabuh di sana, yang jumlahnya sangat besar yang sedikit pun tidak dapat disamai oleh kapal-kapal Portugal.
Spanyol dan Portugal mendapat tugas dari Paus untuk menyearkan Kristen di negeri-negeri yang mereka capai. Spanyol menyerang negeri-negeri Muslimin di Timur Jauh dan menyebarkan agama mereka dengan paksa sehingga Ferdinand Maclane terbunuh dalam perang Filiphina di Luzon.
Para Pelaut
Sebenarnya para penduduk pulau-pulau di Timur memiliki keahlian dalam bidang pelayaran. Mereka mempunyai kapal-kapal dagang yang pulang pergi sebelum zaman Islam ke pusat-pusat perdagangan Arab di pulau-pulau yang memanjang dari Pulau Nikobar, Kardive, Madagaskar, dan kota-kota pelabuhan yang terbuka di pesisir timur dan selatan Arabia. Juga sampai ke Kamboja, Campa, Kochin Cina, sampai ke Cina.
Sepanjang jalur perdagangan ke Cina banyak mendapat pengaruh Islam karena pelaut-pelaut dan pengawal-pengawal kafilah Arab juga turut aktif dalam menyebarkan Islam di sepanjang pantai Pasifik. Di Kanton, Cina Selatan, terdapat beberapa ribu orang Muslim dan beberapa masjid tua yang besar. Di wilayah Yunan, di lembah Sinkiang yaitu jalan yang menuju ke Birma dan India, terdapat suatu pusat Islam yang penting. Demikian pula di Cina Utara. Hal itu tidak perlu dijelaskan lagi di sini dan bukan merupakan pokok pembahasan kami.
Sejarah-sejarah Cina yang akan kami nukilkan, menceritakan orang-orang Arab, perdagangan-perdagangan mereka, kapal-kapal mereka, masjid-masjid mereka, alim ulama mereka, tentara-tentara mereka, serta barang-barang yang diimpor dari negeri Arab dan barang-barang yang diekspor ke sana. Sejarah-sejarah ini dengan jelas menceritakan kekuasaan mereka dalam perdagangan. Di antaranya ada keterangan-keterangan mengenai apa yang tercatat dalam buku-buku yang diterbitkan di kota-kota pesisir Cina, tetapi kami tidak memperoleh cerita seperti ini tentang Kepulauan Indonesia di mana orang-orang Arab pulang pergi ke sana sebelum dan sesudah Islam. Tetapi kunjungan mereka sesudah Islam lebih digiatkan schingga penghasilan-penghasilan Indonesia diperdagangkan di pasar-pasar Aden dan pedagang-pedagang Cina Tiongkok membelinya di sana.
Para khalifah Islam telah mengirim 32 utusan ke Cina dan dalam perjalanan mereka, seluruh atau sebagian utusan ini telah singgah di Indonesia. Dengan demikian tidak masuk akal bila utusan-utusan itu tidak dikirimkan untuk mengunjungi negeri-negeri di Timur Jauh, dan hampir mustahil pula jika khalifah-khalifah itu tidak mengirim utusan-utusan ini ke Indonesia juga. Apakah pulau-pulau ini pada masa itu dihuni oleh penduduk-penduduk yang buas? Tidak! Tetapi sejarah pulau-pulau ini yang penting telah diambil dan dibawa oleh tangan-tangan tertentu, dan tidak ada yang tahu bagaimana nasibnya kemudian kecuali Allah. Lalu mereka membuat buku-buku sejarah yang bohong menurut kemauan mereka sendiri di mana poin yang paling mendasar dan tujuan yang paling utama adalah untuk menghapuskan nama Arab dari sejarah umum.
Sebagian sarjana Barat yang jujur seperti Gustave Le Bon mengatakan,
"Sesungguhnya orang yang mula-mula meninggalkan bagi kita pengetahuan-pengetahuan penting dalam bahasa Arab mengenai Tiongkok dan perdagangan dengan orang-orang Arab, ialah seorang pedagang dari Siraf bernama Sulaiman yang mengunjungi Tiongkok melalui jalan laut berulang kah, melalui pantai-pantai India dan Jawa."
Buku Sulaiman yang sekarang dikenal dengan nama Silsilah at-Tawarikh ditulis dalam satu jilid. Sesudah Sulaiman ini, datang pula Abu Zaid Hasan as-Sirafi yang menulis jilid 11. Buku-buku ini termasuk buku-buku Arab paling awal yang mengisahkan pelayaran, pengetahuan ilmu bumi Tiongkok, serta kisah pedagang-pedagang dan perdagangan Arab. Buku ini tidak hilang karena dapat diselamatkan dari orang-orang Tartar. Jika tidak, mereka akan membuangnya ke Sungai Dijlah. Kemudian buku ini juga dapat diselamatkan dari tentara Salib yang membakar segala perbendaharaan buku-buku yang terdapat di perpustakaan Ibn Ammar dan perpustakaan-perpustakaan lain pada Perang Salib, juga selamat dari tangan orang-orang Spanyol yang membakar perpustakaan Arab di Andalusia (Spanyol). Aturan Tuhanlah yang membuat buku ini akhirnya didapati oleh seorang pengarang Eropa yang terkenal, lalu ia menyalinnya. Orang ini adalah Renando.
Dalam buku ini terdapat keterangan yang jelas tentang hubungan bangsa Arab dengan Timur Jauh sampai ke Tiongkok dalam abad ke-2 dan ke-3 Hijriah, atau abad ke-8 dan ke-9 Masehi. Buku ini mengejutkan orang-orang fanatik di Eropa yang dengan segera mendustakan kebenarannya. Mereka lalu mengecam dengan pedas penyalin buku itu dan menuduhnya sebagai pendusta yang berdosa kepada ilmu pengetahuan. Mereka mengatakan bahwa Renando adalah seorang pencipta khayalan tentang adanya hubungan Arab dengan India dan Tiongkok. Buku ini laksana petir di hari panas bagi mereka dan telah menghilangkan impian-impian mereka yang manis untuk memonopoli kebesaran dan kebanggaan bahwa merekalah yang mendapati negeri-negeri Timur, bukan bangsa-bangsa lain di dunia, termasuk bangsa Arab.
Sir Elliot dalam bukunya The History of India, volume I halaman 3 berkata:
"Tetapi masa bersikap adil dan tidak lalim terhadap siapa saja yang berbakti pada ilmu pengetahuan. Maka setelah ratusan tahun barulah terungkap bahwa Renando bersih dari tuduhan-tuduhan itu, karena buku aslinya yang dikutip oleh Renando itu masih tersimpan di Perpustakaan Golburt (Golburt Library). Setelah pemiliknya meninggal, kumpulan buku-buku ini jatuh ke tangan Conte de Seignley. Setelah itu menjadi milik sebuah perpustakaan Perancis. Di sini seorang sarjana Perancis yang ternama, De Jinch, menjumpai buku satu-satunya yang masih ada ini, kemudian menulis beberapa artikel tentang itu dalam majalah Perhimpunan Asia, dalam jilid ke-33. Sulaiman as-Sirafi telah nenceritakan keadaan lautan, perdagangan, nama barang-barang, kota-kota di pantai Teluk Persi dan Tiongkok Selatan, peraturan-peraturan pemerintahan, adat istiadat orang Tionghoa dan lain-lain, yaitu di masa Ibn Khordazbah."
Walaupun lautan telah dlkuasai oleh orang-orang Portugal dan armada mereka datang pulang pergi, para pedagang Arab dan kapal-kapalnya tetap sampai ke pulau-pulau di Timur Jauh, di antaranya tetap tersisa sampai abad yang lalu.
Hal tersebut di atas ditunjukkan oleh asy-Syarwani dalam bukunya A'jab al-'Ijab tentang pulang perginya kapal-kapal Arab sampai ke Cina selama abad ketiga belas.
Kami telah bertemu dengan dua orang Arab yang berusia panjang di mana masing-masing adalah nahkoda yang menjalankan kapal-kapal layar. Yang satu ke Australia dan yang lainnya ke Laut Arab dan Laut Merah. Yang satu bernama Sayid Hamid Aidid tinggal di Jakarta, yang seorang lagi adalah Sayid Abdul-Qadir as-Seggaf tinggal di Tuban dan telah berpulang ke rahmatullah.
Dalam sebuah buku yang diterbitkan dalam rangka 25 tahun kelahiran Ratu Belanda, ada keterangan yang menyebutkan bahwa orang-orang Arab di Palembang pada akhir abad yang lalu memiliki sekitar 80 buah kapal. Orang-orang Arab tidak lagi mengadakan perjalanan dengan kapal-kapal mereka ke Timur Jauh setelah munculnya kapal-kapal api dan pengusiran kapal-kapal perdagangan oleh kapal-kapal perang dengan alasan mencegah perdagangan budak.
Kapal-Kapal Di Palembang
Sampai awal abad ini orang-orang Arab di Palembang masih memiliki kapal-kapal yang mengarungi lautan dan membawa barang-barang dagangan ke berbagai pelabuhan di daerah timur. Beberapa keluarga di sana dikenal memiliki kapal-kapal, seperti keluarga al-Kaf, as-Seggaf, Shahabudin, Baraqbah, Madihij, al-Fakhir, al-Musawa, Jamalullail, Syaikhbubakar, dan lain-lainnya. Kadang-kadang satu orang memiliki beberapa buah kapal.
Akhir-akhir ini jumlahnya telah berkurang karena adanya persaingan dengan kapal-kapal api yang dimiliki oleh maskapai-maskapai asing yang memperoleh prioritas, dan karena adanya tindakan sewenang-wenang pemerintah Belanda. Di antaranya, tekanan yang dilakukan pemerintah terhadap pelaut-pelaut non-asing ketika itu di mana pemerintah mencegah mereka memuat barang-barang dagangan tertentu sehingga hanya dapat memuat sedikit saja sebagaimana yang telah ditentukan. Walaupun demikian para Saadah dari keluarga as-Seggaf memiliki serikat kapal-kapal api sebagai ganti dari kapal-kapal layar. Alasan Pemerintah Belanda bahwa hal itu dilakukan untuk mencegah perdagangan budak adalah alasan yang tidak benar karena pada waktu itu di Kepulauan Timur ini sama sekali tidak ada perdagangan budak. Sebenarnya itu untuk membatasi kapal-kapal Muslimin agar tidak dapat membawa apa-apa selain garam dari Pulau Madura sehingga tidak dapat menyaingi maskapai-maskapai Belanda dengan biaya yang sedikit.
Mereka (orang-orang Arab di Palembang) menamakan kapal-kapal mereka dengan nama-nama Arab menurut selera yang dominan di masa itu. Di antara. nama-namanya adalah Qithmir, Thaif, an-Nur, Yasrin, Nur al-'Asyiqain, Jayyid al-Bar, al-Fath al-Mubarak, Athiyah ar-Rahman, al-Fakhir, Kasb al-Kheir, al-Yusr, Fathul-Arzaaq, Hud-Hud, I'anah Ar-Rahman, Nur Hasyim, Maymun, 'Athiyah al-Mawla, dan sebagainya.
Pelayaran dan Perdagangan Umum
Pelayaran, perdagangan umum, dan perlawatan-perlawatan, semuanya merupakan lingkaran yang saling berkaitan sepanjang sejarah hingga saat ini. Orang-orang Mesir dan Arab kuno serta yang lain-lainnya terkenal dengan kecakapan mereka di laut sehingga sebagian orang Eropa di masa dahulu meminta bantuan kepada orang-orang Arab di Laut Putih dan Lautan Atlantik sebagaimana yang disebutkan oleh kitab-kitab kuno.
Dalam majalah al-Muqtathaf ada keterangan sebagai berikut:
"...Charlemagne memiliki kapal-kapal yang sama sekali bukan kapal-kapal perang sehingga ketika pada abad ke-10 negara Italia bangkit, ia memberikan kepercayaan kepada Roma untuk membuat armadanya. Kemudian ia meminta beberapa orang Arab untuk datang dan menyerahkan kepemimpinan kapal kepada mereka. Sejak saat itu pemilik kapal disebut emiral. Di Spanyol juga terjadi seperti yang terjadi di Italia di mana para pemimpinnya sengaja datang kepada orang-orang Arab untuk meminta bantuan tentang urusan kapal-kapal mereka. Kemudian seluruh negara Eropa mengikuti langkahnya. Di antara mereka ada yang meminta bantuan kepada orang-orang Romawi, ada yang meminta bantuan kepada orang-orang Arab, dan ada yang meminta bantuan kepada orang-orang Italia sampai jumlah kapal-kapal di waktu itu besar sekali."1 Banyak petualangan yang dilakukan kapal-kapal sebagaimana yang disebutkan buku-buku lama dan baru, baik dalam bahasa Arab atau dalam bahasa lain.
Dalam artikel yang ditulis Dr. Jamal Zakaria Qasim, pengajar sejarah modern di Universitas 'Ain Syams dan Universitas Kuwait ada keterangan sebagai berikut:
"Para pedagang dari Jazirah Arab Selatan, khususnya pedagang-pedagang Hadhramaut adalah orang yang pertama-tama menemukan daerah ini. Kedatangan mereka kadang-kadang untuk berdagang dan kadang-kadang untuk menetap karena alam daerah mereka yang kering memaksa mereka untuk mengarungi gelombang Lautan Hindia dan mencari pintu-pintu rezeki yang baru. Walaupun mereka merupakan kelompok minoritas yang datang pada waktu-waktu yang terbatas tetapi dengan berlalunya waktu mereka mulai berbaur erat dengan para penduduk.
"Faktor-faktor geografis membantu aktivitas pelayaran. Hubungan-hubungan para pedagang tumbuh dan meluas sebelum munculnya Islam antara para pedagang Jazirah Arab dengan daerah Timur Jauh karena faktor-faktor geografis membantu semangat untuk melakukan aktivitas pelayaran. Angin musim yang bertiup dari Lautan Hindia membuat kapal-kapal layar dapat melakukan dua kali pelayaran yang teratur setiap tahun dengan usaha, yang tidak sulit. Pada musim semi kapal-kapal itu terdorong untuk menuju ke arah timur laut. Maka keluarlah kapal-kapal itu dari Teluk Oman dan pantai Hadhramaut ke Lautan Hindia, sedangkan pada musim rontok kapal-kapal itu menuju arah yang sebaliknya yang memungkinkannya kembali ke tempat-tempat asalnya di Semenanjung Arab. Dalam dua kali perubahan angin ini selesailah sudah urusan-urusan perdagangan.
"Orang-orang Arab telah mengetahui waktu-waktu saat angin berhembus dan mereka menetapkan waktu-waktu yang cocok untuk menjalankan kapal-kapal di Lautan Hindia. Melihat sifat hubungan musiman antara Arab dan daerah Timur Jauh maka banyak orang yang ingin menetap pada waktu-waktu tertentu di pusat-pusat perdagangan dan membangun gudang-gudang untuk menjaga perdagangan mereka selama menunggu perubahan angin. Banyak juga di antara mereka dalam perjalanan berikutnya-setelah munculnya Islam-yang sengaja menetap selamanya, mencari penghidupan, dan menikah dengan penduduk setempat.",2 la juga menyebutkan:
"Perpecahan politik yang dihadapi oleh dunia Islam setelah jatuhnya Daulah Abbasiyah di tangan bangsa Mongol pada tahun 1258 M tidak mempengaruhi semangat kaum. Muslim di mana para pedagang Muslim tetap menguasai perantaraan perdagangan antara Eropa dengan Timur Jauh."3
Dalam buku Marcopolo ada keterangan yang ringkasnya sebagai berikut:
"Ada bukti-bukti kuat yang memberikan keyakinan bahwa pada masa yang lalu kaum salib (berganti-ganti dengan orang-orang Arab) tidak hanya berdagang di India saja tetapi juga sampai ke Teluk Persia. Pendapat ini dikuatkan oleh Dr. Robertson yang melakukan studi mengenai permasalahan ini."4
Ia juga mengatakan bahwa kapal-kapal yang digunakan di antara Siraf dan Canton semuanya adalah kapal-kapal Arab walaupun dinamai kapal-kapal Cina sebagaimana kita menamai kapal-kapal yang menuju ke Cina dengan kapal-kapal Cina.
Kemudian ia mengatakan bahwa ia mendapatkan keterangan yang menguatkan kenyataan ini dari pihak orang-orang Cina sendiri sebagaimana yang diceritakan oleh de Jonge pada halaman 316. Orientalis Belanda Van den Berg pada halaman 147 dalam bukunya menyebutkan bahwa perdagangan dan pelayaran termasuk cara-cara penghidupan bagi orang-orang Arab. Dan orang-orang Arab sedikit yang hanya menjadi pelaut biasa. Melainkan mereka merupakan para nahkoda atau yang serupa dengan itu dan jarang sekali kita mendapati nahkoda-nahkoda Arab yang mengepalai kapal-kapal bukan Arab.
Pada halaman 149 ia mengatakan:
"Pelayaran orang-orang Arab hampir hancur. Demikian juga perdagangan di kepulauan ini. Hanya saja ada kapal-kapal api milik orang-orang Arab yang berlayar ke kepulauan ini, Cina, dan Jeddah yang pekerjaannya mengangkut para haji. Ada juga perahu-perahu orang-orang Arab yang mengunjungi Laut Merah dan Teluk Persia."
Orientalis ini menuliskan tentang apa-apa yang ia saksikan di masanya dalam bukunya tentang pemukiman-pemukiman Arab di Hindia Timur.
Pada tahun 1250 M seorang Cina bemama Chau Jo Kua menulis sebuah buku di mana di dalamnya ia menyebutkan tentang perdagangan-perdagangan yang berlangsung antara orang-orang Cina dan orang-orang Arab. Ia mengatakan:
"Setelah Rasulullah saw wafat pada tahun 632 M banyak pedagang Arab yang pergi ke Cina, yaitu ke Canton, dan pada abad ke-9 M orang-orang Arab berdagang di Kedah. Di sana juga terdapat pedagang-pedagang Muslim dari Persia dan India. Ini bukti yang menunjukkan bahwa Islam pada saat itu telah ada di sana."5
Di Kuala Berang, Trengganu ditemukan sebuah batu di mana di atasnya terdapat tulisan-tulisan dengan huruf-huruf Arab yang berisi dakwah (ajakan) kepada Islam serta penjelasan-penjelasan tentang hukum-hukum yang penting yang tertanggal bulan Rajab 702 H hari Jum'at. Tetapi batu itu telah pecah, sehingga tahunnya tidak lengkap, mungkin tahun 720 H atau 728 H atau 712 H atau yang lainnya (tahun 702 H bertepatan dengan tahun 1303 M).
Ini menuniukkan bahwa Islam telah datang ke Melayu satu abad sebelum tahun yang disebutkan oleh sumber Cina.
Kapal-kapal di lautan menuju ke timur dengan memuat barang-barang dagangan dari Bashrah, Musqat, Siraf, Bahrain, dan lain-lainnya pada abad ke-3 dan ke-4 Hijrah. Kapal-kapal dari daerah timur juga sampai ke pelabuhan-pelabuhan itu dengan barang-barang dagangannya.
Dalam buku yang bernama Periplus Mari Erytrea terdapat keterangan bahwa orang-orang Arab Selatan adalah para nahkoda. Jalur-jalur perdagangannya dimulai dari Teluk Arab, dari Siraf ke Malabar Selatan, Sailan, Benggala, dan Teluk Benggala, Pulau Tioman (barat daya Malaysia), Saigon, Pulau Hainan (pintu masuk Cina), dan Canton. Mungkin juga sampai ke Korea dan Jepang.
Ada jalur yang menuju ke selatan setelah Malaysia yaitu ke Sumatera, Jawa, dan pulau-pulau lainnya di Asia Tenggara. Para dai yang menyebarkan Islam di daerah timur memiliki kapal-kapal yang memudahkan mereka mengadakan perjalanan-perjalanan, perdagangan (jika mereka pedagang), dan dakwah. Di antaranya, Sayid Ishaq bin Ibrahim al-Husein Jamaluddin, la mengarungi lautan-lautan di daerah timur dengan kapalnya untuk berdakwah.
Sayid Abubakar dan-saudara-saudara juga memiliki kapal-kapal yang mereka gunakan untuk berkeliling ke daerah-daerah Timur sehingga sampai ke Kepulauan Aqyanus yang sekarang dinamai Filipina. Mereka menetap di sana dan meningglkan peninggalan-peninggalan dan anak keturunan.
Sayid Abdurrahman bin Husein al-Gadri pendiri Kesultanan Pontianak juga memiliki banyak kapal dengan bermacam-macam ukuran yang dibuatnya dan dengan kapal-kapal itu ia dapat mendirikan kesultanannya.
Ustadz Abdul Mun'im dalam kitabnya Tarikh al-Islam fi al-Hind (sejarah Islam di India) pada halaman 66 menunjukkan bahwa kapal-kapal Arab dari pantai-pantai Laut Merah dan dari pantai-pantai selatan pergi berlayar menuju Teluk Sind atau Pantai Malabar. Seperti kapal-kapal dari Teluk Persia di masa lalu, kapal-kapal itu mengambil jalur yang sama dan dengan bantuan angin sampai ke Kepulauan Melayu dan Pantai Cina.


1) Al-Mugtathaf juz 5 no. 80 tanggal 25 Desember 1950.
2) Majalah al-Arabi al-Kuwaitiyah no. 148 bulan Muharram 1391 H/Maret 1979 M halaman 126.
3) Halaman 128.
4) Lihat buku History Disqvisitions Ets, halaman 95.
5) Sejarah Alam Melayu, halaman 57-58.
Penyelidikan-Penyelidikan Bangsa Arab
Dalam bukunya La Civilisation des Arabs (Kebudayaan Arab), Gustave Le Bon pada bab yang berjudul "penyelidikan-penyelidikan geografis yang dilakukan bangsa Arab", pada halaman 562-569 mengatakan:
"Bangsa Arab dahulu adalah kaum pelancong terkemuka. Mereka tidak gentar dengan jauhnya jarak yang akan mereka tempuh. Demikian pula keadaan mereka sekarang ini. Kita khat bangsa Arab berkunjung ke Mekah dari tempat-tempat yang jauh sekali dan berkeliling dengan kafilah-kafilahnya di pedalaman benua Afrika, seolah-olah apa yang mereka perbuat adalah soal yang remeh saja. Di sana mereka itu dijumpai oleh orang-orang Eropa yang hanya dapat sampai ke tempat itu dengan susah payah.
"Bangsa Arab sejak tahun-tahun pertama berdirinya kerajaan mereka, telah mempunyai hubungan-hubungan dagang dengan negeri-negeri yang oleh bangsa-bangsa Eropa disangsikan keberadaannya seperti Cina, sebagian Rusia, pedalaman Afrika, dan lain-lainnya.
"Pelancong-pelancong bangsa Arab yang pertama-tama terdiri dari para pedagang yang berkeliling untuk berniaga. Walaupun mereka tidak mempunyai persiapan-persiapan yang lengkap untuk penyelidikan secara ilmiah, namun kunjungan-kunjungan perniagaan mereka tidak kosong dari keajaiban-keajaiban yang berguna.
"Memang kunjungan-kunjungan Arab dahulu yang beritanya sampai kepada kita tidak keluar dari pengertian tersebut. Di antaranya dapat disebut kunjungan pedagang Sulaiman ke Cina pada abad ke 9 Masehi. Pedagang ini berlayar dari pelabuhan Siraf yang terletak di Teluk Persi dimana juga banyak terdapat kapal-kapal Cina."
Tentang perlawatannya ke Cina, Sulaiman telah menulis perjalanannya pada tahun 237 H (851 M). Kemudian perjalanannya ini dilanjutkan oleh salah satu penduduk negerinya. Kunjungan ini ditulisnya pada tahun 267 H (880 M) dan ditambah dengan bahan pengetahuan yang didapatnya dari orang-orang Arab yang pernah mengunjungi Cina. Buku yang ditulis oleh Sulaiman itu yang diterjemahkan ke dalam bahasa Perancis pada permulaan abad ini adalah buku pertama tentang Cina yang pernah diterbitkan di negeri Barat.
Sulaiman hanyalah seorang penyelidik biasa, sedangkan al-Mas'udi yang lahir di kota Baghdad pada akhir abad ke-9 (abad ke-3 H) telah menjadi lebih tersohor. AI-Mas'udi telah menghabiskan 25 tahun dari masa hidupnya dalam perjalanan di daerah-daerah khalifah yang luas itu termasuk kerajaan-kerajaan tetangganya seperti India. Ia mencatat apa yang dilihatnya di negeri-negeri itu dalam buku-buku karangannya yang penting. Di antaranya yang paling terkenal adalah Muruj adz-Dzahab.
Ibn Khaldun, seorang alim dan sejarawan yang lahir kira-kira 400 tahun sesudah zaman al-Mas'udi, pernah berkata:
'Menceritakan keadaan umum dari tempat-tempat, bangsa-bangsa, dan masa-masa merupakan dasar dari sejarawan, dan dengan dasar inilah dapat diketahui sebanyak-banyaknya tujuan dan kabar (cerita) dari sejarawan itu. Dahulu orang menulis hal-hal yang demikian itu tersendiri dalam karangan-karangannya sebagaimana dikerjakan oleh al-Mas'udi dalam bukunya Muruj adz-Dzahab yang menceritakan hal ihwal bangsa-bangsa dan tempat-tempat di Barat maupun di Timur pada tahun 330 H (941 M). Ia menyebutkan aliran-aliran dan adat istiadat mereka, dan menggambarkan keadaan negeri tersebut, gunung-gunung, lautan-lautan, kerajaan-kerajaan, serta golongan-golongan dari suku bangsa Arab dan ajam (yang bukan Arab). Dengan demikian, al-Mas'udi menjadi pemuka sejarawan dan kepadanyalah mereka mengembalikan suatu permasalahan. Ia juga merupakan sandaran untuk menyelidiki sebagian besar keadaan bangsa-bangsa itu."
Kemudian Ibn Hauqal1 yang lahir di Baghdad, seperti Al-Mas'udi, memulai perjalanannya sesudah berakhirnya perjalanan al-Mas'udi. Dengarkanlah apa yang dikatakan oleh Ibn Hauqal dalam bukunya itu! "Saya telah mengarang buku im yang menjelaskan tentang bentuk bumi dan ukurannya, panjangnya dan lebarnya serta daerah-daerah dan negeri-negeri, baik yang tidak makmur maupun yang makmur di antara seluruh negeri Islam dengan menerangkan kota-kotanya satu persatu dan membagi sendiri-sendiri daerah-daerah yang mempunyai usaha-usaha yang digabungkan dengan negeri itu. Untuk masing-masing bagian telah saya cantumkan gambar dan peta tersendiri yang menerangkan letak daerah itu. Kemudian saya sebutkan tempat-tempat yang mengelilinginya, kota-kota yang ada didalamnya, peraturan-peraturannya, sungai serta laut-lautnya dan juga semua yang perlu diketahui mengenai daerah-daerah itu, antara lain tentang keuangan, perpajakan, jarak jalan, dan tentang perdagangan. Oleh karena itu buku ini merupakan ilmu pengetahuan yang khusus bagi raja-raja, pemimpin-pemimpin, dan orang-orang terkemuka dari segala lapisan."
Al-Biruni telah menyertai Sultan Mahmud al-Ghaznawi dalam serangannya yang dilancarkan terhadap India pada tahun 391 H (1000 M). Ia menerangkan apa yang dilihatnya di negeri Sind dan India Utara. Ia2 telah berusaha untuk memperbaiki peta negeri itu berdasarkan perhitungan ilmu Falak.
Al-Biruni al-Biruni Muhammad bin Ahmad Abu ar-Rayhan Al-Khawarizmi dilahirkan pada tahun 362 H (973 M). Berangkat bersama Sultan Mahmud al-Ghaznawi ke India pada tahun 391 H (1000 M). Ia mengumpulkan pengetahuan-pengetahuan selama 40 tahun. Ia memiliki banyak karangan di antaranya al-Atsar al-Baqiyah 'an al-Qurun al-Khaliyah. Sejumlah karangannya telah diterjemahkan ke bahasa-bahasa Eropa. Salah satu pelancong yang dapat juga kita sebut namanya ialah Abu al-Hasan yang hidup pada abad ke-7 H (abad ke-13 M). Dia termasuk di antara sarjana-sarjana dalam ilmu. Falak, karena ia telah mengelilingi Afrika Utara yang membujur dari Maroko sampai negeri Mesir dan ia telah menunjukkan kepada seorang ahli Falak letak dari 41 tempat-tempat penting guna memperbaiki peta yang dibuat oleh Bartolomeus tentang daerah-daerah Afrika.
Sebenarnya pedagang-pedagang bangsa Arab pada masa itu semuanya kaum pelancong, meskipun mereka tidak meninggalkan karangan-karangan. Jumlah mereka yang ada di Koromandel sebanyak 850.000 orang, tetapi di sepanjang pantai Malabar jumlah mereka lebih banyak dari itu. Dan yang telah sampai ke Tiongkok berjumlah puluhan ribu sehingga Pemerintah Tiongkok menyediakan bagian-bagian tertentu di beberapa kota Tiongkok untuk kediaman mereka. Maka tidak perlu dibahas apa yang dikatakan oleh satu per satu pelancong, karena apa yang dilakukan oleh bangsa Arab itu merupakan perjalanan ratusan ribu manusia. Tak mengherankan kalau hanya sedikit di antara mereka yang menulis tentang Tiongkok dan Indonesia karena hal itu mereka anggap sebagai usaha yang sia-sia belaka dan bagaikan obrolan bahwa "langit berada di atas kita dan bumi di bawah kita."
Di antara pelancong-pelancong itu yang tidak disebut namanya oleh Gustave Le Bon adalah Ibn Bahar dan Musa Ibn Mubarak. Kedua pelancong ini berasal dari Siraf di Teluk Persi dan disebut oleh al-Qazwini.
Mereka menukilkan berita-berita tentang kepulauan ini dari al-Juwaliqi dan Muhammad bin Zakaria ar-Razi. Kami akan menyebutkan beberapa orang di antara mereka selain yang telah tersebut tadi, insya Allah.
Sejumlah kapal perdagangan pada masa kuatnya Islam melintasi pertengahan Laut India dari selat yang berada di antara Sumatera dan Malaysia (Selat Malaka) menuju Kepulauan Nikobar, Andaman, Maladewa, dan Lakadive. Di antaranya ada yang membelok ke Madagaskar dalam pelayarannya. Kapal-kapal lain membawa barang-barang dagangan dari Afrika Selatan ke Gana dan daerah yang terletak setelah itu dan kemudian kembali ke Madagaskar.
Di Mauritius yang merupakan tempat perhentian sebagian kapal-kapal yang butuh untuk membawa air masih terdapat masyarakat Islam. Di sebelah timur Aden yaitu di pantai-pantai Hadhramaut, Syihr al-Mahrah, Zhufar, dan Oman berlabuh kapal-kapal India dan Timur Jauh.
Sebagian kapal-kapal itu melintasi Siraf, Shuhar, dan Daba di Pantai Oman di daerah Teluk Persia. Semua pantai-pantainya diduduki oleh kaum Muslim, baik orang-orang Arab maupun yang lain. Kemudian kapal-kapal itu mendatangi pantai-pantai Sind di mana bendera Islam berkibar di sana. Di tempat itu juga tumbuh tempat-tempat ibadah kaum sufi untuk menyebarkan Islam dan kaum Saadah Alawiyin menempuh langkah ini ketika mereka menyebarkan Islam di Kepulauan Timur Jauh.3
Kambai dan pantai Gujarat pada saat itu merupakan tempat pertemuan para pedagang Yaman, Hadhramaut, Oman, dan para pedagang Teluk Persi. Menuju daerah inilah dan juga ke daerah lain berlayarnya para pedagang Oman, Asy-Syihr, dan Hadhramaut. Demikian juga para pedagang Saba' pada masa sebelum Islam.
Sulaiman al-Bashri as-Sirafi
la memiliki banyak karangan di antaranya Akhbar ash-Shin wa al- Hind, al-'Alaqat, dan Silsilah at-Tawarikh". Di dalam kitab-kitab itu ia menyebutkan kota-kota, berita-berita, dan daerah-daerah di Timur mengenai apa-apa yang ada di sana dan bagaimana gambarannya.
Para orientalis seperti Renaoli, Sauvaget, Ferrand, dan lain-lain mempelajari buku-buku perjalanan. Demikian juga Abu Zaid al-Hasan yang mengoreksi peta Ptolemeus tahun 304 H/916 M.
Para Pelancong Dan Para Pengelana
Di sini kami akan segera menyebutkan para pelancong dan para pengelana karena perlawatan-perlawatan orang-orang Arab dan Persia telah berlangsung sejak lama. Para pengelana telah mengarungi lautan dan melintasi berbagai daerah di darat sehingga mereka sampai ke daerah-daerah yang tidak dikenal dan jauh, baik untuk berdagang, melakukan penelitian-penelitian, mempelajari berbagai daerah, menyebarkan ilmu dan agama, dan sebagainya. Apa yang telah ditulis oleh sebagian dari mereka meninggalkan gambaran-gambaran tentang apa yang mereka saksikan dan apa yang mereka dengar. Mereka menggambarkan daerah-daerah dengan suatu gambaran yang menunjukkan luasnya pengetahuan para pelancong yang suka melakukan penyelidikan.
Pada abad ke-4 Hijriah di kalangan Muslimin bangkit semangat berpetualang guna melakukan pengkajian dan studi. Banyak di antara mereka yang mengadakan perjalanan-perjalanan yang luas. Sebagian di antara mereka menggambarkan daerah-daerah yang terbatas seperti Afrika, Maghrib (Maroko), dan Afrika Selatan seperti seorang ahli geografi yang terkenal bemama Hawasyir bin Yusuf bin Sholah al-Araki sekitar tahun 400 H.
Di sini kami sebutkan sebagian nama-nama pengelana yang belum pernah disebutkan sebelumnya yank menulis tentang berbagai daerah:
1. Ibn al-Faqih Abubakar al-Hamdani tahun 290 H (902 M). Ia mengarang kitab Mukhtashar Kitab al-Buldan di mana di dalamnya ia menyebutkan pulau-pulau di Timur sebagaimana yang disebutkan oleh ar-Ramani.
2. Ibnu Jubeir Muhammad bin Ahmad bin Husein al-Kattani al-Andalusi tahun 540-614 H (1145-1217 M). Ia dilahirkan di Valencia dan berpindah-pindah di berbagai negeri lalu menetap di Kairo dan Iskandariyah. Kitab perjalanannya telah dicetak di Leiden pada tahun 1907 M.
3. Ibnu Wahb. Ia mengadakan perjalanan pada tahun 257 H (870 M) sampai tiba di Cina, Hamdan, dan yang sekarang disebut Siangpo pada masa pemberontakan orang-orang Negro. Hal ini disebutkan oleh Abu Zaid Hasan as-Sirafi. Seorang orientalis bernama Ferrand menerbitkan kitabnya pada tahun 1922.
4. Ahmad bin Majid bin Abi ar-Rakaib dari negeri Jalfar tahun 845 H (1441 M). Nama Jalfar terdapat pada peta yang dibuat oleh Syarif al-ldrisi dan sekarang dikenal dengan nama Ra'sul-Khaimah. Ahmad bin Majid mengarang beberapa kitab di antaranya al-Fawaidfi Ushul al-Bahr wa al-Qawaid.
5. Ibn Rustah Abu Ali, wafat pada tahun 291 H (903 M). Ia menyusun ensiklopedia berjudul al-A'Iaq an-Nafi-sah. Konon tidak ada lagi dari kitab ini selain juz ke-7 di mana di dalamnya ia menyebutkan tentang Yaman, Mesir, Constantinopel, India, Hongaria, dan Bulgaria. Ia tumbuh besar di Isfahan.
6. Ahmad bin Fadhlan bin al-Abbas bin Rasyid bin Hammad, budak dari khalifah al-Muqtadir al-Abbasi tahun 295-320 H (908-932 M). Ia ditugaskan oleh khalifah secara resmi sebagai pimpinan utusan menghadap Raja Bulgaria pada tahun 309 H (921 M) dengan membawa surat, hadiah-hadiah, dan obat-obatan yang diminta oleh raja Bulgaria, seorang Muslim. Bulgaria terletak di Eropa sebelah utara di dekat sungai Volga. Maka berangkatlah utusan itu. Tugas pentingnya adalah berdakwah, memperkenalkan hukum-hukum Islam, serta membangun masjid, benteng, dan mimbar. Utusan sampai pada bulan Muharram tahun 3 10 H, terdiri dari Ahmad bin Fadhlan sebagai ketua, pengawal khalifah al-Muktafi, Paris ash-Shaqlani, dan Takin at-Turki. Bersama mereka juga ikut sejumlah pengikut dan pengiring. Mereka melalui pegunungan, Hamdzan (Hamudan), Rayy, dan Bukhara. Ahmad bin Fadhlan menulis apa yang disaksikannya dengan teliti dan penuh perhatian. Risalahnya ini telah disebarluaskan (diterbitkan) pertama kali berkat bantuan seorang orientalis Jerman di Leningrad tahun 823 M. Dalam kitab yang diterbitkan itu terdapat juga kutipan-kutipan yang ditulis oleh kaum Muslim, orientalis Ross, dan orientalis-orientalis lainnya. Doktor Sami ad-Dahhan dari Universitas Damaskus telah menuliskan pen-tahqiq-an (penelitian) tambahan tentang Ibn Fadhlan. Pengutusan Ibn Fadhlan diikuti dengan pengutusan kedua yang terdiri dari seorang faqih, seorang pengajar, dan anak-anak.4
Di dalam majalah al-Manahil5 terdapat artikel al-Ustadz Abdus-Salam tentang perjalanan-perjalanan Ibn Fadhlan di Skandinavia sejak seribu tahun yang lalu. Dalam artikel itu ia menyebutkan bahwa ia telah mengkaji buku karangan Michael Critchon judulnya Eaters of The Dead di mana di dalamnya ada keterangan bahwa suku bangsa Viking dari Skandinavia menculik seorang alim dari Arab bernama Ibn Fadhlan dan membawanya ke negerinya. Lalu ia bergabung dengan para penculiknya dalam peperangan mereka melawan makhluk-makhluk yang menakutkan. Ketika ia kembali ke Baghdad ia menulis pengalaman-pengalamannya kepada khalifah dan tetap ada dalam bentuk tulisan tangan. Kitab aslinya hilang (tersembunyi) dan tinggal bagian-bagian yang terdapat dalam sumber-sumber lain yang belakangan, di antaranya Mu jam al-Buldan karangan Yaqut al-Hamawi. Satu bagian dari yang ditulis tangan tersebut terdapat di Rusia dalam bahasa Jerman, bagian yang lain terdapat di Kopenhagen, Denmark. Terdapat juga terjemahan-terjemahannya dalam bahasa Inggris, Perancis, dan Swedia. Kemudian ditemukan dua bagian yang ditulis dengan tangan di Istambul. Yang lainnya lagi terdapat di tempat-tempat lain. Terdapat juga terjemahan-terjemahannya.
7. Syarif al-ldrisi, Abu Abdillah Muhammad bin Muhammad bin Abdullah bin ldris, hidup antara tahun 494-560 H (1100- 1165 M). Ia dilahirkan di Sabta (Ceuta), Maroko. Namanya disebut kan dalam banyak buku. Di dalam majalah al-Manahil nomor 22 halaman 54 mengenai gerakan pemikiran di Sabta ada keterangan sebagai berikut: Ia berasal dari keluarga mulia dan bangsawan. Ia mendapatkan sesuatu yang tidak didapatkan oleh orang lain berupa hubungan langsung dengan Eropa melalui Roger 11, Raja Sicilia dari Normandia. Kemudian ia ikut berperan dalam memajukan ilmu geografi dan bidang pembuatan peta-peta, ilmu kedokteran, dan ilmu obat-obatan. Ia merasa puas dengan pengaruhnya dalam hal-hal itu. Maka kemudian dia mengelilingi dunia Islam karena namanya telah bersinar di langit Eropa Kristen, bahkan ia termasuk guru besamya dan peneliti ilmu-ilmu di sana.
la mengarang untuk raja Sicilia sebuah kitab yang bernama Nuz-hah al-Musymaq fi Ikhtiraaq al-Afaq dan kitab Raudh al-Ins wa an-Nuzhah an-Nafs. Keduanya dalam bidang geografi dan penggambaran (penjelasan) tentang negeri-negeri. Ia juga mengarang kitab al-Jami' Li Asytat an-Nabaat yang diambil manfaatnya oleh seorang pakar tumbuh-tumbuban yang terkenal, Ibn Baithar. Sebagian karya al-ldrisi telah diterjemahkan ke bahasa-bahasa Eropa. Oleh sebab itu ia dianggap salah satu peneliti ilmu di dunia. Ia termasuk keturunan keluarga al-Hamudi, yaitu keluarga yang telah memberikan cap (label) khusus bagi kota Sabtah. Ia cucu dari khalifah terakhir, ldris bin Yahya bin Ali (halaman 126). Ia merupakan guru orang-orang Eropa dalam bidang geografi. Daerah-daerah yang pemah dikelilinginya adalah Mesir, Asia Kecil, Istambul, Perancis, dan Inggris sebelum ia diminta pulang oleh Raja Sicilia. Ia juga orang pertama yang menemukan bahwa Sungai Nil bersumber dari danau-danau daerah Khatulistiwa.
8. Al-tlshthakhri Abu Ishaq Ibrahim, wafat pada tahun 346 H (957 M). Ia mempunyai karangan kitab Masalik al-Mamalik dan kitab al-Aqaalim yang ditulisnya antara tahun 318 - 321 H.
9. Bazrak bin Syahriar ar-Ramharmuzi. Ia mengarang kitab 'Ajaib al-Hind Barruhu wa Bahruhu wa Juzuruhu tahun 344 H (955 M) yaitu kumpulan berita tentang India, Timur Jauh, sampai Cina dan Jepang. Satu naskah dari kitabnya ini terdapat di perpustakaan di Kairo dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris.
10. Yaqut al-Hamawi bin Abdullah ar-Rumi, 574-626 H (11781228 M). Ia memiliki karangan Mujam al-Buldan dicetak di Leipzig tahun 1866 M dengan diberi tahqiq oleh seorang orientalis Jerman, Wustenfeld, kemudian dicetak beberapa kali. AlHamawi menghabiskan. waktu sepuluh tahun untuk mengarang kitabnya itu di mana di dalamnya ia menyebutkan tentang negeri Cina, Jawa, India, Syam, Khurasan, Khawarizmi, dan lain-lainnya. Ia mengatakan, "Kerajaan-kerajaan ini mengasyikkan. Belum pernah kami melihat sebelumnya, sehingga saya pun masuk dan tinggal di sana. Daerah-daerah itu benar-benar menjadi tujuan orang." Di antara karangannya adalah Irsyad al-Arib ila Ma'rifah al-Adib, dicetak di Kairo berkat bantuan seorang orientalis, Margoliouth, kemudian dicetak beberapa kali. Juga al-Musytarak Wadh'an wa al-Mukhtalaf Shaq'an, dan lain-lainnya. Ia wafat di Halab.
11. Sulaiman bin Ahmad bin Sulaiman al-Mahri, wafat pada tahun 962 H. Ia memiliki 5 buah karangan yang disebarluaskan (diterbitkan) oleh orientalis Gabriel Ferrand, di antaranya al-Umdah al-Mahriyah fi Dhabthi al- Ulum al-Bahriyah yang dikarangnya pada tahun 917 H (15 10 M) dan kitab al-Minhaj al-Fakhir fi Ilmi al-Bahr az-Zakhir. Dalam kitab itu ia menyebutkan transportasi-tranportasi laut dan pulau-pulau dari Laut Merah dan Lautan Hindia sampai ke Timur Jauh dan Cina.
12. Ath-Thurthusyi Ibrahim bin Ya'qub pada abad ke-4 H. Ia sampai ke Jerman dan bertemu dengan Raja Oto. Ia juga mengunjungi Bulgaria, Polandia, dan sebagian kota-kota pesisir di Belanda dan Perancis.
13. Quddamah bin Ja'far al-Baghdadi, berasal dari keluarga Nasrani yang tinggal di Bashrah. Ia masuk Islam melalui khalifah. Ia memiliki karangan kitab al-Kharraj dicetak pada tahun 1889 M. Ia wafat pada tahun 3 10 H (922 M).
14. Al-Maqdisi al-Bisyari, dilahirkan di Baitul-Maqdis tahun 335 H (947 M). Karangannya adalah Ahsan at-Taqaasimfi Ma'rifah al-Aqaalim tahun 375 H (985 M). Al-Maqdisi mengadakan perjalanan-perjalanan yang luas.
15. Ibn Khardazbah Abu al-Qasim Ubaidillah bin Abdullah al-Khurasani al-Farisi, seorang ahli geografi, sejarawan, dan sastrawan; hidup sekitar tahun 232-300 H (846-912 M). Ia memiliki karangan kitab al-Masalik wa al-Mamalik..Kitab ini diberi komentar oleh seorang orientalis Belanda, MJ de Goeje6. Ia juga memiliki karangan dalam ilmu hitung, musik, makanan, masakan, dan lain-lain.
16. Abu Dalf bin Muhalhil, termasuk pengelana Arab yang terdahulu. Ia mengunjungi India, Kashmir, dan Afghanistan. Karangannya adalah kitab 'Ajaib al-Buldan.
17. Para pemuda yang tidak dikenal yang mengarungi Lautan Atlantik. Mereka ini disebutkan oleh Syarif al-ldrisi dalam kitabnya Nuz-hah al-Musytaq. Sejumlah peneliti juga menulis tentang mereka, di antaranya Muhammad Abdullah Inan dalam majalah al-Hilal dalam nomor 17 tahun 1935 dan sejarawan lainnya. Ia menduga bahwa mereka sampai ke Amerika.Dari Maghrib juga ada sejumlah pengelana di antaranya Muhammad bin Abdul-Wahhab bin Usman al-Maknasi tahun 1779 M, Qawwam as-Sabti yang dijumpai oleh Ibnu Bathuthah di Cina, Muhammad bin Yusuf al-Warraaq yang wafat pada tahun 363 H (953 M) yang memiliki karangan kitab al-Masalik wa al-Mamalik (hilang), Ahmad bin Muhammad al-Adzri tahun 393-478 H yang memiliki karangan Nizham al-Marzan fi al-Masalik wa al-Mamalik, Ibn Said Abu al-Hasan Nuruddin dari Grenada tahun 489 H (1095 M), dan lain-lainnya.
Perjalanan-perjalanan ilmiah telah berlangsung secara luas untuk melakukan penelitian tentang kata-kata Arab, istilah-istilah, nama jenis obat-obatan, tumbuh-tumbuhan, dan bunga-bunga, serta penelitian mengenai cara-cara pengobatan, tumbuh-tumbuhan yang dibuat obat, dan lain-lainnya yang berhubungan dengan itu.
Cukuplah bagi Anda untuk memahami itu bahwa seseorang di masa itu suka melakukan perjalanan dari Baghdad menuju Andalusia untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan pertanian, dan untuk dapat membedakan istilah narjes dan bahar menurut pengertian yang dipahami di kedua negeri. Maka tahulah ia bahwa apa yang disebut narjes di Timur dinamakan bahar di Barat, demikian sebaliknya.7
Pengetahuan Orang-orang Arab Tentang Perjalanan
Di antara isi artikel Ustadz Muhammad Abdullah Inan dalam majalah al-Hilal nomor 9 awal. Juli tahun 1935 M adalah sebagai berikut:
"... Adalah suatu kenyataan bahwa para pelancong dan para pelaut Muslim selama abad-abad pertengahan banyak memiliki temuan-temuan geografi yang penting yang tanda-tanda dan bekas-bekasnya hilang setelah itu. Kemudian sampai masa sekarang temuan-temuan itu dikaitkan dengan sebagian penemu-penemu Barat. Sesungguhnya kaum Muslim telah mengenal bangsa-bangsa di Timur Jauh dan telah menemukan pantai-pantai Cina dan Laut Cina Selatan serta Kepulauan Hindia Timur sejak abad ke-10 Masehi sebelum dikenal oleh dunia Barat lebih dari 2 abad. Sedangkan pelancong Barat pertama yaitu Marcopolo dari Venesia baru sampai ke Cina pada akhir abad ketiga belas Masehi.
"Kaum Muslim juga telah menemukan perairan Afrika Timur dan mengenal. Pulau Madagaskar beberapa abad sebelum bangsa Barat mengenalnya. Ibnu Bathuthah, seorang pelancong dari Thanja, Maroko Yang sangat terkenal perjalanan kelilingnya, telah sampai ke Niger dan menemukan daerah-daerah di sana yang baru dikenal oleh orang-orang Barat pada akhir abad yang lalu. Walaupun demikian banyak temuan gemilang dari para pelancong dan para pelaut Muslim ini selama abad-abad pertengahan yang pada masa sekarang dikaitkan dengan sebagian pelancong-pelancong dan penemu-penemu Barat." Kemudian ketika menjelaskan Syarif al-ldrisi ia menyebutkan tentang 8 orang pemuda yang gemar bertualang di Lautan Atlantik, dan mungkin mereka telah sampai ke Amerika Selatan.
Dalam majalah al-Alam al-Maghribiah tanggal 7 Agustus tahun 1969 M halaman 3 di bawah judul Bagaimana Islam sampai ke Amerika terdapat tulisan berikut:
"Ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa sebagian peradaban Amerika lama sebelum perjalanan Columbus memiliki hubungan yang lama dengan Arab sebagaimana yang ditulis oleh ahli-ahli geografi Arab pada pelayaran-pelayaran yang melintasi Laut Atlantik. Sebagian mereka telah sampai ke negeri-negeri yang sekarang dikenal di pantai-pantai Amerika."
Kemudian ia juga mengatakan:
"Pada abad keenam belas kami mendengar dari seorang Mesir yang bernama Nashiruddin bahwa ia tinggal di kota New York. Pada abad ketujuh belas kami mendengar dari seorang yang bernama Muhammad bin Ghanim yang mahir dalam bidang artileri. Ia yakin bahwa dirinya berasal dari Maroko. Kemudian kami juga mendengar dari sebuah keluarga bemama keluarga Wahhab yang memiliki kampung yang jauhnya 30 mil dari pantai Carolina Utara yang bernama kampung Wahhab. Dapat dipastikan bahwa keluarga ini asalnya adalah Arab Islam dan pendirinya telah ada di sana pada pertengahan abad keenam belas untuk menyebarkan agama di Amerika."
Artikel itu juga mengatakan:
"Pada sebagian arsip tercatat bahwa di antara rombongan budak-budak yang didatangkan ke Amerika pada tahun 1733 M terdapat sejumlah orang Arab yang tidak mau melepaskan agama mereka walaupun menerima kekasaran, pemaksaan, dan kekerasan. Sikap mereka yang tetap bertahan ini membuat mereka mendapatkan belas kasihan dari sebagian yang lain yang kemudian membebaskan mereka dan menolong mengembalikan mereka ke tanah airnya masing-masing.
"Pada abad ke-18 Majelis Perwakilan di Carolina menyetujui ketetapan bahwa kaum Muslim termasuk rakyat dari Barat sebagaimana semua penduduk yang berasal dari Eropa. Hal itu adalah pada tahun 1790 M. Pada permulaan abad ke-19 ada seorang budak Arab Muslim bernama Umar bin Said di Carolina pada tahun 1807 M. Ia seorang terpelajar.
"Sensus-sensus yang dilakukan antara tahun 1819-1860 M menunjukkan adanya sejumlah orang Turki, Mesir, Arab, dan Maroko. "Pada tahun 1840 M datang ke pelabuhan New York seorang yang mengundang perhatian bernama Ahmad bin Nu'man di atas kapalnya yang bernama Sultanah, yang bermaksud mengadakan perjanjian dagang atas nama Sultan Zanjibar. Ia dan para awak kapal lainnya mendapatkan penghormatan dari para penduduk New York selama mereka tinggal di sana beberapa bulan.
"Pada akhirnya perpindahan penduduk terus berlangsung dan jumlah Muslimin dari Arab menjadi bertambah, sekitar 30.000 penduduk. Kemudian juga dari India, Turki, Iran, Pakistan, dan Indonesia. Banyak di antara mereka yang berhasil dalam pekerjaannya dan membangun masjid-masjid serta sekolah-sekolah untuk anak-anak mereka.
"Di Venezuela jumlah Muslimin ditaksir sekitar 45.000 penduduk. Di Laut Karibia ada sekitar 80.000 di Guinea Belanda, 65.000 di Guinea Inggris, dan 60.000 di Trinidad.
"Perpindahan penduduk terus berlangsung. Di antara para pendatang itu terdapat kaum terpelajar. Mereka mendapati bahwa tempat mereka sekarang merupakan medan yang luas untuk berkarya, bergaul dengan baik, dan mendapatkan kehidupan yang menyenangkan. Sebagian di antara mereka bahkan menempati kedudukan-kedudukan penting, baik dalam bidang politik maupun dalam bidang keilmuan."
Maladewa
Kepulauan Maladewa terletak di sebelah tenggara India dan Srilangka. Jumlah pulau-pulaunya mencapai lebih dari seribu buah. Luasnya sekitar 300 km2. Tanahnya subur sebagaimana daerah-daerah khatulistiwa yang lain. Ibukotanya adalah Male. Semua penduduknya beragama Islam dan bermadzhab Syafi'i. Para dai yang datang ke India Selatan telah sampai ke kepulauan ini, Burma, Indo China, Malaya, dan Kepulauan Hindia Timur. Melalui merekalah Islam tersebar. Mungkin para penduduk Maladewa terpengaruh juga dengan saudara-saudara mereka dari India Selatan dan Sailan (Srilangka).
Ibnu Bathuthah menyebutnya Mahall Dzaib atau Dzaibatul-Mahall. Konon Islam masuk ke sana pada tahun 1153 H. Tetapi para penduduk yakin bahwa pada tahun 548 H Islam telah masuk ke sana melalui Abu al-Barakat Yusuf at-Tibrizi. Sultan pertamanya adalah Muhammad bin Abdullah. Ia membangun masjid di sana. Lalu berganti-ganti sultan yang memerintah di sana, dari satu keluarga ke keluarga yang lain. Kemudian datang orang-orang Portugis. Maka kaum Muslim pun membela negerinya terus menerus dan dalam waktu yang lama. Para pahlawan akhirnya dapat meraih kemenangan dan dapat membunuh penguasa Portugal.
Ibnu Bathuthah juga menyebut tentang Sultanah Khadijah binti Sultan Jalaluddin Umar bin Shahabuddin Saleh. Yang menjabat sebagai raja adalah adik dari Sultanah ini, yaitu Shahabuddin. Lalu Wazir Abdullah bin Muhammad al-Hadhrami menikah dengan ibunya setelah ayahnya wafat.
Maladewa memperoleh kemerdekaannya setelah sejak tahun 1887 berada dalam perlindungan Inggris dan menjadi republik pada tahun 1953. Kemudian terjadi berbagai peristiwa sampai diumumkan kepemimpinan yang lengkap pada tahun 1965. Islam ditetapkan sebagai agama negara. Kewarganegaraan diberikan kepada kaum Muslim, sedangkan non Muslim diberikan hak untuk menetap dan bekerja secara bebas.
Pemimpin Maladewa sekarang adalah lulusan al-Azhar, seorang master dalam bidang filsafat dan guru besar dalam bidang hukum, yaitu Makmun Abdul-Qayyum. Ia pernah tinggal selama 17 tahun di Mesir.
Hikayat Raja Arab
Konon sumber Cina menyebutkan adanya sebuah kerajaan yang disebut Holing di Chopo dan kerajaan ini dipimpin oleh seorang ratu yang bernama Somo. Sebagian orientalis mengatakan bahwa Holing adalah Kalingga, sebuah kerajaan kecil di Jawa. Chopo adalah Jawa dan Somo adalah Ratu Sima.
Sumber Cina itu menyebutkan bahwa keamanan benar-benar terpelihara di kerajaan kecil ini. Seorang raja Arab pernah mengirim seorang utusan untuk menguji keamanan di sana. Utusan ini membawa sebuah kantong yang penuh dengan emas. Lalu ia meletakkannya di jalan di kota ini. Ternyata kantong itu tetap berada di sana dalam waktu yang lama-konon selama tiga tahun--dan tidak pernah disentuh oleh seorang pun sampai kantong itu dipindahkan dari tempat itu oleh putera dari ratu itu. Maka ratu pun menjatuhkan hukuman terhadapnya. Demikianlah hikayatnya. Kejadian itu terjadi pada tahun 684 M (sekitar tahun 65 H).
Perkataan bahwa Chopo adalah Jawa, Holing adalah Kalingga, dan Somo adalah Sima merupakan dugaan dan pendekatan. Hikayat yang intinya tentang Raja Arab dan pengujian keamanan itu tidak didukung oleh bukti-bukti, dan belum mencapai batas keyakinan, walaupun mungkin saja hal itu tedadi. Sebagian orang di masa lalu menduga bahwa hikayat tersebut termasuk dongeng. Apalagi karena tulisan Cina dan bahasa Cina seringkali tidak dapat menuturkan nama-nama orang atau nama-nama negeri dengan benar karena tidak ada huruf-hurufnya dalam bahasanya. Tulisan Cina itu berupa lambang-lambang dan potongan-potongan kata dan yang seperti itu. Dari sini saja mungkin timbul kesalahan dalam makna atau penulisannya. Di sini saya akan menyebutkan beberapa contoh perubahan seperti itu dalam penuturan orang Cina: Sin Lin (Bahrain), Yohoalu (Bukhara), Yong man (Amman), Makia (Mekah), Bisilu (Bashrah), Sulebat (Surabaya).
Lalu di Cina ada beberapa kata yang sama tulisannya tetapi berbeda pengucapannya. Ini merupakan petunjuk bahwa sebagian pengarang buku-buku Cina kuno kadang-kadang hanya berpegang pada apa yang didengar tanpa meneliti nama-nama kota yang belum pernah dikunjunginya.
Seandainya kita membenarkan adanya raja Arab ini dan pengujiannya terhadap keamanan di kerajaan kecil tersebut maka siapa raja Arab itu sebenarnya, dari mana utusannya diutus, dan apa tujuannya meletakkan kantong berisi emas di jalan?
Thomas Arnold dalam buku Preaching of Islam mengutip dari W.R Groeneveld dalam bukunya Notes on the Malay Archipelago and Malacca mengatakan bahwa itu adalah atas perintah kerajaan Islam. Yang mendorongnya menduga kemungkinan ini adalah pendekatan tahun-tahun menurut kalender Cina dengan menganggap bahwa kejadian itu bertepatan dengan tahun 684 M. Ini bertepatan dengan tahun 65 H. Sehingga, ia menduga bahwa hal itu adalah atas perintah negara Islam untuk menguji keamanan di kerajaan ini. Jadi pendekatan tahun-tahun merupakan dasar dari dugaan ini.
Jika benar bahwa di Sumatera Barat terdapat pemukiman Arab pada tahun 674 M (menurut sumber Cina juga) maka lebih tepat jika menganggap bahwa pengujian ini dilakukan dari pemukiman yang dekat itu. daripada melakukan loncatan dugaan kepada jarak yang begitu jauh yang sulit untuk diterima kemungkinannya.
Kemungkinan yang paling dekat-jika cerita itu benar-adalah bahwa Rasulullah saw belum mendatangkan utusan ke negeri yang jauh, karena menurut pengetahuan kami, tidak ada sumber sejarah yang menyebutkan hal itu. Sumber-sumber sejarah biasanya menyebutkan bahwa kepala utusan adalah panglima armada laut jika ia diutus secara resmi. Tetapi keterangan ini tidak ada. Namun hal ini tidak mustahil, jika yang disebut sebagai raja atau amir itu adalah seorang pedagang atau seorang pelancong yang hendak menuju ke daerah-daerah timur, atau salah seorang yang tinggal di daerah itu pada waktu itu. Tetapi tentu tanpa cerita tentang meletakkan kantong berisi emas. Karena hal itu lebih menyerupai dongeng-dongeng.
Ini adalah kemungkinan-kemungkinan yang jauh karena kita tidak mengetahui bahwa ada sebuah kerajaan Islam yang menyiapkan armada ke sebelah Timur pada waktu itu untuk menguji keamanan di sebuah kerajaan keeil yang jauh.
Lagi pula penyusunan armada Islam yang pertama adalah pada masa Gubernur Syam, Muawiyah bin Abi Sufyan untuk mencegah serangan-serangan Byzantium terhadap pelabuhan-pelabuhan Muslimin yang memanjang di Laut Tengah karena kapal-kapal Byzantium mengintai pantai-pantai Syam dan Mesir dengan serangan-serangannya. Maka dibangunlah kapal-kapal Islam dan Islam dapat menang.8 Dr. Hamka dalam buku Sejarah Ummat Islam9 memberikan komentar atas persoalan ini dengan perkataannya, "Jika penjelasan yang baru tidak membantah apa yang disebutkan oleh sumber Cina maka sumber ini dapat tetap dipertimbangkan." Sekarang ia juga dapat mengatakan, "Jika penelitian tampaknya membatalkan dugaan Groeneveld dan orang-orang yang mengikuti pendapatnya maka sekarang dugaan itu tidak mempunyai tempat lagi."
Sesungguhnya adanya kapal-kapal Muslimin yang mengarungi lautan-lautan di Timur adalah suatu hal yang telah dimaklumi. Kapal-kapal itu adalah kapal-kapal perdagangan bukan armada-annada yang dikirim oleh negara. Sedangkan kapal-kapal Islam di Laut Tengah adalah kapal-kapal perang dan telah memasuki pertempuran-pertempuran yang membuatnya tidak sempat menguji keamanan di sebuah daerah yang jauh.


1) Ibnu Hauqal Abul-Qasim Muhammad bin Ali Al-Mushili (208-287 H/920977 M) memulai perjalanannya pada tahun 331 H (943 M) dalam waktu lebih dari seperempat abad. Ia memiliki karangan berupa kitab tentang gambar bumi, dan ia membuat peta-peta pada tahun 370 H/ (981 M). Ia menunjungi India dan dunia Islam dari timur ke barat, Andalusia, dan Italia. Namanya disebut dalam kitab Dairatul-Ma'arif lil-Bustani 111/479.
2) Al-Biruni Muhammad bin Ahmad Abu Ar-Rayhan Al-Khawarizmi. Ia dilahirkan pada tahun362 H (973 M). Berangkat bersama Sultan Mahmud AlGhaznawi ke India pada tahun 391 H (1000 M). Ia menumpulkan pengetahuan-pengetahuan selama 40 tahun. Ia memiliki banyak karangan di antaranya al-Atsar al-Baqiyah 'an alQurun al-Khaliyah. Sejumlah karangannya telah diterjemahkan ke bahasa-bahasa Eropa.
3) Pada masa dahulu jalur perdagangan antara Timur Tengah dan Timur Jauh melalui dua jalur. Pertama, jalur Barat yang melintasi Samarkand dan Turkistan sampai ke Cina dan dikenal dengan nama jalur sutera, karena sutera didatangkan dari Cina (Philip K. Hitti, al-Arab, halaman 12). Kedua, jalir laut yang memanjang dari Teluk Arab dan negeri Arab sebelah selatan sampai ke India, Sailan, Burma, dan Indonesia, sampai ke Cina. Jalur ini pada awalnya bersambung dengan Sumatera bagian Utara dan Malaka, kemudian dari sana bercabang jalur lain sampai ke daerah Sumatera dan Jawa. Maulana Sayid Sulaiman An-Nadwi dalam majalah Tsaqafatul-Hid nomor 2 Juni tahun 1950 M menyebutkan bahwa jalur dari negeri Arab adalah jalur Teluk Persia. Para penduduk pantai-pantai Arab dan Persia menjalankan perdagangan mereka lewat darat dan laut. Maka mereka mendatangi pelabuhan-pelabuhan India dan melewati pulau-pulaunya, dan menuju ke Cina dengan melewati Benggala dan Assam kemudian kembali melalui jalur yang sama. Ia juga menyebutkan: "Sesungguhnya jalur antara India dan Eropa selalu dan akan tetap selalu memiliki peran yang sangat penting dan menjadi penyebab perubahan-perubahan sejarah yang penting. Jalur ini dahulu berada di tangan orang-orang Arab." Kemudian ia mengatakan: "Setelah Islam muncul pada abad ke-6 Masehi dan bintang Arab menjulang tinggi, mereka menjadi orang-orang yang mulia, sejak dari Mesir sampai ke Spanyol. Mereka menguasai Laut Tengah dan pulau-pulau yang penting seperti Pulau Creta, Pulau Cyprus, dan lain-lainnya. Maka jatuhlah jalur dunia ini di tangan mereka dan tetap tunduk kepada mereka selama berabad-abad."
4) Majalah Ar-Risalah AI-Islamiyah yang diterbitkan oleh Diwan al-Awqaf nomor 78-79 bulan Ramadhan 1394 H oleh Fakhir Abdur-Razzaq al-ManDa' halaman 32.
5) Al-Manahil nomor 25 tahun 9 bulan Shafar 1403 H (Desember 1982 M) halaman 237 dan seterusnya.
6) Dairah Maafif Al-Bustani 11/499.
7) Abul-Abbas Ahmad bin Abdul-Mukmin al-Qaisi, Syarah Maqamat al-Hariri, Daarul-Kutub Al-Ilmiyah. Beirut 1979 halaman 34.
8) Al-Arab wa al-Malahahfi al-Muhith al-Hindi halaman 184.
9) Dr. Hamka, sejarah umat Islam, jilid iv halaman 55.
Beberapa Tanah Air
Kaum Muslim hingga sekarang menduduki semua pesisir Laut Tengah terutama di sebelah tengah dan timur, dan pesisir-pesisir Laut Merah sebelah kanan dan kiri.
Inilah jalan perhubungan dagang dewasa itu. Apabila Anda keluar dari bab al-Mandab, maka di sebelah kanan Anda terbentang pantai negeri Somalia dan pesisir-pesisir Islam lainnya yang dahulu dinamakan "Garis Islam", yang membujur sampai ke Pulau Zanzibar dan pesisir-pesisimya. Pantai Afrika yang merupakan daerah Islam itu memanjang mulai dari Mesir sampai ke Sudan, Jabart, Somalia, lalu Zanzibar. Garis perdagangan kaum Muslim itu meliputi golongan-golongan bangsa Arab dari keturunan Agil bin Abu Thalib dan keturunan Umar bin Khaththab atau juga dari keturunan-keturunan Alawiyin al-Husaini dari Hadhramaut yang berada di Jibrat, Somalia, sampai ke Harar. Daerah-daerah yang berada dalam garis itu adalah kerajaan-kerajaan Duara, Arabini, Hadia, Syarha, Bali, dan Darah. Di sana terdapat banyak masjid-masjid dan di daerah-daerah pedalaman terdapat suku-suku Islam yang gagah perkasa, yaitu suku-suku Qalah, Ghama, Jabart, Lemwanaria, Jama, Jaru, Shimaru, Walya, Danakel, dan Soumali. Di antara suku-suku itu ada yang terkenal dengan nama an-Nafadi, yakni pedagang dan kepala kafilah-kafilah perdagangan. Kemudian terdapat pula Barbarah dan dusun-dusun kecil di sepanjang pesisir sampai Ras Hafun, lalu Mogadishu, Marka, Barawah, Kenya, dan Uganda.
Sedangkan di pesisir-pesisirnya terdapat Mombasa dan Lamu, di sebelah utara ada Kepulauan Zanzibar dan Bomba. Di al-Jazirah al-Khadra ada seorang gubernur dari keturunan Muhammad bin Isa yang datang dari Syiraz. Dari keturunan ini juga terdapat gubernur yang dahulu memerintah salah satu pulau dari Kepulauan Komoro. Sedangkan tiga pulau di antara Kepulauan Komoro itu diperintah oleh gubernur-gubernur dari keturunan Ahmad bin Isa, saudara dari Muhammad tersebut tadi.
Pulau yang terbesar di antara Kepulauan Komoro itu adalah Pulau Madagaskar sekarang. Penduduk pulau ini dahulu adalah kaum Muslim yang berasal dari suku Alawiyin dan suku-suku bangsa Arab lainnya dan juga dari suku-suku Jawa, Sunda dan Melayu. Di pesisir sebelah selatan, yaitu di Batah masih terdapat sisa-sisa keturunan Arab dan Saadah Alawiyin.
Tempat-tempat itu dahulu merupakan pelabuhan-pelabuhan dagang di mana terbentang jalan-jalan yang menuju pedalaman Afrika seperti Timboktu, Sahara, dan tempat-tempat kerajaan Islam yaitu Sagtu dan Chad. Mozambik juga pemah diperintah oleh Sultan Sayid Muhammad al-Alawi yang kemudian ditipu oleh orang-orang Portugis sehingga mereka dapat menguasai negeri itu termasuk bandar Safalah (ini adalah nama Arab). Di sebelah tenggara tempat-tempat ini sebagian besar penduduknya adalah Muslimin. Sebagian penulis menyebutkan bahwa bangsa Arab dan Persia membentuk daerah kekuasaan di bagian barat Sumatera antara Bengkulu dan Padang di abad pertama Masehi.
Meluasnya Tanah Air Islam
Tanah air Islam benar-benar meluas dengan cara damai dan jarang terdapat bandingannya. Dunia Islam membentang dari Barat Jauh dan Afrika Barat sampai ke Timur Jauh.
Negeri-negeri Islam dimulai dari Jazirah Arab dan terus meluas ke barat, utara, dan timur. Kaum Muslim tersebar di setiap tempat dan menetap di berbagai daerah. Keturunan mereka tetap tinggal di daerah-daerah itu hingga berbaur dengan para penduduknya yang Muslim, yaitu di Sind dan India di berbagai daerahnya, di Pakistan, dan juga di Benggala yang sekarang dikenal dengan nama Bangladesh yang dulu dinamakan, Pakistan Timur. Di Burma dan di Campa juga terdapat minoritas Muslim. Campa dahulu merupakan pusat Islam dan Patani merupakan negeri kaum Muslim yang kemudian dikuasai oleh negara Thailand. Di sebelah timurnya adalah Kerajaan Islam Malaysia, kemudian Indonesia yang jumlah penduduknya sekarang mencapai 145 juta penduduk (data tahun 1984-pen.) di mana 90% di antaranya adalah Muslimin. Kemudian di utara Indonesia terdapat Kepulauan Moro di Filipina yang merupakan negeri-negeri Islam yang kemudian selama ratusan tahun diperangi oleh penjajah yang rakus sehingga Islam hanya terdapat di sebelah selatan yang merupakan benteng kaum Muslim. Di ibukota Filipina, Manila, jumlah Muslimin juga tidak sedikit.
Di negeri-negeri yang terletak "di belakang sungai" dan republik-republik Islam yang berada di bawah kekuasaan Uni Soviet seperti Azerbaijan, Kazakhstan, Uzbekistan, Tajikistan, Kirgistan, dan Turkmenistan jumlah Muslimin mendekati 50 juta jiwa.
Menurut istilah, yang disebut "di belakang sungai" adalah dibelakang Sungai Jaihun dan tempat-tempat di sebelah timur sungai ini, sedangkan di sebelah barat sungai terletak negeri Khurasan dan Khawarizm.1
Negara Turki sekarang (Daulah Usmani dahulu) merupakan negeri kaum Muslim. Islam juga telah sampai ke beberapa bagian di utara Eropa, dan di Polandia, Yugoslavia, Albania, dan lain-lainnya.
Dalam buku Sejarah Aceh dan Nusantara2 ada suatu daerah kuno sebagaimana disebutkan oleh hikayat-hikayat yang bernama Awe yang didiami ulama-ulama dari Arab. Tempat ini sekarang dikenal dengan nama Awe Getah.
Daulah Usmani telah menguasai Eropa Timur selama beberapa abad, dan orang-orang Turki lah yang membawa Islam ke daerah-daerah itu. Kemudian kekuasaan mereka terlepas karena kerakusan negara-negara Barat terhadapnya setelah Peran Balkan. Banyak Muslimin Bulgaria yang pindah ke Turki setelah Perang Dunia 11 untuk menghindari tekanan kaum komunis. Jumlah kaum Muslim di Bulgaria sekitar 3,5 juta jiwa, tetapi aturan komunis mengharuskan mereka mengubah nama-namanya menjadi nama Bulgaria dan jika tidak mau maka mereka tidak akan memperoleh hak-haknya. Mereka juga harus berbaur sepenuhnya baik dalam gaya kehidupan maupun dalam penampilan dan tidak boleh sedikit pun tampil berbeda dengan yang lain walaupun dalam urusan agama. Di Turki telah terbentuk suatu badan yang membela hak-hak kaum Muslim di Bulgaria.
Di Yugoslavia, kaum Muslim jumlahnya banyak. Mereka memiliki masjid-masjid, ulama-ulama, dan sekolah-sekolah mereka sendiri. Mereka tidak mendapatkan tekanan dari pemerintahnya. Di Albania, kaum Muslim yang merupakan mayoritas berada di bawah pemerintahan komunis. Di Yunani, Finlandia, dan lain-lainnya juga terdapat minoritas Muslim.
Minoritas-minoritas Muslim di beberapa daerah- Indonesia
Kaum Muslim di Indonesia merupakan mayoritas di mana persentase mereka mencapai 90% atau kurang sedikit dari keseluruhan penduduknya yang sekitar 145 juta jiwa. Hanya saja di beberapa daerah atau di beberapa pulau, mereka merupakan minoritas seperti di Timor Timur (Timor Loroase-peny.) yang dijajah Portugis selama lebih kurang 400 tahun sejak tahun 1586 M dan telah dapat dikembalikan oleh Indonesia dengan kekuatan.
Jumlah kaum Katholik di sana mencapai 32%, penganut kepercayaan lama 65%, dan sisanya adalah orang-orang Protestan, Muslim, dan Budha. Mereka yang berada di bawah naungan gereja Katholik sekitar 40.000 penduduk. Terhadap mereka ini pemerintah Portugal bersikap toleran sehingga tidak menentang; tradisi-tradisi mereka yang tidak sesuai dengan ajaran-ajaran Kristen. Tetapi pemerintah Portugal bersikap keras terhadap Muslimin, karena itu kaum Muslim meninggalkan ibukota Dili menuju satu tempat di daerah pesisir bernama Alor sehingga mereka seperti terasing di sana.
Setelah j aj ahan ini kembali ke Indonesia, kaum Muslim merasa tenang dan mulailah dakwah Islamiyah dapat berjalan dengan sampainya para dai dan guru-guru dari Jawa. Lalu di sana didirikan sekolah Islam dan dibangun sebuah masjid yang indah untuk mereka yang bernama masjid an-Nur sebagai ganti dari masjid lama yang terbuat dari kayu dan beratapkan jerami. Syiar Islam mulai tampak nyata, hanya saja kendala satu-satunya adalah faktor bahasa karena mereka memiliki bahasa tersendiri yang disebut Proto yang tidak dipahami oleh orang selain mereka, karena mereka terasing dari yang lain. Maka para dai terpaksa berbicara pada mereka dengan didampingi penerjemah. Namun ini tidak cukup. Tetapi sekarang para dai di sana telah mulai memahami bahasa mereka.
Pulau Sumba
Di sebelah timur pulau ini jumlah penduduknya sekitar 11.200 jiwa dan di sebelah barat sekitar 221.690 jiwa. Jumlah golongan Protestan 30%, Katholik 7%, dan Muslimin 6%. Sedangkan sisanya masih berpegang pada agama (kepercayaan) lama. Dai pertama di pulau ini adalah Sayid Abdurrahman bin Abubakar al-Qadri yang dibuang oleh pemerintah Belanda dengan tuduhan menyerukan pemberontakan melawan Belanda. Di ibukota Waingapu sekarang terdapat sebuah lembaga dakwah bernama Nurul-Islam yang sekarang memiliki delapan cabang dan tiga madrasah lbtidaiyah berkat kesungguhan beberapa sayid dari keluarga al-Jufri dan keluarga, Fad'aq.
Flores
Di Flores Timur sebagian besar penduduknya beragama Nasrani. Jumlah Muslimin sedikit. Mereka memiliki dua buah sekolah dan mereka, hanya, terdapat di dua desa saja.
Pulau Bali
Luas pulau ini 5.000 km2. Jumlah penduduknya 2,6 juta jiwa. Pulau yang terletak di sebelah timur Pulau Jawa ini dikenal sebagai pulau Hindu yang menjadi tujuan para wisatawan dari berbagai pelosok dunia yang ingin menikmati pemandangan alam, tarian, penduduknya, tradisi mereka yang turun temurun, dan peribadatannya.
Inilah yang dikenal secara, luas tentang pulau ini. Sebenarnya di sana juga terdapat kaum Muslim. Mereka memiliki desa-desa atau kampung-kampung tersendiri. Islam masuk ke sana sejak tahun 1660 M ketika datang di pulau ini para dai dan lainnya dari kalangan Muslimin Makasar dan Bugis dengan kapal-kapal dagang mereka. Pada tahun 1653 M juga hijrah ke, sana para pejuang dari Makassar setelah mereka. berperang dengan Belanda di Jawa. Mereka pindah ke pulau ini dengan persenjataan mereka. Lalu para penduduk menyambut mereka dan membuatkan dusun-dusun untuk mereka. Para pendatang itu melatih penduduk menggunakan senjata api dan cara-cara membela diri.
Kebudayaan Hindu mempunyai pengaruh yang besar di pulau ini. Orang-orang Hindu sangat terkait dengan adat istiadat mereka yang diambil dari agamanya. Tidak mudah bagi mereka untuk melepaskan diri dari peribadatan mereka yang telah masuk ke dalam hatinya. Karena itu jarang di antara mereka yang masuk Islam. Tetapi peradaban modern mempunyai pengaruh terhadap jiwa para pemuda yang terpelajar, sehingga mereka menolak sebagian tradisi yang tidak dapat lagi mereka terima, di samping adanya dai-dai dari kalangan Muslimin.
Di Gilimanuk, kaum Muslim memiliki masjid. Mereka-baik penduduk asli maupun para pendatang dari pulau-pulau lain-telah berbaur satu sama lain dan telah dipersatukan oleh Islam. Kaum pria memakai kopiah hitam dan kaum wanitanya. menggunakan kerudung.
Di daerah Jembrana, di sepanjang perjalanan menuju desa-desa terdapat masjid-masjid antara satu tempat dengan tempat lain. Jumlah masiid di daerah ini mencapai 37 masjid, tidak termasuk musola-musola. Di sana juga banyak terdapat para dai dan penceramah.
Sensus yang dilaksanakan pada tahun 1979 M menunjukkan bahwa jumlah Muslimin di Jembrana mencapai 31.478 jiwa. Kaum Muslim terdapat di sebagian besar daerah dan desa, jumlah mereka pun beragama ada yang banyak dan ada yang sedikit. Sedangkan jumlah golongan Hindu 148.471 jiwa, sebagian besarnya para petani dan sebagian lagi para pedagang dan pekerja. Sedangkan kaum Muslim menjalankan perdagangan, perindustrian, menjadi pegawai pemerintahan, atau menjadi nelayan. Karena itu Anda jarang menemui seorang Muslim yang menganggur, sebab mereka yang berada di desa-desa bekerja sebagai pedagang.
Di desa Pengambengan kaum Muslim memiliki dua buah masjid besar. Pada setiap hari Jum'at dan hari raya, masjid-masjid dipenuhi orang-orang yang melaksanakan salat. Mereka tidak mau disebut sebagai orang Bali agar tidak dianggap sebagai orang Hindu. Mereka juga menjaga tradisi dan keislaman mereka. Walaupun demikian mereka dapat hidup berdampingan dengan orang-orang Hindu, saling tolong menolong, dan sangat bersikap toleran.
Kaum Muslim di Jembrana memiliki delapan buah ma'had (pondok pesantren). Yang terbesar adalah Syamsul-Huda yang didirikan dan dipimpin oleh Sayid Ali Bafaqih al-Alawi sejak tahun 1935 M. Di sini terdapat sekitar 300 orang siswa. Lalu ma'had Darut-Ta'lim yang siswanya sekitar 200 orang, kemudian ma'had Manba'ul-Ulum jumlah siswanya sekitar 250 siswa, Hayatul-Islam, Riyadhush-Shalihin, Nurut-Ta'lim, Tarbiyatul-Athfal, dan Ta'lim ash-Shibyan. Inilah pesantren-pesantren yang menghimpun para siswa untuk belajar dan tinggal bersama.
Kita juga dapat menemukan sekolah-sekolah Islam di desa-desa Islam. Di desa-desa ini tidak terdengar lagu-lagu Barat dan dan tidak ada gedung-gedung pertunjukan. Tetapi di sini ada acara-acara hadrah dan alat musik semacam rebana.
Berita-berita menunjukkan tentang perpindahan orang-orang Bugis ke tempat ini. Di antara mereka terdapat para dai, di antaranya Haji Syihabuddin, Haji Yasin, dan Syaikh Arab.
Telah tiba juga dari Pontianak beberapa orang dai, di antaranya Sayid Abdurrahman al-Qadri dari keluarga Alawiyin Kesultanan Pontianak dan Syarif Abdullah bin Yahya al-Qadri yang membangun masjid di sebuah tempat yang bernama Air Kuning. Sampai sekarang masjid ini masih ada dan telah berkali-kali diperbaharui. Masjid ini adalah masjid bersejarah.
Dari semenanjung Melayu pada tahun 1850 datang seorang dai besar dari kalangan Alawiyin yang dipanggil Syarif Tua. Selain itu juga Syaikh Bawazir yang wafat di Banyuwangi.
Pada tahun 1268 H (1848 M) seorang dermawan, Encik Ya'kub, penduduk Trengganu (Malaysia) mewakafkan sebidang tanah di Martasari di bawah pengawasan Sayid Abdullah bin Yahya al-Qadri. Ikut pula bersamanya al-Khatib Abdul-Hamid dan Panglima Datuk yang mempunyai keahlian membangun masjid. Diduga Encik Ya'kub termasuk keturunan Sultan Trengganu. Sampai sekarang masjid itu masih berdiri.
Dakwah Islamiyah tersebar berkat usaha para dai pendatang, sehingga jumlah dai dan sekolah-sekolah Islam bertambah banyak. Ketika Belanda dapat mengalahkan Kesultanan Pontianak, Sayid Abdurrahman al-Qadri (seorang kerabat sultan) bersama para pejuang berangkat ke pulau ini dengan menggunakan sejumlah kapal layar dan membangun sebuah masjid atas anjuran dari Sayid Abdullah bin Yahya al-Qadri.
Pada abad ke-17 datang pula para dai dari Serawak, di antaranya Tuanku Lebak dengan salah seorang ulama Arab. Lalu mereka berdua menyebarkan Islam di sejumlah tempat. Dai yang datang dari Serawak termasuk keluarga Sultan Brunei, sedangkan yang datang dari Trengganu dari keluarga al-Aydrus.
Ketika Belanda menyerang pulau ini untuk menjajahnya, Belanda mendapatkan perlawanan yang keras dari penduduknya. Serangan-serangan Belanda terus berlangsung pada tahun-tahun 1846, 1848, 1849, 1855, 1905, dan kemudian tahun 1908, di mana Belanda dapat menjajahnya.
Pada tahun 1715 Raja Jembrana, Gusti Ageng Alit Takung mengumumkan pemberian kebebasan beragama bagi kaum Muslim. Maka mulailah Muslimin menyebarkan agamanya. Muncullah para dai, dan mereka mendirikan masjid-masjid di Jembrana dan di Singaraja.
Ketika terjadi peperangan antara Raja Tabanan dan Raja Jembrana, kaum Muslim berpihak pada yang terakhir, sehingga dapatlah terjadi persahabatan antara penduduk Bali dengan Muslimin.
Pada masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia, Bali pun turut serta dan terjadi pertempuran di sana. Namun Belanda dapat menguasainya, lalu membentuk suatu pemerintahan baginya yang termasuk ke dalam Republik Indonesia Serikat.3
Pulau-pulau di Indonesia Bagian Timur
Yang dimaksud di sini adalah pulau-pulau yang banyak bertebaran di Indonesia bagian timur. Di pulau-pulau ini secara keseluruhan jumlah Musliminnya lebih dari dua juta orang. Jumlah kaum Katholik 6889 orang, Protestan 3480 orang, dan Hindu 63510 orang. Jumlah masjid 2380 buah dan musola 2962 buah. Di sana juga terdapat 17 gereja dan 59 tempat peribadatan lain.
Pulau Buru
Pulau ini terletak di Kepulauan Maluku. Jumlah penduduk seluruhnya sekitar 27.000 orang, di mana jumlah Muslimin sekitar 8.000 orang. Di pulau ini juga terdapat orang-orang asing sekitar 500 orang. Ketika terjadi pemberontakan komunis yang gagal dan dilakukan penangkapan terhadap semua yang terlibat dengan komunis, mereka dibuang ke sejumlah pulau di antaranya Pulau Buru. Maka berangkatlah berbagai utusan ke pulau-pulau yang di dalamnya terdapat tahanan-tahanan komunis untuk menyebarkan dakwah Islamiyah dan menumbuhkan kesadaran Islam pada mereka. Di Buru juga didirikan madrasah-madrasah dengan nama Madrasah al-Hilal.
Kalimantan
Di pulau ini masih terdapat suku-suku primitif. Lalu berkembang agama Nasrani pada suku-suku itu. Golongan Nasrani memiliki sarana-sarana yang tidak dipunyai oleh orang lain. Hanya saja ada pribadi-pribadi Muslim yang mencurahkan kesungguhannya yang hebat dalam menyebarkan Islam. Hal itu dimulai sekitar tahun 1800 M ketika sebagian penduduk asli masuk Islam, di antaranya Haji Abdul-Ghani seorang yang berasal dari suku Dayak. Setelah masuk Islam, ia menyebarkan dakwah Islam di antara kaumnya dan wafat tahun 1926 M ketika melaksanakan haji. Kemudian beberapa orang dari Kalimantan Selatan menyebarkan Islam ke pedalaman pulau ini. Di antara mereka adalah Haji Arsyad Kawiyan yang wafat tahun 1903 M dan dilanjutkan oleh Haji Muhammad dari suku Dayak yang juga seorang qadhi. Ia wafat pada tahun 1930 M.
Di beberapa pedalaman, dakwah dijalankan oleh para pedagang dari Arab. Di antaranya Sayid Ibrahim yang wafat di sana dan dimakamkan pada tahun 1900 M di daerah Kahayan. Dakwah mereka lalu dilanjutkan oleh orang-orang dari Kalimantan Selatan. Di daerah Sampit yang menjalankan dakwah adalah Sayid Hamid yang dibantu oleh Haji AbdulGhani dari Kapuas.
Ketika terjadi konfrontasi militer antara Indonesia dan Malaysia di masa Presiden Sukarno, para perwira Indonesia di daerah-daerah ini mendapati seorang pria dari kalangan Alawiyin yang mempersembahkan dirinya untuk berdakwah dan selalu sabar berpindah-pindah di antara suku-suku itu. Ia hanya memakan apa yang didapat dan tidur di tempat mana saja yang ditemui. Inilah yang diceritakan oleh tentara-tentara itu kepada saya (penulis, Sy. Muh. Dhia' Shahab).
Perkumpulan Muhammadiyah juga telah mengirimkan dai-dainya dan mendirikan sekolah-sekolah dasar di sejumlah daerah. Pada tahun 1933 juga didirikan cabang NU di sana. Lalu, cabang ini mendirikan sebuah madrasah dan kemudian madrasah yang lain lagi pada tahun 1936. Setelah itu madrasah-madrasah menjadi banyak jumlahnya.
Di Pulau Kalikur dan Flulau Nara setengah dari penduduknya adalah orang-orang Nasrani sedangkan jumlah Muslim sekitar 20.000 orang. Islam tersebar di pulau ini dan di pulau-pulau lainnya. Beberapa orang haji dari pulau ini menceritakan hal itu kepada saya pada tahun 1388 H.
Di Pulau Mentawai yang terletak di sebelah barat Pulau Sumatera, agama Nasrani masuk pada tahun 1901 M, hingga jumlah penganut Nasrani mencapai 4330 orang. Kemudian beberapa penduduk masuk Islam. Maka mulailah Islam tersebar di sana. Di antara yang masuk Islam adalah seorang pendeta yang menyebut dirinya llyas pada tahun 1948 setelah para da'i sampai ke sana. Kemudian terjadi kekacauan sejak tahun 1955 sampai tahun 1960 yang menyebabkan dakwah Islam menjadi lemah dan para dai meninggalkan pekerjaan mereka sehingga jumlah Muslimin menjadi sedikit. Kini sampai berita kepada saya bahwa akhimya para dai tiba kembali ke sana untuk menyebarkan Islam dan membangun madrasah-madrasah serta masjid-masjid.
Inilah sebagian daerah-daerah di Indonesia yang memiliki minoritas Muslim. Tampaknya antara Islam dan Nasrani terdapat persaingan yang damai dalam penyebarannya. Kaum Nasrani mengandalkan kekuatan materi dan keluasan pekerjaan mereka, sedangkan kaum Muslimin dengan semangat dan solidaritas mereka.
Kepulauan Melayu
Yang kami maksud dengan Kepulauan Melayu adalah semua daerah yang terletak di wilayah Asia Tenggara, mulai dari Patani, Leghori (keduanya sekarang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Thailand), Semenanjung Melayu, Serawak, Sabah, Brunei, seluruh Kepulauan Indonesia, dan seluruh kepulauan yang sekarang dinamakan Filipina.
Orang-orang Hindu dahulu menamakan kepulauan ini Jawadwipa. Dari penamaan inilah nama Jawa digunakan untuk menamakan daerah ini secara umum, dan kemudian nama ini hanya khusus untuk Pulau Jawa saja. Mereka (orang-orang Hindu dahulu) juga menamakan Sumatera dengan Swamadwipa, dan menamakan Brunei dengan Amadwipa.
Nama-nama ini sekarang telah berubah. Kepulauan yang dahulu berada di bawah penjajahan Belanda dinamakan Indonesia dan yang dahulu berada di bawah penjajahan atau perlindungan Inggris dinamakan Malaysia.
Dr. Muhammad Taqiuddin,4 penesehat urusan-urusan Islam di Malaysia mengatakan:
"Malaysia menurut pengertian sekarang adalah khusus bagi kerajaan yang berdiri pada tahun 1963 M ini. Tersebarnya Islam di Malaysia, Indonesia, dan Filipina terjadi pada masa yang saling berhubungan dan dengan cara serta usaha bersama-sama. Masuknya Islam ke Malaysia dianggap terjadi pada masa yang sama dan prosesnya sebagaimana cerita tentang masuknya Islam ke Indonesia dan Filipina pada tahap-tahap awalnya.
"Islam masuk ke Kepulauan Melayu melalui pedagang-pedagang Arab tidak lama setelah kemunculannya di Jazirah Arab, walaupun kepastian kapan masuknya Islam ke kepulauan ini masih belum disepakati oleh para peneliti. Hanya saja, sumber-sumber yang dapat dipercaya menguatkan adanya hubungan yang kuat antara bangsa Arab dengan daerah ini sejak abad kedua Masehi, yaitu sebelum munculnya Islam, di mana saat itu kekuasaan atas laut dari Teluk Arab sampai ke Cina berada di tangan bangsa Arab.
Malaysia
Malaysia adalah kerajaan Islam, di mana Islam merupakan agama resminya. Pengertian yang tersebar di kalangan rakyat adalah bahwa Melayu adalah Islam (Melayu identik dengan Islam). Jika seseorang masuk Islam maka dikatakan bahwa ia masuk (menjadi) Melayu. Islam di sana telah mengakar.
Gerakan kemerdekaan dimulai pada tanggal 31 Agustus 1957 dalam sebuah persekutuan yang terdiri dari kesultanan-kesultanan. Masing-masing kesultanan memiliki kewenangan yang terbatas. Sultan adalah penjaga Islam di kesultanannya. Mazhab resmi adalah mazhab Syafi'i sebagaimana yang diamalkan oleh rakyat Indonesia, Filipina, Brunei, dan Patani.
Setiap sultan menjabat Raja Malaysia secara berganti-ganti untuk masa lima tahun. Malaka dan Penang yang keduanya dahulu berada di bawah penjajahan Inggris sekarang langsung menjadi bagian dari Persekutuan Malaysia. Kekuasaan tertinggi berada di bawah majelis para sultan dan para gubernur dalam pemerintahan persekutuan (federasi) di samping badan penasihat yang terdiri dari para ulama. Setiap kesultanan mengurus urusan dalam negerinya masing-masing dan di hadapan keadilan semuanya memiliki hak-hak yang sama. Sedangkan tradisi-tradisi yang telah berlangsung turun temurun tetap dihargai. Jumlah penduduk Malaysia menurut sensus tahun 1981 adalah 14,1 juta jiwa yang terdiri dari 45% Melayu, 29% Cina, dan 8,6% India, sedangkan sisanya dari berbagai bangsa yang lain. Sekarang jumlah penduduk Malaysia mencapai 16 juta jiwa.
Sebagian besar orang Melayu bekerja di sektor politik (pemerintahan) sedangkan orang-orang Cina menjalankan perdagangan.
Pada tahun 1982 dibuka perguruan tinggi Islam resmi di Malaysia dan pada tahun 1983 diberikan pengajaran yang berkaitan dengan kebudayaan dan peradaban Islam di semua sekolah-sekolah resmi dan tidak resmi. Juga dilipatgandakan aktivitas dan kegiatan dalam surat kabar, pendidikan, dan dakwah untuk menyebarluaskan pengetahuan-pengetahuan tentang agama Islam.
Parlemen Malaysia juga menyetujui pendirian bank Islam, sebagaimana juga sejak masa yang lama ia menghidupkan syiar Islam dan hal itu terus berlangsung sampai sekarang. Parlemen juga memandang bahwa jika semua unsur non-Muslim memahami Islam maka hal itu akan meringankan persaingan di antara agama-agama. Jadi tidak adanya pemahaman merupakan salah satu sebab dari saling bersaing dan saling menjauh.
Kesultanan Malaka
Pada tahun 1409 M seorang panglima Cina bernama Cheng Ho mengunjungi Kesultanan Malaka. Para pedagang Islam pun berdatangan ke sana dari negeri-negeri Arab, India, dan Persia untuk berdagang dan berdakwah. Mereka mendapati bahwa di sana mereka memiliki saudara-saudara seagama dan pemerintah memperhatikan Islam dan menjaganya, sehingga para pendatang merasa bahwa menetap di sana adalah suatu hal yang baik.
Kesultanan Malaka mampu memelihara kedudukannya dan menjaga dirinya serta hidup, secara damai dengan Siam walau untuk sementara waktu. Di masa itu daerah kekuasaannya meluas di Semenanjung Melayu dan Sumatera Timur serta menguasai Selat Malaka.
Pada masa Sultan Abdullah (Manshur Syah), anak Sultan Qasim (Muzhaffar Syah) pada tahun 1459 M didirikan Perkumpulan Ulama Muslimin untuk membahas hal-hal yang bermanfaat bagi negeri ini dalam naungan hukum Islam. Hal itu menunjukkan pengaruh ulama di negeri ini. Pada masa itu Islam tersebar dengan kuat di Asia Tenggara.
Di antara hal yang menunjukkan perhatian Sultan atas ilmu dan agama Islam serta pengetahuannya tentang hal tersebut adalah ia memiliki sebuah perpustakaan besar dengan bermacam-macam buku. Hanya saja buku-buku itu kemudian hilang menjadi debu ketika dilalap api dalam kebakaran yang melanda istana.
Raja-raja berganti-ganti memerintah negeri ini dan Islam benar-benar bersinar terang. Para pendatang Muslim berbaur dengan para penduduk karena mereka mendapati bahwa mereka mempunyai saudara-saudara seagama dan mereka memiliki hak-hak sebagaimana yang dimiliki oleh para penduduk asli. Tidak ada fanatisma kesukuan ketika itu kecuali fanatisme terhadap Islam. Dengan cepat para pendatang menyatu dalam masyarakat Melayu, sehingga negeri itu bertambah maju dalam kesenangan dan kebahagiaan.
Hubungan Kesultanan Malaka dengan pemerintah Cina berlangsung baik. Ketika Kerajaan Cina diperintah oleh Raja Cheng Tsu dari Dinasti Ming tahun 1403 M, Sultan Muhammad mengirim utusan untuk menyampaikan ucapan selamat atas naiknya sang Raja ke singgasana kerajaan. Maka Raja Cina pun menyambut utusan itu dengan sambutan yang baik. Kemudian utusan itu kembali dan raja Cina tersebut mengirim beberapa orang untuk menemani mereka yang membawa hadiah-hadiah yang berharga.
Setiap tahun Kesultanan Malaka juga mengirimkan sejumlah emas untuk Cina. Jadi kedua belah pihak saling bertukar hadiah-hadiah.
Di Malaka terdapat sebuah masjid kuno yang dibuat menurut gaya (arsitektur) Cina. Masjid ini dibangun oleh Muslimin dari kalangan orang Cina. Malaka juga selalu diramaikan oleh para pelancong dan dengan dagangan-dagangan yang dibawa kapal-kapal dari berbagai tempat. Kapal-kapal itu terlihat datang, berlabuh, dan berangkat lagi.
Sultan Muhammad wafat pada tahun 1414 M. Lalu Malaka diperintah oleh puteranya, Iskandar Syah (1414-1424 M). Yang pertama dilakukannya adalah mengadakan perjalanan ke Cina untuk memperbaharui persahabatan. Ikut pula bersamanya Sultan Pasai dan Sultan Brunei yang wafat di Cina. Pada tahun 1419 M ia mengadakan perjalanan yang kedua ke Cina. Setelah ia wafat yang memerintah Malaka adalah puteranya, Qasim (Muzhaffar Syah) antara tahun 1424 M sampai tahun 1444 M. Beliau, dikenal keadilannya dan kepandaiannya dalam pembagian tugas sehingga negeri ini menjadi makmur dan aktivitas perdagangan bertambah maju.
Tetapi negara tetangganya yaitu Siam ingin menghadangnya karena didorong oleh kerakusan untuk menguasai negeri-negeri lain. Raja Siam yang bernama Para Chauwasi memberikan peringatan kepada Malaka untuk mengaku tunduk kepadanya. Namun balasan yang diterimanya adalah penolakan. Maka Siam pun mengirim pasukan untuk memeranginya, tetapi Malaka dapat mempertahankan diri dan mengusir musuh yang melanggar itu. Kemudian raja Siam kembali mengirim pasukan kedua kalinya, namun pasukan itu juga kembali dengan kegagalan. Setelah itu yang memerintah Malaka adalah Abdullah (Manshur Shah) antara tahun 1444 M sampai tahun 1477 M, putera Sultan Muzhaffar Syah. Ia pun mulai mengusir sisa-sisa pasukan Siam dari Pahang dan dapat mengembalikan Pahang ke dalam kekuasaannya. Lalu wakil Raja Siam dapat ditawan dan dibawa ke Malaka. Maka Sultan pun memuliakannya. Lalu Sultan mengirim utusan ke Raja Siam mengajaknya untuk berdamai. Maka kedamaian pun dapat kembali.
Sebagian daerah Sumatera meminta perlindungan dari Malaka, sehingga Malaka pun melindunginya. Malaka juga menguasai sebagian daerah yang lain dengan kekuatan. Ia mengerahkan kemampuannya untuk mengajak orang-orang yang belum memeluk Islam dan juga mengirim para dai. Ketika para tawanan ditawan, kesultanan mengajak mereka masuk Islam. Kekuasaan Malaka meluas sampai ke sebagian besar Semenanjung Melayu dan beberapa daerah Sumatera. Banyak Muslimin yang hijrah ke sana untuk mendapatkan kesenangan di bawah naungannya. Kerajaan ini pun menyambut dan memuliakan mereka.
Di Malaka terdapat orang-orang India, Afghanistan, dan Arab. Tersebar pula ilmu-ilmu keislaman dan pembahasan-pembahasan ulama dalam masalah-masalah hukum dan tasawuf. Di antara mereka ada ulama-ulama yang semula tinggal di Pasai, kerajaan yang terkenal. Kaum Muslim pendatang ikut dalam pembahasan-pembahasan ini sebagaimana mereka juga ikut serta dalam perkara-perkara lain di kerajaan ini.
Sultan Alaudin Riayat Syah memerintah dari tahun 1477 M sampai tahun 1511 M. Setelah itu yang memerintah Malaka adalah Sultan Mahmud, sultan terakhir dari kerajaan ini.
Sampainya Portugis ke Malaka
Pada tahun 1509 M kapal-kapal Portugis sampai di Malaka dibawah pimpinan Diego Lopez de Sequeira. Perdana Menteri pun menyambutnya dengan hangat. Kemudian Sultan dan rakyat memberikan peringatan atas tindakan-tindakan pimpinan Portugis itu. Ia pun tunduk dengan keinginan rakyat. Namun ia membuat kesalahan lain dengan mencoba memungut upeti, sehingga kaum Muslim menyerang orang-orang Portugis. Sebagian di antara mereka dapat melarikan diri, namun sebagian lagi menjadi tawanan Malaka.
Pada tahun 1511 M Portugis menyerang Malaka, tetapi mereka pulang dengan kegagalan. Semangat menyala di dalam jiwa kaum Muslim. Kemudian musuh pun kembali dengan membawa kegagalan ke Goa, jajahan mereka, di India.
Setelah peperangan yang dahsyat, Portugis dapat menguasai Malaka setelah Alfonso L'Buquerque berpidato di hadapan pasukannya dengan mengatakan:
"Jika kita mampu mengusir orang-orang Arab dari negeri ini berarti kita benar-benar telah menunaikan ibadah kepada Allah karena ajaran-ajaran Muhammad akan padam selama-lamanya. Saya yakin jika kita dapat menguasai daerah ini maka Mekah dan Mesir akan menjadi daerah yang kering, sepi dari para penduduk."
Lalu ia menyampaikan kepada rajanya tentang keberhasilan usahanya dan bahwa jalan ke Mekah telah terputus, semua orang Arab telah terbunuh, dan rajanya telah kabur.
Sultan Malaka tidak merasa senang, sehingga ia melancarkan serangan balasan berkali-kali terhadap musuh, tetapi kemenangan belum berpihak kepadanya. Kemudian ia mengumpulkan pasukan sehingga terpaksa menjadikan Johor yang merupakan bagian dari Kesultanan Malaka sebagai ibukota kerajaannya. Ia juga tidak mendapatkan apa yang diharapkannya dari pemerintah Cina.
Kemudian dalam medan peperangan itu muncul Aceh dan menguasai semua daerah Sumatera bagian timur dalam rangka menyatukan negeri-negeri dan meluaskan daerahnya, padahal daerah-daerah ini takluk kepada Kerajaan Malaka. Maka kedua kerajaan Islam ini pun saling berhadapan. Aceh juga menyerang Portugis di Malaka sebanyak 14 kali, sehingga ia berperang menghadapi dua pihak, yaitu Johor yang Muslim dan Malaka yang sedang diduduki, padahal keduanya (Aceh dan Johor) sedang berperang melawan musuh yang sama. Aceh akhimya dapat menguasai Johor dan menawan rajanya, kemudian mengembalikannya ke negeri di ibukotanya yang baru, yaitu di Batusawar.
Belanda bekerjasama dengan Johor memerangi Portugis dan kemudian Malaka jatuh ke tangan orang-orang Belanda. Setelah itu Belanda mulai ikut campur dan berbuat untuk kepentingan sendiri dalam menggali timah dari tambangnya di Perak. Lalu terjadi pertentangan di antara kaum Muslim sendiri. Maka Belanda pun memanfaatkan kesempatan ini. Ia berpihak kepada sebagian negeri dan mendapatkan keistimewaan-keistimewaan.
Sedangkan orang-orang Portugis jika menguasai suatu negeri mereka memperbudak penduduknya dan menyebarkan agama Kristen. Penyebar agama Kristen di Malaka adalah St. Francis Ravi pada tahun 1545 M, 1550 M, dan 1553 M. Ia menjadikan gere Malaka sebagai pusat penyebaran Kristen di Asia Tenggara.
Kemudian terjadi revolusi dan Sultan Mahmud terbunuh. Lalu kesultanan dipegang oleh salah seorang menteri dan mendapat gelar Sultan Abdul-Jalil. Maka berakhirlah kesultanan keluarga sultan-sultan Malaka. Setelah itu bangkit persekutuan Siak, Minangkaba dan Bugis untuk menyerang Johor. Lalu Sultan Abdul-Jalil meminta bantuan kepada Belanda, namun Belanda tidak membantunya. Akhirnya Johor takluk kepada Siak. Lalu orang-orang Bugis memberontak terhadap Siak. Namun Sultan Siak dapat menyelamatkan diri.
Kemudian Johor diperintah oleh Sultan Sulaiman dan oran Bugis ikut dalam pemerintahan. Mereka menguasai Selangor dan menetapkan penguasa baginya dari kalangan mereka sendiri, yaitu Sultan Shalahuddin.
Belanda khawatir terhadap perbuatan-perbuatan orang Bugis dan kemudian menjalin kesepakatan dengan Johor. Lalu berkobarlah peperangan antara Bugis dengan Belanda dan Bugis dapat menguasai Kepulauan Riau. Peperangan terus berlanjut dan kemenangan silih berganti diperoleh masing-masing pihak.
Agresi Negeri Siam
Serangan-serangan Siam yang gagal atas Malaka telah dua kali dilancarkan. Siam mencoba menyerangnya untuk ketiga kalinya. Tetapi-sebagaimana yang dikatakan buku Sejarah Melayu-datang seorang Sayid dari Arab dan meminta kepada pemerintah Malaka agar urusan mempertahankan negeri menghadapi si pelanggar ini diserahkan kepadanya yang akan melakukannya dengan caranya yang khusus. Maka ia pun menangani urusan itu dan memperoleh kesuksesan.
Siam juga menyerang Kedah. Maka Sultan Ahmad memerangi penjajahan Siam di Kedah dan di Perak. Ia dibantu oleh Sultan Selangor, tetapi Inggris bersikap menentangnya dan berpihak pada Siam. Berbagai peristiwa terjadi dan mulailah Inggris menancapkan kukunya di wilayah Melayu. Akhirnya setelah diadakan beberapa kali perundingan, pihak Siam memandang bahwa ia tidak memiliki kemampuan lagi untuk peperangan ini. Maka ia menerima untuk berdamai dengan Sultan Ahmad Tajuddin dan Sultan kembali ke kerajaannya pada tahun 1842 M dan Perlis memisahkan diri darinya.
Siam juga menguasai Kedah, Kelantan, dan Trengganu. Lalu kekuasaannya bertambah setelah peperangannya dengan Burma pada tahun 1770 M.
Inggris
Orang pertama yang mendirikan markas Inggris adalah Alexander Dairymple. Sultan Sulu pada tahun 1771 M mengizinkannya untuk mendirikan markas di Kalimantan Utara. Orang-orang Inggris juga berusaha untuk mendirikan markas-markas perdagangan di Aceh, Kedah, dan lain-lain, namun mereka mengalami kegagalan. Lalu pada tahun 1785 dan 1786 Sultan Kedah, yaitu Sultan Abdullah menyetujui adanya markas di Pulau Penang. Inilah pintu masuk bagi penjajahan di pulau ini.
Di antara sebab-sebab yang membuat Sultan Abdullah mengizinkan pembangunan markas Inggris adalah karena sebagian penduduk berhubungan dengan orang-orang Bugis di Selangor untuk memerangi Sultan. Selain itu juga adanya, kekhawatiran terhadap Burma setelah kemenangannya atas Siam yang kekuasaannya memanjang sampai Patani. Perluasan kekuasaan Burma ini merupakan peringatan berbahaya bagi Kedah yang berada di bawah perlindungan Siam. Lalu Burma meminta kepada Kedah agar menyediakan pasukannya. Jika Kedah menerima permintaan Burma ini maka bahaya akan datang dari Siam dan dari Burma. Dalam kesempitan ini Sultan mengarahkan pandangannya ke Inggris yang sedang mencari tempat-tempat untuk membangun markas-markas bagi mereka. Itu adalah berkat seorang sahabatnya yang bernama Kapten Francis Light dengan syarat-syarat Inggris melindungi Kedah jika diserang, perdagangan antara Kedah dan Penang berlangsung dengan bebas, Inggris membayar 30 ribu uang Spanyol dan tidak ikut campur masalah dalam negeri Kedah.
Bendera Inggris dapat berkibar di Pulau Penang pada tahun 1786 M dan Light berkuasa atas pulau itu. Namun ia mulai menunda-nunda. Sultan menganggap penguasaan atas Penang tidak sah, apalagi kesepakatan tidak ditetapkan secara resmi. Maka hubungan pun menjadi memburuk.
Pada tahun 1790 M Sultan memberikan peringatan agar Light harus menyingkir dari pulau Penang. Sultan merasa tidak tenang menghadapi perbuatan makar ini. Maka mulailah ia menyiapkan pasukan dan menyerang pulau itu berkali-kali, namun ia belum juga mendapat kemenangan. Lalu ia meminta bantuan kepada para pejuang yang bekerja di laut dan kepada mereka yang disebut oleh orang-orang barat sebagai "bajak laut".
Pada tahun 1791 M Light menyerang Kedah. Akhirnya berlangsung perundingan, di mana hasilnya adalah Sultan menerima 6000 dolar tanpa mendapat bantuan apa pun. Keinginan Inggris adalah mengamankan jalur-jalur pelayaran untuk kepentingannya dan membuat markas perdagangan. Semua itu telah diperoleh dan ia tidak peduli cara apa yang digunakan untuk mendapatkannya.
Pendudukan Inggris Atas Malaka dan Singapura
Kami telah menyebutkan bagaimana keadaan-keadaan berkembang di masa Sultan Abdullah sampai di masa Inggris dapat menduduki Pulau Penang. Dan dengan langkah seperti itulah Jenderal Raffles menguasai Singapura pada awal abad kesembilan belas. Kemudian Malaka takluk kepada Inggris berdasarkan kesepakatan antara Belanda, dan Inggris pada tahun 1924 M.
Semula Singapura menjadi negara yang tunduk kepada Kesultanan Johor. Sultannya adalah Sultan Abdurrahman. Sultan ini mempunyai kakak bernama Sultan Husein. Lalu Raffles mengadakan kesepakatan dengan Sultan Husein pada tahun 1819 bahwa Sultan akan membayar 5.000 dolar dengan syarat Inggris tidak turut campur atas masalah-masalah dalam negeri Singapura. Kemudian Inggris dapat menguasai Singapura dan jadilah ia sebagai pelabuhan bebas. Pada tahun 1824 M urusan administrasi negeri itu diserahkan kepada Inggris dengan imbalan 33000 dolar untuk Sultan dan 28000 dolar untuk wakilnya yang digelari Tumenggung. Setiap bulan Sultan juga menenma 1300 dolar dan wakilnya 700 dolar selama hidupnya. Sultan Husein wafat pada tahun 1835 M. Lalu anaknya, Ali menggantikannya sampai tahun 1840 M. Singapura mencapai kemajuan yang nyata dengan adanya para pendatang dari berbagai bangsa. Perdagangannya maju, tanah-tanah dibagikan kepada semua yang datang ke Singapura, dan semua orang memiliki hak-hak dan perlakuan yang sama.
Sedangkan Malaka sebagaimana yang telah kami sebutkan telah diduduki oleh Inggris. Kemudian Malaka, Pulau Penang, dan Singapura pada tahun 1826 M dijadikan berada di bawah satu pemerintahan yang dinamakan Negeri-negeri Selat yang tunduk kepada Gubernur Jenderal Inggris.
Jumlah orang-orang Arab yang tinggal di Singapura pada tahun 1830 adalah 28 orang, orang Cina 6021 orang, dan orang Melayu 2643 orang.
Islam di Singapura Dewasa Ini
Sayid al-'Allamah Isa bin Muhammad bin Semith, mufti Singapura menyebutkan bahwa jumlah Muslimin di pulau ini sekitar 400.000 orang. Mereka memiliki seratus perkumpulan untuk melayani kebutuhan-kebutuhan Muslimin. Realisasi dari kegiatan tolong menolong di antara mereka menjadi lengkap dengan berdirinya Lembaga Dakwah Islamiyah pada tahun 1981 M. Di Singapura terdapat Majelis Islam di mana ketua dan sekretaris umumnya memegang tanggung jawab masalah-masalah kepengurusan (administrasi) sedangkan mufti mengurus masalah-masalah yang berhubungan dengan agama. Majelis ini mengawasi wakaf-wakaf Islam, baitul-mal, masjid-masjid dan kebutuhan-kebutuhannya, sekolah-sekolah Islam, pengumpulan dan pembagian zakat, dan pelaksanaan haji. Juga terdapat mahkamah bagi urusan-urusan Muslimin dan masalah-masalah pribadi mereka.
la mengatakan:
"Pemerintah telah memasukkan masalah pembangunan masjid sebagai bagian dari pembangunan negara. Sejak tahun 1960 mulai diperhatikan pengkhususan tanah-tanah untuk pembangunan masjid-masjid. Kemudian selesailah pembangunan masjid baru yang pertama yaitu masjid Muhajirin. Kaum Muslim juga mengumpulkan dana untuk membangun masjid-masjid di kampung-kampung mereka dan bersedia menyisihkan sebagian dari gaji bulanannya sekitar lima puluh sen.
"Majelis tersebut mengawasi dana-dana untuk pembangunan masjid-masjid. Pada tahap pertama majelis telah mendirikan enam masjid dan pada tahap kedua sembilan masjid. Setiap masjid memiliki dewan yang berada di bawah Majelis al-Islami."
la juga mengatakan:
"Masjid bukan satu-satunya tempat yang memberikan ajaran agama. Agama juga dipelajari di sekolah-sekolah khusus Islam, di samping pada sejumlah sekolah pemerintah dan semi pemerintah. Pelajaran agama akan masuk menjadi materi kurikulum yang ditetapkan pada semua sekolah lanjutan atas, baik pemerintah maupun semi pemerintah pada tahun 1984 M.
"Departemen Pendidikan dan Majelis Islam secara bersama-sama menetapkan program pelatihan bagi guru-guru Muslim. Guru-guru inilah yang nantinya akan melaksanakan pengajaran materi-materi agama di sekolah-sekolah itu."
Mufti Sayid Isa bin Semith adalah lulusan Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar di Kairo. Ia memiliki fatwa-fatwa, kajian-kajian, dan studi-studi Islam. Ia juga mengarang sebuah buku tentang Islam di Singapura, dakwah dan pengaruhnya.5
Masjid-masjid dan Madrasah-madrasah lslam di Singapura
Di antara madrasah-madrasah Islam yang teratur yang paling terdahulu di Singapura adalah madrasah as-Seggaf, madrasah al-Juneid, dan madrasah al-Ma'arif al-Islamiyah wa ad-Diniyah al-Islamiyah. Sayid Muhammad bin Ahmad bin Abdurrahman as-Seggaf mendirikan madrasah as-Seggaf pada tahun 1912 M (1331 H) di kampung Qalam di mana terdapat istana sultan dan masjid sultan. Kakeknya termasuk pendatang pertama keluarga as-Seggaf ke Singapura, yaitu pada tahun 1824 di masa Tumenggung Johor Abdurrahman.
Pengajaran sebelum dan sesudah itu diberikan di masjid-masjid, musola-musola, dan rumah-rumah para guru. Jadi tempat-tempat ini merupakan pusat (markas) dalam sejarah penyebaran ajaran-ajaran Islam.
lbunda dari Sayid Muhammad bin Ahmad as-Seggaf adalah Ratu Hajjah Siti Fathimah binti Sultan Qawafi Sulawesi. Keluarga as-Seggaf telah mendirikan rumah-rumah untuknya di kota asSeggaf (Jawaruda) dan membangun sebuah masjid dengan nama Hajjah Fathimah yang masih ada sampai sekarang.
Sayid Muhammad memiliki amal-amal kebaikan yang luas dan bantuan-bantuan untuk kesejahteraan rakyat, masalah-masalah kesehatan, dan membantu Muslimin yang membutuhkan, dalam bentuk yang hampir tidak dapat dibandingkan, seperti membantu anak-anak yatim, membiayai orang yang ingin kembali ke tanah airnya yang keadaan materinya tidak memungkinkan, dan amal-amal kebaikan lainnya. Wakaf-wakaf itu masih terpelihara sampai generasi ketiga.
Di antara amal kebaikannya adalah mendirikan lembaga persatuan untuk amal-amal kebaikan pada tahun 1904 M yang merupakan persatuan Islam pertama di Singapura untuk melayani kebutuhan-kebutuhan kaum Muslim dan urusan-urusan keagamaan mereka. Keluarga-keluarga lain selain keluarga as-Seggaf yang ikut berpartisipasi dalam pendirian lembaga persatuan itu di antaranya adalah keluarga Aidid, Mahbub bin Fadhal, Haji Muhammad bin Hakim, dan M. Muhammad. Persatuan ini melaksanakan pembangunan masjid-masjid dan makam-makam, menyelenggarakan pengajaran, dan pembangunan Darul-Ihsan bagi anak-anak putra dan putri serta orang-orang fakir. Juga membangun tempat tinggal-tempat tinggal bagi yatim Muslimin, mengurus jenazah, mendidik anak-anak terlantar, dan sebagainya. Yang mengurus masalah-masalah wakaf adalah Sayid Muhammad as-Seggaf dan Sayid Umar bin Ahmad as-Seggaf. Kemudian setelah mereka, yang mengurusnya adalah Sayid Abdurrahman bin Thaha as-Seggaf yang wafat pada tahun 1955.
Sayid Umar bin Ahmad as-Seggaf telah mendapatkan pengakuan yang besar di negeri-negeri Timur Jauh karena amal-amal kebaikannya pada tahun 1927. Begitu juga putranya, Dato Sayid Ibrahim yang merupakan konsul kehormatan pemerintah Irak. Pada pertengahan tahun tujuh puluhan ia menjadi konsul pertama Kerajaan Arab Saudi.
Di antara masjid-masjid yang pertama di Singapura adalah masjid-masjid yang didirikan oleh Sayid Umar bin Ali al-Junaid di empat kampung: Kampung Malaka, Kampung Susu, Kampung Bengkulu, dan Hight Street. Juga telah diperbaharui pembangunan masjid Kampung Jawa dengan bantuan para Saadah Alawiyin.
Sayid Abdurrahman bin Abdullah al-Kaf mendirikan sebuah masjid di jalan Market dan Sayid Muhammad bin Salim bin Ahmad al-Aththas mendirikan sebuah masjid yang sampai sekarang masih diramaikan orang.
Semenanjung Malaya
Sekalipun Selat Malaka memisahkan wilayah Semenanjung Malaya dengan Pulau Sumatera, tetapi ia tidak memisahkan keduanya dalam hal kebangsaan, agama, bahasa, dan emosi. Pada beberapa periode sejarah, Semenanjung Malaya dan Sumatera merupakan satu negara. Mungkin di antara raja-raja Aceh ada yang berasal dari Semenanjung Malaya dan juga sebaliknya. Hubungan antara kedua wilayah ini terjalin berdasarkan persaudaraan Islam, walaupun kadang-kadang terjadi persaingan dan pertentangan antara negeri-negeri Melayu. Mereka meminta bantuan pada saudara-saudaranya dari Sumatera, terutama untuk menghadapi penyerang-penyerang bangsa asing.
Kesultanan Aceh pemah mengirim bantuan bagi Malaka dengan pasukannya untuk memerangi orang-orang Portugis, padahal Aceh berada di Sumatera, sebagaimana Jawa juga pernah mengirimkan bala bantuan pada masa Kerajaan Demak untuk membela Malaka melawan Portugis. Contoh-contoh seperti ini banyak.
Ini pada masa lalu. Pada abad kesembilan belas Masehi negeri Johor menghadapi kerakusan bangsa Siam dan terlibat dalam peperangan-peperangan dahsyat dengannya. Ketika muncul Inggris, secara bertahap mereka mulai campur tangan dengan berbagai cara. Sewaktu terjadi pertentangan di antara negeri-negeri, Inggris mulai ikut campur tangan dalam mendamaikan mereka demi kepentingan perdagangannya sendiri. Ia membantu suatu negeri jika hal itu membawa keuntungan baginya. Di antara kepentingan Inggris adalah agar keamanan tetap terjaga di tanah Melayu. Karena itu ia mulai mengutus penasihat ke setiap negeri atau kesultanan dan mulailah secara bertahap penasihat ikut campur tangan dalam segala urusan kecuali masalah-masalah agama, tradisi, dan adat istiadat. Kemudian terjadi kesepakatan-kesepakatan (perjanjian-perjanjian) yang membatasi kewenangan sultan-sultan dan lain-lainnya. Lalu para penguasa sadar sehingga terjadi pemberontakan melawan Inggris.
Sultan Perak berusaha memperdaya penasihat Inggris dan ia benar-benar terbunuh. Maka Inggris pun mengirimkan pasukan dan mengeksekusi mereka yang terlibat dalam pembunuhan penasihat itu dan membuang Sultan Abdullah, para pangeran, dan para panglima ke Pulau Seychelles.
Kemudian terjadi pertentangan tentang siapa yang akan diangkat menjadi sultan Perak. Sebagian ingin mengangkat Syarif Ismail bin Raja Hitam bin Shahab dari keluarga Kesultanan Siak mengingat ibu dari ayahnya adalah Ratu Raja Mandaq binti Sultan Ahmadin. Lalu ia berkuasa dari tahun 1871 sampai 1874. Kemudian Inggris campur tangan dan hilanglah pertentangan.
Pada mulanya Perak bukan merupakan kesultanan, tetapi penguasanya Ja'far mulai menguasainya hingga menjadi sultan pada tahun 1866. Akhimya muncul pemikiran untuk mempersatukan kesultanan-kesultanan pada tahun 1896. Kemudian berkecamuk Perang Dunia 11 dan pasukan Jepang dapat menguasai Malaya pada tahun 1942. Lalu pada tahun 1948 sultan-sultan dan partai-partai membentuk negara federasi Malaysia dari 9 kesultanan setelah pendirian partai UMNO tahun 1946 di bawah pimpinan Menteri Besar Kesultanan Johor, Dato Aun bin Ja'far.
Setelah itu muncul perlawanan orang-orang komunis dan kemudian terjadi pemberontakan bersenjata yang menuntut agar Malaya menjadi Republik. Sedangkan mereka yang belajar di negara-negara Arab menginginkan negara kesatuan yang mencakup seluruh Kepulauan Hindia dan Semenanjung Malaya, mengingat adanya kesatuan unsur, bahasa, agama, tradisi, dan prinsip-prinsip. Malaysia terdiri dari daerah-daerah yang dahulu berada di bawah perlindungan dan penjajahan Inggris. Selain Malaysia, berdiri juga Indonesia yang dulunya berada di bawah penjajahan Belanda. Tinggallah bagian kecil dari Pulau Timor di bawah pemerintah Portugal. Pada akhirnya Indonesia dapat menguasai daerah itu dengan kekuatannya.
Di Malaysia, partai UMNO, partai orang-orang Cina MCA, dan partai orang-orang India MIC mengadakan persekutuan. Kerajaan Malaysia berdiri pada tanggal 16 September 1963 dan tidak mencakup Brunei dan Singapura.
Sedangkan Johor sebelum itu mengalami kesulitan-kesulitan ekonomi di masa Sultan Abubakar sehingga terpaksa menerima campur tangan Inggris di Pahang. Ia memiliki seorang wazir, yaitu Sayid as-Seggaf Dahulu Kepulauan Riau tunduk kepada Johor, lalu dijajah oleh Belanda, sehingga sekarang masuk ke dalam negara Indonesia.
Kedah dan Perlis
Dahulu Kabang (Perlis) tunduk kepada Kesultanan Kedah pada masa Sultan Muazhzham Syah 11. Di sebagian wilayah ia diwakili oleh Tengku Dhiauddin. Kemudian pada tahun 1174 H (1760) yang memegang kesultanan adalah Sultan Abdullah Mukarram Syah. Ia memiliki 2 orang anak. Sultan Abdullah ini wafat pada tahun 1203 H (1789 M). Lalu Dhiauddin memegang kekuasaan sampai Ahmad Tajuddin dewasa untuk memegang pemerintahan sesudah ayahnya pada tahun 1219 H (1816 M). Dhiauddin wafat tahun 1230 H (1816 M) dan dikebumikan di Kabang, di mana bangunan dan makamnya terkenal. Putrinya menikah dengan Sayid Harun Jamalullail.
Sayid Harun ini kelahiran Palembang yang datang bersama ayahnya, Sayid Ahmad Jamalullail ke Kedah. Ia tinggal di Aru (Kabang), membangun rumah, dan membuka pertanian. Pada tahun 1212 H (1797 M) Sultan Kedah mengangkatnya sebagai Amir Aru pada tahun 1212 H (1797 M). Anak terbesamya adalah Sayid Husein dan di antara keturunannya adalah sultan-sultan Perlis. Sedangkan anaknya yang kedua bernama Thaha.
Sayid Husein dilahirkan tahun 1220 H (1805 M) dan tumbuh besar di bawah asuhan kakeknya, Dhiauddin. Kemudian karir pekerjaannya terus meningkat hingga menjadi sekretaris Sultan Ahmad Tajuddin. Kemudian Sayid Husein memerintah Aru-berdasarkan ketetapan Sultan menggantikan ayahnya. Lalu ia menikah dengan Tengku Shofiyah binti Muhammad Arsyad (dari keluarga Aristokrat Patani). Sultan juga menetapkan saudaranya, Tengku Ya'kub sebagai amir Setul, tetapi dengan tamaknya Tengku Ya'kub menginginkan agar Aru juga digabungkan ke dalam Setul. Ya'kub pun meminta bantuan kepada Amir Leghor. Keduanya sepakat untuk memerangi Sultan dan menyerang Kedah dan Aru. Maka Sayid Husein dan pamannya, Muhammad Arsyad melakukan pembelaan yang dibantu oleh rakyat Melayu. Banyak yang terbunuh dari kedua pihak. Pada akhirnya penyerang akhirnya dapat dikalahkan. Tuanku Muhammad Said dari keluarga Kesultanan Kedah dapat menangkap pasukan musuh yang melarikan diri. Jumlah pasukan Melayu sekitar 10.000 orang. Perang terus berlangsung dan serangan dilakukan silih berganti. Setelah tiga bulan Melayu roboh di hadapan 3.000 penyerang dari Siam dan 500 penyerang dari Cina.
Amir Abdullah, putra Sultan Kedah dan tokoh-tokoh kerajaan dapat menyelamatkan diri ke Kabang-Aru, lalu ke Pulau Penang. Mereka telah membangun banyak benteng pertahanan di Kabang. Orang-orang Siam meraih kemenangan, lalu Sultan Ahmad menyelamatkan diri ke Pulau Penang dan ke Malaka. Akhirnya Kedah dan Kabang jatuh dan dikuasai oleh Amir Leghor. Kemudian mereka menetapkan Tengku Anom, seorang kerabat Sultan menjadi wakil di bawah kekuasaan mereka.
Permulaan Kesultanan Perlis
Kekuasaan Siam atas Kedah terus berlangsung. Kemudian Tengku Anom dan Sayid Husein sepakat untuk mengambil suatu cara agar dapat membebaskan negeri itu dari kekuasaan Siam. Maka berangkatlah utusan yang terdiri dari Tuanku Anom, Sayid Husein, tokoh-tokoh kerajaan, dan pengikut-pengikut mereka ke Amir Leghor untuk memberitahu ketundukan mereka kepadanya, meminta tolong mengembalikan sultan ke Kedah, dan membebaskan tawanan-tawanan Melayu, di antaranya Tengku Nur Aisyah binti Tengku Long Putih (dari Siak) dan saudara-saudara perempuan Sultan. Setelah beberapa kali perundingan, Tengku Anom dapat memperoleh permintaan-permintaannya. Lalu Sayid Husein menikah dengan Ratu Nur Aisyah, dimana pesta perkawinan diadakan di Kedah. Kemudian Amir Leghor menetapkan Tengku Anom sebagai penguasa Kedah dan lepas dari Leghor dengan ketentuan setiap tiga tahun membayar pajak berbentuk pohon yang terbuat dari emas dan perak. Hal itu terjadi pada tahun 1259 H (1943 M). Lalu semuanya kembali ke Kedah. Demikianlah, akhirnya Kabang Aru dipisahkan dari Kedah.
Kemudian Tengku Anom dan Sayid Husein mengutus utusan ke Penang meminta. Sultan Ahmad Tajuddin datang. Namun Sultan tidak mau. Maka berangkatlah Tengku Anom dan Syarif Husein. Mereka meminta Sultan Ahmad Tajuddin untuk kembali. Lalu ia pun kembali dan memegang kesultanan. Sebagai imbalan atas apa yang telah diperbuat kedua orang itu, Sultan memberikan wilayah bagi Tengku Anom untuk diperintah olehnya. Sedangkan Amir Kabang telah wafat di Malaka. Lalu Sultan mengangkat Sayid Husein yang merupakan cucu dari yang wafat (yaitu Dhiyauddin) sebagai penguasa Malaka. Lalu ia pun memerintahnya dan memberikan nama "Perlis" untuk daerah itu.
Kesultanan Kedah diperintah oleh Sultan Zainur-Rasyid Mu'azham Syah putra Sultan Ahmad Thjuddin. Lalu berangkat sebuah utusan ke Siam. Maka Raja Siam pun menetapkannya sebagai penguasa Kedah, sebagaimana ia menetapkan keamiran Tuanku Anom dan menetapkan Sayid Husein sebagai penguasa Kabang, dengan syarat masing-masing amir mempersembahkan upeti setiap tiga tahun sekali berupa pohon dari emas dan perak. Kemudian masing-masing kembali ke negerinya. Sayid Husein memegang kekuasaan Perlis (Kabang-Aru) pada tanggal 14 Dzulhijjah 1259 H (1843 M) dan wafat tanggal 1 Syawwal 1290 H (20 November 1873 M). Dengan demikian jadilah Perlis berdiri sendiri secara resmi.
Setelah itu yang memerintah Perlis adalah Sayid Ahmad Jamalullail. Sedangkan putranya, Sayid Alwi menjadi putra mahkota. Ibunya adalah Syarifah Syaikhah binti Sayid Muhammad al-Haddad. Pada tanggal 4 Mei 1897 M Putra Mahkota Sayid Alwi wafat karena tenggelam, sedangkan cucu Sultan, yaitu Sayid Shofi bin Sayid Alwi ketika itu masih kecil. Ketika ia telah mencapai kedewasaannya, kakeknya Ahmad menemaninya ke Bangkok. Raja Siam kagum dengan kecerdasannya dan memintanya untuk tinggal di istananya. Ketika kakeknya wafat dan ia sedang berada di Bangkok, kesultanan mengumumkan Sayid Shofi sebagai sultan Perlis. Ia merupakan sultan ketiga.
Pada saat terjadi pertentangan antara anak-anak Sultan Ahmad Tajuddin, Sayid Shofi berusaha mengatasi pertentangan itu. Ia mengusulkan pengangkatan Abdul Hamid Halim Syah dan dapat mencegah pertentangan. Sebelumnya antara Kedah dan Perlis terdapat sikap saling tolong menolong dan saling bersimpati. Wazir Kedah mencoba menggabungkan Perlis ke dalam Kesultanan Kedah. Tetapi Raja Siam berkeras agar Perlis tetap berdiri sendiri dan terpisah dari Kedah di bawah kekuasaan Sultan Shofi. Ia juga menggabungkan wilayah Setul ke dalam wilayah Siam secara langsung. Pada masa Sultan Sayid Shofi, Perlis mencapai kemajuan dan meningkat kemakmurannya. Jalan-jalan diratakan, irigasi dibuat untuk mengairi sawah, dan jembatan-jembatan dibangun. Ia juga mengirim para pemuda ke luar negeri Perlis untuk menuntut ilmu dan belajar bahasa Inggris di Penang.
Anak-anak Sultan Shofi adalah Sayid Alwi (yang menjadi sultan keempat), Sayid Hamzah, dan Sayid Husein yang mempelajari bahasa Inggris. Namun mereka tidak mengalami masa perlindungan Inggris karena mereka telah wafat sebelum itu.
Ketika mengelilingi daerah Perlis, pimpinan rombongan Universitas Cambridge menulis tentang kesuburan, kehidupan, bangunan-bangunan, perlengkapan-perlengkapannya yang megah, ikan, pasar, para, pedagang, bangunan mahkamah yang luas halamannya serta tamannya, meriam-meriam yang diletakkan di mukanya, bentuk bangunan yang memakai batu bata, masjid, pedati dan kandang keledai, hukum-hukum denda, zakat atas penghasilan-penghasilan pertanian, dan sebagainya.
Sayid Shofi wafat pada tanggal 20 Desember 1905 M. Kemudian yang memerintah Perlis adalah Sayid Alwi. Ia tidak memiliki anak yang akan menggantikannya. Maka ia mengangkat anak saudaranya, Sayid Hasan bin Sayid Muhammad pada tanggal 16 Desember 1934 A Namun ia wafat pada 18 Oktober 1935. Maka ia pun mengangkat cucu saudaranya, Sayid Hasan yang dikenal dengan nama Sayid Putra (lahir pada tanggal 25 November 1920) yang merupakan cucu ke tujuh Sayid Harun Jamalullail. Lalu mulailah Sayid Putra melatih diri dalam berbagai bidang dan pengetahuan sebagai persiapan bagi masa depan yang dinantikannya hingga terjadinya Perang Dunia kedua dan masuknya tentara, Jepang yang kemudian memecatnya. Kemudian ia menemui banyak kesulitan hidup. Ia pindah dari satu negeri ke negeri lain. Hanya saja, saudaranya yang bernama Sayid Alwi membantunya sampai Sayid Alwi wafat pada tanggal I Februari 1943 M. Kemudian pemerintah pendudukan Jepang mengangkat saudaranya yaitu Sayid Hamzah, sedangkan keadaan Sayid Putra memburuk. Para pengikutnya membantunya, sehingga menyakitkan pemerintahan pendudukan Jepang. Berkat petunjuk para pecintanya, ia dapat menyelamatkan dirinya ke Kelantan dan menjadi petani, hingga sekutu menang dan Jepang menyerah. Maka, ia pun kembali ke Perlis dan memegang kesultanan.
Sedangkan Sayid Hamzah yang diangkat oleh Jepang pergi keluar hingga sampai di Kedah dan wafat di sana. Rakyat Perlis bergembira dengan kembalinya Sayid Putra dan menyambutnya dengan penyambutan yang besar. Inggris pun mengakuinya sebagai Sultan Perlis dan itu dirayakan pada tanggal 4 Desember 1945.
Akhirnya, terbentuklah Malaysia dari sembilan kesultanan, juga Serawak dan Sabah serta Singapura yang kemudian memisahkan diri dan menjadi Republik.
Raja pertama Malaysia adalah Tuanku Abdurrahman bin Tengku Mahmud, kemudian Tuanku Hisamuddin Alam Syah, lalu Sayid Putra Jamalullail pada bulan April tahun 1960 M.
Ketika Sayid Putra memerintah Malaysia, urusan kesultanan Perlis diserahkan kepada suatu majelis yang terdiri dari 4 orang dari kaum kerabat dan tokoh-tokoh kesultanan dikepalai oleh Doktor Sayid Mahmud bin Sayid Hasan Jamalullail.
Pada tanggal 30 Oktober 1960 putranya, Sayid Sirajuddin diangkat menjadi putra mahkota.
Sayid Putra memiliki karya-karya besar dalam berkhidmah kepada Malaysia dan Perlis. Ia membuka kas dari bantuan para pegawai, petani, dan lain-lain, serta dari pribadinya sendiri. Didirikan pula sekolah dasar untuk mengajarkan bahasa Inggris yang merupakan sekolah pertama sejenis itu di Kesultanan Perlis. Ia pun memberikan biasiswa bagi para pelajar untuk meneruskan pelajaran di luar negeri. Di samping sekolah Melayu, juga didirikan sekolah Inggris.
la berkeliling ke desa-desa dan ke berbagai tempat untuk mengetahui keadaan penduduknya dan berhubungan dengan mereka tanpa membedakan satu suku bangsa dengan suku bangsa yang lain. Istrinya pun sangat memperhatikan masalah wanita, pendidikan, dan anak-anak.
Patani
Patani terletak di sebelah utara Malaysia, antara Laut Cina Selatan di sebelah timur, Lautan Hindia di sebelah barat, dan Thailand di sebelah utara. Penduduknya beragama Islam dan berbicara dengan bahasa Melayu. Kehidupan mereka seperti kaum Muslim di Malaysia dan di daerah lain di Asia Tenggara. Mereka hidup dalam masyarakat yang saling tolong menolong dalam acara hari-hari raya, acara duka (kematian), pembajakan sawah, pembangunan rumah, dan lain-lainnya.
Di sana terdapat ma'had-ma'had dan sekolah-sekolah Islam swasta di mana terdapat lebih dari 20.000 pelajar. Di masjid-masjid diadakan kegiatan-kegiatan mingguan, di mana para ulama melaksanakannya dengan penuh kesadaran.
Sejak lama Thailand (Siam) berusaha menguasai Patani dan selama bertahun-tahun memeranginya dari berbagai penjuru, namun selalu mengalami kegagalan. Tetapi pada akhirnya Siam dapat menguasainya. Pada mulanya Patani merupakan suatu keamiran yang dipimpin seorang penguasa Muslim bernama Sulaiman. Namun kemudian musuh menyerbu Patani dan membunuh penguasanya. Para penduduknya pun bercerai berai. Kemudian berdiri negara Patani pada abad keempat belas. Raja pertamanya adalah Siri Wangsa, kemudian anaknya Muhammad yang sezaman dengan Kerajaan Pasai di Sumatera bagian utara. Banyak Muslimin Pasai yang hijrah ke Patani, di antaranya Syaikh Shofiuddin yang bergelar Raja Faqih. Ia bedasa dalam menyebarkan Islam dan membuat undang-undang.
Perdagangan ramai, negeri menjadi makmur, dan para pendatang berdatangan dari berbagai negeri: dari Siam, Cina, Jawa, India, negeri Arab, dan lain-lain.
Kemudian Sultan Muhammad wafat dan digantikan oleh putranya, Raja Muzhaffar. Setelah itu kerajaan diperintah oleh sultan-sultan hasil pilihan rakyat. Tetapi Siam bersikap tamak dan mengirimkan pasukannya untuk memerangi Patani. Hal itu dilakukan berkali-kali, namun selalu menemui kegagalan. Pada masa itu Patani mencapai kemajuan dalam hal kekuatan, perdagangan, pertanian, dan kemakmuran. Bahkan, ia membuat alat-alat peperangan dan terkenal dapat membuat meriam-meriam yang besar dan menjualnya. Sebagian orang Barat mengunjunginya dan kagum dengan kemajuan dan kemakmurannya.
Siam tidak memperlunak ketamakan dan kerakusannya terhadap negeri yang kaya ini. Setelah berlangsung perang selama bertahun-tahun, akhirnya Siam dapat menguasainya. Siam bersikap keras dan menekan kaum Muslim serta memaksa mereka untuk menamai diri mereka dengan nama-nama Siam, serta mengambil kebudayaan dan adat istiadatnya. Maka bangkitlah pemberontakan melawan Siam setelah pemberontakan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh agama. Mereka menyampaikan pengaduan kepada PBB namun tidak mendapatkan hasil. Tekanan dan kekerasan masih terus mendominasi daerah ini.
Muslimin di Thailand
Pada tahun 1982 diadakan pertemuan di Malaka (18-21 Desember) yang diikuti oleh tujuh negara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei, Srilangka, dan Thailand. Pada kesempatan itu hadir 800 Muslimin Melayu dari Thailand. Di antara mereka terdapat para lulusan al-Azhar, Mesir.
Dr. Hasan Madmaran menyampaikan ceramah tentang minoritas Muslim di Thailand. Penceramah ini telah menerjemahkan beberapa buku mengenai sastra Arab ke bahasa Thai dan ke bahasa Melayu. Ia sekarang mengajar bahasa-bahasa Barat di Universitas Prince of Songkhala.
Kaum Muslim tinggal di empat wilayah di Selatan Thailand:
Patani
Yala
Narathiwat
Setul
Bahasa mereka adalah bahasa Melayu. Mereka yang tinggal di luar wilayah-wilayah ini biasanya mengerti bahasa Melayu, tetapi bukan merupakan bahasa sehari-hari mereka. Jumlah penduduk Muslim Melayu Thailand 710.906 orang. Sebagian besar orang Thailand beragama Budha. Ada pula di antaranya yang beragama Konghuchu. Sedangkan kaum Muslim di Patam lebih dari 3 juta orang.
Di antara ulama Muslim yang mengarang kitab adalah Haji Ahmad bin Muhammad Zein bin Musthafa bin Muhammad Fatani dan Syaikh Daud Fatani. Di antara karangannya adalah Jamalaat Thailand, Tashilu Nail al-Amani, ash-Shuft fi at- Thashawuf, Matn as-Salam Syarh Hidayah al-Awam, Badr at-Tamam wa an-Nujuin ats-Tsawaqib.
Di antara karangan-karangan Syaikh Daud Fatani yang tersebar di empat wilayah tersebut dan dipelajari di sekolah-sekolah adalah Minhaj al-Abidin ila Jannat Rabb al-Alamin, al-Qurubaat ilallah, Furu'al-Masail wa Ushul al-Masail, Kasyf al-Ghummah, Bughyah ath-Thullab, dan Sullam al-Muhtadi.
Di wilayah-wilayah ini juga terdapat hikayat-hikayat, kisah-kisah, dan syair-syair tentang raja-raja Melayu dan hubungan mereka dengan Patani. Semuanya memiliki nilai agama dan sejarah. Di Kotaraja Yaring dan di Ampur Muang Patani terdapat makhthuthat (karangan-karangan yang masih berupa tulisan) yang masib terpelihara pada mereka. Demikian pula petunjuk-petunjuk dan pelajaran-pelajaran agama seperti akidah, tasawuf, dan lain-lain yang ada pada keturunan para amir.
Penguasa-penguasa Brunei
Penguasa-penguasa Brunei dan penguasa pulau-pulau. sekitarnya berasal dari satu keluarga. Para penguasa Manila termasuk kerabat Sultan Brunei. Penguasanya yang memerangi Spanyol dan mati syahid adalah Raja Sulaiman, kemenakan salah satu raja Brunei dan sepupu Sultan Saifurrijal, sultan Brunei yang memerangi Spanyol juga dalam membela Brunei tahun 1577 M dan 1580 M.
Sejarah keluarga di Brunei menunjukkan bahwa Sultan Ahmad adalah penguasa Muslim kedua di Brunei. Putrinya dinikahi oleh salah seorang syarif yang bernama Syarif Ali. Dialah yang menggantikan Sultan setelah ia wafat. Lalu la digelari Sultan Barkat. Demikian yang disebutkan oleh Sejarah Keluarga Raja-raja Brunei.
Mulainya keluarga ini adalah dengan sampainya Sayid Zainal Abidin dari Johor. Pengarang Sayid Alwi bin Thahir a-lHaddad telah menyebutkan hal ini di dalam kitabnya Uqudul-Almas halaman 129. Setelah menyebutkan nasabnya pada halaman 132 ia mengatakan, "Konon, bersama dia (yaitu Ali Zainal-Abidin) turut serta dua orang saudaranya, Alwi dan Ahmad, di mana salah satunya mendirikan Brunei." Pengarang mengatakan itu pada halaman 138 di bagian hamisy-nya.
la juga menyebutkan tentang Abubakar, yaitu salah satu dari dua anak Ali Zainal-Abidin, saudara Syarif Kabungsuan. Pada hamisy halaman 142 ia menyebut nama Syarif Muhammad bin Ali Zainal-Abidin. Dalam buku Islam di Malaysia halaman 181 disebutkan bahwa Sultan Brunei yang ketiga adalah seorang Arab bernama Syarif Ali Bolkiah sebagaimana yang dikatakan oleh A. Sweeney. Karena itu kita melihat sejumlah syarif dan orang-orang Melayu keturunan Arab memimpin daerah-daerah Brunei di Kalimantan Utara, seperti Serawak yang berada di bawah pemerintahan para syarif. Juga Syarif Ja'far di Lingga, Syarif Maulana di Kelaka, Syarif Syihabuddin dan Syarif Shohib di Sadung, sebagaimana yang disebutkan oleh C. Brooke dalam buku Ten Years in Sarawak. Para syarif ini memiliki kesungguhan yang besar dalam menyebarkan Islam di tengah-tengah penduduk dan di kalangan suku Dayak sebelum abad kesembilan belas.
Pekerjaan-pekerjaan yang sukses telah dilakukan oleh Kesultanan Brunei dalam memasukkan suku Lanau ke dalam Islam. Sekitar 75% dari warga suku ini adalah kaum Muslim. Mereka tinggal di daerah-daerah yang subur. Masuk Islamnya mereka adalah karena keinginan mereka sendiri.
Ada pula suku-suku kecil yang masuk Islam karena berlindung kepada negeri Islam dan karena mereka bertetangga dengan daerah-daerah Melayu yang dihormati oleh orang-orang Dayak yang telah masuk Islam.
Jadi, kemajuan-kemajuan yang dibuat oleh Islam di masa itu karena adanya kekuasaan Islam. Kesultanan Brunei dapat berlangsung sejak tahun 1476 M sampai tahun 1841 M.
Pada tahun 1521 Pega Petta, seorang anggota utusan Magellan mengatakan: Raja Brunei adalah seorang Muslim. Dahulu pengaruh yang terbesar terhadap keamiran-keamiran di Borneo terletak di tangan Brunei. Agama Islam terjaga di Borneo, terutama pada abad ke tujuhbelas di masa Sultan Bolkiah, raja kelima.
Dari penjelasan yang telah lalu kita mengetahui bahwa Zainal Abidin yang datang dari Johor mempunyai beberapa orang anak yang memiliki peran besar dalam menyusun undang-undang bagi keamiran-keamiran dan dalam menyebarkan Islam. Mereka tersebar dan memerintah Brunei serta pulau-pulau sekitamya, seperti Abubakar, Muhammad Kabungsuan, dan anak-anak Zainal Abidin yang lain. Abubakar sampai ke Buansa melalui Brunei kemudian menjadi penguasa di Basilan. Lalu Ali yang menjadi sultan ketiga di Brunei. Ia orang pertama dari kalangan syarif yang memerintah Brunei. Setelah itu adalah keturunannya.
Di antara nama sultan Brunei dari kalangan syarif yang kami kenal adalah:
Sultan Muhammad Tajuddin yang memerintahkan Haji Khatib Abdul-Lathif untuk menjelaskan silsilah keturunan agar anak-anak dan cucu-cucu para penguasa Kesultanan Brunei dapat mengetahuinya.
Sultan Hasan al-Muqim di Tanjung Cindanau. Di sana juga terdapat makam Sultan Muhammad Khan.
Sultan Murad yang memimpin pasukan untuk menundukkan pemberontak di Pulau Cermin dan menamakan dirinya Sultan Abdul-Muin. Sultan Murad dapat mengalahkan pemberontak.
Sultan ke duapuluh tujuh yang wafat pada tahun 1396 H
Sultan Hasanal-Bolkiah putra Sultan Omar Ali Saifuddin.
Di Brunei terdapat kota-kota dan desa-desa. Ibukotanya adalah Darussalam. Sedangkan kota-kotanya adalah Kota Batu, Darus Salwa, dan Darul-Hana.
Islam di Serawak
Ringkasan sejarahnya sejak tahun 1476 sampai tahun 1941
Sejarah berikut ini adalah sejarah pada masa Kesultanan Brunei, kemudian pada masa pemerintah Brooke dari tahun 1841 sampai tahun 1941. Prof. Sanib Said, guru besar sejarah di Universitas Malaya menulis sebuah kajian yang ringkasannya sebagai berikut:
"Sesungguhnya kajian untuk mengetahui awal masuknya Islam ke Borneo masih terus berlangsung. Seperti diketahui bahwa raja pertama yang masuk Islam adalah yang disebut Awang Betatar pada tahun 1476. Walau bagaimanapun Islam memiliki kekuasaan yang menyeluruh di Borneo pada masa Sultan Brunei yang kelima. Dari Brunei, Islam tersebar ke pulau-pulau di sebelah utara sampai ke Manila dan daerah-daerah barat Borneo.
"Brunei memiliki peranan besar dalam penyebaran Islam. Di negara ini orang-orang Arab dan keturunan mereka mendapatkan pengakuan dan penghargaan. Bukan karena mereka sebagai pedagang saja, tetapi karena pengetahuan agama mereka, karena kepandaian mereka dalam masalah-masalah pemerintahan, dan karena hubungan kekeluargaan mereka dengan keluarga penguasa, mengingat sultannya dari keturunan Arab.
"Sultan ketiga Brunei adalah Svarif Ali Bolkiah, seorang keturunan_Arab. Disana juga terdapat sejumlah syarif dan keturunan mereka yang memiliki kekuasaan di daerah-daerah yang tunduk kepada Brunei di sebelah utara. Kaum syarif telah berhasil menyebarkan Islam di kalangan orang Melayu, dan suku-suku Dayak. Di antara suku-suku ini adalah suku Lanau yang jumlah Muslimnya mencapai 75% di daerah yang paling subur. Di antara penghasilan-penghasilannya adalah sagu, emas, dan lain-lain yang menjadi barang-barang ekspor pada abad ke sembilan belas, terutama setelah terbukanya Singapura.
"Sultan menetapkan amir-amirnya dari Brunei. Sesepuh-sesepuh suku Dayak ini menjadi ikutan bagi sesepuh suku-suku lainnya. Beberapa keluarga telah masuk Islam sekaligus seperti keluarga Bliun di Sarekei dan Binanang karena bertetangga dengan orang-orang Melayu."
Inilah ringkasan tulisan Prof. Sanib Said tentang masa sultan-sultan dari kalangan syarif. Sebenarnya awal kekuasaan para syarif atas Brunei adalah ketika berkuasanya Syarif Ali yang menjalin perbesanan dengan rajanya, sehingga Syarif Ali menjadi raja ketiga dari golongan Muslimin dan raja pertama dari kajangan syarif yang silsilahnya sampai kepaqa Sayid Abdullah bin Alwi bin Muhammad Shahib Mirbath. Mereka satu keturunan dengan sultan-sultan Filipina.
Awal Pemerintahan Sir James Brooke
Para sejarawan menyebutkan bahwa penguasa Inggris di Singapura mengutus Brooke ke Kuching untuk mempersembahkan hadiah bagi penguasa Serawak. Hadiah itu sebagai penghargaan atas tindakan kemanusiaan yang dilakukannya ketika menyelamatkan para pelaut Inggris yang kapalnya diterjang ombak dan membawa mereka ke pantai. Pada saat itu Serawak merupakan bagian dari Kesultanan Brunei. Dikatakan bahwa pada tahun 1837 terjadi pemberontakan melawan penguasa Serawak yang dilakukan para bajak laut. Maka Sultan Omar Ali Saifuddin mengirim utusan yaitu Syarif Hasyim untuk memadamkan pemberontakan.
Pada tahun 1840 Brooke datang dengan membawa hadiah-hadiah dan ucapan-ucapan terima kasih. Tidak lama setelah itu ia kembali lagi ke sana. Ia melihat bahwa kesempatan terbuka untuk ikut campur tangan. Lalu ia meminta tolong pada Syarif Hasyim agar dapat menjadi gubernur Serawak. Itu pada tahun 1841, dan ia ditetapkan secara resmi sebagai gubernur tahun 1842. Inilah awal kekuasaan Brooke dan keluarga Inggris yang terus berlangsung selama seratus tahun.
Brooke tidak banyak berbuat untuk memperbaiki keadaan dan tidak mengubah aturan-aturannya sedikit pun. Tetapi ia meminta nasihat kepada beberapa pembesar negeri itu dalam tindakan-tindakannya. Pada masa Brooke, datang para pekera untuk bekerja di penambangan emas. Lalu Brooke meluaskan daerah Serawak dan pada tahun 1846 ia dapat menguasai Pulau Labuan. Pada tahun 1847 ia membujuk Sultan agar menandatangani perjanjian dengan Inggris yang berhubungan dengan perdagangan dan pertahanan dalam menghadapi para bajak laut. Pada mulanya Brooke membayar pajak tahunan kepada Sultan Brunei, namun akhimya Serawak menjadi jajahan Inggris dan diperintah oleh keluarga Brooke sejak tahun 1868.
Sekarang Serawak dan juga Sabah masuk ke dalam negara kesatuan Malaysia. Sedangkan Brunei, daerahnya sekarang menyusut. Hanya saja Islam tersebar pada suku-suku primitif yang bernama Dayak.
Di Bawah Pemerintahan Sir James Brooke
Penulis tersebut tadi mengatakan bahwa Islam telah menapakkan langkahnya yang pertama di Serawak sebelum abad ke sembilan belas Masehi. Pada masa Brooke dan keluarganya ini yaitu sejak tahun 1841 sampai tahun 1941, para syarif telah kehilangan kekuasaan mereka. yang dahulu di Serawak. Bahkan mulai terjadi perubahan sikap suku-suku Dayak terhadap Muslimin. Mereka menganggap Brooke sebagai pelindung mereka dari suku-suku yang lain.
Brooke memutuskan hubungan antara Melayu dengan suku Dayak. Ia menempatkan orang-orang Melayu di daerah-daerah mulut sungai, sedangkan suku Dayak mereka tempatkan di daerah-daerah pedalaman. Bangsa Melayu tidak mendapatkan penghargaan sedikit pun. Kegiatan-kegiatan Islam terhenti di kalangan orang Dayak dan mulailah berlangsung Kristenisasi. Pada tahun 1848 berdiri Anglican Society for The Propagation of The Gaspel di bawah pimpinan Francis Me Dougall. Aktivitas pertamanya ditujukan pada orang-orang Melayu dengan menggunakan orang-orang Melayu Singapura yang telah masuk Kristen. Hal ini membangkitkan kemarahan para bangsawan dan pembesar-pembesar Melayu. Mereka memprotes langkah Brooke ini, sehingga Brooke terpaksa menunjukkan aktivitas kristenisasinya pada orang-orang Cina dan kemudian suku Dayak. Di masa itu perhatian orang-orang Melayu terhadap Islam bertambah kokoh dan masjid-masjid penuh oleh mereka. Di dalam masjid diletakkan lonceng untuk memberitahukan masuknya waktu salat sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Kristen di gereja.
Pada tahun 1848 orang-orang Melayu mengumpulkan dana untuk membangun sebuah masjid baru. Maka pada tahun 1852 berdirilah sebuah masjid yang megah di Serawak. Pada masa itu, yaitu tahun 1899 didirikan The Schoolfor The Study of Mohamedan Theology di Sibu. Di sekolah ini dipelajari Al-Qur'an, menulis Arab, berhitung, dan sebagainya. Namun kini tidak diketahui lagi kelanjutan sekolah ini. Kemudian penulls mengatakan, "Pada tahun 1914 kaum Muslim mendirikan Darul-lhsan, kemudian Darul-lkhwan. Lalu didirikan perkumpulan-perkumpulan yang banyak jumlahnya. Setelah itu muncul Persatuan Melayu Serawak tahun 1939." Demikian yang dikatakan olehnya.
Tampaknya pemerintahan keluarga Brooke dan gerakan Kristenisasi telah menimbulkan reaksi sebaliknya di dalam jiwa kaum Muslim dengan sangat berpegang teguh pada Islam dan menyaingi keluarga penguasa.
Di dalam makalahnya yang termuat dalam buku Islam di Malaysia, penulis ini berpegang pada banyak referensi, di mana sebagian besar adalah tulisan orang-orang Barat.
Sabah
Wilayah Sabah, ibukotanya adalah Sabah. Sekitar 48 km dari kota Sabah terletak kota Kinibalu. Di sekitar Kinibalu terdapat banyak suku bangsa. Walaupun terdapat perbedaan bahasa dan agama namun sebagian mereka dengan sebagian yang lain memiliki hubungan. Komunikasi di antara suku-suku itu dengan menggunakan bahasa Bajau yang jumlahnya paling banyak. Mereka adalah orang-orang Muslim. Sedangkan suku Kazaran, ada yang beragama Kristen dan ada yang tidak beragama.
Tampaknya penyebaran Islam di Sabah tidak seperti di Serawak dan daerah-daerah yang takluk kepada Kesultanan Brunei. Atau mungkin seperti itu juga, namun setelah adanya penjajahan terjadi perubahan-perubahan pada mereka.
Di antara-usaha yang diperjuangkan sendiri oleh Menteri Besar Sabah yang lalu, Tun Dato Haji Musthafa bin Harun adalah mendirikan perkumpulan Islam Sabah (USTA) pada tanggal 14 Agustus 1969 yang tujuannya mempersatukan Muslimin Sabah, mengusahakan kepentingan-kepentingan mereka, memudahkan penyebaran ilmu dan pengaiaran Islam bagi masyarakat umum, dan membentuk masyarakat Muslim yang sejahtera. Pada tahun 1970 dimulai gerakan untuk menyebarluaskan pengajaran-pengajaran Islam di sekolah-sekolah Islam yang jumlahnya 68 sekolah. Di sekolah-sekolah tersebut terdapat guru-guru dari Semenanjung Melayu. Di samping itu, usaha-usaha perkumpulan ini adalah menjalankan dakwah.
Surat kabar Kinibalu menyebutkan bahwa gerakan ini memiliki 101 orang dai sampai tahun 1974, memiliki 22 cabang dan 296 ranting di semua pelosok Sabah. Pada tahun 1977 jumlah dai mencapai 163 orang.
Perkumpulan ini membentuk majelis Islam bemama MUIS pada tahun 1971 Masehi untuk menanggung semua sekolah-sekolah Islam yang diurus olehnya. Dari sekolah-sekolah ini telah lulus 766 orang guru yang telah disebarkan di berbagai sekolah. Mulailah Islam tersebar di antara suku-suku setelah terhenti pada masa penjajahan. Dibangun pula masjid baru sebagai ganti dari masjid lama, dan juga madrasah. Tokoh-tokoh pemerintah, orang-orang terkemuka, dan rakyat biasa berpartisipasi dalam pembangunannya sebagaimana mereka juga berpartisipasi dalam membangun tempat-tempat tinggal bagi para guru dan saling bahu membahu membuat perlengkapan sekolah. Di sekolah-sekolah itu, pelajar-pelajar yang menempati peringkat atas memperoleh biasiswa.


1) Mu'jam Al-Buldan 11/370
2) Aceh dan Nusantara, karangana Haji Zainuddin bin Haji Abubakar, halaman 24, cetakan Medan, 1961.
3) Ringkasan dari majalah Wahyu yang terbit di Jakarta tanggal 14 Nevember 1979 dan majalah Kiblat tahun ke-24 Maret 1983 halaman 41-42. Artikel Haji Ki Agus Adnan dengan sedikit perubahan.
4) Majalah Ad-Da'wah al-Islamiyah, terbitan Riyadh nomor 754, 3 Syakban 1400 H.
5) Ringkasan artikel di majalah Manar al-Islam, Abu Dhabi, nomor 12, tahun V111, Zulhijah 1403 H/1983 M, halaman 101 dan seterusnya.
Masuknya Islam Ke jawa
Kami telah mengatakan bahwa agama Islam masuk ke Jawa pada tahun 30 H (650 M) di zaman Khalifah Usman bin Affan.
Sulaiman as-Sirafi, pengelana dan pedagang dari pelabuhan Siraf di Teluk Persi mengatakan bahwa di Sili terdapat beberapa orang Islam pada masa dia, yaitu sekurang-kurangnya pada akhir abad ke-2 Hijriah. Hal ini sesuatu yang telah pasti dan tidak butuh pen-tahqiq-an lagi karena perdagangan rempah-rempah dan wangi-wangian yang berasal dari Kepulauan Maluku pasti membuat pedagang-pedagang Muslimin sering berkunjung ke sana dan ke tempat-tempat yang berdekatan dengan kepulauan ini. Menurut pengarang buku Nukhbah ad-Dahr, Kepulauan Sila adalah Sulawesi dan pulau-pulau yang berdekatan dengannya. Lautnya disebut Laut Sala. Demikian pula yang diterangkan oleh Sir Stamford Raffles dalam bukunya The History of Java.
Hubungan antara negeri-negeri Arab dengan kepulauan ini berlangsung sebelum dan sesudah Islam. Bangsa Arab sebelum Islam termasuk di antara pedagang-pedagang yang menerima barang-barang dagangan itu. Banyak kapal mereka yang melintasi lautan tersebut dengan membawa rempah-rempah dan bahan-bahan lainnya yang diperlukan oleh Yunani dan Romawi. Hal ini dikemukakan oleh Syaikh Abu Ali al-Marzuqi al-Asfihani dalam bukunya al-Azminah wa al-Amkinah. Ibn Jarir dalam buku sejarahnya menyebutkan hal itu pada dua tempat. Syaikh Syamsuddin Abu Ubaidillah Muhammad bin Thalib ad-Dimasyqi yang terkenal dengan nama Syaikh ar-Rabwah dalam bukunya Nukhbah ad-Dahr, setelah menguraikan dengan panjang lebar tentang pulau-pulau Sila, Sala (Sulu), Yaqut, Sabah, dan Alwiyah, serta menjelaskan pulau-pulau yang sekarang dinamakan Filipina, selanjutnya mengatakan:
"Sekelompok Alawiyin telah memasuki pulau-pulau itu di waktu mereka melarikan diri dari golongan Bani Umayyah. Mereka lalu menetap dan berkuasa di sana sampai mati dan dikuburkan di kepulauan itu yang letaknya di sebelah utara lautan ini. Bila seorang asing memasuki kepulauan ini maka ia tidak ingin meninggalkannya walaupun ia tidak hidup dengan mewah".
Ketika menjelaskan tentang negeri Sanf yaitu yang meliputi semua daerah yang terletak sesudah negeri Burma, ia mengatakan sebagai berikut:
"Dakwah Islam telah sampai ke sana di zaman Khalifah Usman. Di sanalah singgah golongan Alawiyin yang lari dari Bani Umayyah dan al-Hajjaj. Mereka menyeberangi Laut Zefti dan tinggal menetap di pulau yang terkenal dengan nama mirela'. menurut keterangan yang disebutkan oleh ad-Dimasyqi berada di Laut Cina. Di tempat lain ia mengatakan, "Sili berada di Laut Zefti Timur."
Syihabuddin Ahmad Abdul-Wahab an-Nuwairi dalam bukunya Nihayah al-Arab, yang ditulis dalam 25 jilid, di halaman 220 jilid pertama mengatakan:
"Di sebelah timur negeri Cina ada enam pulau lagi yang dinamakan Kepulauan Sila. Penduduknya adalah golongan Alawiyin yang datang ke sana karena melarikan diri dari Bani Umayyah."
Sejarawan, Taqiyuddin Ahmad bin Ali al-Maqrizi dalam bukunya al-Khuthath al-Maqriziah, halaman 25 jilid I memberikan keterangan sebagai berikut:
"Di sebelah timur laut ini sesudah Cina ada enam pulau lagi yang terkenal dengan nama Kepulauan Sila di mana telah datang ke sana sejumlah golongan Alawiyin pada permulaan Islam karena mereka takut dibunuh."
Nuruddin Muhammad Aufi, pelancong bangsa Persia, menerangkan:
"Setelah penindasan atas golongan asyraf (para syarif) Alawiyin di masa Daulah Umayyah kian bertambah keras, maka berhijrahlah sebagian di antara mereka itu ke perbatasan Cina. Di sana mereka mendirikan perumahan yang mereka tempati di tepi sungai-sungai. Mereka berdamai dengan kaisar Cina dan tunduk kepada pemerintahnya, sehingga Kaisar memberikan pertolongan kepada mereka." Yang dimaksud oleh pelancong Persia itu dengan nama Cina ialah yang meliputi pulau-pulau Timur Jauh. Demikianlah istilah yang biasa dipakai pada waktu itu, sebagaimana diterangkan oleh penulis Yaqut al-Hamawi dalam bukunya Mujam al-Buldan ketika ia menceritakan tanah Jawa.
Dalam buku Sejarah Tanah Jawa karangan Fruin Mees, jilid 11 halaman 8, dikatakan sebagai berikut:
"Sunan Kalijaga hidup pada abad keenam di Kerajaan Kadilangu, dekat Demak. Di sana terdapat sebuah masjid terkenal yang didirikan pada tahun 874 H (1468 M). Sebelum itu Demak dinamakan Bintara. Di masa itu di sana terdapat masjid yang paling kuno. Sudah semestinya, kaum Muslim ada di sana ketika itu."
Syaikh Abu Ali al-Marzuqi al-Asfihani dalam bukunya al-Azminah wa al-Amkinah yang selesai dikarang pada tahun 453 H (1061 M) mengatakan bahwa pedagang-pedagang India, Sind, dan orang-orang dari Timur dan Barat berkumpul di Sahar di pantai Oman, lalu berlayar ke Daba, kemudian ke Syihir (Syihir Mahrah) dan terus ke Aden.
Hijrah (Perpindahan)
Hijrah telah mengiringi sejarah manusia. Gelombang orang yang hijrah datang berturut-turut selama berabad-abad. Sejarah telah menceritakan hijrah berbagai bangsa dan menetapnya mereka di tempat-tempat yang mereka datangi.
Beberapa kaum telah hijrah karena lari dari kehidupan yang sulit, mencari keselamatan dari ancaman peperangan, atau menyelamatkan diri dari kezaliman-kezaliman, dan mencari tempat-tempat perlindungan sampai mendapatkan tempat menetap yang aman.
Orang-orang yang hijrah kadang-kadang mengalami penderitaan di perjalanan. Mereka tidak diperbolehkan menempati daerah yang mereka dapatkan, sehingga mereka melanjutkan perjalanannya dengan diombang-ambingkan oleh lautan dan daerah kosong tak berpenghuni serta semak belukar. Mereka berharap mendapatkan umat yang memiliki belas kasihan terhadap mereka, sehingga mau menerima mereka dan memberikan tempat tinggal kepada mereka, sehingga mereka dapat menetap di negeri itu di tengah-tengah bangsa yang mulia.
Dalam Perang Dunia II kita menyaksikan di Indonesia gelombang pengungsi yang mencari keamanan. Kita juga menyaksikan apa yang diperbuat oleh perkumpulan Rabithah Alawiyah di Jakarta yang menjadi sandaran bagi Badan Pertolongan Pengunisi. Rabithah Alawiyah memberikan perlindungan kepada lebih dari 29 ribu pengungsi dan mengosongkan madrasah-madrasahnya, Darul-Aitamnya dan rumah-rumah para anggotanya untuk mereka. Pengurus Rabithah juga mengerahkan isteri-isterinya untuk menyediakan makanan bagi para pengungsi tersebut. Dengan para yatimnya dan para pemudanya, Rabithah memberikan pertolongan untuk melayani mereka. Setiap hari mereka dikunjungi oleh dr. Muwardi (terbunuh dalam pertempuran dengan orang-orang Komunis). Rabithah juga menyiapkan para pemuda untuk bergantian menerima dan memberangkatkan mereka.
Akhirnya berdirilah Rabithah 'Alam Islamy di Mekah Al-Mukarramah untuk berperan secara aktif dalam melayani orang-orang yang meminta pertolongan, dari mulai Muslimin Burma sampai Bangladesh yang lari dari tekanan komunis. Rabithah membuatkan untuk mereka tempat-tempat perlindungan, memberikan bantuan kesehatan, dan lain-lain.
Ada juga dari keluarga-keluarga Afghanistan yang masuk ke Pakistan untuk menyelamatkan diri dari serangan komunis terhadap negerinya. Pemerintah Pakistan memberikan perlindungan bagi mereka. Negara-negara Arab yang dermawan juga mengulurkan bantuannya.
Kita juga mengetahui larinya orang-orang Afrika dari kelaparan dan kekeringan yang panjang. Mereka melintasi daratan dan lautan dengan harapan dapat sampai ke suatu daerah di mana mereka menemukan orang yang akan menyelamatkan mereka dari kesengsaraan.
Kita pun melihat orang-orang Kamboja yang melintasi perbatasan menuju ke Malaysia. Kemudian mereka diberi perlindungan oleh yayasan Perkim yang didirikan oleh Tengku Abdurrahman. Di antara, mereka ada yang pindah ke Amerika di mana mereka diterima oleh perkumpulan Islam.
Ada juga perpindahan karena alasan-alasan pemikiran dan pengetahuan (pengalaman). Selain itu ada pula hijrah yang dilakukan karena tidak mendapatkan lapangan kerja di negerinya. Akibatnya, tanah air mereka menjadi rugi, sedangkan negeri yang mereka datangi mendapatkan keuntungan. Dengan sebab hijrah-hijrah yang seperti ini, negara-negara berkembang mengalami kerugian sekitar 500 ribu orang. Di Amerika, Kanada, dan Eropa saja terdapat lebih dari 75% dari mereka. Negara-negara itu memperoleh keuntungan jutaan dolar dari pengabdian para pendatang tersebut. Sedangkan beberapa negara timur mengalami kekurangan orang karena jumlah orang-orang yang hijrah itu mencapai sekitar 120.000 orang yang memiliki kemampuan dan kemahiran serta para pekerja. Negara-negara maju mengambil hati orang-orang tersebut agar dapat mengambil keuntungan dari mereka.
Kadang-kadang faktor penyebab hijrah adalah keinginan untuk menuntut ilmu atau tinggal di tempat-tempat yang disucikan. Sejak masa lalu banyak orang yang pindah ke Haramain (Mekah dan Madinah). Di kedua kota itu pada masa lalu tidak terdapat kehidupan yang menyenangkan sebagaimana sekarang.
Ada pula perpindahan kitab-kitab, makhthuthah-makhthuthah (karangan-karangan yang masih berupa tulisan tangan), peninggalan-peninggalan, dokumen-dokumen, dan lain-lainnya ke berbagai negeri, atau hilang, atau terbakar api sehingga sejarah kehilangan banyak sumber.
Dahulu Hajjaj bin Yusuf menjadi penyebab hijrahnya berbagai kelompok Muslim karena lari dari kelalimannya. Pada tahun 695 H banyak penduduk Syam yang hijrah untuk melepaskan diri dari kesewenang-wenangannya. Lalu mereka bergabung dengan saudara-saudara mereka kaum Muslim di Afrika Timur. Perpindahan orang-orang Arab ke Afrika Timur membentuk keemiran Islam di Lamo. Pada tahun 729 M sekelompok pengikut Zaidiyah pun hijrah. Karena beberapa kejadian berdarah yang disebabkan oleh golongan Qaramithah dahulu, banyak orang Arab dari negeri-negeri Teluk Arab yang hijrah ke Afrika Timur. Merekalah yang membangun Mogadishu.
Sejarawan, Sayid Idrus dalam kitabnya Bughyah al-Amal fi Tarikh ash-Shomal yang diterbitkan pada tahun 1954 M dan kemuthan dilarang beredar mengatakan bahwa kata Mogadishu disusun dari dua kata maq'ad dan syah atau syaikh, karena mereka menamakan sultannya dengan syaikh. Para muhajirin tersebut membangun kota Kilwah dan Berawah. Ibnu Bathuthah mengatakan bahwa di Kilwah terdapat syarif-syarif dari Hijaz.
Hijrah-hijrah memiliki peranan yang sangat besar dalam penyebaran Islam. Ketika seorang alim selamat dari suatu negeri yang rusak karena berada di bawah tekanan dan kelaliman, dan menuju ke negeri lain di mana ia mendapatkan ketentraman, mulailah ia melakukan dakwah Islamiyah di antara kaum-kaum yang tidak memiliki hubungan dengan Islam. Maka mereka menerima Islam dengan hati yang terbuka dan jiwa yang haus. Ketika telah masuk Islam, mereka mengetahui nilai para dai. Mereka mengukir nama-nama dai itu di buku-buku mereka atau di makam-makamnya sesudah mengukirnya di dalam hati. Jatuhnya Malaka pada tahun 1511 M menyebabkan gelombang besar perpindahan para ulama Muslimin ke Sumatera dan Jawa.1 Perpindahan ini mengakibatkan meningkatnya semangat keagamaan dan dakwah Islamiyah. Kaum Muslim setempat bergabung dengan para dai dan mereka saling bahu membahu.2
Mereka juga hijrah ke Kepulauan Pasifik, di antaranya Fiji, sehingga mereka menjadi bagian terbesar dari penduduknya. Selain itu, mereka juga hijrah ke Eropa dan kemudian menjadi banyak di sana. Melalui mereka, sebagian penduduk Eropa dapat mengenal Islam. Masjid-masjid didirikan, pusat-pusat Islam dibangun, dan madrasah-madrasah pun dibuka. Pemerintah-pemerintah Kristen yang memberikan perlindungan mengakui mereka. Mulailah akidah Islam masuk secara perlahan-lahan di masyarakat. Di Amerika Utara, Amerika Selatan, Australia, New Zealand, dan lain-lain terdapat masyarakat-masyarakat Muslim yang hidup dengan aman.
Dalam kitab al-Yaman min al-Bab al-Khalfi3 diterangkan:
"Daerah Arab Selatan membentuk pelabuhan tempat berdirinya jembatan peradaban dan spiritual yang memanjang dari negeri Arab ke India Islam, dan terus ke Kepulauan Melayu. Ada lagi jembatan lain yang menghubungkan Arab Selatan dengan pantai Afrika, dan dari sana terus masuk ke tengah-tengah benua tersebut. Islam mendapatkan ikatan-ikatan yang kuat yang melebihi batas-batas politik." Dalam majalah Tsaqafah al-Hind disebutkan sebagai berikut:
"Pada awal abad kedelapan al-Hajjaj bin Yusuf menjadi penguasa Irak. Ia seorang yang banyak menumpahkan darah yang sangat dibenci orang, walaupun oleh Muslimin sendiri. Ia mengusir orang-orang Bani Hasyim dari negeri mereka. Lalu mereka dapat hijrah dari negerinya. Sebagian mereka mendarat di pantai barat India yang dinamai Konkan. Sebagian lagi sampai ke timur dari Tanjung Komorin. Keturunan yang disebut pertama dinamakan Niuwantm, sedangkan keturunan yang kedua dinamakan Labin."
Dalam kitab Nuz-hah al-Khawatir karangan Sayid al-'Allamah Abdul-Hayy bin Fakhruddin al-Husaini yang wafat pada tahun 1341 H dijelaskan bahwa orang pertama yang masuk ke India dari kalangan Ahlulbait adalah Abdullah bin Muhammad bin Abdullah bin al-Hasan.
Van den Berg mengatakan tentang pemukiman orang-orang Arab, "Sesungguhnya orang-orang Arab telah sampai ke Aceh sejak dahulu kala dan bercampur dengan penduduk asli di setiap kampung. Sebagian di antara mereka memelihara kepribadian Arabnya."
Di dalam kitab Tarikh al-Alaqat baina al-Hind wa al-Bilad alArabiyah (sejarah hubungan antara India dan negeri Arab) karangan Dr. Muhammad Ismail an-Nadwi halaman 44 ada keterangan sebagai berikut:
"Di antara kabilah Arab yang paling terkenal yang merantau ke India adalah suatu kabilah Bani Hasyim yang merantau ke pesisir barat India. Sebahagian dari mereka mendiami pantai Bombay di daerah Konkan. Sebagian yang lain merantau ke sebelah timur dan dinamakan Labbai. Di daerah ini telah ditemukan peninggalan-peninggalan sejarah mereka dari abad ke-7 Hijriah (ke-13 Masehi)." Pada hamisy di halaman yang sama, ia mengatakan, "Di antara yang disebutkan adalah bahwa kabilah-kabilah Arab yang merantau ke Sailan (Srilangka) adalah yang dinamakan Labbai dan sebagian besarnya dari Yaman dan Hijaz."
Al-Mas'udi menyebutkan bahwa di Malabar terdapat tidak kurang dari sepuluh ribu orang Arab yang hijrah dari Siraf, Oman, dan lain-lainnya. Ditambah lagi keturunan-keturunan mereka dari ibu wanita-wanita pribumi. Mereka memiliki hubungan dengan tanah air mereka yang asli dan berdagang ke daerah-daerah Timur.
Dalam kitab al-Arab wa al-Mallahahfi at-Muhith al-Hindi ada keterangan sebagai berikut, "Sebelum kekhalifahan Bani Umayyah jatuh (tahun 749 M), sebagian orang Syiah lari dari tekanan di Khurasan dan tinggal di sisi salah satu sungai besar di Cina di hadapan salah satu pelabuhan."
Demikianlah yang diceritakan riwayat-riwayat yang diabadikan bagi kita oleh al-Marwazi (sekitar tahun 1120). Ia menggambarkan bahwa masyarakat pendatang itu masih tetap ada di masa belakangan dan bekerja sebagai perantara dalam perdagangan antara penduduk negeri Cina dan orang-orang asing.4 la juga menjelaskan bahwa sekelompok orang dari Persi, yaitu Syiraz dan Siraf telah hijrah pada abad kesembilan dan kesepuluh. Maka Jeddah pun menjadi pusat perdagangan antara Mesir dan Lautan Hindia, dan juga perdagangan dengan Persi.
Kaum Muslim tetap menjadi pemuka perdagangan dan pelayaran di Lautan Hindia hingga orang-orang Portugal dapat sampai ke lautan ini. Vasco de Gama sampai ke Malindi di mana ia bertemu dengan Ahmad bin Majid. Sampainya mereka (orang-orang Portugal) dan bangsa-bangsa lainnya benar-benar bertujuan untuk melemahkan pelayaran Arab dan meruntuhkannya sehingga baratlah yang menjadi penguasanya.
Kaum Alawiyin yang pertama hijrah dari bani al-Ahdal dan bani Qadim adalah dari Irak ke Yaman dan ke Hadhramaut dan tinggal didaerah itu. Kemudian dari tahun ke tahun mereka menyebar di berbagai belahan dunia. Berbagai sumber menyebutkan banyak hal yang berkaitan dengan keluarga-keluarga ini. Di antara keterangan yang terdapat dalam kitab Dairah Maarif al-Bustani adalah sebagai berikut: "Al-Ahdal adalah sebuah keluarga Yaman yang nasabnya sampai kepada Ali bin Abi Thalib. Datuk mereka, Muhammad Sulaiman datang dari Irak pada akhir tahun 340 H (951 M) dan tinggal di kampung al-Murawa'ah. Kemudian keturunannya menyebar hingga sebagian mereka menetap di Wadi as-Siham, al-Fakhriyah, Zubaid, dan Abyat Husain. Dan sebagian di antara, mereka pindah ke Hadhramaut.5 Sayid Muhammad bin Abdurrahman bin Shahabuddin menyebutkan bahwa awal abad ke sepuluh adalah masa peperangan, perampasan, dan banyak lagi hal-hal lain yang menyebabkan orang Hadhramaut merantau dari negerinya untuk berjuang dan mempertahankan diri. Ketika itu, jiwa peperangan ada dalam diri mereka. Negeri Hadhramaut pun terbagi menjadi dua bagian, di mana dua kabilah terkenal saling berselisih. Serang menyerang di antara mereka terus berlangsung. Salah satu kabilah menerima bantuan dari Amir Turki di Tihamah, sedangkan kabilah yang lain dibantu oleh Imam Yaman. Kabilah-kabilah yang lain terpecah menjadi dua kelompok: kelompok yang satu mendukung kabilah ini, sedangkan kelompok yang lain mendukung kabilah yang lain. Keadaan demikian terus berlangsung selama sekitar 120 tahun dan berakhir dengan keluarnya pasukan Imam Yaman pada tahun 1069 H. Lalu Imam mendamaikan kedua kabilah itu dan menentukan batas-batas wilayah keduanya.
Orang-orang Portugal mulai menyerang pantai-pantai Hadhramaut pada awal abad kesepuluh. Armada-armada mereka mengarungi lautan dari pantai-pantai India ke pantai-pantai Afrika, terus ke pantai-pantai Hadhramaut. Laut ini (laut yang mereka arungi) merupakan tempat lalu lalangnya orang Hadhramaut. Kapal-kapal Hadhramaut dan al-Mahrah seringkali berpapasan dengan kapal-kapal Portugal dan terjadi peperangan yang dahsyat antara mereka. Bila penduduk asySyihr (di pesisir Hadhramaut) memberikan peringatan atas datangnya armada-armada Portugal, mereka mengirim orang yang meminta bantuan ke daerah pedalaman, sehingga para ahli ilmu berlombalomba untuk melaksanakan kewajiban jihad, kemudian diikuti oleh orangorang awam. Maka berkumpullah di sana berbagai kelompok sampai armada-armada musuh dapat terhalau."
Kemudian ia mengatakan:
"Kehidupan mereka yang sulit semakin bertambah dengan adanya paceklik yang terjadi pada tahun 945 H sampai-sampai mereka memakan kulit. Juga terjadi banjir yang sangat besar pada tahun 939 H. Banjir itu menghancurkan kebun-kebun kurma dan tanah mereka, hingga tidak ada yang tersisa kecuali hanya sedikit. Bencana itu menimbulkan kerusakan yang sangat besar di Hadhramaut bagian selatan." Kejadian-kejadian ini semakin menambah keinginan untuk mengadakan perjalanan dan berusaha di berbagai negeri. Selain itu juga menambah kebencian kepada orang-orang Portugal yang menghalangi perjalanannya. Mereka pun bertekad untuk menentang dan mengusir orang-orang Portugal. Mereka langsung bergabung jika mendengar ada orang yang menentang Portugal; dan setiap kali Portugal menduduki suatu negeri, mereka pun mengusirnya karena benci kepada mereka.
Hijrah-hijrah ke berbagai daerah terjadi dengan gencar pada akhir-akhir abad ke sepuluh dan sesudahnya, sampai-sampai beberapa keluarga (kabilah) pindah seluruhnya. Tidak ada keluarga yang sebagian besar anggotanya tidak pindah. Beberapa keluarga bahkan telah hijrah 90% nya.
Hijrah telah mencerabut dan memisahkan mereka. Sehingga, sekelompok orang dari kabilah tertentu ada di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera sedangkan sekelompok lain dari kabilah itu berada di Madagaskar, Kepulauan Komoro, Afrika Timur, dan sebagainya. Keluarga al-Aydrus misalnya, terpencar-pencar pada lebih dari 35 negeri. Begitu juga keluarga Syaikh Ali bin Abubakar as-Sakran, keluarga Ahmad bin Abubakar as-Sakran, dan seterusnya.
Beberapa keluarga telah hijrah dan telah benar-benar terputus dari Hadhramaut. Sekarang keluarga-keluarga itu berada di negeri-negeri lain. Dr. Muhammad Bahjat al-Misri dalam artikelnya di surat kabar al-Ahram6 menyebutkan bahwa belum dapat ditentukan secara tepat sejarah awal hubungan Islam dengan India. Menurut pendapat yang kuat, hubungan itu berlangsung pada akhir-akhir abad ketujuh Masehi dengan perantaraan para pedagang Arab yang singgah di pantai-pantai barat India, khususnya pantai Malabar dan Gujarat. Mereka disambut dengan hangat oleh para penguasa negeri-negeri itu karena mereka menjadi kaya dengan sebab berdagang dengan orang-orang Arab. Para penguasa itu juga mengizinkan mereka untuk membangun masjid-masjid dan mendirikan syiar-syiar agama. Orang-orang Arab Muslim tidak harus bersusah payah untuk memasuki negeri-negeri itu.
Dengan cara seperti inilah Islam masuk ke pulau-pulau di daerah timur. Di antara hal yang menunjukkan telah lamanya Islam masuk ke Jawa adalah adanya kuburan-kuburan kuno, di antaranya kuburan Fatimah binti Maimun bin Hibatullah di dekat Leran, Gresik. Di atas nisannya terdapat tulisan-tulisan Kufi. Tahun wafatnya adalah tahun 475 H atau 495 H (1083 M atau 1101 M). Prof. Stoterheim meyakini kemungkinan wanita itu sebagai istri seorang pedagang Arab, tetapi Prof. Maquette, ahli arkeologi yakin bahwa la wanita Arab dari Yaman dan boleh jadi nisan yang terdapat pada makamnya didatangkan dari negerinya atau dibawa oleh orang-orang Hadhramaut setelah itu. Jika nisan itu didatangkan, maka itu merupakan bukti adanya masyarakat pendatang Muslim Yaman. Namun Jika dibuat di tempat itu sendiri, maka itu bukti adanya masyarakat Islam yang besar.
Paul R mengatakan dalam buku Inscription Conflique de Leran bahwa nisan itu dibuat di sana dan pembuatnya adalah orang-orang Arab atau Persia yang berlayar jauh dari negerinya. Ia juga yakin bahwa orang-orang Muslim telah menetap di sana.
Dr. Hamka mengatakan, "Sesungguhnya sumber-sumber Cina menyebutkan bahwa orang-orang Arab termasuk penyebar Islam pertama yang sampai ke Kepulauan Melayu di abad ke-7 Masehi (abad pertama Hijriah)."7
Tempat-tempat Hijrah Mereka
Al-Ustadz Abdul-Mun'im an-Namr dalam buku Sejarah Islam di India halaman 64 mengatakan, "Kita sekarang melihat bekas-bekas Arab di Malabar yang menggambarkan keluarga-keluarga yang asalnya dari Arab."
Kita juga mendapati keturunan Isa al-Akbar bin Muhammad bin Ali al-Uraidhi bin Ja'far ash-Shadiq, yaitu keturunan Sayid Ahmad bin Isa dan saudara-saudaranya yang tersebar di berbagai daerah: di Isfahan, Qum, Syiraz, dan di Irak.
Donald Maclain Campbell dalam bukunya Java halaman 5758 mengatakan, "Orang-orang Arab dan Persi bekerja sama dalam mendirikan (?) Kerajaan Majapahit. Mereka juga telah memiliki pemukiman-pemukiman sejak dulu di Sumatera Barat."
Gresik dan Madura merupakan tempat-tempat untuk memperbaiki kapal-kapal mereka jika mengalami kerusakan, dan untuk memuat barang-barang dagangan dan perbekalan mereka. Mereka juga bersekutu dalam mendirikan kerajaan Jenggala, Daha, dan Singasari. Orang-orang Arab dan Persi tinggal di daerah-daerah ini. Bukti yang telah ditemukan pada makam Fatimah binti Maimun di Leran yang bertuliskan tahun 495 H (1101 M) menunjukkan bahwa orang-orang Muslim telah ada sekitar empat ratus tahun sebelum berdirinya Kerajaan Islam Demak.
Sekarang kita dapat melihat keturunan Arab di berbagai belahan dunia: di Afrika Timur, Afrika Barat, Afrika. Selatan, pulau-pulau di Kepulauan Lautan Teduh, Sind, Burma, Iran, Bukhara, Turkistan, Thailand, pulau-pulau di daerah timur, Turki, dan lain-lain.
Ulama-ulama dan orang-orang terkemuka dari mereka memiliki kedudukan di tempat-tempat hijrahnya. Di tempat-tempat itu mereka terkenal karena perbuatan-perbuatan baiknya bagi masyarakat dan bagi tokoh-tokoh negara Islam, sehingga mereka dimuliakan oleh para. sultan, para pangeran, dan rakyat. Di India, Sultan Kharam berhubungan dengan Sayid Abubakar bin Ahmad bin Husein al-Aydrus yang wafat di Kerajaan Abad tahun 1048 H. Sedangkan Raja Anbar berhubungan dengan Abubakar bin Husein bin Abdurrahman dari keluarga Ahmad bin al-Faqih Muqaddam. Sultan Bijapur, Sultan Mahmud Syah bin Sultan Adil Syah juga berhubungan dengannya dan menjadikannya salah seorang teman dekatnya. Sayid ini seorang yang mulia dan tempat berlindung bagi orang-orang yang datang. Sayid Ali bin Alwi bin Muhammad al-Haddad adalah seorang petunjuk dan seorang penasihat Raja Anbar. Raja Anbar juga berhubungan dengan Sayid Ja'far ash-Sh'adiq bin Zainal Abidin al-Aydrus (997-1064 M) di kerajaan Abad. Sayid ini memimpin pengajaran di Deccan. Ia mengajar bahasa Persi, dan menerjemahkan kitab al-Iqd an-Nabawi ke bahasa itu. Ia juga berhubungan dengan Sultan Burhan Nizham Syah. Kebanyakan mereka (para Saadah) memiliki kedudukan di kalangan Sultan Haiderabad dan lain-lain. Namun tempat ini tidak cukup untuk menyebutkan mereka semua. Di setiap daerah di India, pulau-pulau di daerah timur, Cina, Thailand, dan lain-lain terdapat keturunan-keturunan dari keluarga al-Gadri, al-Muthahhar, al-Haddad, Basyaiban, Khaneman, al-Aydrus, al-Aththas, Shahabuddin, Syaikhbubakar bin Salim, as-Seggaf, Bafaqih, Jamalullail, al-Habsyi, asy-Syathiri, al-Baidh, al-Ahdal, al-Mahdali, Baraqbah, Aidid, al-Jufri, dan lain-lainnya. Sedangkan dari keluarga-keluarga Arab yang bukan Alawiyin kita dapati keluarga-keluarga al-Amudi, Bafadhal, al-Khatib, Bawazir, bin Sumair, Arfan, az-Zubaidi, Bahanan, Makhramah, asy-Syibli, Nabhan, Syarahil, Zughaifan, ash-Shabban, Bajabir, Baswedan, dan banyak lagi yang lainnya.
Di antara Alawiyin yaqg hijrah ke India adalah seorang sayid yang alim, Abdullah bin Husein bin Muhammad Bafaqih yang hijrah ke kota Kanur dan menikah dengan putri Wazir Abdul Wahhab serta menjadi pembantunya sampai wafatnya. Lalu Sayid Muhammad bin Abdullah al-Aydrus, tokoh Ahmadabad dan Surat yang berangkat atas permintaan kakeknya, Syaikh bin Abdullah al-Aydrus. Ketika kakeknya wafat pada tahun 990 H, ia menggantikan kedudukannya dan wafat di Surat tahun 1003 H. Selanjutnya Sayid al-'Allamah Muhammad al-Bagir bin Umar bin Aqil Bahasan Jamalullail yang sering bolak-balik ke daerah-daerah di India. Ia wafat di Tarim tahun 1079 H.
Buku-buku biografi dipenuhi nama-nama orang yang hijrah ke berbagai daerah. Mereka memiliki tempat menetap. Demikianlah kita mendapati keluarga-keluarga Arab di berbagai daerah, di mana sebagiannya telah melebur dalam masyarakat dan sebagian lainnya masih dapat dikenali. Apa yang kami sebutkan hanyalah sebagai contoh saja, bukan untuk menyebutkan semuanya.
Ustadz Muhammad bin Abdul-Qadir Bamuthrif memiliki karangan tentang hijrahnya orang-orang Yaman. Dalam kitab itu ia menyebutkan tempat-tempat asal orang-orang Yaman Selatan yang merantau ke Afrika, sebab-sebab hijrah sebelum Islam, dan sebab-sebab hijrah pada masa Islam ketika para Saadah pergi untuk berjihad dan menyebar di berbagai daerah.
Kemudian ia menyebut seorang orientalis Belanda Dr. Snouck Hurgronje (tentang pembahasan yang ia persiapkan sekitar tahun 1885 M dan diterbitkan di Leiden tahun 1931 M tentang orang-orang Hadhramaut di Hijaz, baik para ulamanya atau para pedagangnya).
Dalam laporan yang diterbitkan oleh pemerintah Inggris tahun 1930 M disebutkan bahwa jumlah orang Hadhramaut di Hijaz lima ribu orang. Buruknya kondisi perekonomian pada masa itu membuat banyak di antara mereka yang hijrah ke Jawa, Mushawwa, dan Mogadishu. Sebagian orang Hadhramaut memegang pekerjaan-pekerjaan resmi sejak masa pemerintahan para syarif. Pada masa pemerintahan as-Saudi yang pertama, orang-orang Hadhramaut diundang ke majelis raja sebagai para penasihat. Jumlah orang Hadhramaut di Mekah dan Jeddah mencapai sepuluh ribu orang.
Di antara sebab-sebab hijrah yang disebutkan oleh laporan itu adalah perdagangan, kelaparan, dan fitnah. Disebutkan bahwa mereka memiliki kapal-kapal layar dan dengan kapal-kapal itu mereka sampai ke Timur Jauh. Orang-orang Hadhramaut telah mencapai puncak kebesaran dalam bidang pelayaran antara tahun 1845 M sampai tahun 1855 H. Aktivitas muhajirin (orang-orang yang hijrah) bukan dalam bidang perdagangan dan industri saja, melainkan juga merambah bidang dakwah Islam ketika mereka telah menetap di Asia Tenggara, Afrika, Timur, dan Afrika Selatan.
Dalam sejarah telah disebutkan secara pasti bahwa orang-orang Portugal merebut daerah Mozambik dari orang-orang Yaman Selatan, dan pelabuhan Safalah merupakan pusat kekuasaan mereka. Sesungguhnya orang-orang Yaman Selatanlah yang semula menguasai Kepulauan Komoro dan mereka juga yang menciptakan keramaian di sana. Mereka yang menamai kepulauan itu dengan nama Komoro (al-Qomar) yang artinya kepulauan yang putih bersinar bagaikan bulan. Mereka juga menamai Nagr untuk suatu tempat yang dikenal dengan nama Natal di Afrika Selatan dan juga memberikan nama al-Buhairah untuk pelabuhan Mozambik. Lalu orang-orang Portugal mengubahnya menjadi Beira.
Laporan itu juga menyebutkan bahwa orang-orang Hadhramaut yang hijrah adalah sebagai berikut:
Di Indonesia 71.335 orang, di Malaysia dan Singapura 3000 orang, di India 10.000 orang, di Afrika Timur 12.000 orang, di Somalia dan Ethiopia 2.000 orang, di Sudan 750 orang, dan di Mesir 18 orang. Jumlah keseluruhannya 99.103 orang. Para pedagang setempat memperkirakan bahwa uang yang mereka kirim ke Hadhramaut sekitar 800.000 Jeneh, di antaranya 700.000 Jeneh dari Indonesia, Malaysia, dan Singapura.
Sekarang mereka berada di tempat-tempat hijrah yang menyelamatkan mereka dari kehidupan yang susah dan dari keadaan yang tidak aman. Di sana mereka mendapati kehidupan yang tentram dan menyenangkan, tempat yang baik, dan pekerjaan yang teratur di bawah naungan undang-undang yang pasti. Mereka saling tolong menolong dalam perdagangan, saling bertoleransi, dan saling menanggung kecuali pada beberapa masa. Sebab-sebab tersebut di atas masih ada sampai sekarang dan keadaannya masih tetap demikian. Ketergantungan kepada negeri luar masih seperti sebelumnya.
Karena sebab-sebab ini, keluarga-keluarga yang semula berada di Hadhramaut menjadi terputus dari tanah airnya, sehingga di Hadhramaut tidak terdapat lagi misalnya, keluarga Abdul-Malik, keluarga al-Qadri, keluarga Bafaraj, dan keluarga Khaneman. Hijrah ini berhenti setelah Perang Dunia 11. Kemudian hijrah mengarah ke Jazirah Arab. Jadi masalahnya tetap demikian, yaitu bergantung kepada negeri luar.
Perpindahan dari Yaman Selatan, khususnya dari Hadhramaut, telah menghabiskan sejumlah besar penduduknya. Negeri ini tidak dapat lagi mencukupi kebutuhan para penduduknya, sedangkan jumlah mereka semakin banyak, generasi demi generasi. Mereka pergi berkelompok-kelompok dan berkelana ke berbagai daerah. Mereka menempati tempat-tempat yang memiliki keamanan dan kehidupan yang tenang. Sebagian besar orang yang hijrah dari Arab Selatan adalah para pemuda. Sedangkan orang-orang tua, anak-anak, kaum wanita, dan orang-orang yang lemah biasanya mencukupi kebutuhan mereka dari pemberian orang-orang yang hijrah di negeri asing, baik anak-anak mereka atau saudara-saudara mereka. Harta datang kepada mereka dari luar secara terus menerus, tetapi itu tidak dapat membawa kepada pertumbuhan negeri itu, karena tenaga-tenaga yang giat (produktif) telah hijrah. Sehingga, harta yang datang kepada mereka tidak menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi negerinya, karena harta itu datang untuk pergi lagi, yaitu untuk mendatangkan kebutuhan-kebutuhan mereka dari luar. Hal itu karena tidak disertai dengan usaha-usaha pengembangan yang memadai.
Keadaan ini tidak hanya di daerah Arab Selatan saja. Sejumlah negara Arab juga keadaannya demikian dengan sedikit perbedaan. Jika dari daerah-daerah itu jumlah orang-orang yang hijrah mencapai ratusan, maka dari Hadhramaut jumlah orang-orang yang hijrah mencapai ribuan. Di tempat-tempat mereka hijrah, mereka memiliki ratusan ribu keturunan. Jika uang yang datang ke negeri-negeri Arab yang lain sebagiannya digunakan untuk pertanian, maka pertanian di Arab Selatan justru mengalami kemunduran. Demikian juga kemakmurannya. Daerah-daerah pertanian mulai menyusut.
Hijrah-hijrah yang terakhir ke negeri-negeri minyak memberikan keuntungan bagi daerah-daerah Arab yang menerimanya sebagaimana juga memberikan manfaat bagi orang-orang yang hijrah itu sendiri. Tetapi hal itu merugikan tanah air yang mereka tinggalkan yang kemudian menjadi bertambah sengsara dan tidak dapat mengambil manfaat dari harta yang dikirimkan kepada keluarga-keluarga di sana. Sekarang kita mendapati keturunan Hasan dan keturunan Husein di setiap daerah di muka bumi, terutama di daerah-daerah Islam dari Barat Jauh sampai Timur Jauh, di bagian utara dan di Asia Tengah, di Turki dari Istambul sampai Ankara, Ialu ke selatan di Suriah Utara, juga di pelosok-pelosok Eropa dan Amerika.
Pembauran
Hijrahnya orang-orang Arab dan kaum Muslim pada umumnya menyebabkan mereka tersebar di berbagai daerah di muka bumi. Mereka berkelana ke tempat-tempat yang jauh dan mendiaminya dalam waktu yang lama. Setelah masa berlalu dan zaman berganti, mereka pun berbaur dalam lingkungan-lingkungan yang mereka tempati dan melebur dalam masyarakatnya.
Lingkungan mempunyai pengaruh terhadap individu-individunya; zaman memiliki kemampuan mempengaruhi jiwa; corak hidup individu tergantung pada sekelilingnya; tradisi dan adat istiadat memiliki kekuatan. Menurut tabiatnya, manusia memegang teguh sesuatu yang menjadi kebiasaannya. Jadi, semua yang mengelilingi individu mempunyai pengaruh terhadapnya, dan pergantian zaman memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan kemampuan-kemampuan individu.
Keyakinan-keyakinan dan tradisi-tradisi yang telah berlangsung secara turun temurun, jarang yang dapat melebur dengan cepat. Seseorang mungkin dapat menghancurkan sebuah istana yang megah dengan alat peledak dan dapat membinasakan sebuah pabrik dengan roket seperti yang dilakukan kaum zionis. Tetapi dengan kekuatan yang dimilikinya ia tidak mampu mencabut pemikiran-pemikiran yang telah berkembang pada manusia dan keyakinan-keyakinan yang telah mengakar dengan kuat pada jiwa mereka. Keturunan juga memiliki pengaruh terhadap seseorang. Pengaruh ini merupakan hal yang sudah menjadi tabiat pada semua makhluk hidup.
Sejarah telah menceritakan kepada kita mengenai kaum-kaum yang setelah masa yang lama akhirnya melebur di berbagai masyarakat. Hanya sedikit saja dari manusia yang dapat menjaga tradisinya dan berpegang pada asalu-sulnya sekalipun telah kehilangan sebagian kelebihannya. Jadi, manusia tetap tidak dapat menghilangkan pengaruh zaman dan lingkungan dari dirinya.
Dalam darah kaum Muslim Filipina sekarang terdapat pengaruh yang besar dari darah-darah Arab, khususnya dalam darah keturunan para penguasa dan para pemimpin yang selalu ingat bahwa nenek moyang mereka adalah orang Arab.
Dr. Snouck Hurgronje, seorang orientalis Belanda menyebutkan bahwa seorang alim bernama Tuanku Kota Karang yang merupakan musuh terbesar Belanda, yakin dan membela keyakinannya bahwa dalam darah penduduk Aceh terdapat darah Arab, Persi, dan Turki. Ia mengumumkan ini dalam khutbah-khutbahnya dan selebaran-selebarannya yang keras menentang orang-orang Belanda. Muhammad Said, seorang sejarawan mengatakan:
"Orang alim Aceh ini terkenal dengan keilmuannya, keluasan bacaannya, dan keberagamaannya. Ia mempunyai karangan yang banyak yang juga dimiliki oleh para tentara Belanda. Karangankarangannya itu menunjukkan keluasan pengetahuannya mengenai sejarah Muslimin dan pengetahuan-pengetahuan lainnya. Jika benar apa yang dikatakan oleh Snouck Hurgronje maka itu tentu bukan omongan sembarangan, melainkan hasil penelitian dan kajian. Dr. Snouck terkenal tingkat keilmuannya dan itu tidak dapat disangsikan lagi. Ia memiliki karangan-karangan Tuanku Kota Karang dan telah mengkajinya. Karena itu tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa apa yang disebutkan oleh Snouck Hurgronje tentang pengaruh Hindu terhadap penduduk hanyalah dimaksudkan untuk menolak pendapat orang alim ini." (Aceh Sepanjang Abad, 1/22)
Nama orang alim ini adalah Tuanku Abbas. Dahulu ia seorang qadhi di Kesultanan Aceh ketika berjuang melawan penjajahan Belanda, dan penasihat seorang pejuang, yaitu Syaikh Samman, panglima pasukan perang.
Asimilasi berlangsung secara bertahap. Jika pada hijrah-hijrah di masa lalu para muhajirin tidak menjalin hubungan perkawinan dengan penduduk setempat maka keturunannya akan tetap jelas asal usulnya. Tetapi sekarang keadaannya tidak demikian.
Dalam sejarah kesultanan-kesultanan kepulauan Maluku, yaitu Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan disebutkan bahwa sultan-sultannya bernasab kepada satu pangkal, yaitu Sayid Ja'far ash-Shadiq yang datang ke sana pada tanggal 10 Muharram 470 H (1080 M).
Sumber-sumber Melayu mengatakan bahwa Sultan Malaka keempat, Tun Ali Sri Nara adalah anak salah seorang Ratu Pasai, sedangkan ayahnya salah seorang pedagang Muslim yang kaya. Biasanya yang menikah dengan keluarga-keluarga terpandang adalah dari kalangan dai atau tokoh-tokoh ilmu (para ulama).
Van den Berg mengatakan, "Para pendiri kerajaan-kerajaan Islam telah menjadi sebuah generasi khusus. Mereka memiliki nama-nama dan gelar-gelar Jawa. Mereka tidak berbaur dengan orang-orang Arab yang datang sesudah mereka. Hanya saja mereka masih mengetahui asal-usul mereka sebagai orang Arab dan bahwa mereka dari kalangan saadah. Karena itu mereka hanya membolehkan para saadah untuk menziarahi makam Sunan Gunung Jati (yaitu kakek mereka, Syarif Hidayatullah) di Cirebon. Sedangkan orang-orang lain (selain para saadah) tidak mereka bolehkan kecuali sampai batas tertentu. "Dalam khutbah-khutbah Jumat, nama-nama sultan disebutkan dengan gelar-gelar Jawa sebagai ganti dari nama-nama Arab. Nama-nama Jawa itu tertera di atas nisan-nisan makam, sehingga mereka menjadi orang Jawa."
la juga menyatakan,
"Di Kesultanan Yogyakarta terdapat sebuah keluarga yang asalnya dari Hadhramaut yang menempati kedudukan yang tinggi di sisi sultan. Keluarga itu telah berbaur dengan orang-orang Jawa. "Seorang sayid dari keluarga as-Seggaf di Siak pada pertengahan abad ke-17 menikah dengan keluarga Sultan Siak. Pada tahun 1782 M ia diangkat sebagai duta sultan untuk pemerintahan Belanda, di Malaka.
"Sayid Muhammad bin Alwi al-Jufri adalah seorang pemuka Arab di Siak dengan kedudukan sebagai Bendahara Panembahan. Ayahnya berasal dari Hadhramaut."
Antara Jambi dan Siak terdapat hubungan kekerabatan. Di antara pemuka Jambi adalah Sayid Muhammad bin Idrus al-Jufri yang bergelar Wirakusuma.
Syarif Hidayatullah dimakamkan di suatu tempat yang bernama Gunung Jati, sehingga ia dikenal dengan nama itu. Sayid ini seorang pahlawan yang memimpin pasukan Kesultanan Demak, memerangi Portugal, dan membebaskan Jakarta. Dengan cepat ia dapat membebaskan Jawa Barat dari pendudukan Portugal yang sebelumnya berada di sana. Hal itu disebutkan oleh buku-buku setempat seperti Puro Kacaruban Nagari, Negara Kertabumi, dan cerita-cerita para penduduk.
Sebuah sumber Portugal karya Joao de Barros mengatakan, "Seorang panglima dari Demak memimpin pasukan, dan melalui Cirebon dalam perjalanannya ke Banten. Ia menduduki pelabuhan Sunda Kelapa (Jakarta) pada awal tahun 1527 M dan mendirikan sebuah masjid di Ciliwung."
Orang-orang Portugal menamakan Syarif Hidayatullah ini dengan nama Falatehan. Maka Prof. Husein Djajadiningrat ingin mengembalikan kata ini kepada asalnya. Ia berpendapat bahwa kata itu merupakan perubahan dari kata Fatahillah dan bahwa Syarif ini mengambil nama atau gelar ini untuk dirinya dari surah al-Fath. Itu adalah setelah kemenangannya atas Portugal dan setelah dapat mengusirnya dari Sunda Kelapa. Lalu ia memberikan nama baru bagi negeri ini, yaitu Jayakarta.
Prof. Husein mengatakan bahwa di antara hal yang menunjukkan kepandaian syarif ini adalah ia mengambil gelar untuk dirinya dari Al-Qur'an. Nama negeri yang ia bebaskan juga merupakan terjemahan dari kata al-fath al-mubin.
Demikianlah pendapat Prof. Husein Djajadiningrat tentang kemungkinan asal penamaan Fatahillah dan Jayakarta. Tetapi para penulis setelah itu menyebut Syarif Hidayatullah dengan gelar Fatahillah atau Falatehan. Padahal nama ini, seandainya pun benar, asalnya merupakan perubahan dari orang-orang Portugis.
Salah seorang dai terdahulu yang menyebarkan Islam di Pulau Tawi-tawi dan sekitarnya adalah Sayid Ali al-Faqih. Sangat banyak bukti yang menunjukkan bahwa ia adalah salah seorang dari tujuh bersaudara dan kemungkinan ia datang ke Tawi-tawi pada akhir abad ketujuh belas.
Keturunan dari para dai tersebut telah berbaur dan menjalin tali perkawinan dalam masyarakat Muslim. Kita dapat menyaksikan di hadapan kita keturunan keluarga Abdul-Malik yang menyebarkan Islam dan memerintah di Cirebon dan Banten. Mereka menduduki berbagai jabatan. Mereka kemudian kehilangan sebagian besar sifat-sifat nenek moyang mereka yang terdahulu. Hanya saja mereka masih menjaga nasab dan akidah mereka.
Van den Berg mengatakan, "Sesungguhnya keluarga-keluarga lama di Banten tak ubahnya seperti keluarga-keluarga di Cirebon dalam segi kejawaannya. Salah seorang dari keluarga kesultanan Banten memegang jabatan regent di Cianjur pada tahun 1813 M. Ia telah lupa bahwa dirinya termasuk keturunan sultan Banten."
Keluarga al-Qadri yang bernasab kepada Sayid Husein al-Qadri banyak jumlahnya di Pontianak. Sebagian di antara mereka telah tersebar di berbagai daerah, hanya saja mereka mengetahui bahwa mereka termasuk keturunan sultan-sultan dari kalangan Sayid. Masing-masing dari mereka digelari syarif sebagaimana yang lainnya yang dikenal nasabnya seperti keluarga al-Aiydrus yang menjadi raja-raja Kubu, dan keluarga Shihab yang menjadi raja-raja Siak dan Palalawan. Anggota-anggota keluarga ini telah terpencar-pencar di berbagai pelosok Malaysia dan Indonesia. Sebagian mereka memegang jabatan-jabatan yang terpandang di Kerajaan Malaysia.
Kerajaan Palalawan pada mulanya merupakan taklukan Kesultanan Siak, tetapi penjajah Belanda memisahkan kerajaan ini dari akarnya. Keturunan keluarga raja-raja Palalawan masih memerintah kerajaan ini hingga akhir masa penjajahan Belanda. Kalender tahunan yang diterbitkan oleh Balai Pustaka selalu menyebut para, penguasa Palalawan ini pada setiap nomor (edisi) dari kalender ini. Van den Berg mengatakan:
"Seorang sayid dari Hadhramaut menikah dengan putri Sultan Bacan, Maluku dan memperoleh tiga orang putri. Setelah sang ayah meninggal, putri-putri tersebut diasuh oleh kakek mereka dan menjadi bagian dari keluarga Sultan. Mereka tidak peduli lagi dengan asal-usul mereka. Tampaknya di Bacan banyak yang seperti ini yang telah hilang keturunannya."
Saya mengenal seorang dokter bemama Abdurrahman Nur dari keluarga al-Aydrus yang dilahirkan di Makasar. Setelah ayahnya wafat, ia diasuh oleh pamannya (dari ibu) yang dipanggil Nur. Abdurrahman ini kemudian dimasukkan ke sekolah di mana pamannya yang bernama Nur itu menjadi walinya, sehingga ia dipanggil Abdurrahman Nur. Sekarang tidak tampak lagi asal-usul yang sebenarnya. Keluarga kami di Makasar memiliki hubungan dengan keluarganya. Mereka saling mengenal dan bertetangga.
Dr. Hamka menyebutkan, "Di Pariaman terdapat keturunan raja-raja yang berhubungan darah dengan Kerajaan Pagaruyung yang bergelar sutan; yang berhubungan darah dengan Aceh bergelar bagindo; sedangkan keturunan para saadah bergelar sidi."
la juga mengatakan:
"Di sebagian kampung di Bugis dan Makasar terdapat keturunan para saadah. Setelah beberapa lama mereka berbaur dalam sukubangsa Bugis dan melebur dengan cepat. Mereka banyak mengerahkan usahanya dalam menyebarkan Islam. Di Jambi terdapat keturunan keluarga Baraqbah yang merupakan cabang dari keluarga al-Jufri. Mereka hidup sebagaimana para penduduk pribumi dan berbaur dengan mereka. Mereka juga memiliki gelar-gelar Indonesia. Di Aceh terdapat keturunan keluarga Bafadhal dan keluarga Jamalullail." (Catatan pengulas: Keluarga Baraqbah bukanlah cabang dari keluarga al-Jufri).
Hamka juga mengatakan:
"Sesungguhnya sebagian besar peranakan Arab di Pontianak adalah dari keluarga al-Gadri; di Kubu dari keluarga al-Aydrus, Babud, Muthahhar, al-Hinduan, al-Habsyi, al-Haddad, as-Seggaf, dan lain-lain. Keluarga-keluarga ini menjalin hubungan perkawinan dengan keluarga al-Gadri. Para saadah Pontianak dan Kubu berpegang teguh dalam hal kafa'ah. Hanya saja sebagian besar dari mereka memiliki adat istiadat Melayu dan membaur dengan orang-orang Melayu karena giatnya aktivitas perdagangan mereka."
Di daerah Angke, Jakarta terdapat makam salah seorang anggota keluarga yang bernasab kepada Sultan Hasanuddin. Nama Angke adalah penisbahan kepada Ratu Bagus Angke, yang merupakan amir (penguasa) Jakarta.
Di Palembang terdapat keluarga-keluarga Baalwi, di mana sebagian besarnya masih memelihara tradisi-tradisi Arab dan menjaga keturunannya. Pada keluarga-keluarga Baalwi juga terdapat ulama-ulama dan dai-dai. Anggota-anggota keluarga itu memiliki kedudukan dan kekayaan, sebagaimana juga mereka mempunyai kapal-kapal. Di antara keluarga yang terkenal yang memiliki kepimpinan dan mempunyai kapal-kapal adalah keluarga Syaikhbubakar, keluarga al-Habsyi, keluarga Shahabuddin, keluarga as-Seggaf, keluarga Baraqbah, keluarga al-Kaf, keluarga al-Munawwar, keluarga al-Jufri, keluarga Khaneman, dan lain-lain.
Karena hubungan kaum Alawiyin dengan sultan-sultannya dan dengan orang-orang yang mereka kekuasaan serta karena menjalin hubungan perkawinan dengan mereka, maka kedudukan kaum Alawiyin menjadi meningkat. Sayid Muhammad bin Alwi al-Aththas dari Sulawesi menyebutkan kepada saya tentang pusat-pusat keberadaan kaum Alawiyin di sana sampai sekarang. Pusat-pusat kemasyarakatan ini jarang dimiliki kecuali oleh mereka yang mempunyai keterkaitan dari dua segi: segi kekuasaan dan segi keturunan. Dia juga yang menunjukkan kepada saya bahwa makam seorang dai, Sayid Husein Jamaluddin al-Akbar di Wajo, di desa Tosora.
Di antara pembauran yang saya lihat dalam naskah lama yang tertulis dengan huruf Arab adalah sebagai berikut:
Bismillahirrahmanirrahim. Pemilik kitab ini adalah al-Faqir al-Haqir Ahmad bin Kyai Mas Sa'id bin Kyai Mas Abdul-Wahhab bin Kyai Mas Sulaiman bin Sayid Syarif Muhyiddin bin Sayid Syarif Abubakar bin Sayid Syarif Muhammad bin Sayid Syarif Hasan bin Sayid Syarif Ali bin Sayid Syarif Alwi bin Sayid Syarif Muhammad bin Sayid Syarif Alwi bin Sayid Syarif Abdullah bin Sayid Syarif Ahmad Muhajir bin Sayid Syarif Isa bin Sayid Syarif Muhammad bin Sayid Syarif Ali bin Sayid Syarif Ruhani Ja'far bin Sayid Syarif Ruhani Muhammad Baqir bin Sayid Syariful Asyraf Zainal Abdidin bin Sayid Syariful Asyraf Azhimul-A'zham Husein asy-Syahid bin Asadullah al-Ghalib wa Ruhani Ali bin Abi Thalib ra.
Dalam silsilah ini tampak bahwa orang-orang yang belakangan bergelar kyai mas dan masing-masing mereka merupakan ulama dengan adanya gelar kyai itu. Sedangkan datuk-datuk mereka bergelar sayid syarif, dan mulai dari Imam Ja'far ash-Shadiq ditambah gelar ruhani, dan Zaid bin al-Imam Ali Zainal-Abidin digelari sayid syariful-asyraf azhimul-a'zham, dan seterusnya. Di halaman terakhir kitab tersebut tertulis sebagai berikut:
Kitab ini pemiliknya adalah hamba yang faqir dan hina, Muhammad bin Ahmad bin Abdul-Wahhab bin Syarif Sulaiman bin Sayid Syarif Abdurrahim bin Sayid Syarif Muhyiddin al-Alawi al-Husaini. Sekian nasabnya.
Dari silsilah ini tampak bahwa ia bernasab kepada Sayid Abubakar Basyaiban bin Muhammad Asadullah bin Hasan at-Turabi bin Ali bin Muhammad al-Faqih al-Muqaddam.
Jadi, keturunan sultan-sultan Brunei dan Sambas, penguasa-penguasa Palalawan, sultan-sultan Palembang dan penguasa-penguasa Kubu, sultan-sultan Banten, Cirebon, Siak, Pontianak, dan Perlis dapat dipastikan keturunan-keturunan Baalawi, sebagaimana Juga penguasa-penguasa Kepulauan Filipina.
Van den Berg mengatakan:
"Abdurrahman bin Muhammad Basyaiban datang pada awal abad ke delapan belas ke Cirebon. Ia menikah dengan putri sultan Cirebon dan mendapatkan dua orang anak laki-laki darinya, yaitu Sulaiman dan Abdurrahim. Mereka digelari dengan gelar-gelar Jawa dan tinggal di Surabaya serta Pekalongan. Keturunan keduanya masih ada sampai sekarang, di antaranya di daerah Krapyak. Cabang dari keluarga ini di Surabaya sudah seperti orang-orang Jawa.
"Di antara anak Abdurrahim ada yang menikah dengan putri dari Raden Adipati Danudirjo, administrator wilayah Jogjakarta. Di usia tuanya ia kembali ke Krapyak dan wafat di sana.
"Anak terbesamya (dari tiga orang anak) adalah Hasyim (bergelar Raden Wangsarejo). Yang kedua Abdullah, bergelar raden saja. Keturunan mereka berdua ada di Jogjakarta dan menduduki pekerjaan-pekerjaan penting di sisi sultan, di antaranya Wedana Jaksa, Kepala Urusan Umum. Sedangkan anak ketiga adalah Alwi yang mengabdi pada pemerintah Inggris, yang kemudian menduduki jabatan regent pada tahun 1813 di Magelang dan bergelar Raden Tumenggung Danuningrat 1. Ia juga bergelar Raden Adipati. Pada tahun 1826 M ia digantikan oleh anaknya Ahmad (Raden Tumenggung Danuningrat 11). Ia mengundurkan diri tahun 1862. Lalu yang memegang jabatan itu anaknya, Said (Raden Tumenggung Danuningrat 1H) sampai ayahnya wafat. Ia digelari Raden Tumenggung Danukusumo. Setelah mengundurkan diri, ia digantikan oleh anaknya, Ahmad.
"Pada bulan Februari 1881 saya berjumpa dengan Sayid Said tersebut ketika ia kembali dari Mekah di atas kapal yang datang dari Singapura. Saya tidak merasa bahwa saya berhadapan dengan seorang peranakan Arab, melainkan dengan seorang penguasa Jawa lama."
Sayid Ahmad bin Muhsin Ba'bud datang dari Hadhramaut ke Pekalongan. Keturunannya mempunyai kedudukan yang terhormat, dan mereka telah tersebar.
Van den Berg juga mengatakan:
"Telah diketahui bahwa orang-orang Arab sampai ke kepulauan ini dan mendirikan kerajaan-kerajaan kecil. Mereka menghancurkan Majapahit dan menjadi penguasa setelah mengawini putri-putri para raja dan kalangan aristokrat. Mereka memiliki pengaruh terhadap para penguasa dan para penduduk.
"Saya menduga penjelasan ini berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya, karena sesungguhnya pengaruh mereka terus berlangsung terhadap semua unsur hingga terhadap mereka yang berada di Majapahit. Hal ini tampak sepanjang sejarah Jawa. Pengaruh yang sepenuhnya terlihat pada banyak peristiwa. Pengaruh orang-orang Arab tidak hanya dari segi agama saja. Tetapi juga dari segi keramahan, kehalusan tutur kata, dan kemampuan mereka untuk berterus terang secara halus. Mereka memperoleh sukses besar dalam semua aktivitas politik mereka.
"Di dekat Palembang terdapat dua buah kampung, Muara Telang dan Karang Anyar, di mana di kedua kampung itu terdapat keluarga Bafadhal dan keluarga Jamalullail."
Sebenarnya, selain nama-nama yang disebutkan penulis di atas terdapat juga orang-orang Jawa yang nasabnya dikenal, di antaranya:
Syaikh Nawawi bin Syaikh Haji Umar, pembangun masjid Tanara di Banten dilahirkan tahun 1230 H (1813 M). Selama puluhan tahun ia menuntut ilmu di Mekah al-Mukarramah dan di Madinah al-Munawwarah. Lalu berangkat ke Syam dan Mesir untuk belajar dan berhubungan dengan ulama-ulama. Ia memiliki karangan-karangan yang puluhan jumlahnya. Selama 69 tahun ia berada jauh dari negerinya dan wafat di Mekah pada tahun 1314 H (1897 M). Syaikh Nawawi bernasab kepada sultan-sultan Banten. Keturunan-keturunannya masih ada.
Seorang alim, Haji Raden Muhammad adalah generasi kedelapan dari keturunan Sultan Hasanuddin bin Syarif Hidayatullah al-Alawi yang wafat tahun 1329 H (19110 M). Ia seorang dai dan pendiri pesantren Sukamiskin, yang terletak delapan kilometer dari Bandung. Setelah ia wafat, yang mengurusnya adalah anaknya, Haji Raden Dimyathi. Pada tahun 1941 M bangunan-bangunan yang diperuntukkan bagi para santri serta kegiatan pengajaran, pengobatan, dan percetakan menjadi hancur karena dibom ketika para santri berjuang menghadapi penjajah. Sejumlah santri mati syahid dalam peristiwa itu. Setelah itu bangunan dan masjid dibangun kembali dan yang memimpinnya kemudian adalah Raden Anang Shonhaji.
Sebagai tambahan tentang masalah pembauran ini, saya ambil sebagian keterangan yang terdapat pada kitab Tuhfah an-Nafts karangan Raja Ali Haji, Riau dalam bahasa Melayu. Ia mengatakan:
Raja Siak mempunyai seorang putri bernama Badriyah. Ia menikahkannya dengan Sayid Usman bin Syihab. Dari pernikahan itu ia mendapatkan anak Sayid Ali yang kemudian memegang pemerintahan Siak karena habisnya keturunan Raja.
Ratu Cindera Midi, putri Upu Daeng Panimbun Bugis dari ibu bernama Ratu Kasamba, putri Sultan Muhammad Zainuddin, Sultan Matan, menikah dengan Syarif Abdurrahman bin Husein al-Gadri yang kemudian memerintah Kesultanan Pontianak. Ia melahirkan anak bernama Syarif Qasim. (yang kemudian memerintah setelah ayahnya) dan Syarifah Aisyah (yang dinikahi oleh Sayid Syaikh bin Hamid Babud). Ratu Tuanku Hitam, putri Ratu Tuanku Mendak (putri Sultan Abdul-Jalil), menikah dengan Sayid Hasan bin Syaikh bin Yahya dan melahirkan anak bernama Syarifah Halimah. Kemudian Halimah ini menikah dengan Sayid Muhammad bin Zein Karisyah dan mendapatkan 6 orang anak, yaitu Zubaidah, Maryam, Abdullah (yang menikahi Shalihah, putri Raja Ja'far dan mendapatkan anak bernama Usman), Ruqayah, Syaikh, dan Husein (menikah dengan Maimunah binti Ja'far dan mendapatkan beberapa orang anak, yaitu Mahmud, Alwi, dan Halimah. Di antara keturunannya adalah Hasyim dan Ahmad).
Gambaran Tentang Orang-orang Arab di Masa Lalu
Van den Berg memberikan gambaran tentang orang-orang Arab dengan perkataannya:
"Pemukiman-pemukiman yang banyak didiami oleh para sayid biasanya lebih maju, seperti Palembang. Di rumah-rumah sayid yang kaya biasanya dijumpai perpustakaan berisi buku-buku cetakan Mesir, Suria, dan Konstantinopel. Para sayid yang kaya di Singapura berlangganan surat-surat kabar Arab atau surat-surat kabar Melayu terbitan Indonesia, berbeda dengan di pemukiman-pemukiman lain." "Pendidikan Arab, baik yang dasar maupun yang tinggi diberikan secara cuma-cuma. Para pembimbing tidak menerima gaji sebagaimana di Hadhramaut. Kitab-kitab yang dipelajari juga sama. Mereka jarang mempelajari kitab-kitab tasawuf, sedangkan para penduduk pribumi menyenangi tasawuf
"Keluarga-keluarga bangsa sayid lebih mengutamakan perkawinan sesama mereka. Jadi, seorang sayid menikah dengan seorang syarifah atau putri sultan sebagai istri kedua. Sedangkan mereka yang menikah dengan yang lain banyak yang hilang keturunannya"
la juga mengatakan, "Para sayid memelihara nasab-nasab mereka, sehingga nasab mereka pun dikenal, tidak seperti yang lain."
Faktor-faktor yang Dihadapi Bahasa dan Huruf Arab
Huruf Latin muncul dari Barat bersamaan dengan timbulnya penjajahan terhadap daerah-daerah Timur, di antaranya pulau-pulau di Timur Jauh. Penjajah tidak mampu menjadikan huruf-huruf yang dibawa dari Barat sebagai ganti huruf Arab kecuali setelah seperempat abad pertama dari abad 20.
Huruf Arab telah tersebar luas. Di Sumatera dinamakan huruf Melayu, di Malaya disebut huruf Jawi, dan di Jawa dinamakan huruf Pegon dan huruf Arab. Karena bahasa Arab memiliki kedudukan yang tinggi, maka kitab-kitab biasanya ditulis dengan bahasa dan huruf Arab. Terkadang disertai dengan terjemahannya dengan bahasa Melayu yang tertulis dengan tulisan Arab. Bahkan, para ulama melakukan surat menyurat dengannya. Dengannya pula ditulis pengumuman-pengumuman dan selebaran-selebaran. Setiap Muslim harus belajar membaca Al-Qur'an dan mengenal huruf-hurufnya sejak kecil. Sejarah menceritakan kepada kita bahwa Sultan Malikuzh Zhahir, Raja Pasai menguasai bahasa Arab dengan baik. Ia menyelenggarakan majelis-majelis ilmu yang dihadiri oleh para ulama. Raja-raja Aceh mempunyai penulis-penulis yang mengurus Dewan Risalah Arab. Kepala Dewan ini dinamakan katib al-muluk. Perundingan-perundingan yang dilakukan antara kerajaan ini dengan negeri-negeri asing dilakukan dengan bahasa Arab. Kesepakatan-kesepakatan dan perjanjian-perjanjian juga ditulis dengan huruf Arab.
Hal tersebut di atas terus berlangsung hingga masa penjajahan. Pemerintah Belanda tidak berani menghapuskan huruf Arab dengan kekuatan (secara paksa). Bahkan, mata uang yang beredar di daerah jajahannya, yaitu Hindia Belanda, di atasnya tertulis huruf Arab dengan tulisan yang indah.
Hubungan Yang Kuat Antara Arab dengan Indonesia
Surat kabar Pelita memuat sebuah artikel dengan judul seperti di atas yang ringkasannya sebagai berikut:
"Para pelajar pada umumnya mengetahui gelar-gelar para dai yang lalu, tetapi jarang yang mengetahui asal-usul dan aktivitas mereka. Di antara para dai yang dikenal gelar-gelarnya adalah Sunan Ampel di Surabaya, Sunan Giri di Gresik, Sunan Gunung Jati di Cirebon, Sunan Bonang di Tuban, Malik Ibrahim di Gresik, Sultan Babullah di Ternate, Ja'far ash-Shadiq yang bergelar Sunan Kudus di Kudus, Hasyim yang bergelar Sunan Drajat di Lamongan, Sultan Hasanuddin putra Syarif Hidayatullah di Banten, dan lain-lain. Mereka berpangkal kepada satu keluarga, yaitu Sayid Jamaluddin al-Husein yang wafat di WaJo. Ia cucu ke-19 dari Rasulullah saw melalui putrinya, Fatimah az-Zahra'.
Kami telah menyebutkan tentang Alwi bin Sa'id bin Abdurrahim Basyaiban, seorang penguasa di Magelang. Ia seorang yang dikenal nasabnya. Tetapi anak cucunya memakai gelar-gelar Jawa. Salah satu cucunya dahulu tinggal di Jakarta di sebuah jalan yang dinamai dengan namanya yaitu Paseban yang merupakan perubahan dari Basyaiban.
Banyak orang yang mengenal pelukis ternama Raden Saleh, tetapi mereka tidak mengetahui bahwa ia sebenarnya adalah putra Husein bin 'Awadh dari keluarga bin Yahya, seorang keturunan Arab. Ibunya adalah putri penguasa Lasem, Kyai Bustam.
Berikut ini adalah ringkasan dari apa yang dimuat oleh harian tersebut. Saya ingin memberikan tambahan di sini untuk menjelaskan data yang berhubungan dengan orang-orang yang disebutkan oleh harian itu. Saya sebutkan para dai itu -yang gelar-gelamya dikenal oleh semua orang. Jarang orang yang mengetahui nama-nama mereka yang sebenarnya. Mereka itu adalah:
Sunan Ampel, yaitu Ali atau Ahmad bin Ibrahim bin al-Husein Jamaluddin.
Sunan Giri, yaitu Muhammad Ainul-Yaqin bin Ishaq bin lbrahim bin al-Husein Jamaluddin. Ia memiliki gelaran-gelaran yang lain.
Sunan Gunung Jati, yaitu Syarif Hidayatullah bin Abdullah bin Ali Nuruddin bin al-Husein Jamaluddin.
Sunan Bonang, yaitu Ibrahim bin Ali, di Tuban.
Malik Ibrahim di Gresik
Sunan Kudus, yaitu Ja'far ash-Shadiq bin Ali. Ia yang membangun kota ini dan menamakannya Kudus. Masjidnya dinamakan masjid al-Aqsha.
Sunan Drajat, yaitu Hasyim bin Ali.
Syarif Hasanuddin bin Syarif Hidayatullah bin Abdullah bin Ali Nuruddin bin al-Husein.
Gelar-gelar yang diberikan kepada mereka adalah mengikuti tradisi yang berlaku. Tradisi-tradisi gelar masih ada sampai sekarang di Indonesia. Terkadang gelar-gelar itu lebih dikenal, sehingga nama-nama mereka yang sebenarnya tidak lagi teringat.
Dr. Hamka dalam pidatonya yang disampaikan pada Seminar Sejarah Riau yang diadakan di Pekanbaru bulan Mei 1975 mengatakan:
"Keturunan Arab telah sepenuhnya melebur di masyarakat dan telah terjadi percampuran darah sejak seribu tahun yang lalu. Keluarga Jamalullail telah hijrah ke Sumatera Barat dalam perjuangan mereka menyebarkan Islam. Para penduduk menggelari anggota-anggota keluarga ini dengan gelar sidi."
"Imam Bonjol, panglima Perang Padri di Sumatera Barat dan seorang pahlawan Indonesia, nama sebenarnya adalah Muhammad Syahab. Hanya saja siasat penjajah berusaha memisahkan seseorang dari yang lainnya, agar dikatakan bahwa mereka adalah orang-orang asing timur dan agama yang mereka bawa adalah agama orang asing. Tetapi sejarah mengungkapkan kepada kita, bahwa kecintaan rakyatlah yang memilih Sayid Ali bin Usman bin Syihab untuk memimpin Kesultanan Siak. Saudaranya, Abdurrahman bin Ali bin Syihab menjadi penguasa Palalawan. Di antara, cucunya adalah sultan Siak, Syarif Qasim Saifuddin bin Syihab. Ia seorang yang banyak memberikan bantuan kepada, Republik Indonesia. Ialah orang pertama yang mengumumkan bergabungnya kesultanannya ke Republik Indonesia dan menyumbangkan 13 juta Gulden pada tahun 1945..."
Imam Bonjol
Bonjol adalah nama negeri di mana orang alim dan pejuang yang memerangi Belanda ini dinisbahkan kepadanya dan dimakamkan di sana. Penulis terkenal, Yusuf Abdullah Puar, yang merupakan salah seorang cucu Pahlawan Basa 1, paman Imam Bonjol, menulis sebuah artikel di mana di dalamnya ia menyebutkan bahwa, Siti Rahmah, ibu dari Zainul-Anwar adalah cucu keenam dari nenek Hamatun, ibunda Imam Bonjol. Dengan demikian, anaknya, Zainul Anwar adalah cucu ketujuh (dari jalur ibu).
Muhammad Shahab, (nama, Imam Bonjol) dilahirkan pada tahun 1772. Pada masa mudanya ia dipanggil Peto Syarif, kemudian terkenal dengan sebutan Tuanku Mudo, yang merupakan gelar para ulama. Ibunya adalah Hamatun. Pamannya dari ibu adalah Sayid Usman, seorang Arab yang berasal dari Yaman Selatan. Ayah dari mereka berdua, (ibunya dan pamannya) pernah tinggal beberapa lama di Maghrib. Sayid Usman dan saudara perempuannya ini sampai di Sumatera Barat sebagai dai. Kemudian mereka diminta oleh para penduduk Bonjol untuk menyebarkan ilmu-ilmu agama. Datuk Tumenggung memberikan sebidang sawah bagi mereka di kampung Koto, daerah Bonjol. Sayid Usman digelari Datuk Bagindo Suman. Gelar ini dipakai turun temurun oleh anak cucunya hingga tahun 1950, sebagaimana mereka mewarisi jabatan qadhi di Ganggu Hilir, Bonjol.
Tuanku Laras, kepala daerah itu di masa Paderi yang dikenal dengan gelar Naah Sutan Chaniago telah mengarang sebuah kitab dalam bahasa Minangkabau dengan huruf Arab. Di dalamnya ia menyebutkan bahwa Imam Bonjol wafat di kampung Koto. Kitab ini masih tersimpan pada Haji Qoharuddin dari keluarga Chaniago Kitab ini dianggap sebagai milik keluarga atau suku. Photo copynya ada pada Zainul-Anwar di Jakarta. Namun ia telah menyerahkannya kepada Dr. Priyono, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (19661975) karena memandangnya sebagai seorang pakar dalam bidang sejarah dan kebudayaan Islam agar ia dapat mengkajinya. Zainul Anwar ini merupakan pembantunya. Ia telah mendapatkan keterangan dari Pahlawan Basamuda pada tahun 1929 dan dari neneknya (dari ibu) tentang sejarah wafatnya Imam Bonjol.
Sumber-sumber Belanda mengatakan bahwa Imam Bonjol ditawan dan dibuang ke Palopo, Manado pada tahun 1837 dan wafat di sana tahun 1864. Tetapi sumber-sumber lain menafikan apa yang disebutkan oleh sumber-sumber Belanda itu.
Hamka mengatakan bahwa Imam Bonjol memiliki sebuah perpustakaan yang berisi kitab-kitab tafsir, hadis, tasawuf, fiqih, nahu, sharaf, mantiq, dan ma'ani. Semuanya masih berupa tulisan tangan. Ahli warisnya masih menyimpan sebagian kitab-kitab itu. Di antara mereka adalah Ahmad Marzuqi di Pematang Siantar.
Kaum Padri
Perang Padri adalah peristiwa yang berpengaruh dalam sejarah.. Ia merupakan peristiwa perjuangan pada seperempat pertama abad ke- 19.
Orang yang pertama kali menulis tentang peristiwa ini dan menduga sebab-sebabnya adalah seorang penulis Belanda, Nieman. Ia diikuti oleh beberapa penulis lain, di antaranya Thomas Arnold. Pada tahun 1218 H (1803 M) tiga orang haji dari Indonesia kembali ke tanah airnya setelah mereka tinggal di tanah haram sejak sebelum tahun 1205 H (1790 M). Jadi, lebih dari dua belas tahun mereka belajar di tanah haram, tempat yang dirindukan oleh kaum Muslim dan diinginkan oleh para penuntut ilmu dari berbagai pelosok.
Mereka bertiga yang dikenal dengan gelaran mereka itu adalah:
Haji Miskin
Haji Piobang
Haji Sumanik
Mereka belajar kepada para ulama terkenal di masa itu. Ketika itu di Mekah dan Madinah terdapat banyak ulama yang membanggakan berbagai negeri. Di antara mereka adalah:
Al-'Allamah Ibrahim bin Muhammad al-Amir ash-Shan'ani al-Makki yang wafat pada tahun 1213 H (1799 M)
Al-'Allamah asy-Syaikh Muhammad ad-Dasuqi asy-Syafi'i yang wafat pada tahun 1247 H di Madinah al-Munawwarah.
Al-'Allamah asy-Syaikh Muhammad Sa'id bin Muhammad Sanbal yang wafat pada tahun 1215 H.
Al-'Allamah asy-Syaikh Thahir bin Muhammad Said Sanbal yang wafat pada tahun 1218 H.
Al-'Allamah asy-Syaikh Sayid Ahmad bin Alwi Jamalullail yang wafat pada tahun 1216 H, seorang mufti madzhab Syafi'i.
Al-'Allamah asy-Syaikh Husein bin Ali, mufti madzhab Maliki yang wafat pada tahun 1218 H di Mekah al-Mukarramah.
Al-'Allamah asy-Syaikh Sholeh al-Falani al-'Umri yang wafat pada tahun 1218 H di Madinah al-Munawwarah.
Al-'Allamah asy-Syaikh Zainuddin Abdul-Ghani bin Muhammad Hilal yang wafat pada tahun 1218 H, seorang mufti madzhab Syafi'i di Mekah al-Mukarramah.
Al-'Allamah asy-Syaikh Abdullah bin al-Qadhi Abdul-Mun'im, mufti madzhab Hanafi di Mekah al-Mukarramah.
Al-'Allamah Sayid Yusuf bin Muhammad al-Baththah al-Ahdal, di Mekah al-Mukarramah.
Syaikh Ali ash-Shiddiqi.
Syaikh Arif Jamal.
Syaikh Yahya bin Muhammad Habab.
Syaikh Muhammad Sa'id Safaruddin Mala Abdullah al-Islambuli (Qadhi Madinah),
Syaikh Ahmad al-Jauhari,
Syaikh Muhammad al-Jauhari,
Syaikh Abdul-Hafizh Ajmi.
Sayid Umar bin Ahmad bin Aqil as-Seggaf,
Syaikh Muhammad Umar bin Abdur-Rasul, dan sebagainya.
Dari mereka inilah orang-orang yang berada di sekitar Baitul haram dan Masjid Nabawi mendapatkan ilmu. Para penuntut ilmu itu mengambil akhlak mereka dan mengikuti mereka dalam hal pemikiran, pakaian, dan model tasawuf mereka yang sederhana.
Para haji yang bertiga tadi kembali pada tahun di mana pasukan Nejed masuk menaklukkan Hijaz pada 18 Shafar 1218 H (1803 M). Mereka kembali ke tanah air dalam keadaan hati mereka penuh dengan keikhlasan untuk membela agama dan benci kepada musuh-musuh agamanya. Maka mulailah mereka menyiarkan ajaran-ajaran Islam dan jihad di jalan Allah, serta memelihara tradisi-tradisi yang dibenarkan agama. Tetapi di Sumatera Barat mereka mendapati suatu kelompok yang dinamakan kaum adat yang dalam masalah-masalah warisan berpegang teguh pada adat yang bertentangan dengan hukum Islam. Maka dengan cara yang baik mereka pun menyeru kaum adat untuk meninggalkan apa yang mereka pegang itu.
Kemudian tiga orang haji tadi diperkuat oleh yang lain-lainnya seperti Tuanku Nan Renceh, penyebar Islam pada suku-suku batak tahun 1804 dan gurunya, Tuanku Nan Tuo yang mengajak orang dengan cara yang baik. Selain itu juga Peto Syarif yang bergelar Imam Bonjol, dan lain-lain.
Tetapi sebagian ulama yang terlalu meluap-luap semangatnya melakukan penentangan dengan keras, sehingga masalahnya berkembang menjadi penggunaan kekerasan. Maka terjadilah pertempuran antara mereka dan kaum adat. Ketika peperangan telah berlangsung lama, kaum adat merasa membutuhkan orang-orang yang dapat membantu mereka. Belanda melihat bahwa kesempatan yang ditunggu telah datang. Maka mereka pun memberikan bantuan kepada kaum adat.
Pada akhirnya kedua belah pihak merasa bahwa pertempuran antara mereka hanya menguntungkan penjajah. Mereka juga menyadari bahwa pertentangan tidak boleh menyebabkan pertumpahan darah. Suatu seruan tidak boleh membawa kepada kebencian atau peperangan. Maka mereka pun sepakat untuk menghadapi penjajah. Lalu terjadilah peperangan yang dahsyat dalam waktu yang lama. Banyak yang terbunuh dalam peristiwa itu, di antaranya para ulama. Peperangan ini kemudian dinamakan Perang Padri.
Banyak terdapat pendapat mengenai asal-usul penamaan padri. Sebagian orang menduga bahwa nama itu dihubungkan dengan negeri Pidi. Tetapi kemungkinan ini kecil. Sebagian yang lain berpendapat bahwa nama itu dikaitkan dengan Paderi, yaitu para pendeta karena para pejuang menggunakan pakaian putih, di leher mereka terdapat tasbih, dan pada kepala mereka terdapat serban. Tetapi para pendeta tidak mengenakan serban.
Hamka dalam bukunya Tuanku Rao, antara fakta dan khayal halaman 307 mengatakan bahwa pakaian-pakaian yang dikenakan merupakan ciri-ciri Islam. Pakaian mereka seperti pakaian Pangeran Diponegoro dan para sahabatnya yang memakai jubah putih, serban, dan tasbih ketika memerangi Belanda selama lima tahun.
Sebagian orang berpendapat bahwa nama itu merupakan penisbahan kepada badar. Kemungkinan ini yang lebih dekat, karena dalam peperangan melawan orang-orang kafir mereka menyerupakan diri mereka dengan ahli badar yang berjuang bersama junjungan kita Rasulullah saw.
Ada pula orang yang memiliki pendapat lain. Yaitu, bahwa kebanyakan orang yang belajar kepada para ulama di tanah haram memiliki kemantapan dalam beribadah dan di antara ulama yang mereka ambil ilmunya adalah Syaikh Ahmad bin Muhammad bin Yunus al-Badri al-Madani. Maka mereka menisbahkan diri mereka kepadanya dan disebut sebagai al-Badriyyin. Pengaruh para ulama itu terlihat pada diri murid-muridnya, baik dalam hal pakaian, tanda-tanda (ciri-ciri), keteguhan dalam ibadah, dan sebagainya.
Orang Belanda pertama yang menulis tentang Perang Padri adalah Kolonel Ridder de Stuers, Kolonel Elout, dan Lange. Sedangkan orang-orang sesudah mereka hanya mengutip dari mereka. Yang benar, nama itu merupakan penisbahan kepada paderi (para pendeta), karena kaum Muslim memerangi mereka, sehingga dinamakan Perang Padri, sebagaimana juga Perang Salib.
Gelar-gelar dan Keturunan-keturunan
Gelar-gelar sejak dulu digunakan pada adat istiadat dan tradisi di Kepulauan Nusantara. Setiap raja memiliki gelar khusus. Demikian juga para pangeran, para pegawai tinggi, dan semua yang memiliki kedudukan. Gelar-gelar merupakan hal yang penting dalam istilah yang digunakan di masyarakat, sehingga kebanyakan orang tidak mengenal suatu pribadi kecuali gelarnya. Ada gelar-gelar yang dipakai secara turun temurun. Keturunan para sultan memiliki gelar, demikian pula keturunan para pangeran. Gelar-gelar itu banyak dan bermacam-macam.
Pada zaman Belanda, kesultanan memberikan suatu gelar bagi seseorang yang mengabdi padanya atau ingin mengabdi. Misalnya gelar raden. Pada asalnya gelar ini diberikan pada orang-orang tertentu. Namun, terkadang ada juga orang yang diberi gelar itu, tetapi anak-anaknya tidak mewarisinya.
Adapun yang berasal dari keluarga Sadah Alawiyyin digelari sayid, syarif, dan habib. Tetapi gelar habib digunakan untuk seorang yang alim, yang telab berusia lanjut, atau seorang pemuka di antara mereka. Apabila seorang Alawi memegang suatu pemerintahan ia digelari syarif. Gelar ini biasanya dipakai secara turun temurun oleh anak cucunya.
Dr Hamka menyebutkan:
"Gelar syarif khusus digunakan bagi keturunan Sayidina Hasan dan Sayidina Husein apabila menjadi raja. Sultan-sultan Indonesia yang keturunan Rasulullah saw seperti sultan-sultan Siak, Pontianak, dan lain-lain digelari dengan gelar syarif. Sultan Siak terakhir secara resmi digelari Sultan Sayid Syarif Qasim bin Sayid Syarif Hasyim Abdul-Jalil Saifuddin. Demikian juga pendiri kota Jakarta yang terkenal dengan panggilan Sunan Gunun Jati, ia digelari Syarif Hidayatullah. Orang-orang Arab sejak masa kesultanan Aceh sampai sekarang meletakkan gelar sayid sebelum menyebutkan namanya. Saudara kita Gazalba yang terkenal di bidang kebudayaan digelari sidi.
"Berdasarkan hadis Rasulullah saw, 'Sesungguhnya anakku ini adalah pemimpin (sayyid) pemuda ahli surga.' Maka menjadi tradisi turun temurun bahwa setiap keturunan Sayidina Husein di dunia islam digelari Sayid. Dipandang kurang hormat kepada Nabi kalau ada yang mengatakan bahwa Rasulullah saw tidak memiliki keturunan atau mengatakan bahwa orang yang mengaku keturunan beliau adalah seorang yang berbohong. Tidak akan mengatakan perkataan seperti ini kecuali orang yang kasar perasaannya. Ketika Abu Lahab mengatakan bahwa Muhammad adalah seorang yang putus keturunannya turu surah al-Kautsar. Yang benar-benar putus keturunannya adalah Abu Lahab karena kedua anaknya mati dan tidak meninggalkan anak.
Hamka juga mengatakan, "Kaum Alawiyyin di seluruh pelosok dunia, memelihara, nasab-nasab, mereka. Di Irak mereka memiliki faqib, di Mesir mereka memiliki sayyidus-sadat. Di Maroko, rajannya sendiri yang menjaga nasabnya, karena ia juga termasuk dari mereka. Tidaklah mudah seseorang mengaku keturunan Hasan ataupun Husein, karena jika ia ditanya tentang kebenaran pengakuannya dia harus menyebutkan nama-nama ayahnya, kakeknya dan keluarganya (marganya). Lalu naqib akan memeriksa, pengakuannya dalam syajarah (pohon) nasab."
Kemudian Hamka menyebutkan tokoh-tokoh Islam yang terkenal pada masa, sekarang yang dikenal dengan gelar ini, dan juga, sultan-sultan Yordania, Maroko, dan Perlis. Ia mengatakan:
"Saya menyebutkan ini agak panjang agar jangan ada orang yang usil mengacaukan nasab orang lain kerana dorongan nafsunya. Saya sendiri tidak hafal nama datuk-datuk saya kecuali sampai datuk yang keenam, saja. Walaupun demikian saya bangga dengan hal ini dan saya akan marah pada orang yang mencoba mengingkarinya. Jadi bagaimana dengan orang yang mengenal sampai 30 atau 40 datuknya ke atas? Apalagi jika pengingkaran itu ditujukan pada keturunan Sayidatuna Fatimah puteri Rasulullah saw."
Mengenai madzhab, Hamka mengatakan, "Tidak layak untuk tidak mengetahui bahwa, Hadhramaut berpegang teguh pada mazhab Syafi'i. Bahkan, yang mengokohkan mazhab ini di Indonesia, khususnya di Jawa, adalah para ulama Hadhramaut."
Tidaklah mudah menyebutkan semua orang dari keturunan ini di sini. Itu terdapat para syajarah-syajarah yang berada pada naqib-naqib dan pada orang-orang yang mengkhususkan diri dalam bidang ilmu nasab. Di sini kami hanya menyebutkan sebagian saja secara sepintas. Di antara mereka adalah Sayid Muhammad bin Abdul Malik al-Aydrus yang dimakamkan di salah satu pelosok Trengganu. Di masa hidupnya ia memerintah Pulau Manis di Laut Trengganu. Dia seorang yang alim dan saleh. Di kalangan penduduk ia dikenal dengan gelar Teuku Pulau Manis pada masa Sultan Zainal Abidin 1.
Dalam Sejarah Kelantan disebutkan bahwa yang membawa Islam ke sana adalah seorang dari kalangan Alawiyin keturunan Zainal Abidin. Mungkin yang dimaksud adalah Zainal Abidin al-Aydrus. Juga diketahui adanya sebuah keluarga al-Aydrus yang bernasab kepada Sayid Zainal Abidin bin Syaikh bin Mushghafa bin Ali Zainal Abidin bin Abdullah bin Syaikh bin Abdullah al-Aydrus.
Muhammad bin Abubakar, seorang alumni Universitas Malaya menulis sebuah kajian tentang keluarga ini beserta pengaruh dan kedudukannya. Ia menyebutkan bahwa makam salah satu anggota keluarga ini terdapat di Cabang Tiga, sebuah tempat yang dekat dari Trengganu. Makam itu adalah makam Sayid Mushthafa al-Aydrus yang wafat pada tahun 1207 M (1209 H) yang bergelar Teuku Makam Lama. Ia juga mengatakan:
"Konon tiga orang saudara dari keluarga al-Aydrus pergi dari Hadhramaut ke daerah timur. Salah satu di antara mereka menetap di Jawa, yang lain di Trengganu, sedangkan yang ketiga tinggal di Patani untuk berdagang dan menyebarkan Islam. Sayid Mushthafa menikahkan puterinya dengan Sayid Zainal Abidin yang datang dari Jawa sebagai pedagang. Mereka dikarunia seorang anak bernama Sayid Muhammad yang gelari Teuku Tuan Besar. Ia wafat pada tahun 1295 H (1878 M); Muhammad ini memiliki seorang anak bernama Sayid Abdurrahman yang bergelar Teuku Paluh yang meninggalkan keturunan yang memiliki peran dalam sejarah Trengganu. Anak terbesarnya adalah Muhammad yang memegang jabatan sebagai menteri besar pada masa Sultan Omar tahun 1864 M. Di antara mereka ada pula yang menjadi mufti, dan ada yang menjadi penasihat di mahkamah. Pada masa sultan-sultan, keluarga ini memiliki sejumlah ulama dan mempunyai kedudukan-kedudukan yang terpandang. Penasihat sultan adalah Sayid Mushthafa, seorang alim yang menjadi anggota Majelis Syura. Mereka memiliki hubungan dengan rakyat sebagaimana mereka berhubungan dengan para sultan karena sebagian besar mereka memiliki akhlak yang mulia, suka beribadah dan berdakwah, serta berilmu. Para pelajar mengambil ilmu dari mereka hingga sultan sendiri. Ketika itu agama memiliki kedudukan, dan rakyat berpegang teguh dengan ajaran-ajarannya."---'Muhammad Ibrahim Munsyi dalam buku perjalanannya yang dicetak di Kuala Lumpur tahun 1980 yang menceritakan perjalanannya pada tahun 1870 menyebutkan tentang beberapa pribadi dari kalangan Alawiyyin di semenanjung Melayu. Di antara mereka adalah Sayid Ahmad bin Ali al-Juneid (sebenamya ia Sayid Ahmad bin Harun bin Ali al-Juneid sebagaimana, keterangan yang disampaikan kepada. saya oleh Sayid Abdul Qadir al-Juneid), Sayid Abdullah bin Hasan al-Masyhur, yang berbuat baik menyampaikan hibah dari Engku Abdurrahman bagi anakanak Habib Syaikh, di mana salah satunya, berada, di Ulu dan yang lainnya di Bandar Hilir. Mereka berdua kadangkadang melakukan perjalanan keliling bersama, Engku Abdul Majid. Kemudian Sayid Muhammad alHabsyi yang memiliki kedudukan yang mulia. dan bergelar Wan Cilik sekitar tahun 1289 H, Sayid al-Masyhur yang menjadi pangeran di Selangor wafat pada tahun 1873 M (mungkin ia. mengambil namanya dari madrasah Masyhur di Pulau Penang). Kemudian Sayid Zain al-Habsyi yang telah menetapkan program-program perbaikan yang banyak untuk mengatur negeri itu. Ia. seorang yang memiliki kedudukan yang tinggi dan berpengaruh, serta memiliki kewibawaan. Ia dinamai Shahib ar-Rihlah oleh Sayid Zain bin Sayid Puteh al-Habsyi di Pulau Penang. Ia juga tangan kanan dari Pangeran Tengku Kodin.
Yang memegang kesultanan Perak adalah Ismail (18711874), putera, dari Sayid Raja Hitam. yang berasal dari Siak, Sumatera. Kekuasaan kesultanan beralih kepadanya dari ibunya, Ratu, Mendak binti Sultan Ahmadin. Kemudian terjadi pertentangan di dalam. keluarga, karena adanya orang selain dia. yang berhak memegang kekuasaan. Maka Inggris pun campur tangan dan menghilangkan pertentangan yang terjadi.
Dalam buku Sejarah Alam Melayu disebutkan bahwa pada tahun 1765 Sultan Iskandar menjadi raja Perak. Ia memiliki perhatian untuk menghidupkan dan menyebarluaskan syariat Islam. Ia pun sangat hormat pada para ulama. Ia mengangkat salah seorang dari kalangan Alawiyin yaitu Sayid Abubakar untuk memegang jabatan bendahara. Saudaranya, Sayid Hasyim al-Asghar adalah orang yang membuat Undang-undang 99 Kesultanan Perak.
la juga menyebutkan bahwa orang-orang Arab terdahulu tidak cocok dengan orang Melayu kecuali setelah datangnya para saadah Alawiyyin dari Hadhramaut. Mereka memiliki kedudukan dan berbaur dengan para penduduk. Sebagian mereka berusaha mengirim para pemuda ke Mekah al-Mukarramah.
Al-Aththas di Pahang
Dahulu Sayid Umar al-Aththas merupakan Perdana Menteri kesultanan Pahang. Hal ini disebutkan oleh Sir R.O. Winstedt dalam bukunya Early Rules of Perak, Pahang, and Aceh.
Pada awal abad ke- 19 dua orang sayid, yaitu Sayid Zein bin Abdullah dan Sayid Ahmad bin Hasan menjalankan perdagangan di Pahang.
Sayid Hasan bin Ahmad bin Hasan bin Abdullah bin Thalib al-Aththas dilahirkan pada tahun 1832 M. Ibunya seorang penduduk Pahang. Hubungan-hubungannya dengan keluarga Sultan berjalan baik. Sayid ini menekuni bidang perdagangan dan memperoleh keberhasilan. Ia juga menjalankan dakwah. Ketika terjadi pertentangan-pertentangan antara saudara-saudara Sultan, Sayid Hasan berhasil menghilangkan pertentangan di antara mereka. Sayid ini juga bersungguh-sungguh dalam membuka, sejumlah madrasah, di antaranya Madrasah al-Aththasiyah di Pahang pada tahun 1860 M.
Sultan Ahmad memberikan hadiah kepadanya sebidang tanah di Ketapang, dan sebuah Pulau yang dikenal Pulau Habib Hasan. Ia menanaminya dengan pohon karet dan memberikan kesempatan kerja bagi para penduduknya. Ia juga mewakafkan sebidang tanah untuk kepentingan Islam, sedangkan sisanya ia tinggalkan untuk ahli warisnya. Namun para ahli warisnya kemudian menyerahkannya kepada kesultanan Pahang ketika negeri Melayu (Malaya) memperoleh kemerdekaannya.
Kemudian Sayid Hasan tinggal di Muara pada tahun 1880 M. Di sana ia dikaruniai oleh Allah SWT seorang anak, Sayid Muhammad yang merupakan ayah dari Sayid Ali bin Muhammad, ketua "Auqaf Sayid Hasan" dan ketua "Rabithah Alawiyah" di Johor. Lalu Sayid Hasan pindah ke Johor. Di sana ia mendapatkan seorang anak, yang kemudian menjadi seorang alim, yaitu Sayid Salim bin Hasan yang menjabat sebagai qadhi di Johor sebelum Perang Dunia 11 sampai wafatnya pada tahun 1955.
Di samping melakukan kegiatan-kegiatan kebajikan Islam, Sayid Hasan juga melakukan perdagangan. Ia mendirikan banyak bangunan secara terus menerus, hingga sekitar 20 bangunan. Pada tahun 1910 ia membangun dua rumah. Kemudian rumah itu dan segala yang berhubungan dengannya, ia serahkan kepada kesultanan, baik bangunan maupun tanahnya, untuk menjadi markas tentara kesultanan Johor. Ia juga meminjamkan rumahnya yang kedua kepada Sultan Johor selama 15 tahun tanpa imbalan. Bangunan itu dan tanahnya sekarang telah menjadi milik wakaf. Kini sedang didirikan bangunan dua belas tingkat untuk kepentingan wakaf.
Sayid Hasan membuka perkebunan yang luas di Johor. Di samping kegiatan-kegiatannya dalam bidang perdagangan, ia juga melakukan kegiatan pertambangan tembaga di Selangor, juga membuka pabrik kayu, percetakan dan penerbitan.
Sayid Hasan mengerahkan hidupnya untuk berdakwah dan mendirikan sekolah-sekolah dan pusat pendidikan tinggi Islam dan bahasa Arab pada tahun 1933, mendidik para pemuda, membimbing para penulis, para guru, dan para penerbit majalah, di antaranya adalah majalah Jasa.
Pada tahun 1923 Sayid Hasan menjadi ketua utusan para ulama dan cendikiawan dari negeri Melayu ke Mesir untuk menghadiri pemilihan khalifah Muslimin.
Proyek-proyek yang dibuatnya banyak, di antaranya membangun masjid, musola, dan sekolah, membuka kegiatan-kegiatan sosial, dan mengembangkan perkampungan Islam. Semua wakaf itu kini masih ada dan dipimpin oleh cucu-cucunya.
Harta yang diwakafkan olehnya di antaranya adalah rumah keluarga yang dipinjamkan kepada mahkamah sejak tahun 1900, tanah-tanah yang di atasnya terdapat bangunan-bangunan pemerintah dan kantor-kantor di pusat kota Johor. Semuanya diserahkan kepada Sultan Ibrahim. Juga sebidang tanah untuk rel kereta api di lereng gunung. Tanah itu dihadiahkan secara cuma-cuma. Juga sebidang tanah untuk membangun pemakaman. Sebidang tanah yang di atasnya terdapat sejumlah jalan dihibahkan oleh para pengurus wakaf pada 1932 kepada Pemerintah Johor pada masa Sultan Ibrahim. Di atas tanah itu terdapat tempat tinggal perdana menteri, sekolah-sekolah, pembangkit listrik, dan lain-lain. Sebidang tanah yang lain diambil oleh pemerintah pada tahun 1957 untuk sekolah. Sebidang tanah juga diberikan untuk kepentingan umum di Pahang sebagai hadiah, dan lain-lain.
Sedangkan harta milik wakaf di antaranya tanah sekolah Arab, sebidang tanah untuk membangun musola dan lain-lain, tempat-tempat tinggal untuk imam, muazin, dan para pegawai. Di atas tanah itu juga terdapat toko-toko dan rumah-rumah yang penghasilannya diberikan untuk madrasah Arab dan masjid. Sebidang tanah yang lain di atasnya terdapat toko-toko dan rumah-rumah yang penghasilannya digunakan untuk madrasah. Sebidang tanah digunakan untuk membangun musola dan lain-lain, sebidang tanah yang lain di atasnya terdapat rumah-rumah yang penghasilannya untuk madrasah, sebidang tanah yang lain lagi di atasnya terdapat rumah-rumah yang penghasilannya untuk kas kegiatan-kegiatan sosial, sebidang tanah lain penghasilannya untuk kepentingan Islam secara umum, dan sebidang tanah yang lain di atasnya terdapat Madrasah al-Aththas di Pahang. Juga terdapat dua rumah dan sebuah bangunan untuk istirahat para dai dan para pelajar di Singapura, dan sebuah asrama pelajar di Cairo, Mesir di dekat Universitas al-Azhar.
Pemerintah Johor menghargai usaha-usaha Sayid Hasan. Karena itu pada tahun 1926 Sultan Ibrahim bin Sultan Abu Bakar menganugerahkannya bintang tanda jasa tertinggi sebagai tanda cinta dan simpatinya. Sekarang terdapat sekitar 16 tempat yang memakai nama Sayid Hasan di Pahang, Johor, dan lain-lain.
Madrasah al-Aththasiyah di Johor dengan sistemnya yang modern dianggap sebagai madrasah resmi, bekerja sama dengan lembaga-lembaga resmi dan kantor urusan agama. Madrasah ini didirikan pada tahun 1332 H (1913 M). Pendidikan di sana diberikan secara cuma-cuma. Hanya saja orang yang mampu terkadang membayar 65 dolar Malaysia setiap bulan. Madrasah memberikan makanan kepada mereka yang tidak mampu. Lulusan sekolah ini dapat mengikuti pelajaran di sekolah-sekolah tinggi dan perguruan-perguruan tinggi di Mesir dan sebagainya.
Pemasukan wakaf untuk biaya madrasah jumlahnya terbatas.
Karena itu madrasah bergantung kepada keluarga almarhum Sayid Hasan. Jumlahnya mencapai sekitar satu juta rial yang digunakan untuk kepentingan-kepentingan madrasah, asrama pelajar, dan lain-lain. Pengurus madrasah terdiri dari orang-orang yang dikenal di masyarakat. Kepala madrasah dan wakil badan wakaf adalah Sayid Ali bin Muhammad al-Aththtas.
Kutipan dari buku Islam di Malaysia halaman 98
Orang pertama yang mendirikan madrasah di Pahang adalah seorang wartawan dari Johor bernama Habib Hasan (Sayid Hasan). Madrasah ini memiliki hubungan dengan madrasah yang didirikan oleh Haji Umar bin Haji Abdullah. Haji Umar telah mengambil seorang lulusan madrasah alAththas di Johor, yaitu Haji Hasan bin Sanik untuk mengajar di madrasahnya. Madrasah ini kemudian mengalami kemunduran karena jumlah murid yang sedikit dan kemudian ditutup pada tahun 1914. Pada tahun 1920, Haji Umar bertemu dengan Habib Hasan. Lalu mereka bersepakat mendirikan madrasah yang baru. Haji Umar berusaha dengan hartanya dan Habib Hasan dengan bantuannya. Madrasah ini dipimpin oleh Haji Hasan bin Sanik dengan dibantu oleh dua orang lulusan madrasah al-Aththas di Johor. Habib Hasan membayar gaji para guru dari uangnya sendiri. Madrasah ini dianggap madrasah yang paling maju di Pahang.
Sayid Hadi bin Ahmad bin Hadi
Surat kabar Memorandum yang terbit diSurabaya pada edisi tanggal 25 Juni 1983 menyebutkan yang ringkasannya sebagai berikut:
"Seorang pejuang Hadi bin Ahmad telah wafat. Ia seorang tokoh Partai Arab Indonesia (PAI) dan seorang anggota Partai Nasional Indonesia. Ia terkenal dengan kedermawanannya dalam menyumbang masjid-masjid dan lembaga-lembaga sosial. Ia juga salah seorang pendiri masjid al-Mujahidin dan Yayasan Dakwah YAPI.
Karena dipandang sebagai salah seorang pejuang terkemuka, ia telah dianugerahi bintang jasa kemerdekaan sebanyak dua kali sebagai penghargaan atasnya. Ia juga telah mendapatkan penghargaan karena perjuangannya dalam perang revolusi kemerdekaan. Perjuangannya dimulai pada tahun 1945 sampai tahun 1957. Ia juga anggota tentara Indonesia sejak tahun 1957 dengan pangkat letnan dua.
la wafat di rumahnya dan disalatkan oleh orang banyak di masjid al-Mujahidin dan di masjid Ampel Surabaya. Jenazahnya diantar oleh ribuan orang dengan upacara militer yang dipimpin oleh Kapten Sukardi.
Sayid ini dikenal sebagai orang yang selalu menjalankan agama, menjaga kewajiban-kewajibannya, serta banyak bersedekah dan berinfak. Dr. Saleh al-Jufri menjelaskan apa yang ia ketahui mengenai segala aktifitas, kebaikan, dan kedermawanannya terhadap yayasan-yayasan Islam dan asrama-asrama pelajar. Ia meninggalkan empat orang putra dan dua orang putri."
Pendidikan
Ridwan Saidi dalam majalah Panji Masyarakat menulis artikel yang ringkasannya sebagai berikut:
"Pada tanggal 31 Desember 1799 berakhir peranan Serikat Perdagangan Belanda (VOC) dan pemerintah Belanda memegang urusan-urusan tanah jajahan dengan mengikuti sistem VOC dalam urusan-urusan pemerintahan dan lain-lain.
Pada tahun 1851 sekolah kedokteran swasta didirikan oleh pemerintah. Dalam laporan tahunan sekolah ini (1904-1905) terdapat nama-nama mahasiswanya antara tahun 1875 sampai tahun 1904. Sebagian besar mereka adalah dari kelurga para sultan, para pemimpin, para pejabat pemerintah, dan sebagainya. Jumlah mereka 743 mahasiswa dan yang lulus 160 orang.
Demikian juga keadaannya di sekolah pagawai-pegawai pemerintahan, sekolah-sekolah Belanda untuk pribumi, dan sekolah-sekolah untuk orang Belanda.
Pada masa itu pengajaran dan pendidikan milik kaum Muslimin."
Masjid-masjid Lama di Jakarta
Masjid Marunda
Di antara masjid-masjid lama yang dibangun oleh Syarif Hidayatullah di Jakarta sebagaimana uang diceritakan oleh para penduduk adalah Masjid Marunda. Konon, Kapten Tete Jonker, yang merupakan anggota, pasukan Belanda dan seorang Muslim yang berasal dari kepulauan Ambon menggunakan masjid ini sebagai markas di bawah kepemimpinannya untuk menghadapi tentara Belanda pada tahun 1683 sampai tahun 1689. Daerah ini merupakan pusat para pejuang dari Banten dan Jakarta. Masjid ini terletak di sebuah tempat di tepi laut yang sekarang dikelilingi air karena terjadinya erosi pantai.
Masjid Angke
Letak masjid ini adalah di Jalan Tubagus Angke dan dibangun pada tanggal 2 April 1716.
Masjid Tambora
Masjid ini terletak di dekat Kampung Jembatan Lima. Didirikan pada tahun 1181 H (1762 M). Yang membangunnya adalah orang-orang dari Pulau Sumbawa yang menjadi penduduk kampung itu. Mereka dibuang dari Pulau Sumbawa oleh penguasa Belanda. Di depan masjid ini terdapat makam para ulama, yaitu Kyai Mustajib dan Kyai Dating tahun 1247 H (1828 M).
Masjid al-Manshur
Terletak di Sawah Lio. Masjid ini dibangun pada tahun 1717 oleh Abdul Muhith, putra Pangeran Jayakarta. Pada perang Dunia II masjid ini diserang oleh tentara Belanda, karena seorang alim yang bernama Haji Muhammad Manshur menggunakannya sebagai markas perjuangan melawan penjajah. Bendera Indonesia dipasang di atas menara tempat azan. Akhirnya Haji Muhammad Manshur ditahan. Maka kemudian para penduduk menamakan masjid ini Masjid al-Manshur.
Masjid Pekojan
Masjid ini dibangun oleh Haji Abdul Mu'thi pada tahun 1735. Syarif al-Gadri, sultan Pontianak, memberikan hadiah berupa mimbar untuk masjid ini.
Masjid al-Anwar
Terletak di Kampung Rawa Bebek, Angke. Sudarsono, seorang pegawai bagian arkeologi mengatakan bahwa Dr. F. De Haan dalam bukunya Olde Batavia menyebutkan bahwa kampung ini pada mulanya tidak berpenduduk. Lalu para pejuang dari Banten menjadikannya sebagai markas perjuangan mereka melawan pemerintah serikat Belanda.
Masjid Kebon Jeruk
Masjid ini dibangun pada tahun 1786 oleh seorang Muslim Cina. Lalu diperbaharui oleh Sayid Husain bin Thahir bin Shahabuddin. Ia juga memperbaharui Masjid Salafiyah di Pulogadung yang didirikan tahun 1620.
Masjid al-'Atiq
Terletak di Kebon Baru, Cawang dan dibangun pada tahun 1630.
Masjid Luar Batang
Di dekat masjid ini dimakamkan seorang dai, yaitu Sayid Husain bin Abubakar al-Aydrus, yang wafat pada tahun 1768.
Para dai di Afrika Timur
Dalam kitab Haqa'iq Tarikhiyah 'An al-Arab wa al-Islam fi Afi-iqiya asy-Syarqiyah karya Sayid Muhammad bin Ahmad Masyhur al-Haddad disebutkan para dai di Afrika Timur. Berikut kami nukilkan nama-namanya:
Angkatan Pertama
Sayid Saleh bin Alwi Jamalullail serta putra-putranya Ahmad bin ldrus, Sayid Ahmad bin Abubakar bin Semith dan putranya Umar bin Ahmad bin Semith, Syaikh Umair Tajuddin asy-Syirazi, Syaikh al-Amin bin Ali al-Marzu'i, Syaikh Muhammad bin Abdullah Bakatsir, Sayid Umar bin Salim al-Aththtas, asy-Sya'ir al-Adib Muhammad bin Ali al-Umawi, Syaikh al-Islam Sayid Abdurrahman Assegaf, Sayid Abdullah Syah, Syaikh Ali bin Muhammad al-Khatib, Syaikh Sa'id bin Ahmad.
Angkatan Kedua
Sayid Ahmad bin Husein Aal asy-Syaikh, Syaikh Muhammad Basyir, Sayid Muhammad Husein al-Alawi, Syaikh Usman bin Ali al-Amudi, Syaikh Ali bin Umair, Sayid Muhdhar al-Mahdi, Sayid Hasan asy-Syathiri, Syaikh Muhammad bin Ahmad al-Barik, Sayid Muhammad Adnan, Sayid Abul Hasan bin Ahmad Jamalulail, Syaikh Abdullah al-Khathib, Sayid Muhammad bin Abdurahman as-Segaf, Syaikh Lal Husein Akhthar, Syaikh Nu'man Basyaikh, Sayid Abdullah al-Baidh, Sayid Abdullah Haji Jum'ah Kenya an-Nubi, Haji Ramdhan Abyadh, Haji Khamis Sulaiman al-Balusyi, Sayid Ali bin Abubakar bin Ali Bilfaqih, Syaikh Khalfan, Syaikh Sulaiman, Syaikh Abdushamad, Sayid Muhammad bin Abdurahman al-Jufri, Syaikh Manshur al-Ja'li al-Abbasi, Syaikh Ahmad Khair al-Ja'li al-Abbasi, Yasin Hasan al-Ja'li. Di dalam kitab tentang kota Lamo disebutkan bahwa kota itu banyak diramaikan oleh keluarga Jamalulail dan keluarga Syaikh Abubakar bin Salim, dua kelompok Alawiyin yang datang sejak lama dari Hadhramaut. Kedua keluarga tersebut merupakan tujuan para penuntut ilmu yang dari berbagai pelosok Afrika Timur, Somalia dan Berawa.


1) R.O. Winstedt, The Malaya, A Cultural History, halaman 112.
2) Islam di Timur Jauh.
3) The Yemen, A Secret .... terjemahan Khairi Hammad di bawah judul "Bilad Al-Bukhur wal-Uthuf".
4) Al-Arab wal-Mallahah fi Al-Muhith At-Hindi, halaman 194.
5) Dairatul-Maarifjuz 11 halaman 352, cetakan Beirut 1958.
6) Surat kabar Al-Ahram 8/12/1955 di bawah judul Dzikrayaat min Asy-Syarq.
7) Hamka, Sejarah Umat Islam jilid IV, cetakan Jakarta 1976 halaman 35... apa yang disebutkan oleh Thomas Arnold dalam bukunya....
Di Indo China
Dalam buku De Franschen in Indochina karangan J.A.B Wiselius cetakan tahun 1878 (terdapat di perpustakaan Museum Jakarta No. XXI 862) pada halaman 5 disebutkan:
"Orang-orang Arab dalam pelayarannya ke negeri tersebut telah melancarkan propaganda dengan cepat, dan kendatipun anak negeri di sana tidak menerima peraturan-peraturan mereka, namun orang-orang Arab itu berhasil mempengaruhi badan-badan resmi supaya memeluk agama Islam."
Pada halaman 153 disebutkan, "Kaum Muslimin penduduk Cochin Cina dan Jawa datang dari negeri yang sama, yaitu Koromandel. Tetapi sebagian orang berpendapat bahwa agama Budha yang mereka peluk berasal dari Shruk Kumur dan boleh jadi sebagian penduduk berasal dari Komoro."
Komoro adalah sumber kayu gaharu yang dipakai buat dupa dan sangat dipuji orang-orang Arab. Komoro ini letaknya di sebelah barat Cochin China.
Di Koromandel pernah berdiri sebuah kerajaan pertama kaum Alawiyin yang datang dari Hadhramaut. Kerajaan ini akhirnya kalah dalam suatu peperangan, dan penduduknya kemudian pindah ke Cochin China, Campa, Kucing (Borneo), Brunei, dan Kepulauan Filipina. Dari mereka inilah berasal Malik Ibrahim yang dimakamkan di Gresik, Sunan Ampel, dan lain-lain yang terkenal dalam sejarah para penduduk dengan nama "para syarif wali". Mereka disebutkan dalam sejarah-sejarah Jawa. Demikian juga dalam sejarah Kepulauan Sulu, Magindanau, dan pulau-pulau sekitarnya.
Setelah kedatangan mereka, datang lagi yang lain-lain. Mereka menyiarkan agama Islam di sana. Kepada merekalah bernasab sultan-sultan Brunei dan keturunannya, dan juga sultan-sultan Magindanau. Sedangkan sultan-sultan Buayan berasal dari satu pangkal dengan mereka dan mungkin mereka telah datang sebelumnya.
Pada halaman 154 Wiselius mengatakan:
"Sesungguhnya agama Budha di kedua negeri ini (Kamboja dan Jawa) mencapai puncak kekuatannya pada masa yang sama (abad X1 dan XII). Kemudian berangsur-angsur berkurang hingga lenyaplah ia pada abad ke XV. Dalam pada itu penduduk telah memeluk agama Islam, dan ada pula yang masih memeluk agama Budha tetapi sesudah banyak perubahan.
Nama Kamboja Dan Asal-Usul Penduduknya
Pada halaman 168-169 Wiselius mengatakan:
"Nama Kamboja dibuat oleh orang-orang Portugis ketika mereka memasukinya. Sedangkan nama aslinya ialah Kampochia atau Kempoksa.
"Kemungkinan asal-usul orang Kamboja ialah orang-orang yang tinggal di Hindia Belakang, yaitu dari tingkatan kaum yang rendah. Mereka menamakan dirinya umat (Kam) Kampochia, nama negeri Kamput. Di Kam Lang nama ini digunakan untuk para buruh dan petani hingga kini. Merekalah yang dimaksud kasta yang rendah, karena di dalam agama Hindu ada pembagian manusia ke dalam kasta-kasta, di mana sebagiannya berada di atas sebagian yang lain. Kasta yang rendah adalah yang lebih dahulu masuk Islam, sebagaimana di Malabar. Kasta yang rendah cepat masuk ke dalam agama yang mengakui persamaan di antara manusia. Demikian juga keadaannya di Timur Jauh. Sedangkan kasta yang tinggi adalah yang terakhir masuk Islam. Islam telah tersebar dalam masyarakat umum di Sumatera, Malaya, dan Jawa jauh sebelum ia sampai kepada pembesar-pembesar bangsa."
Orang-Orang Arab Masuk Ke Kamboja
Pada halaman 170-171 penulis mengatakan:
"Kamboja pada akhir abad XI sudah mengenal orang Arab ketika mereka memasuki sungai Kamboja dengan kapal-kapalnya yang banyak dan menyerang raja Ankor (sebagaimana dalam cerita-cerita Massundi).
Pada pertengahan abad ke- 11 dan ke- 12 terjadi peperangan antara Kamboja dan Peramkaba (Raja Gelon). Satu abad setelah peperangan berakhir, perdagangan mulai maju dan perhubungan antara Kamboja dengan Tiongkok menjadi ramai. Pada permulaan abad ke-14 Siam bergabung ke dalam Kerajaan Kambeja."
Pada halaman 175 ia menulis:
"Berita-berita tentang peperangan yang timbul antara Kamboja dengan Siam terdapat di Lovik (negeri Belanda). Musuh Kamboja yang paling besar dan lebih berbahaya daripada Siam, ialah bangsa "Giaushi", suatu keluarga yang berasal dari Tomking, yang terusir dari Tiongkok, dan kemudian menyebar di Hindia Belakang. Setelah Kamboja jatuh di tangan mereka, mereka kemudian menuju ke bagian utara, yaitu Cochin China. Demikianlah mereka menguasai negeri-negeri itu satu demi satu."
Apa yang dikatakan oleh pengarang dengan Hindia Belakang, oleh orang Arab dinamakan Safalah al-Hind, yaitu yang meliputi negeri-negeri Burma, gunung-gunung Kameron, Siam, Malaya, Kamboja, dan Vietnam.
Ada lagi Safalah lain, yaitu di Afrika, di sebuah negeri yang letaknya berhadapan dengan Mozambique yang dulu merupakan pusat-pusat perdagangan orang Arab sebagaimana Zanzibar, Mombassa, dan Madagaskar.
Pada halaman 179 dikatakan:
"Orang Melayu menamakan Kamboja Chevea, yang asalnya dari kata Java dan orang Melayu di Sumatera mereka namakan Chevia Keribati yang dalam bahasa Melayu berarti kerbau. Mungkin sesudah Malaka dapat mereka rebut kembali pada abad ke-13, mereka kemudian datang ke Indonesia. Di sini mereka mempunyai seorang pemimpin yang menurut mereka berasal dari keturunan raja-raja Minangkabau."
Islam Masuk Ke Kemboja
Dalam tulisan-tulisan di Lovik (Belanda) dikatakan bahwa pada permulaan abad ke-17, Raja Kamboja memeluk agama Islam untuk memperisteri puteri salah seorang pemuka bangsa Melayu di Kamboja. Sebagaimana dimaklumi, bangsa Melayu berpengaruh besar pada masa pemerintahan raja ini. Tetapi pengaruh ini tidak bertahan terus dengan wafatnya raja itu dan penggantinya tidak lagi mengikuti jejaknya.
Dalam sebuah buku yang ditulis dalam bahasa Inggris berjudul Essays Relating to Indo-China, 2nd series, Volume II, halaman 4445 dan 54-56, dikatakan:
"Yang membawa agama Islam adalah keturunan Arab dan Turki. Islam lalu masuk ke Tibet ke bagian-bagian yang berada lebih rendah dari Tiang Tang, Hu Tang Hah, dan lain-lain, dibawa oleh ahli-ahli tarekat dari negeri Ajam. Islam juga datang dari pantai laut ke Campa, hingga ke pegunungan, seperti juga halnya dengan agama Budha yang menempuh jalan masuk dari Hindia Belakang dan dari selatan melalui pantai."
Dikatakan pula bahwa agama Budha mereka bukan dari Tiongkok. Mereka sesudah itu menjadi Muslim dengan seruan Imam Ali, menantu Nabi Muhammad saw dan ayah dari al-Hasan dan al-Husein.
Ini menunjukkan bahwa penyiar Islam yang datang kepada mereka adalah keturunan Imam Ali. Inilah juga yang disebutkan dalam sejarah-sejarah orang Jawa.
Dahulu orang Arab menamakan negeri Melayu, Siam, dan Indo China dengan nama negeri Raja Sanf dan menamakan kepulauan Indonesia dengan nama negeri Mahraja. Sanf itu ialah Campa, seperti mereka juga menyebut Cina dengan nama Shin.
Campa pada masa itu merupakan sebuah kota besar, pusat perdagangan impor dan ekspor, dan gudang-gudang yang besar, seperti Singapura pada masa kini. Kemudian ramailah kota-kota perdagangan lain, seperti Kelah atau Kalah di Teluk Perak, Malaka (Daud al-Anthaki menamakannya Mal-Aqah dan Al-marhum Ahmad Zaky Bek menamakannya Malaqa dan Multaqa), Pasai, dan Palembang di Sumatera. Kemudian setelah itu Banten dan Gresik.
Pengaruh Politik
Dalam buku Le Hadhramaut et les Colonies Arabes Pan Indien karangan L.W.C. van den Berg, cetakan Batavia 1886, halaman 192-204 dikatakan:
"Pada halaman 173 saya telah mengatakan bahwa kebudayaan Arab telah mempengaruhi secara umum di setiap kerajaan Eropa. Tetapi pengaruh ini lebih nyata lagi di pulau-pulau India, pada orang-orang Hindu. Kita telah mengetahui bahwa pada abad ke- 15 di Pulau Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, setelah sebelumnya dikuasai oleh Kerajaan Hindu Majapahit yang kuat itu. "Orang-orang Arab bercampur baur dengan para penduduk. Mereka menjadi penguasa di beberapa daerah dan menikah dengan putri-putri bangsawan dan orang-orang dari tingkatan atas. Tampaknya yang menjadi sebab terpengaruhnya pemikiran orang-orang Hindu dengan orang-orang Arab di Kepulauan Hindia adalah keahlian orang-orang Arab, karena sebagian besar dari mereka adalah keturunan pembawa Islam (Nabi Muhammad saw). Saya pikir, hal ini sudah terang dan jelas di depan mata. Jika kita meninjau dengan seksama dan memperhatikan sebab-sebabnya maka kita akan melihat bahwa hal itu karena banyaknya keturunan mereka."
la juga mengatakan:
"Politik orang-orang Arab di Kepulauan Hindia memiliki pengaruh yang besar dalam sejarah. Pengaruh ini menjadi meluas dengan adanya hubungan-hubungan mereka dengan keluarga-keluarga raja Hindu, sebagaimana tampak pengaruhnya di negeri-negeri Eropa. Tampaknya orang-orang Arab Hadhramaut membawa kepada orang-orang Hindu pikiran-pikiran baru. Kemudian peranakan-peranakan Arab mengikuti jejak dan pemikiran nenek moyangnya.
Orang-orang Arab tinggal di Kepulauan Hindia, tapi sudah menjadi tabiat mereka untuk tidak tunduk pada peraturan. Atau dengan ungkapan yang lebih jelas, mereka mempunyai adat Badwi, tidak mau tunduk kepada suatu pemerintahan, karena pada tabiatnya tidak suka merendahkan diri. Tabiat ini mempengaruhi politik mereka.
Orang Arab Hijaz (Mekah) mengikuti jejak nenek moyangnya pula. Hal ini sering menimbulkan kesulitan dan keruwetan bagi pemerintah (penguasa) setempat.
Pikiran-pikiran mereka sangat menyerupai pikiran-pikiran yang muncul dan tersebar dengan kekuatan dan pemberontakan di Port Osman dari para pengikut al-Mahdi. Di kalangan orang Hindia yang sama sekali tidak mengenal politik dan pemerintahan-pemerintahan lain, propaganda-propaganda semacam Pan-Islamisme dapat menyebar dan menjalar dari hari ke hari.
Tetapi sayangnya banyak pembesar Hindia yang menyangka bahwa orang-orang Arab adalah sumber manfaat bagi mereka, karena mereka berpe9ndapat-menurut perkiraan saya-bahwa orang Arablah yang menanamkan bibit keberanian di mana saja mereka berada, dan berusaha menganjurkan perlawanan terhadap penguasa Belanda, semenjak mereka datang ke kepulauan ini.
Bagi mereka, pergi menunaikan haji ke Mekah merupakan urusan yang penting. Di sana mereka berkumpul untuk beribadah. Dari Mekah mereka membawa air (maksudnya air zamzam) untuk mengambil berkah, sampai ketika mereka tiba di kepulauan ini mereka menjadi orang yang mulia dan memiliki pengaruh yang besar.
Orang Arab Mekah amat menggemari pemberontakan yang cepat. Mereka berpesan kepada para haji ketika akan kembali ke negerinya supaya melaksanakan keinginan itu. Banyak dari orang-orang Arab itu yang tetap berkoresponden dengan para pembesar dan pemuka Hindia Belanda."
la juga mengatakan:
"Jika kita melihat hasil politiknya dan peranan-peranan orang Arab dalam pemerintahan orang-orang Jawa, tampak adanya perbedaan yang jauh yang tidak terbayangkan oleh akal pikiran antara politik mereka dan politik pemuka-pemuka Hindu. Walau bagaimana pun, nampak jelas bahwa sumber dari pengaruh politik Arab adalah agama. Tetapi yang menjadi faktor menyebamya pengaruh mereka adalah kebodohan orang-orang Hindia dan keunggulan orang-orang Arab dalam berbicara. Saya katakan di sini bahwa pembesar-pembesar Hindulah yang menjadi unsur utama berhasilnya usaha-usaha orang Arab dari hari ke hari seperti di masa kita sekarang ini."
la juga mengatakan:
"Pengaruh Arab pada abad ke-15 melebihi kekuatan orang-orang Hindu. Pengaruh yang kuat itu telah terjadi, walaupun tampaknya sulit untuk diterima akal, karena kebanyakan orang Arab yang memiliki pengaruh yang besar adalah dari kalangan saadah (para sayid). Di samping itu ada juga kelompok lain dari orang Arab Hadhramaut yang tidak dapat mempengaruhi keyakinan orang Hindu. Salah satu dari mereka berasal dari keturunan Abbasiyah. Tetapi orang sulit untuk menjelaskan nama-nama negeri asal mereka. Hanya kami dapat mengatakan bahwa sebagian dari mereka berasal dari pantai Laut Merah dan dari Teluk Parsi."
Akhirnya ia menyebutkan beberapa pribadi ternama dari orang-orang Arab yang memegang peranan yang pengaruhnya melebihi kekuatan orang-orang Hindu. Orang-orang ini dikenal oleh orang-orang Jawa dengan gelar wali, maulana, kyai agung, atau sunan.
la mengatakan:
"Cukup jika kami katakan bahwa sebagian besar dari mereka mempunyai hubungan dengan kerajaan Mataram yang didirikan pada paruh kedua abad ke-16 di Jawa Tengah. Sedangkan Cirebon dan Banten tetap berdiri sendiri dan terlepas dari Mataram, hingga jatuh di tangan Belanda. Tetapi angkatan pertama dari keturunan Arab yang tumbuh dewasa di kota-kota kerajaan Mataram tidak memiliki perbedaan lagi dengan pembesar-pembesar Hindia. Nama-nama pembesar Hindia itu tak perlu disebutkan di sini karena akan memakan tempat yang banyak untuk menjelaskan itu.
"Pada abad ke-15 orang-orang Arab tidak memiliki pengaruh politik yang besar di kalangan penduduk Hindia jika dibandingkan dengan pengaruh pemerintah Majapahit. Tetapi hal itu tidak menghalangi pembesar-pembesar Banten untuk melakukan surat-menyurat dengan Mekah.
"Pada tahun 1638 M (1048 H) gelaran sultan diberikan kepada kepala negara Banten, sebagaimana penguasa-penguasa Mataram diberi gelar yang sama pada tahun 1632 M (1042 H). Tetapi orang Arab Hadhramaut tidak dapat menancapkan kakinya dalam pemerintahan kedua kesultanan ini. Hal ini menyebabkan perselisihan-perselisihan di Pulau Jawa yang sebelumnya dikuasai oleh orang-orang Hindu, dan kemudian menjadi berada di bawah kekuasaan Belanda. (Keterangan ini menunjukkan perselisihan yang terjadi antara Mataram dan Giri. Sebenarnya, perselisihan ini timbul karena politik Belanda sendiri-pengarang).
"Di Jogja kini ada satu keluarga yang berasal dari Hadhramaut yang mempunyai kedudukan politik dalam kesultanan Mataram, tapi keluarga ini sudah hilang sifat-sifat aslinya dan melebur di kalangan penduduk pribumi hingga menjadi orang Jawa. Di kerajaan-kerajaan Melayu-kecuali Aceh-pengaruh politik orang-orang Arab berlainan dengan pengaruh mereka di Jawa pada abad ke- 15. Di negeri-negeri itu, anak negeri (para pribumi) sudah biasa bercampur dan berbaur dengan orang-orang Arab Hadramaut semenjak dahulu hingga sekarang."
Di Aceh
Van den Berg mengatakan:
"Pengaruh politik orang Arab di Aceh amat besar pada masa-masa yang lalu, tetapi kita hanya dapat mengungkap sedikit saja dari sejarah kerajaan itu. Tampaknya pengaruh ini yang terbesar berasal dari Mekah, bukan dari orang-orang Hadhramaut."
"Di Aceh banyak sekali terdapat keturunan-keturunan Arab Hadhramaut yang kemudian menjadi pemimpin-pemimpin kecil. Dalam sejarah negeri ini kita tidak mendapatkan seseorang yang lebih ternama dan lebih besar pribadinya dari Sayid Abdurrahman bin Muhammad Az-Zahir sebelum pemberontakan melawan Belanda yang muncul di Aceh.
"Di kota Idi terdapat empat orang Arab sayid kelahiran Hadhramaut, yang menjadi kepala-kepala orang-orang Hindia. Saya tidak tahu bagaimana caranya mereka mendapat kedudukan itu. Tetapi, walau bagaimanapun, pengaruh mereka tidak seperti Sayid Abdurrahman."
Kemudian ia menyebutkan penguasa-penguasa kalangan saadah dari keluarga Shahabuddin, Basyaiban, al-Aydrus, dan al-Qadri, yang merupakan keturunan dari Alwi bin Ubaidillah bin al-Muhajir Ahmad bin Isa (kepala kota Madinah) bin Muhammad (kepala kota itu juga) bin Ali al-Uraidhi, sampai akhir nasabnya yang telah dikenal. Tetapi ia melupakan sultan-sultan Borneo (Kalimantan) dan para pembesar serta penguasa-penguasanya, juga sultan-sultan Sulu, Magindanau, Basilan, Buayan, dan Kepulauan Maluku. Allah lah sebaik yang akan mewarisi bumi beserta isinya dan Ia lah sebaik pewaris.
Penyiar Agama Islam Di Timur Jauh
Sebagian besar mengatakan bahwa pedagang-pedagang Arablah yang menyiarkan agama Islam ke Indonesia. Sebagian dari mereka menambahkan lagi sebagai penjelasan dengan menyebut nama-nama penyiar itu yang tidak termasuk kaum pedagang, yaitu mereka yang semata-mata berdakwah dan menyebarkan agama Islam di tengah-tengah penduduk. Di antara penyiar-penyiar Islam itu ada yang menjalin hubungan perkawinan dengan raja-raja di pulau itu. Dengan jalan ini berpindahlah kerajaan kepada para cucu dari raja tersebut yang juga merupakan anak-anak dari penyiar agama itu. Mengenai hal ini sebagian mereka mengungkapkannya sebagai berikut:
"Tersiarnya agama Islam adalah melalui pertalian kekeluargaan. Tetapi jika dianggap benar, ini hanya pada tingkatan raja-raja saja. Sedangkan pada tingkatan masyarakat umum tidak dapat dikatakan demikian."
L. Van Rick Vorsel dalam bukunya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu dengan nama Riwayat Kepulauan Hindia Timur menyebutkan keterangan yang menunjukkan bahwa orang-orang Arab pertama kali datang ke Sumatera 750 tahun sebelum kedatangan orang-orang Belanda. Ia mengatakan:
"Telah datang pula ke negeri ini orang-orang dari Arab. Mereka menamakan negeri ini Lamiri tahun 846-950 M (239-322 H). Para pedagang Muslim telah menyebarkan Islam di sana pada tahun 1292 M. Diduga pada saat itu agama Islam telah sampai ke Kerajaan Samudera Pasai."
L.W.C. Van den Berg dalam bukunya Le Hadhramaut ed lest Arabs en Indie mengatakan:
"Pengarauh yang nyata dalam penyiaran agama Islam adalah dari para sayid syarif. Dengan perantaraan mereka, agama Islam tersebar di antara raja-raja Hindu di Jawa dan lain-lainnya. Selain dari mereka ini, ada juga suku-suku Arab Hadhramaut lainnya. Tetapi mereka tidak memiliki pengaruh (hasil) seperti tersebut."
Ia juga mengatakan bahwa kenyataan ini disebabkan mereka itu (para syarif) adalah keturunan orang yang membawa agama Islam (Nabi Muhammad saw).
Dalam sejarah Serawak juga dikatakan bahwa Sultan Barakat adalah keturunan Sayidina Husein bin Ali (A History of Serawak Under Its Two white Rajas Baring Gould, Raffles Library, Singapore). Dalam buku tersebut penulis juga menyebutkan bahwa bahwa Sultan Barakat datang dari Thaif dan ia mempunyai kapal perang yang terkenal. Rupanya ia adalah Barakat bin Thahir bin Ismail (yang bergelar Bashri) bin Abdullah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa an-Naqim bin Ali al-Uraidhi bin Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin al-Husein, cucu Rasulullah saw.
Syarif-syarif Mekah adalah keturunan Sayidina Hasan, sedangkan syarif-syarif di Serawak adalah keturunan Sayidina Husein. Syarif-syarif Mekah tidak berdagang di laut. Yang banyak bekerja atau berdagang di laut adalah yang dari keturunan Husein yang berasal dari Hadhramaut, terutama sesudah terjadinya serangan-serangan bangsa Ghuz dab kaum Khawarij atas Hadhramaut.
Bait Jubair, sebuah kota mereka di Hadhramaut, pada masa itu merupakan suatu pusat perdagangan. Bermacam rupa dagangan dibawa oleh para pedagang dari kota Marbath, dan dari sana kafilah-kafilah membawanya ke Yaman. Imam Muhammad bin Ali, yang bergelar Shahib Marbath, melindungi kafilah-kafilah yang berlayar dari Bait Jubair ke Marbath. Hal ini diceritakan oleh seorang ulama ahli tasawuf, Syaikh Abdullah bin Umar al-Katsiri, yang merupakan keturunan dari raja Katsiri pertama di Zhufar.
Dalam buku Sejarah Muslimin di Filipina dan Sejarah Sulu di sebutkan bahwa mereka keturunan dari Abdullah bin Alwi bin Muhammad Shahib Marbath bin Ali Khali' Qasam. (Departement of The Interior Ethnological Survey Publications, Studies in Moro History, Law and Religion, by Nageeb M. Saleeby, Manila, Bureau of Republic Printing, 1905).
Di bawah ini dinukilkan riwayat keturunan sayid-sayid dan syarif-syarif tersebut yang disalin dari bahasa Inggris:
"Sebelum kedatangan Islam, sejarah Mindanau hanya diketahui dalam bentuk cerita dan tidak ada yang dapat diingat. Ketika Islam datang, tersebarlah pengetahuan, peradaban, dan kegiatan. Satu peraturan kerajaan yang baru telah diadakan, dan surat kerajaan mulai didaftarkan. Silsilah (tarsiliah) atau riwayat mulai ditulis dan keturunan datuk-datuk atau pembesar-pembesar tinggi disimpan dengan baik." Riwayat keturunan keluarga yang dinamakan tarsila atau silsilah itu dilakukan dengan catatan yang singkat dan pendek berbentuk kejadian-kejadian dan kenyataan. Ini merupakan langkah penulisan silsilah keturunan orang-orang Moro (Muslimin).
Dulu orang-orang Moro menahan dan menyimpan silsilah-silsilah ini sendiri, diasingkan dari bangsa-bangsa lain yang bukan beragama Islam. Tetapi keadaan mereka telah berubah dan beberapa silsilah telah didapati dari orang-orang tua atau datuk-datuk di Mindanau.
Surat-surat asli tulisan tangan tidak mudah dapat dibeli, tetapi salinan-salinannya telah diperoleh dan diterjemahkan, dan kemudian disiarkan untuk pertama kalinya di sini. Pengarangnya memuat silsilah yang pertama dan melanjutkannya dengan silsilah-silsilah berikutnya. Di sini kami kutip seperlunya saja.
Silsilah Pertama
Silsilah ini diterjemahkan dari bahasa asli dari penduduk pulau-pulau itu ke dalam bahasa Inggris yang dalam bahasa Indonesianya sebagai berikut:
"Segala puji itu adalah untuk Tuhan dan saya yakin bahwa Tuhan adalah saksi saya. Kitab ini adalah silsilah keturunan pesuruh Tuhan yang telah datang ke Magindanau.
"Pesuruh Tuhan menurunkan Fatimah az-Zahra yang menurunkan Syarif Hasan dan Syarif Husein, yang kedua menurunkan Syarif Zainal Abidin - Syarif Muhammad al-Baqir - Syarif Ja'far ash-Shadiq - Syarif Ali - Syarif Muhammad - Syarif Isa - Syarif Ahmad - Syarif Abdullah - Syarif Alwi - Syarif Abdullah - Syarif Ali - Syarif Muhammad - Syarif Abdullah - Syarif ahmad - Syarif Zainal Abidin...dan seterusnya. Di buku itu juga disebutkan empat silsilah.
Kedatangan golongan sayid (Alawiyin) ke pulau-pulau Timur sudah lama diketahui. Tetapi beberapa orientalis yang menulis tentang kedatangan Islam ke Timur Jauh sedapat mungkin yang mengambarkan kedatangannya ini sebagai sesuatu hal yang baru.
Hal ini sengaja dilakukan mereka karena didorong oleh perasaan ingin memonopoli bahwa bangsa mereka adalah bangsa yang pertama kali mendapatkan daerah Timur. Atau mungkin juga mereka kurang mengkaji kenyataan yang sebenarnya.
Buku-buku Islam yang berharga dan buku-buku sejarah yang penting telah jatuh ke tangan mereka. Mereka mengatakan bahwa kedatangan Islam ke Sumatera adalah pada tahun 694 Hijriah (1292 M), yaitu pada masa kedatangan Mareopolo. Mereka benar-benar mengabaikan bukti-bukti lain yang menunjukkan kedatangan Islam sebelum masa yang dikatakan mereka.
Daftar Nama-Nama Kitab Dan Risalah Allah

AI-Atsar al-Baqiyah 'An al-Qurun al-Khaliyah
AI-Islam fi asy-Syarq al-Aqsa
AI-Islam fi Indonesia
Al A'laq an-Nafisah
AI-Aqalim
AI-Azminah wa al-Amkinah
Ahsan at-Taqasim fi Ma'rifah al-Aqalim
Akhbar az-Zaman
Akhbar ash-Shin wa al-Hind
Akhbar Malaka
Irsyad al-Arib ila Ma'rifah al-Adib
Asrar al-'Arifin
Ajab al-'ljab
Ifriqiyah Baina at-Tauhid wa at-Tatslits
Akalahu al-Maut
Umat Melayu
Alf Lailah wa Lailah
Awraq Moghul.
Badr at-Tamam wa an-Nujum ats-Tsawaqib
Al-Bariqah al-Masyiqah
Al-Barq al-Yamani fi al-Fath al-Usmani
Al-Bukhari
Periplus al-Bahr al-Eritrea
Bustan as-Salathin
Bughyah al-Amal fi Tarikh ash-Shomal
Bughyah ath-Thullab
Bilad al-Bukhur wa al-'Uthur
Al-Buldan
Al-Bayan fi Asma' al-Aimmah
AI-Bayan wa al-I'rab 'Amma fi Ardh Mishr min al-Arab
Tarikh al-Islam fi al-Hind
Tarikh al-Islam fi Filipin
Tarikh al-Adab al-Klasiki fi al-Melayu
Tarikh Imam Bonjol
Tarikh Aceh
Tarikh Uruba al-Haditsah wa Atsar Hadharatiha
Tarikh Uruba al-Wasith wa al-Hadits
Tarikh Uruba
Tarikh Ummah al-Injliziyah
Tarikh Banten
Tarikh Sulu
Tarikh Jaza'ir Filipin
Tarikh Serawak
Tarikh as-Salathin
Tarikh Kelantan
Tarikh al-'Arab
Tarikh al-'Alaqaat Baina al-Hind wa al-Bilad al-'Arabiyyah
Tarikh al-'Arab al-'Aam
Tarikh al-Lughat as-Samiyyah
Tarikh Madagaskar
Tarikh Mekah
Tarikh al-MaRahah al-traniyyah
Tarikh Magindanau
Tarikh al-Hind
Tuhfah al-Azhar wa Zalal al-Anhar
Tuhfah al-A'yan
Tuhfab al-Fuhul fi Tamhid al-Ushul
Tuhfah an-Nafis
Tuhfah an-Nazhar wa Ghara'ib al-Amshar
Tadzkirah al-Mu'minin fi Fadhl al-Jihad
Tashil Nail al-Amani
Talfiq al-Akhbar 'An at-Turk wa at-Tatar
At-Tanbih wa al-Asyraf
Jawa
Al-Jami' li Asytat an-Nabat
Jugrafiyyah wa Tarikh Kelantan
Jamalat Thailand
Al-fihad fi Sabilillah
Hadhir al-'Alam al-Islami
Habib al-'Arus wa Raihan an-Nufus
Hadharah al-'Arab
Hadharah al-Hind
Haqa'iq Tarikhiyyah 'An al-'Arab wa al-Islam
Hikayat Aceh
Hikayat Abdullah
Al-Kharraj wa Shunah al-Kitabah
Kharidah al-'Aja'ib wa Faridah al-Ghara'ib
Al-Khuthath al-Maqriziyyah
Khalij Faris
Da'irah Ma'arif al-Bustani
Da'irah Ma'arif al-Hind al-Holandiyyah
Da'irah Ma'arif Wajdi
Dirasah fi Tarikh Moro
Dirasah Tarikh al-Islam
Ad-Da'wah ila al-Islam
Dzakhair al-'Ulum
Rihlah Ibn Fadhlan
Rihlah Ibn Jubair
Rihlah al-Halabi
Ar-Rihlah ila asy-Syarq al-Aqsa wa ash-Shin
Rihlat Marcopolo
Risalah Qiladah asy-Syumus wa Istikhraj Qawa'id al-Usus
Rawdh al-Uns wa Zuhrah an-Nafs
Zad al-Musafir wa Qut al-Hadhir
Zuhrah al-Murid fi Bayan Kalimat Tauhid
Saba' wa Syabwah wa Hadhramaut
Sejarah Alam Melayu
Sejarah Umat Islam
Sejarah Tanah Melayu
Sejarah Tanah Jawa
Sejarah Penyiaran Islam
Sejarah Melayu
Silsilah Melayu dan Bugis dan sekalian Raja
Silsilah at-Tawarikh
Sullam al-Muhtadi
Siyar as-Salikin
Sirah ar-Rasul
As-Saif al-Qathi' fi al-A'yan ats-Tsabitah
Syarh Maqamat al-Hariri
Shubh al-A'sya fi Shina'ah al-Insya'
Ash-Shirat al-Mustaqim
Siflat Duapuluh
Shurah al-Ardh
Ash-Shufi fi Fan at-Tashawwuf
Ash-Shin wa al-Islam
Ath-Thabaqat al-Kubra Ibn Sa'ad
Thabaqat al-Huffazh
'Adat al-Muslimin (Moro) wa Dinihim
'Abqariyyah asy-Syarif ar-Ridha
'Ajaib al-Hind, Buzruk
'Ajaib al-Buldan, Abu Dalf
'Ajaib aI-Makh1uqatj al-Qazwini
Al-'Arab, Philip K. Hitti
Al-Arab Wa al-Mallahah fi al-Muhith al-Hindi
Al-Arab, QabI al-Islam; George Zaidan
Al-'Aqd an-Nabawi
'Uqud al-Almas bi Manaqib al-Imam Ahmad bi Hasan al-Aththas
Al-Alaqat Baina al-'Arab wa ash-Shin
Al-Alaqat Baina al-Hind wa al-Bilad al-Arabiyyah
Futuh al-Buldan
Furu' al-Masa'il wa Ushul a]-Masa'il
Perpuluhan Tahun
AI-Fawaid fi Ushul al-Bahr wa al-Qawa'id
Qutban wa Saba'
AI-Qurubat Hallah
Kisah Pelayaran Muhammad Ibrahim Munsyi
Al-Kamil, Ibn al-Atsir
Kasyf al-Ghummah
AI-Maaddah ath-Thibbiyyah
Matn as-Sullam Syarh Hidayah al-'Awam
Mukhtashar Kitab al-Buldan
Madinah Isis
Mir'ah al-Mu'minin
Mir'ah al-Qulub
Martabat Tujuh
Muslim
Al-Masalik wa al-Mamalik al-Isthakhri
Al-Masalik wa al-Mamalik Khurdazbeh
Al-Masalik wa al-Mamalik al-Maqdisi
Al-Masalik wa al-Mamalik al-Warraq
Al-Muslim fi al-Filipin
Al-Mustauthinat al-'Arabiyyah fi al-Hind asy-Syarqiyyah
Mujam al-Buldan
Mujam al-Mathbu'at al-'Arabiyyah wa al-Mu'arrabah
Al-Minhaj al-Fakhir fi 'Ilm al-Bahr az-Zakhir
Minhaj al-'Abidin ila Jannah Rabb al-'Alamin
Muniyyat ash-Shalah
Musu'ah al-'Ulum al-Islamiyyah wa al-'Ulama' al-Muslimin
An-Nadwah at Tarikhiyyah
Nukhbah ad-Dahr
Nuz-hah al-Khawathir
Nuz-hah al-Musytaq
Nasyrah Maqam Malik Ibrahim
Nashihah al-Muslimin wa Tadzkirah al-Mu'minin fi Fadhl al-Jihad fi Sabilillah
Al-Marjan al-Adzri
An-Nafhah al-'Anbariyyah
Nihayah al-Arab
An-Nur as-Safir fi Rijal al-Qarn al-'Asyir
Al-Hijrah al-Yamaniyyah Bamuthrif
Indonesia al-Khadra'
Hind wa 'Arab
Watsaiq Tarikhiyyah wa Jugrafiyyah wa Tijariyyah fi Afriqiyya asy-Syarqiyyah
Al-Wasithah fi Ma'rifah Ahwal Malta
Wafayat al-A'yan Ibn Khalikan
Al-Yaman min al-Babb al-Khalfi.
Daftar Nama-Nama Surat Kabar Dan Malajah Arab

Al-lqbal
Al-Aqlam
AI-Ahram
Al-Ba'ts al-Islami
Al-Balagh al-Mishri
Tsaqafah al-Hind
Maqjallah al-Jam'iyyah al-Mulkiyyah al-Asiyawiyyah
Al-Jawa'ib
Hadhramaut
Ad-Da'wah al-Islamiyyah
Da'wah al-Haqq, Maroko
Ar-Rabithah, Jakarta
Ar-Risalah al-Islamiyyah
Shaut al-Islam al-'Arabi, Kuwait
Al-'Arab, Pakistan
Al-Alam, Maroko
Qiblat
Kinabalu
Al-Madinah
Al-Muqtathaf
Manar al-Islam, Abu Dhabi
Al-Manahil
Al-Mausu'at
Al-Hilal
Daftar Nama-Nama Buku Dan Surat Kabar Non-Arab

L. W. C. Van den Berg
Le Hadhramaut et Les Colonies Arabes Pan Indien.

Guillan.
Document de L'Histoirele Geographie et Le Commerce de L'Afrique Orientale.

W. J. Ferry
Growth of Civilization

C. Walter Hodges:
Colombus Seils

H. S. Morris
Reportv on A Mindanau

C. Brooke
Ten Years in Sarawak

R. 0. Winstedt
The Malaya, A Cultural History Ancient Chinas Relation The Arab

C. Spat
De Islam en Zijn Beteekenis Nederland Indie
Essays Relating to Indo China
Ferrand Empire

R. 0. Winstedt
Early Rulers of Perak, Pahang, and Aceh

C. H. Bampfyldy
A History of Sarawak Under Its Two White Rajas Baring Could

Nageeb Saleeby
Survey Publication Studies in Moro History Law Religion

J. Crawfurd
History of Indian Archipelago
The Old Tang Shu

Fromberg
Verspreide Gsechriften

L. Van Rijk Vorsel
Riwayat Kepulauan Hindia Timur
A History of Indonesia

H. J. Berands
The Crescent and The Rising Son

H. Djajadiningrat
Critishh Onerticht

Nageeb Saleeby
The History of Sulu

W. Fruin Mees
Sejarah Tanah Jawa

Thomas Stamford Raffles
History of java
The Men A Secret Journey Hanz Helfritz

J. C. van Leur
Indonesian Trade and Society

W. P. Groeneveld.
Notes on The Malay Archipelago and Malacca

Thomas Arnold
Preaching of Islam

Paul R
Inscription Confique Leran an Java

Snouck Hurgronje
De Atjehers

Le Bon Gustave
La Civilization Des Arabes

Michael Critchon
Eaters of The Dead

Sir Elliot
History of India

Wilson
The Persion Gulf

Gordon Gild
What Happened in History

H. Howorth
History of The Mongol

Hirth
China and Roman Orient

Donald Maclain Campbel
Java Past and Present

Niemann
Inleading Tot de Rennis Van den Islam

F. de Haan
Oude Batavia

J. A. B. Wiselius
De Franschen in Indochina

Paul Wheatley
The Golden Khersonese
Islam, The West, and The Future
Sejarah Alam Melayu

M. Said
Aceh Sepanjang Abad

S harahap
Sejarah Penyiaran Islam di asia Tenggara
Sejarah Tanah Melayu
Negara Kertagama
Islam di Malaysia

H. Zainuddin
Tarikh Aceh dan Nusantara
Priplus Mari Erythraei

Hamka
Tuanku Rao, Antara Fakta dan Khayal
Sejarah Umat Islam

Abdullah Gari
Pengajian Sejarah Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar