Jumat, 30 Desember 2011

TENTANG SANG PENCIPTA, KITAB SUCI DAN NABI-NABI

TENTANG SANG PENCIPTA, KITAB SUCI DAN NABI-NABI
Penulis:
Profesor David Benjamin Keldani B.D. (Wafat 1940)
Alih Bahasa Oleh: H.W. Pienandoro SH  


Pengenalan  
-Kata Pengantar  
-Biografi Profesor David Benjamin Keldani, B.D (wafat 1940)  
Bahagian Pertama  
Muhammad Dalam Perjanjian Lama  
-Bab 1  
-Pendahuluan  
-Allah dan Atributnya  
-"Dan Ahmad Dari Semua Bangsa Akan Datang" (Haggai, Ii.7)  
-Bab 2  
-Masalah Hak Berdasarkan Kelahiran Dan Perjanjian Tuhan Dengan Nabi Ibrahim  
-Bab 3  
-Misteri Tentang "Mispa"  
-Bab 4  
-Nabi Muhammad Saw Adalah "Shiloh"  
-Bab 5  
-Nabi Muhammad Saw Dan Kaisar Constantine  
-Bab 6  
-Nabi Muhammad Saw Adalah "Anak Manusia"  
-Bab 7  
-Raja Daud Menyebutnya: "Tuanku"  
-Bab 8  
-Tuan Dan Nabi Yang Dijanjikan  
-Bab 9  
-Nabi-Nabi Sejati Hanya Mengajarkan Islam  
-"Nabi Yang Hanya Mengajarkan Islam"  
-Bab 10  
-Islam Adalah Kerajaan Tuhan Di Muka Bumi  
-Bahagian Kedua  
-Muhammad Dalam Perjanjian Baru  
-Bab 11  
-Islam Dan Ahmadiyah Diumumkan Oleh Para Malaikat  
-Bab 12  
-"Eudokia "Berarti" Ahmadiyeh" (Lukas Ii. 14)  
-Bab 13  
-Yahya Pembaptis Mengumumkan Tentang Seorang Nabi Yang Sangat Berkuasa  
-Bab 14  
-Nabi Yang Diramalkan Oleh Pembaptis Pastilah Nabi Muhammad Saw  
-Yahya Pembaptis Meramalkan Nabi Muhammad Saw  
-Bab 15  
-Pembaptisan Yahya Dan Jesus Hanya Sejenis Tanda Keagamaan "Sibghatullah"  
-Pembaptisan Jenis Apa Dan Apa Yang Bukan Pembaptisan  
-Bab 16  
-"Sibghatullah" Atau Pembaptisan Dengan Ruh Suci Dan Api  
-Bab 17  
-"Paraclete" Bukan Ruh Suci  
-Bab 18  
-"Periqlytos" Berarti "Achmad"  
-Bab 19  
-"Anak Manusia," Siapakah Dia?  
-Bab 20  
-Yang Dimaksud Dengan "Anak Manusia" Dalam Apocalypse (Wahyu) Adalah Nabi Muhammad Saw  
-Argumentasi Dari Kitab-Kitab Injil, Dan Dari Apocalypse (Wahyu/Ramalan)  
-Bab 21  
-Anak Manusia Menurut Versi Wahyu Yahudi  
-Bab 22  
-Nabi Dari Arabia Sebagaimana Diutarakan Dalam Injil "Beban Atas Arabia" Yesaya Xxi. 13.
KATA PENGANTAR
Berikut akan disajikan sejumlah artikel yang ditulis oleh Profesor David Benjamin Keldani B.D. seorang mantan Uskup Katholik dari Uramiah, Kaldea. Dalam artikel ini Profesor Benjamin mencoba untuk membuktikan bahwa semua ramalan atau nubuah dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru tentang akan datangnya Al Masih itu sebenarnyalah hanya menunjuk kepada SATU ORANG yaitu NABI MUHAMMAD SAW. Uraian Profesor Benjamin yang adalah mantan seorang archbishop Katholik berdasarkan peninjauan yang sangat mendalam atas Kitab Injil yang beliau kuasai, dengan sana sini beliau mengutip beberapa ayat dari Al Qur'an.
Penterjemah yakin artikel ini penting bukan saja untuk umat Kristen dan Yahudi agar dapat terbuka hatinya melihat kebenaran sejati atau yang seharusnya, tetapi juga untuk umat Islam sendiri karena dengan memahami semua yang diuraikan beliau dalam artikel ini, tahulah kita bahwa kita sesungguhnya bisa "mengimami" Kitab Injil yang ada sekarang ini dengan cara yang sangat berlainan dengan umat Kristen mengimaminya. Dari yang diuraikan oleh Profesor Benjamin kita menjadi tahu bahwa di dalam Injil itu, walaupun semuanya ditulis oleh orang-orang yang bukan murid langsung dari Nabi Isa a.s. dan ditulisnyapun sekian puluh tahun sesudah wafatnya Nabi Isa a.s. di samping di dalamnya dijumpai banyak pertentangan antara ayat-ayatnya, terdapat banyak "kebenaran Islami" yang tampaknya hanya bisa difahami dengan benar oleh orang seperti mantan uskup ini. Semoga saja banyak umat Kristen dan Yahudi yang bisa memiliki kearifan seperti mantan uskup Keldani ini. Sungguh suatu anugerah Allah yang tidak terkira bahwa mantan uskup ini telah diberi izin oleh Allah untuk membuka tabir misteri yang begitu banyak di dalam Injil. Dengan demikian memberi petunjuk kepada kita betapa benarnya firman Allah yang turun pertama kali dan memerintahkan kita untuk "Iqra" atau "membaca" dengan akal fikiran sehat yang kritis dan yang selalu harus dikembalikan kepada Prima Causa sehingga kita bisa insya Allah mendapatkan pengetahuan yang benar. Dengan selalu "membaca" itu insya Allah hati kita akan dibuka oleh Allah untuk mengetahui dan menerima kebenaran yang sesungguhnya. Bukankah berulang kali dalam Al Qur'an yang mulia umat Islam diperintahkan untuk "ta'qilun" -"tafakkur"- pergunakan akal sehat kita –dsb!.
Penterjemah berusaha untuk menterjemahkan, dan bukan menyadur, sebaik mungkin untuk tidak mengubah apa yang telah ditulis oleh Profesor Benjamin, seperti misalnya beliau sudah terbiasa menyebut nabi Isa A.S. dengan Jesus Kristus atau Jesus atau Kristus saja. Namun sebagai orang Muslim penterjemah merasa tidak "sreg" bila menyebut nama Muhammad tidak ditambahi dengan "SAW", dan karena itu semua "SAW" adalah dari penterjemah. Banyak juga istilah-istilah Kristen Katholik yang penterjemah kurang memahaminya, jadi ada yang kami tuliskan seperti apa adanya. Memang dalam artikel ini nuansa Kristen masih sedikit terasa yang bisa kita maklumi karena penulis adalah mantan Uskup Katholik. Yang perlu diketahui juga adalah gaya bahasa penulis artikel ini yang tidak terlalu sederhana, sehingga sering untuk memahami arti kalimat, kita harus berulang kali membacanya.
Dalam menterjemahkan ini seringkali terasa betapa bahasa Indonesia itu tidak terlalu kaya dengan kamus perbendaharaan kata, sehingga beberapa kata dalam bahasa Inggris yang mempunyai arti hampir bersamaan tetapi dengan tekanan atau nuansa lain, dalam bahasa Indonesia ternyata sering hanya mempunyai satu arti saja. Harapan penterjemah semoga apa yang disajikan tidak terlalu jauh dari yang dimaksudkan sesungguhnya oleh Profesor Benjamin. Bila ada kekeliruan dan atau kesalahan arti atau terjemahan dari artikel mantan uskup ini, sepenuhnya adalah tanggung jawab penterjemah dan semata-mata hanya karena kekurangan yang ada pada penterjemah. Bagi yang memahami bahasa Inggris, penterjemah mohon kritik dan sarannya. Artikel yang menarik ini cukup panjang dan dibagi dalam 2 bab besar, di samping sebuah biografi dari Uskup Uramiah tersebut.
BIOGRAFI PROFESOR DAVID BENJAMIN KELDANI, B.D. (Wafat 1940)
Dahulu Uskup Uramiah, Kaldea.
Abdu'l-Ahad Dawud sebelumnya adalah seorang pendeta yang bernama David Abdu Benjamin Keldani, B.D. seorang pendeta Katholik Roma di sekte Uniate Chaldea (Unitarian). Beliau dilahirkan pada tahun 1867 di Urmia, Persia; mendapatkan pendidikannya sejak kecil di kota itu. Dari tahun 1886-1889 beliau ada dalam jajaran staf pengajar dari Misi Archbishop Canterbury pada umat Kristen Asiria (Nestorian) di Urmia. Pada tahun 1892 beliau dikirim oleh Kardinal Vaughan ke Roma, di mana beliau mengikuti kursus studi falsafah dan teologi di Propaganda Fide College, dan pada tahun 1895 diangkat jadi pendeta. Pada tahun 1892 Profesor Dawud telah menulis sejumlah artikel untuk tabloid "Assyria, Rome dan Canterbury"; dan menurut Irish Record juga di tabloid "Authenticity of the Pentateuch."
Beliau memiliki beberapa terjemahan tentang Ave Maria dalam beberapa bahasa, menerbitkannya dalam majalah bergambar Catholic Missions. Ketika ada di Konstantinopel dalam perjalanannya ke Persia dalam tahun 1895, beliau menulis sejumlah artikel yang panjang dalam bahasa Inggris dan Perancis tentang "Gereja-Gereja Timur" untuk sebuah harian, yang diterbitkan di harian yang bernama The Levant Herald. Pada tahun 1895 beliau bergabung dengan Misi Lazarist dari Perancis di Urmia, dan untuk pertama kalinya dalam sejarah Misi itu menerbitkan sebuah majalah berbahasa Syria asli yang disebut Qala-La-Shara, yaitu "Suara Kebenaran".
Pada tahun 1897 beliau diutus bersama oleh dua orang Archbishops Urmia dan Salmas untuk mewakili umat Katholik Timur pada Eucharistic Congress yang diadakan di Paray-le-Monial di Perancis di bawah pimpinan Kardinal Perraud. Tentu saja ini adalah undangan resmi. Makalah yang dibaca oleh Romo Benjamin dalam Kongres itu diterbitkan dalam jurnal dari Kongres Eukaristik yang disebut "Le Pellerin" dalam tahun itu. Dalam makalah itu Chaldean Arch Priest (sebutan resmi beliau) menyesali sistim pendidikan Katholik di antara umat Nestorian.
Pada tahun 1888 Romo Benjamin kembali lagi ke Persia. Di desa asalnya, Digala, kira-kira satu mil dari kota, beliau membuka sebuah sekolah. Di tahun berikutnya beliau dikirim oleh penguasa-penguasa Eklesiastikal untuk memimpin diocese Salmas, di mana pertentangan yang tajam dan berbau skandal antara Uniate Archbishop Khudabash, dan Romo-Romo dari Lazarist untuk waktu yang panjang telah mengancam timbulnya perpecahan.
Pada hari Tahun Baru 1900 Romo Benjamin menyampaikan khotbah yang terakhir kalinya dan penuh dengan kenangan kepada sekumpulan besar jemaah, termasuk banyak orang Armenia yang non Katholik serta lain-lainya di Katedral St. George's Khorovabad, Salmas. Judul dari khotbahnya "Abad Baru dan Manusia Baru." Beliau teringat kenyataan bahwa Misi-Misi Nestorian, sebelum timbulnya Islam, yang berarti "penyerahan" kepada Tuhan, telah menyebar luaskan Injil di seluruh Asia; dan bahwa mereka mempunyai beberapa tempat di India (terutama di pantai Malabar), di Tartary, di Cina dan Mongol; dan bahwa mereka menterjemahkan Injil dalam bahasa Turki Uighur dan bahasa-bahasa lainnya; bahwa Misi-Misi Katholik, Amerika dan Anglikan, meskipun ada jasa mereka sedikit terhadap bangsa Asiria Kaldea dalam bentuk pendidikan awal, telah memecah bangsa dalam begitu banyak sekte yang tidak bersahabat seperti sejumlah banyak di Persia, Kurdistan dan Mesopotamia; dan bahwa upaya mereka ditakdirkan sampai pada tingkat tertentu menyebabkan kegagalan.
Akibatnya beliau menyarankan agar bangsa-bangsa itu membuat beberapa pengorbanan agar dapat berdiri sendiri sebagai laki-laki dan tidak tergantung pada misi-misi asing, dsb.
Secara mendasar pengkhotbah itu benar seluruhnya; namun peringatan beliau itu tidak berkenan bagi kepentingan misi-misi Tuhan. Dengan segera khotbah ini telah membawa Delegasi Apostolik Mgr Lesne dari Urmia ke Salmas. Dia tetap hingga akhir sebagai kawan Romo Benjamin. Keduanya kembali ke Urmia. Misi baru dari Rusia telah menetap di Urmia sejak 1899. Kaum Nestorian dengan bersemangat memeluk agama dari Tsar yang " suci" seluruh Rusia.
Lima Misi yang besar dan megah, Amerika, Anglikan, Perancis, Jerman, dan Rusia dengan kolese mereka, ditopang oleh masyarakat agama yang kaya, Konsul dan Duta Besar, beramai-ramai berusaha untuk mengalihkan agama dari kira-kira seratus ribu orang Asiria-Kaldea dari Nestorian yang pembangkang (heresy) ke salah satu dari lima penyimpangan (heresies). Namun dengan segera orang Rusia melampaui yang lainnya, dan misi inilah yang dalam tahun 1915 telah mendorong atau memaksa orang Asiria dari Persia, sebagaimana halnya orang suku gunung Kurdistan, yang pada waktu itu telah berimigrasi ke dataran Salmas dan Urmia, untuk mengangkat senjata terhadap pemerintah masing-masing. Hasilnya ialah bahwa separuh dari orang-orang itu musnah dalam peperangan dan sisanya dikeluarkan dari negeri asalnya.
Masalah besar yang telah lama mencari penyelesaiannya dalam jiwa pendeta ini kini mendekati klimaksnya. Apakah agama Kristen dengan segala bentuk dan warnanya yang beragam, dengan Kitab-Kitab Sucinya yang tidak otentik, palsu dan telah banyak diubah, benar-benar agama Tuhan? Dalam musim panas 1900 beliau beristirahat ke villanya yang kecil di tengah kebun anggur dekat dengan air mancur Chali-Boulaghi yang terkenal di Digala, dan di sana untuk selama satu bulan mempergunakan waktunya untuk berdo'a dan meditasi, membaca berulang kali Kitab-Kitab Suci dalam teks aslinya.
Krisis itu berakhir dengan permohonan mengundurkan diri secara resmi kepada Uniate Archbishop Urmia, di mana secara berterus terang beliau menerangkan sebab-sebab beliau meninggalkan fungsi kependetaan kepada Mgr Touma Audu. Semua usaha telah dilakukan oleh penguasa-penguasa eklesiastikal agar beliau menarik keputusan itu namun tanpa hasil. Tidak ada masalah pribadi atau pertentangan antara Romo Benjamin dan atasannya; semua itu adalah masalah kesadaran.
Untuk beberapa bulan Tuan Dawud, begitu kini panggilan beliau, dipekerjakan di Tabriz sebagai inspektur di Jasa Pos dan Pabean Persia di bawah ahli-ahli dari Belgia. Selanjutnya beliau mengabdi pada Pangeran Mahkota Muhammad 'Ali Mirza sebagai pengajar dan penterjemah. Pada tahun 1903 kembali beliau mengunjungi Inggris dan di sana bergabung dengan masyarakat Unitarian. Dan dalam tahun 1904 beliau dikirim oleh Asosiasi Unitarian Inggris dan Asing untuk melaksanakan pekerjaan pendidikan dan pencerahan di antara orang-orang senegara.
Dalam perjalanan ke Persia beliau mampir ke Konstantinopel; dan sesudah beberapa wawancara dengan Sheikhul Islam Jamaluddin Effendi dan ulama-ulama lainnya, beliau memeluk agama suci Islam, yang berarti penyerahan diri kepada Tuhan.
BAB 1
MUHAMMAD DALAM PERJANJIAN LAMA
PENDAHULUAN
Melalui tulisan ini dan tulisan berikutnya saya akan berusaha untuk menunjukkan bahwa doktrin Islam tentang Ketuhanan dan Utusan Agung Allah adalah sepenuhnya benar dan sesuai dengan ajaran di dalam Injil.
Tulisan pertama ini akan saya khususkan untuk membicarakan butir pertama, dan dalam tulisan lainnya akan saya coba untuk menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah obyek dari Perjanjian Lama dan pada diri Muhammad SAW, dan hanya beliau seorang diri saja, sesungguhnya dan secara harfiah telah terpenuhi semua ramalan di dalam Perjanjian Lama.
Saya ingin menjelaskan bahwa pandangan yang saya uraikan dalam tulisan ini serta tulisan berikutnya adalah sangat pribadi, dan bahwa saya sendirilah yang bertanggung jawab atas penelitian pribadi dan yang tidak saya contek dari pihak lain terhadap naskah suci Yahudi yang saya lakukan. Namun saya tidak bersikap otoritatif dalam menguraikan dengan rinci ajaran Islam yang memiliki arti penyerahan diri kepada Allah.
Saya tidak mempunyai sedikitpun maksud ataupun keinginan untuk melukai rasa keagamaan dari teman-teman yang beragama Kristen. Saya mencintai Kristus, Musa dan Ibrahim, sebagaimana saya mencintai Nabi Muhammad SAW dan semua nabi suci lainnya dari Tuhan.
Tulisan saya ini tidak dimaksudkan untuk menimbulkan pertentangan yang pahit dengan gereja dan karenanya tak berguna, tetapi hanya mengundang mereka kepada penyelidikan yang menyenangkan dan bersahabat atas masalah yang penting ini dengan semangat cinta dan tidak berpihak. Jika umat Kristen berhenti dari usahanya yang sia-sia untuk mendefinisikan Zat Yang Maha Adi (Supreme Being), dan mengakui Keesaan Tuhan yang mutlak, maka persatuan antara mereka dengan umat Muslim bukan saja mungkin tetapi sangat mungkin. Karena sekali Keesaan Tuhan diterima dan diakui, maka butir-butir perbedaan lainnya antara dua agama ini dapat dengan lebih mudah diselesaikan.
ALLAH DAN ATRIBUTNYA
Ada dua hal mendasar antara agama Islam dan Kristen yang, demi untuk kebenaran dan perdamaian dunia, pantas untuk diteliti dengan sangat serius dan mendalam. Karena dua agama ini mengklaim berasal dari satu sumber yang sama, sepantasnyalah bahwa tidak ada kontroversi penting antara keduanya boleh dibiarkan begitu saja. Kedua agama besar ini yakin akan adanya Ketuhanan dan akan adanya Perjanjian yang telah dibuat antara Tuhan dan Nabi Ibrahim. Atas dua hal yang pokok ini haruslah dicapai satu kesepakatan yang hati-hati sekali dan bersifat final antara penganut yang cerdas dari kedua agama tersebut. Apakah kita mahluk bodoh yang malang ini mempercayai dan memuja satu Tuhan, atau akankah kita mempercayai dan ketakutan terhadap kemajemukan Tuhan? Yang mana dari dua orang ini, Kristus atau Nabi Muhammad SAW yang menjadi obyek dari Perjanjian Suci? Kedua pertanyaan ini harus dijawab sekali dan final.
Semata-mata hanya membuang waktu saja di sini untuk berdebat dengan mereka yang secara bodoh dan jahat mengira bahwa Tuhan dalam agama Islam adalah berbeda dengan Tuhan yang sejati, dan hanya sebagai Ketuhanan fiktif hasil ciptaan Nabi Muhammad SAW sendiri. Bila saja pendeta-pendeta dan pakar teologi Kristen mengenal Injil dalam bahasa aslinya Ibrani dan bukan sekedar terjemahan, sebagaimana halnya umat Islam membaca Al Qur'an mereka dalam bahasa dan tulisan Arab, pastilah mereka akan mengetahui dengan jelas bahwa Allah adalah nama yang sama dari Yang Maha Adi (Supreme Being) dalam bahasa Semit, yang memberi wahyu dan berbicara kepada Adam dan semua nabi.
Allah adalah satu-satunya Yang Swa Ada, Maha Mengetahui, Maha Kuasa. Dia meliputi segalanya, memenuhi setiap ruang, mahluk dan benda; dan sebagai sumber segala kehidupan, pengetahuan dan kekuatan. Allah adalah Pencipta yang unik, Pengatur dan Penguasa dari jagad raya. Dia mutlak hanya Tunggal. Zat, Pribadi dan Sifat Allah adalah mutlak di luar pengetahuan manusia, dan karena itu setiap upaya untuk mendefinisikan Zat-Nya bukan saja sia-sia tetapi bahkan berbahaya untuk kesejahteraan spiritual dan keyakinan kita, karena pastilah hal itu akan membawa kita kepada kesalahan.
Gereja Kristen yang berdasarkan trinitas (tritunggal), telah selama kira-kira tujuh belas abad menghabiskan semua kepandaian para santo dan ahli filsafat untuk mendefinisikan Zat dan Pribadi Ketuhanan; dan apa yang telah mereka temukan? Semua yang telah diwajibkan oleh Athanasius dan Aquinas bagi umat Kristen "di bawah derita kutukan abadi" untuk meyakini suatu Tuhan yang adalah "ketiga dari tiga". Allah dalam kitab suci Al Qur'an-Nya mencela keyakinan ini dalam kalimat-kalimat yang khidmad:
Kafirlah orang yang berkata: "Allah adalah yang ketiga dari tritunggal". Sebab tiada Tuhan selain Tuhan Yang Maha Esa. Kalau mereka tidak berhenti mengatakan (yang demikian itu), pastilah orang yang ingkar di antara mereka ditimpa azab yang pedih menyakitkan." (Q. 5:73)
Alasan mengapa kaum Muslimin ortodoks telah selalu menahan diri untuk mendefinisikan Zat Tuhan adalah karena Zat-Nya melebihi semua atribut di mana hal itu hanya dapat didefinisikan. Allah memiliki banyak Nama yang dalam kenyataannya hanya sebagai kata sifat yang berasal dari Zat-Nya melalui berbagai manifestasi di jagad raya yang Dia sendiri telah membentuknya. Kita menyeru Allah dengan sebutan Yang Maha Kuasa, Yang Maha Abadi, Yang Ada Di manapun, Yang Maha Mengetahui, Yang Maha Pengasih, dsb. karena kita memahami keabadian, kemaha-hadiran, pengetahuan universal, kemaha-asihan, sebagai hal yang memancar dari Zat-Nya dan milik Dia Sendiri secara mutlak. Dia Sendiri saja yang dengan tak terhingga Maha Mengetahui, Berkuasa, Maha Hidup, Maha Suci, Maha Indah, Maha Baik, Maha Mencintai, Maha Agung, Maha Mengerikan (azab-Nya), Maha Penuntut Balas, karena hanya dari Dia Sendiri saja memancar dan mengalir mutu dari pengetahuan, kekuasaan, kehidupan, kesucian, keindahan, dsb. Tuhan tidak memiliki atribut dalam pengertian yang kita fahami. Bagi kita suatu atribut atau milik adalah hal yang biasa bagi banyak individu dari suatu jenis, tetapi apa yang Tuhan miliki adalah milik Dia Sendiri saja, dan tidak ada yang lainnya yang berbagi milik dengan Dia. Kita berkata: "Suleiman adalah bijak, berkuasa, adil dan cantik," kita tidak menganggap secara eksklusif bahwa segala kebijakan, kekuasaan, keadilan dan kecantikan adalah milik Suleiman sendiri saja. Kita hanya ingin menyatakan bahwa relatif dia bijak jika dibandingkan dengan orang lain dari jenisnya, dan bahwa kebijakan itu relatif adalah atribut yang dimilikinya sebagai keadaan yang biasa bersama dengan orang-orang dalam golongannya.
Untuk lebih memperjelas lagi, atribut yang suci adalah pancaran (emanasi) dari Tuhan, dan karenanya suatu kegiatan. Begitulah, setiap kegiatan suci itu tak lebih dan tak kurang hanyalah sebuah ciptaan.
Juga harus diakui bahwa atribut suci, sejauh itu merupakan pancaran, menerima sebagai kenyataan adanya waktu dan awal waktu atau permulaan; dengan sendirinya ketika Allah Berfirman: "Jadilah, maka jadilah" - atau Dia telah mengucapkan Kalimat-Nya dalam waktu dan awal penciptaan. Inilah yang oleh para sufi disebut "aql kull" atau intelegensi universal, sebagai pancaran dari "aql awwal", yaitu intelegensi awal. Kemudian "nafs kull" atau jiwa yang universal, itulah yang pertama mendengar dan mematuhi perintah suci ini, dipancarkan dari "jiwa awal" dan telah mengubah jagad raya ini.
Cara berpikir yang begini ini membawa kita untuk menyimpulkan, bahwa setiap tindakan Allah mempertunjukkan pancaran suci sebagai manifestasi-Nya dan atribut-Nya yang khas, tetapi itu bukanlah Zat-Nya atau Ada-Nya. Tuhan adalah Sang Pencipta, karena Dia menciptakan pada permulaan waktu dan selalu menciptakan. Tuhan berfirman pada permulaan waktu sebagaimana Dia selalu berfirman menurut cara-Nya sendiri. Namun karena ciptaan-Nya tidak abadi atau bukan suatu pribadi yang suci, maka firman-Nya tidak dapat dianggap sebagai abadi dan Pribadi yang suci. Orang Kristen telah bertindak lebih jauh, dan menjadikan Sang Pencipta sebagai Bapa yang suci dan Kalimat-Nya sebagai Putera yang suci, dan juga karena Dia meniupkan Ruh-Nya pada ciptaannya, maka dia juga disebut sebagai Ruh Suci (divine Spirit), dengan melupakan bahwa menurut logika Dia tidak bisa menjadi "ayah" sebelum penciptaan, begitupun "anak" sebelum Dia berfirman, dan tidak pula Ruh Suci (Holy Ghost) sebelum Dia meniupkan RuhNya. Saya dapat membayangkan atribut Tuhan melalui karya-Nya dalam manifestasinya kemudian, tetapi tentang keabadiannya tidaklah ada gambaran apapun, tidak pula saya dapat membayangkan ada mahluk intelegensi yang sanggup untuk mengerti secara menyeluruh sifat atribut yang abadi dan hubungannya dengan Zat Tuhan. Pada kenyataannya Tuhan tidak menyatakan kepada kita sifat dari Ada-Nya dalam Kitab Suci manapun.
Atribut Tuhan tidak harus dianggap sebagai sosok atau pribadi suci yang lain dan terpisah, karena kalau tidak demikian kita akan memiliki bukan saja satu trinitas dalam Ketuhanan, tetapi beberapa lusin trinitas. Suatu atribut sampai saatnya atribut itu benar-benar terpancar dari subyeknya tidak memiliki eksistensi. Kita tidak dapat menggolongkan subyek dengan suatu atribut tertentu sebelum atribut itu telah memancar dari subyek itu dan terlihat. Dari sini kita menyatakan "Tuhan itu Baik" pada saat kita menikmati kebaikan-Nya dan tindakan-Nya yang baik; namun kita tidak dapat menggambarkan-Nya -dengan ungkapan yang benar- sebagai "Tuhan itu Kebaikan" karena kebaikan itu bukan Tuhan, tetapi hanyalah sebuah kegiatan dan karya. Berdasarkan alasan inilah Al Qur'an selalu menjadikan kata sifat sebagai sebutan untuk atribut Allah, seperti "Yang Maha Bijak", "Yang Maha Mengetahui", "Yang Maha Pengasih", tetapi tidak pernah dengan deskripsi seperti "Tuhan ialah cinta, ilmu pengetahuan, firman, dsb", karena cinta adalah tindakan atau kegiatan dari sang pencinta dan bukan sang pencinta itu sendiri, tepat seperti ilmu pengetahuan atau firman adalah tindakan atau kegiatan dari orang yang berpengetahuan dan bukan orang itu sendiri.
Saya berikan tekanan khusus pada butir ini, karena inilah kesalahan ke dalam mana telah jatuh mereka yang meyakini keabadian dan kepribadian yang lain dari suatu atribut tertentu Tuhan. Kata kerja atau firman Tuhan telah dijadikan sebagai pribadi lain dari Ketuhanan; padahal firman Tuhan tidak dapat memiliki arti lain kecuali sebagai pernyataan Pengetahuan dan Kehendak-Nya. Al Qur'an juga disebut sebagai "Firman Allah". Dan beberapa pakar hukum Muslim awal menjelaskan bahwa firman Allah itu adalah abadi dan tidak diciptakan. Sebutan yang sama juga diberikan kepada Jesus Kristus di dalam Al Qur'an "Kalimatun minhu" yaitu "Firman-Nya" (Q. 3:45). Tetapi akan tidak agamawi untuk menerangkan bahwa Firman atau Logos Tuhan adalah pribadi lain, dan bahwa pribadi itu menjadi daging dan berinkarnasi dalam bentuk seorang manusia laki-laki dari Nazareth, atau dalam bentuk sebuah buku, yang pertama disebut "Kristus" dan yang kedua disebut "Al Qur'an"!
Sebagai ringkasan dari subyek ini, dengan mendesak saya nyatakan bahwa Firman ataupun atribut Tuhan yang lain yang dapat dibayangkan, bukan saja itu bukan entitas Suci atau individualitas lain, tetapi juga bahwa itu tidak mungkin memiliki keberadaan nyata sebelum awal waktu dan penciptaaan.
Ayat pertama dengan mana Injil Yohanes mengawalinya dan berbunyi: "Pada awalnya adalah Firman; dan Firman itu bersama dengan Tuhan, dan Firman itu milik Tuhan," sering didebat oleh penulis dari aliran Unitarian.
Dapat dicatat di sini bahwa dalam bahasa Yunani bentuk kata punya (genitive case) "Theou" ialah "God's" atau "Milik Tuhan"[1] telah dikorupsi menjadi "Theos" yang berarti "Tuhan" dalam bentuk nominatif kata itu! Juga dapat dicatat bahwa pasal "Pada awalnya adalah Firman" secara nyata menunjukkan asal kalimat itu bukan sebelum awal waktu! Dengan "Firman Tuhan" tidak dimaksudkan suatu substansi yang terpisah dan lain, yang sezaman dan ada dalam waktu yang sama dengan Yang Maha Kuasa, tetapi ucapan dari Ilmu Pengetahuan dan Kehendak-Nya ketika Dia berfirman: "Kun" yaitu "Jadilah". Ketika Tuhan berfirman "Jadilah", terwujudlah dunia ini, ketika Dia berfirman: "Jadilah" agar firman-Nya dicatat di dalam Kitab Lauful Mahfuz dengan pena, maka jadilah itu.
Dengan firman-Nya: "Jadilah" Jesus diciptakan dalam rahim Perawan Maryam yang diberkati; dan seterusnya-bila saja Dia menghendaki untuk menciptakan sesuatu, Dia tidak lain kecuali berfirman: "Jadilah" kepada itu dan jadilah itu.
Formula umat Kristen yang digemari ialah: "Atas nama Bapa, dan Anak, dan Ruh Suci" bahkan di dalamnya sama sekali tidak menyebut nama Tuhan! Dan inilah Tuhan umat Kristen! Formula dari kaum Nestorian dan Jacob yang terdiri dari sepuluh suku kata yang sama banyaknya dengan "Bismillahi" dari umat Islam, berbunyi: "Bshim Abha wo Bhra ou-Ruha d-Qudsha" yang artinya sama dengan formula umat Kristen yang lainnya. Di pihak lain formula Al Qur'an yang menyatakan fondasi kebenaran Islami "Bismillahi'r-Rahmani'r-Rahim" yang artinya "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang" merupakan kontras besar dengan formula kaum Trinitarian.
Trinitas agama Kristen tidak dapat diterima sebagai suatu konsep Ketuhanan yang sesungguhnya, karena mengakui adanya pluralitas pribadi dalam Ketuhanan, memberikan atribut sifat-sifat personal yang berlainan kepada masing-masing pribadi, dan menggunakan nama keluarga sama dengan nama-nama dalam mitologi kaum kafir. Allah bukan ayah dari seorang anak, tidak juga seorang anak dari seorang ayah. Dia tidak mempunyai ibu, tidak pula Dia dibuat sendiri. Kepercayaan terhadap "Tuhan Bapa, dan Tuhan Anak, serta Ruh Suci" adalah suatu pengingkaran yang menyolok atas Keesaan Tuhan, dan suatu pengakuan yang berani terhadap tiga mahluk yang tidak sempurna yang secara bersama atau terpisah tidak mungkin menjadi Tuhan yang sesungguhnya
Matematika sebagai ilmu pengetahuan positif mengajarkan kepada kita bahwa suatu unit tidak lebih dan tidak kurang ialah satu; bahwa satu tidak pernah sama dengan satu ditambah satu ditambah satu; dengan kata lain, satu tidak bisa sama dengan tiga, karena satu adalah sepertiga dari tiga. Dengan cara yang sama, satu tidak sama dengan sepertiga. Dan vice versa tiga tidak sama dengan satu, demikian pula sepertiga tidak dapat sama dengan satu. Unit adalah dasar dari semua bilangan, dan standar untuk ukuran dan timbangan dari semua dimensi, jarak, jumlah dan waktu. Pada kenyataannya, bilangan adalah jumlah dari unit 1 (satu). Sepuluh adalah jumlah dari sekian banyak unit yang sama dari jenis yang sama.
Mereka yang berpendapat kesatuan Tuhan dalam trinitas pribadi-pribadi mengatakan kepada kita, bahwa "setiap pribadi itu adalah Tuhan yang maha kuasa (omnipotent), maha ada (omni present), abadi dan sempurna; walaupun begitu tidak berarti tiga Tuhan yang maha kuasa, maha ada, abadi dan sempurna, tetapi satu Tuhan yang maha kuasa! Kalau di dalam cara pandang yang tersebut di atas itu tidak ada cara berpikir yang tidak masuk akal, maka melalui persamaan akan kita hadirkan "misteri" dari gereja berikut ini.
Tuhan = 1 Tuhan + 1 Tuhan + 1 Tuhan; oleh karena itu: 1 Tuhan = 3 Tuhan. Pertama, satu Tuhan tidak sama dengan tiga Tuhan, tetapi hanya satu saja di antaranya. Kedua, karena anda mengakui bahwa setiap pribadi adalah Tuhan yang sempurna seperti halnya dua temannya yang lain, maka kesimpulan anda bahwa 1 + 1 + 1 = 1 bukanlah matematika, tetapi hal yang tidak masuk akal sama sekali.
Kalau anda bukan seorang yang terlalu sombong ketika mencoba membuktikan bahwa tiga unit sama dengan satu unit, maka anda ialah seorang yang terlalu pengecut untuk mengakui bahwa tiga satu sama dengan tiga satu (three ones equal three ones). Dalam hal pertama anda tidak pernah dapat membuktikan pemecahan suatu masalah melalui suatu proses yang salah; dalam hal kedua, anda tidak memiliki keberanian untuk mengakui kepercayaan anda kepada tiga Tuhan.
Tambahan lagi, kita semua umat Islam dan Kristen percaya bahwa Tuhan itu omnipresent, bahwa Dia memenuhi dan mencakup setiap ruang dan partikel. Dapatkah dibayangkan bahwa semua ketiga pribadi Ketuhanan itu secara serentak dan terpisah meliputi jagad raya, atau tidakkah hanya satu saja di antaranya yang omnipresent pada suatu saat? Untuk mengatakan: "Ketuhanan (Deity) melakukan semua itu" bukanlah suatu jawaban sama sekali. Ketuhanan bukan Tuhan tetapi ialah suatu keadaan sebagai Tuhan, karena hal itu adalah suatu kualitas.
Ketuhanan adalah suatu kualitas dari satu Tuhan; pluralitas atau pengurangan (kurang dari satu) tidak dapat dianggap berlaku untuk hal itu. Tidak ada ketuhanan-ketuhanan tetapi hanya satu Ketuhanan yang menjadi atribut dari Satu Tuhan saja sendiri.
Selanjutnya kita diberi tahu bahwa setiap pribadi dari trinitas memiliki beberapa atribut tertentu yang tidak sesuai untuk kedua pribadi lainnya. Sesuai dengan akal manusia dan jalan bahasa, aribut itu menunjukkan ada prioritas dan posterioritas (yang didahulukan dan yang dkemudiankan) di antara mereka. Bapa selalu ada di urutan pertama dan ada di depan Anak, Ruh Suci bukan saja dikemudiankan sebagai yang ketiga dalam urutan perhitungan, tetapi bahkan lebih rendah kedudukannya daripada Bapa dan Anak dari siapa Ruh Suci itu berasal. Bukankah akan dianggap sebagai dosa "heresy" bila nama-nama dari tiga pribadi itu diulang-ulang secara terbalik? Bukankah tanda salib pada Eucharist akan dianggap oleh gereja sebagai tidak religius bila saja formulanya bertukar tempat menjadi: "Dalam nama Ruh Suci, dan dalam nama Anak, dan dalam nama Bapa"? Karena kalau memang mereka itu sama dan sezaman, maka tertib urutan atau hal di dahulukan atau di kemudiankan itu tidak perlu diperhatikan dengan seksama.
Kenyataannya ialah bahwa Paus dan Konsili Umum selalu mencerca doktrin kaum Sabelian yang mengatakan bahwa Tuhan adalah satu tetapi bahwa Dia memanifestasikan diri-Nya sendiri sebagai Bapa atau Anak atau Ruh Suci, yang selalu merupakan satu pribadi yang sama. Tentu saja agama Islam tidak menyetujui atau mengesahkan pandangan kaum Sabelian ini. Tuhan menampakkan Jamal atau Kecantikan dalam diri Kristus, Jelal atau Kemuliaan dan Keagungan dalam diri Nabi Muhammad SAW, dan Kebijakan dalam diri Nabi Suleiman, dan begitu seterusnya dalam berbagai obyek alam, namun tidak satupun dari Nabi itu adalah Tuhan, begitupun pemandangan alam yang indah itu bukan Tuhan.
Kebenarannya ialah bahwa tidak ada ketepatan matematika, tidak ada kesamaan mutlak di antara tiga pribadi dalam Trinitas. Apabila Bapa itu dalam segala hal sama dengan Anak atau Ruh Suci sebagaimana unit 1 secara positif sama dengan bilangan 1 lainnya, maka perlu hanya ada satu pribadi Tuhan dan bukan tiga, karena sebuah unit bukanlah bagian atau pecahan begitu pula pergandaan dari dirinya sendiri. Perbedaan nyata dan hubungan yang diakui ada di antara pribadi-pribadi trinitas tidak meragukan sama sekali bahwa pribadi-pribadi itu tidak sama satu dengan lainnya dan tidak pula mereka dapat dikenali satu dengan lainnya. Bapa memperanakkan dan tidak diperanakkan; Anak diperanakkan dan bukan seorang bapak; Ruh Suci adalah bagian dari dua pribadi lainnya; pribadi pertama dilukiskan sebagai pencipta dan pemusnah; yang kedua sebagai penyelamat dan penebus dosa; dan yang ketiga sebagai pemberi hidup. Konsekuensi dari sikap ini ialah bahwa tidak seorang pribadipun dari tiga pribadi yang secara berdiri sendiri adalah sebagai Pencipta, Penebus Dosa dan Pemberi Hidup. Lalu kita diberi tahu bahwa pribadi kedua adalah Firman dari pribadi pertama, menjadi manusia dan dikorbankan di tiang salib untuk memenuhi rasa keadilan Bapa, dan bahwa inkarnasinya dan kebangkitannya kembali dilaksanakan dan dipenuhi oleh pribadi ketiga.
Sebagai kesimpulan, saya harus memperingatkan umat Kristen, bahwa bila mereka tidak mempercayai kemutlakan Ke-esaan Tuhan dan meninggalkan kepercayaan terhadap tiga pribadi, pastilah mereka itu termasuk orang kafir terhadap Tuhan yang sesungguhnya. Secara tepat dapat dikatakan, umat Kristen mempercayai banyak tuhan atau polytheist hanya dengan satu perkecualian, bahwa dewa-dewa orang kafir penyembah berhala adalah palsu dan imajiner, sedangkan tiga tuhan dari gereja memiliki karakter yang menonjol, di antaranya Bapa yang juga disebut Pencipta adalah Tuhan Satu yang sesungguhnya, tetapi Anak hanyalah seorang nabi dan pemuja Tuhan, dan pribadi ketiga adalah salah satu dari sekian banyak ruh-ruh suci yang melayani Tuhan Yang Maha Kuasa.
Dalam Perjanjian Lama, Tuhan disebut Bapa karena Ada-Nya sebagai Pencipta dan Pelindung Yang Pengasih, namun karena gereja telah menyalah gunakan nama ini, maka Al Qur'an telah dengan benar menghindarkan dirinya untuk mempergunakan nama itu.
Perjanjian Lama dan Al Qur'an mencela doktrin tiga pribadi dalam Tuhan; Perjanjian Baru tidak secara jelas memiliki atau mempertahankan doktrin itu, namun andaikan saja Kitab itu berisikan petunjuk dan jejak mengenai Trinitas, hal itu tidak memilik keabsahan sama sekali, karena Kitab itu tidak (pernah) dilihat dan tidak pula ditulis oleh Kristus, tidak pula dalam bahasa yang dipakai Kristus, begitupun tidak pula Kitab itu dalam bentuk dan isinya yang sekarang - paling tidak dua abad pertama sesudah Kristus.
Mungkin dapat ditambahkan dengan menguntungkan, bahwa di Timur kaum Kristen Unitarian selalu membasmi dan menyanggah kaum Trinitarian, dan bahwa ketika mereka menyaksikan penghancuran total "Binatang Keempat" oleh Nabi Besar Allah, mereka kaum Kristen Unitarian ini menerima dan mengikutinya. Setan yang berbicara kepada Hawa melalui mulut ular, menghujat Yang Maha Tinggi melaui mulut "Tanduk Kecil" yang mencuat di antara "Sepuluh Tanduk" pada kepala "Binatang Keempat" (Daniel viii), tidak lain ialah Consantine Yang Agung yang dengan resmi dan kekerasan mengumumkan Dekrit Nicea. Tetapi Nabi Muhammad SAW telah menghancurkan "Iblis" atau Setan dari Tanah Yang Dijanjikan untuk selamanya dengan membangkitkan Islam di situ sebagai sebuah agama dengan Satu Tuhan yang sesungguhnya.
"DAN AHMAD DARI SEMUA BANGSA AKAN DATANG" (HAGGAI, ii.7)
Kira-kira dua abad sesudah keruntuhan yang tidak disesalkan dari kerajaan Israel yang pemuja berhala, dan semua penduduknya dari sepuluh suku bangsa dideportasikan ke Asiria, Jeruzalem dan kuil Suleiman yang mulia dihancur ratakan dengan tanah oleh orang Kaldea, dan sisa orang Judah dan Benjamin yang tidak terbunuh diangkut ke Babilonia. Sesudah masa tujuh puluh tahun dalam tangkapan, orang-orang Yahudi itu diizinkan kembali ke negaranya sendiri dengan kekuasaan penuh untuk membangun kembali kota dan kuil mereka yang sudah hancur. Ketika fondasi rumah Tuhan yang baru diletakkan, terdengarlah teriakan gembira yang gegap gempita dan seruan-seruan dari orang-orang yang berkumpul, orang-orang tua laki-laki dan perempuan yang telah pernah melihat keindahan kuil Suleiman sebelumnya menangis dengan pahit. Pada peristiwa yang khidmat inilah Yang Maha Kuasa telah berkenan mengirimkan utusan-Nya Nabi Haggai menghibur kumpulan orang-orang yang sedih itu dengan pesan yang penting:
"Dan Aku akan menyalami semua bangsa, dan Himdah semua bangsa akan datang; dan Aku akan memenuhi rumah ini dengan keagungan, firman Tuhan rumah itu. Milik-ku adalah perak, milik-Ku adalah emas, firman Tuhan rumah itu, keagungan rumah-Ku yang terakhir akan lebih besar daripada rumah-Ku sebelumnya, firman Tuhan rumah itu; dan di tempat ini Aku akan memberikan Shalom, firman Tuhan rumah itu." (Haggai, ii.7)
Saya telah menterjemahkan ayat di atas dari satu-satunya copy Injil yang ada pada saya yang seorang sepupu wanita saya, seorang Asiria, telah meminjamkan Kitab tersebut yang berbahasa asli logat wanita itu. Tetapi marilah kita konsultasikan dengan Injil versi bahasa Inggris yang kita dapati telah menterjemahkan kata Ibrani asli "himda dan shalom" sebagai "ingin" (desire) dan "damai" (peace).
Para komentator agama Yahudi dan Kristen sama-sama memberikan arti yang sangat penting kepada janji ganda (himdah dan shalom) yang ada dalam ramalan tersebut. Kedua mereka memahami adanya ramalan kenabian dalam kata himda itu. Benar, inilah ramalan indah yang ditegaskan oleh formula Injil yang biasa tentang sumpah suci, "kata Tuhan Sabaoth" yang diulang empat kali. Apabila ramalan ini dipahami dalam pengertian abstrak, kata himda dan shalom sebagai "ingin" dan "damai", maka ramalan itu menjadi tidak lebih daripada sebuah aspirasi yang tidak bisa dimengerti. Namun bila istilah himda itu kita pahami sebagai sebuah gagasan nyata, seorang pribadi dan suatu kenyataan dan dalam kata shalom bukan suatu keadaan, tetapi suatu kekuatan yang hidup dan aktif serta agama yang secara pasti telah dibangkitkan, maka ramalan ini harus diterima sebagai benar dan telah terpenuhi dalam pribadi Ahmad dan kebangkitan agama Islam. Karena himda dan shalom atau shlama artinya sama dengan Ahmad dan Islam.
Sebelum mencoba untuk membutkikan telah terpenuhinya ramalan ini, ada baiknya untuk menerangkan etimologi dari dua kata itu -himda dan shalom- seringkas mungkin.
1. Himda - Ayat dalam teks asli bahasa Ibrani itu berbunyi: "ve yavu himdath kol haggoyim," yang secara harfiah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris akan berbunyi: "will come the Himda of all nations." Huruf akhir hi dalam bahasa Ibrani seperti juga dalam bahasa Arab, diganti dengan th, atau t, bila dalam kasus kata empunya (genitive case). Kata itu berasal dari bahasa Ibrani kuno atau lebih tepat bahasa Aramia, akar kata "hmd" (konsonan diucapkan "hemed"). Dalam bahasa Ibrani biasanya hemed dipergunakan dalam arti hasrat, merindukan, selera, gairah. Perintah kesembilan dari Kitab Decalogue ialah "Lo tahmod ish reikha" (kamu tidak boleh merindukan isteri tetanggamu). Dalam bahasa Arab kata kerja himda, dari konsonan hmd, berarti; "memuji" dan sebagainya. Ahmad: kedatangan akan Israel orang-orang kepada memberitahukan Jesus bahwa menyatakan (61:6) Kitab Suci Al Qur’an menentukan. dan terbantahkan tidak tetap Himda untuk Arab bahasa bentuk adalah Ahmad kenyataan diterima, yang itu kata arti dua dari manapun Yang dirindukan? atau dihasratkan, didambakan, sangat daripada selain terkenal dipuji lebih Apakah>
"Dan ketika Jesus,putra Maryam berkata: "Hai bani Israel, aku diutus oleh Allah untuk menegaskan Kitab Taurat yang sebelum aku, dan untuk memberitakan seorang Utusan yang akan datang sesudah aku yang bernama Ahmad." Namun setelah dia datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang jelas, mereka berkata: "Ini adalah sihir yang nyata."
Injil Yohanes yang ditulis dalam bahasa Yunani mempergunakan kata Paracletos, sebuah bentuk bahasa yang tidak dikenal oleh literatur klasik Yunani. Tetapi Peryclytos, yang persis sama dengan Ahmad dalam pengertian "terkenal" (illustrious), "mulia" (glorious) dan "terpuji" (praised), dalam tingkat superlatif, seharusnya itulah terjemahan dalam bahasa Yunani untuk Himda atau Hemida dalam bahasa Aramia sebagai bahasa yang dipakai oleh Jesus. Astaga! tidak ada Injil yang masih tersisa dalam bahasa asli yang dipergunakan Jesus!
2. Tentang etimologi dan pengertian kata shalom, shlama, dan dalam bahasa Arab salam, Islam, saya rasa tak perlu menyeret pembaca ke dalam detail linguistik. Setiap pakar bahasa Semit mengetahui Shalom dan Islam berasal dari satu akar yang sama dan bahwa keduanya berarti damai, penyerahan diri, dan ketawakalan.
Dengan kejelasan masalah ini saya ingin memberikan sedikit eksposisi tentang ramalan Haggai ini. Agar dapat mengerti dengan lebih baik, biarlah saya kutip ramalan lainnya dari buku terakhir dari Perjanjian Lama yang disebut Mallachai, atau Mallakhi, atau dalam versi yang sah, Malachi (pasal. iii, I):
"Perhatikanlah, Aku akan mengirimkan Utusan-Ku, dan ia akan menyiapkan jalan sebelum aku; tiba-tiba dia datang ke kuilnya. Dia ialah ADONAI - yaitu Tuan (Lord) yang kalian inginkan, dan Utusan dari Perjanjian (Covenant) dengan siapa kalian merasa senang. Lihatlah dia datang, kata Tuhan.
Lalu bandingkan dengan firman Allah yang misterius dan penuh kebijakan yang tersimpan dalam ayat suci dari Al Qur'an: "Maha Suci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya pada satu malam hari dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang diberkati kelilingnya, untuk Kami perlihatkan kepadanya tanda-tanda Kami! Sesungguhnya Dialah Yang Mendengar, Yang Melihat." (Q. 17:1)
Bahwa orang yang tiba-tiba datang ke kuil sebagaimana diramalkan oleh kedua dokumen Injil tersebut di atas adalah Nabi Muhammad SAW yang dimaksudkan dan bukan Nabi Isa as, argumentasi berikut kiranya sudah cukup bagi pengamat yang tidak memihak:
1. Pertalian "darah", hubungan dan keserupaan antara dua tetogram Himda dan Ahmd, dan identitas akar kata hmd dari mana berasal kedua substansi itu sama sekali tidak menimbulkan keraguan apapun bahwa subyek dalam kalimat: "dan Himda dari semua bangsa akan datang" adalah Ahmad; dengan kata lain Muhammad. Tidak ada hubungan etimologis apapun antara himda dan nama-nama lain seperti "Jesus", "Kristus", "Penyelamat", bahkan tidak satu huruf matipun (konsonan) yang serupa di antara nama-nama lain tersebut.
2. Bahkan kalaupun diperdebatkan bahwa bentuk bahasa Ibrani untuk Hmdh (baca himdah) dalam arti substantif yang abstrak "hasrat, nafsu, kerinduan, dan pujian," maka argumentasi itu tetap menguntungkan tesis di atas (No.1); karena bentuk bahasa Ibrani dalam etimologi akan persis sama dalam arti dan keserupaan, atau mungkin lebih baik dikenali sebagai bentuk bahasa Arab Himdah. Dalam pengertian yang manapun yang anda kehendaki dari tetogram Hmdh, hubungannya dengan Ahmad dan Ahmadisme adalah menentukan dan final, dan tidak memiliki hubungan apapun dengan Jesus atau Jesusisme! St Jerome dan sebelum dia juga para pengarang Septuagint telah mempertahankan tanpa perubahan bentuk kata Ibrani Hmdh, dan tidak (instead of) menuliskan dalam bahasa Latin "cupiditas" atau bahasa Seek "euthymia" sebagai gantinya, maka sangatlah mungkin bahwa para penterjemah yang diperintahkan oleh Raja James I juga akan telah mereproduksi bentuk yang asli dalam Versi Resmi (Authorized Version), dan Masyarakat Injil telah meniru dalam terjemahan mereka ke dalam bahasa yang Islami.
3. Kuil Zorobabel harus lebih mulia dari pada kuil Suleiman karena, seperti diramalkan oleh Mallakhi, Nabi Besar atau Utusan dari Perjanjian (Covenant) "Adonai" atau Sayid dari para utusan akan berkunjung secara tiba-tiba, sebagaimana telah dengan sebenarnya diperbuat oleh Nabi Muhammad selama dalam perjalanan malam ajaibnya (Isra' mi'raj) seperti diungkapan dalam Al Qur'an! Kuil Zorobabel diperbaiki atau dibangun kembali oleh Herod Agung. Dan Jesus, tentunya pada setiap kesempatan dari kunjungannya yang sering ke kuil itu, memberikan kehormatan kepada kuil itu dengan pribadinya yang suci dan kehadirannya. Benarlah setiap kehadiran dari para Nabi di Rumah Tuhan itu telah menambahkan kebanggaan dan kesucian pada tempat suci itu. Namun sejauh itu, paling tidak haruslah diakui, bahwa Injil, yang mencatat kunjungan Kristus ke kuil itu serta pelajarannya di kuil itu, tidak berhasil menyebutkan adanya orang-orang diantara para pendengarnya yang menerima ajaran Jesus itu. Semua kunjungannya ke kuil itu dilaporkan sebagai berakhir dengan pertentangan yang pahit dengan para pendeta Farisi yang tidak mempercayainya! Juga harus disimpulkan bahwa Jesus bukan saja tidak membawa "perdamaian" kepada dunia sebagaimana dia nyatakan secara sengaja (Matius xxiv, Markus xiii., Lukas xxi.), tetapi dia bahkan meramalkan pemusnahan total dari kuil itu (Matius x.34, dst.) yang terbukti kurang lebih 40 puluh tahun kemudian oleh orang-orang Roma, pada saat penyebaran (exodus) orang Israel disempurnakan.
4. Ahmad, sebagai bentuk kata lain nama Muhammad dan dari akar kata dan pengertian yang sama, yaitu "terpuji" selama perjalanan malamnya mengunjungi tempat suci dari reruntuhan kuil, seperti tersebut dalam Al Qur'an, dan di sana sini, menurut tradisi (al Hadith) yang suci berulangkali dia ucapkan kepada para sahabatnya, mengimami sholat dan dzikir kepada Allah yang dihadiri semua Nabi; dan kemudian bahwa Allah "memperjalankannya di malam hari dari Mesjid yang suci ke Mesjid yang jauh yang diberkati Allah sekelilingnya agar Allah dapat menunjukkan kepadanya Tanda-Tanda Allah." (Q.17:1) kepada nabi yang terakhir. Bila Musa dan Ilyas dapat muncul secara jasmaniah di bukit transfigurasi, mereka dan ribuan Nabi-Nabi lainnya juga dapat muncul di lapangan kuil di Jeruzalem; dan itu terjadi dalam "kunjungan yang mendadak" Nabi Muhammad ke "kuilnya" (Matius iii.1) bahwa Tuhan benar-benar telah memenuhinya "dengan kemuliaan." (Haggai ii)
Bahwa Aminah, janda Abdullah, keduanya meninggal sebelum kebangkitan Islam, telah memberikan nama kepada anak laki-lakinya yang yatim "Ahmad", nama yang patut yang untuk pertama kalinya dipakai dalam sejarah manusia, menurut keyakinan saya yang hina, adalah keajaiban yang terbesar yang menguntungkan Islam. Kalifah kedua., Hazrat Umar, membangun kembali kuil itu, dan reruntuhan Mesjid agung di Jeruzalem, dan akan tetap demikian hingga akhir zaman, merupakan monumen abadi dari kebenaran perjanjian yang telah dibuat oleh Allah dengan Ibrahim dan Ismail (Genesis xv.- xvii)

[1]Mengenai Logos, sejak "Injil" dan "Komentar" maupun tulisan yang kontroversial milik kaum Unitarian, kecuali apa yang telah dikutip dari mereka dalam tulisan lawan mereka, seperti Patriarch Yunani yang terpelajar Photius dan mereka yang sebelumnya. Di antara para Romo dan umat Kristen Timur, salah satu yang sangat terkemuka ialah St. Ephraim orang Syria. Dia adalah seorang pengarang dari banyak karya, terutama komentar tentang Injil yang diterbitkan dalam bahasa Syria dan bahasa Latin, yang edisi akhirnya telah saya baca dengan berhati-hati di Roma. Dia juga mempunyai homiles, disertasi yang disebut "midrishi" dan "contra Haeritici", dsb. Kemudian ada seorang Syria yang terkenal, pengarang Bir Disin (biasanya ditulis "Bardisane") yang berkembang pada ujung akhir abad kedua dan awal abad ketiga Masehi. Dari banyak tulisan Bir Disin tidak ada lagi yang tertinggal dalam bahasa Syria, kecuali apa yang telah dikutip untuk penyangkalan oleh Ephraim, Jacob dari Nesibin dan Nestorian lainnya serta kaum Jacob, dan kecuali apa yang telah dipergunakan oleh sebagian besar para Romo dari Yunani dalam bahasanya sendiri. Bir Disin berpendirian bahwa Jesus Kristus adalah kedudukan dari rumah ibadah dari Firman Tuhan, tetapi keduanya, dia dan Firman itu diciptakan. St Ephraim dalam memberantas heresy (bid'ah) dari Bir Disin, mengatakan:
Dalam bahasa Syria "Wai lakh O, dovya at Bir Disin Dagreit l'Milta eithrov d'Alihi Baram kthaba la kthab d'akh hikhin Illa d'Miltha eithrov Allihi”
Dalam bahasa Arab "Wailu'l-laka yi anta's-Safil Bir Disin Li-anna fara'aita kina 'l-kalimo li-'l-Lihi Li-kina 'l-Kitibo mi Kataba Kazi Illa 'l-Kalimo Kina 'l-Lih"
Dalam bahasa Inggris "Woe unto thee O miserable Bir Disin That thou didst read the "word was God's"! But the Book (Gospel) did not write likewise Except that "the Word was God".
Terjemahan bahasa Indonesia "Kesengsaraan bagimu, wahai Bir Disin yang tidak menyenangkan Bahwa engkau benar telah membaca "firman itu Milik Tuhan"! Tetapi Kitab Injil tidak menuliskannya seperti itu Kecuali bahwa "Firman itu adalah Tuhan.
Hampir dalam semua kontroversi tentang Logos kaum Unitarian telah dicap dengan "heresy" (menyimpang dari pendapat umum/tidak ortodoks) mengingkari keabadian dan kepribadian yang suci dari Logos itu dengan cara telah mengkorupsi Injil Yohanes dsb. kaum Nasira Unitarian yang asli telah mengembalikan kesalahan itu kepada kaum Trinitarian. Orang dapat menyimpulkan dari bacaan "patristik" bahwa kaum trinitarian selalu disalahkan karena telah mengkorupsi Kitab Suci.
BAB 2
MASALAH HAK BERDASARKAN KELAHIRAN DAN PERJANJIAN TUHAN DENGAN NABI IBRAHIM
Dari sejak dulu terdapat pertentangan pendapat dalam agama antara kaum Ismail (keturunan Nabi Ismail) dan kaum Israel (keturunan Nabi Ishaq) mengenai hak berdasarkan kelahiran dan perjanjian Tuhan dengan Nabi Ibrahim. Para pembaca Injil dan Al Qur'an sudah mafhum dengan ceritera tentang Nabi besar Ibrahim dan kedua anak laki-lakinya Ismail dan Ishaq. Ceritera tentang seruan Nabi Ibrahim dari Ur di Kaldea, dan ceritera tentang keturunannya hingga meninggalnya cucunya Jusuf di Mesir, tertulis dalam buku Genesis (pasal xi-1). Dalam garis keturunannya seperti tertulis dalam Genesis, Ibrahim adalah yang keduapuluh dari Nabi Adam, dan satu zaman dengan raja Nimrod yang membangun Menara Babilon.
Walaupun tidak tertulis dalam Injil, ceritera awal tentang Nabi Ibrahim di Ur dari Kaldea dicatat oleh pakar sejarah Yahudi Joseph Flavius dalam "Antiquities" dan juga dibenarkan oleh Al Qur'an. Tetapi Injil dengan jelas menceriterakan kepada kita bahwa ayah Nabi Ibrahim yang bernama Terah adalah seorang penyembah berhala (Jos. xxiv. 2, 14). Ibrahim menunjukkan cinta dan gairahnya terhadap Tuhan ketika memasuki kuil dan memusnahkan semua berhala dan gambar-gambar yang ada di dalamnya, dan beliau adalah prototipe sejati dari keturunannya yang terkenal Nabi Muhammad SAW. Ibrahim keluar tanpa luka dan dengan gemilang dari nyala api di mana beliau dilemparkan atas perintah Nimrod. Beliau meninggalkan tanah kelahirannya menuju ke Haran bersama ayah dan kemenakannya Nabi Lot. Beliau berumur tujuh puluh lima tahun ketika ayahnya meninggal di Haran. Dalam kepatuhan dan penyerahan diri mutlak kepada seruan suci, beliau meninggalkan negerinya dan memulai perjalanannya yang panjang dan beragam ke tanah Kanaan, ke Mesir dan Arabia. Isterinya Sarah mandul; namun Tuhan menyatakan kepadanya bahwa beliau ditakdirkan menjadi ayah dari banyak bangsa, bahwa semua wilayah yang akan beliau jelajahi akan diwariskan kepada keturunannya, dan bahwa,"melalui benihnya seluruh bangsa di bumi akan diberkati"! Janji yang indah dan unik dalam sejarah agama ini dihadapi dengan keyakinan yang tak tergoyahkan oleh Ibrahim yang tidak punya anak cucu, tidak punya anak laki-laki (pada saat itu -Pent.). Pada saat beliau dibimbing keluar melihat ke langit pada malam hari dan diberitahu Allah bahwa keturunannya akan sebanyak bintang di langit, dan tak terhitung seperti halnya pasir yang di pantai laut, Ibrahim mempercayainya. Dan keyakinan kepada Tuhan inilah yang "dianggap sebagai istiqomah (lurus)" seperti tertulis dalam Kitab-Kitab Suci.
Seorang gadis Mesir miskin yang berbudi bernama Hagar adalah budak dan pembantu wanita Sarah. Atas tawaran dan izin dari tuannya (Sarah) pembantu wanita itu dikawini oleh Nabi Ibrahim, dan dari perkawinan itu lahirlah Ismail, seperti telah diberitahukan oleh Malaikat. Ketika Ismail berumur tiga belas tahun, Allah mengutus malaikat-Nya lagi dengan membawa wahyu bagi Ibrahim.; janji yang sama diulangi lagi kepada Ibrahim; ritual khitan secara resmi dilembagakan dan segera dijalankan. Ibrahim yang berumur sembilan puluh tahun, Ismail, dan semua pembantu laki-laki mereka dikhitan; dan "Perjanjian" antara Tuhan dan Ibrahim dengan anak laki-laki satu-satunya dibuat dan ditutup, seolah-olah dilakukan dengan darah khitan. Itu adalah semacam perjanjian yang dibuat antara Langit dan Tanah Yang Dijanjikan dalam pribadi Ismail sebagai keturunan tunggal dari Bapak Bangsa yang tidak mempersekutukan Tuhan dengan apapun. Ibrahim berikrar setia dan patuh kepada Penciptanya, dan Tuhan berjanji untuk selamanya menjadi Pelindung dan Tuhan dari keturunan Ismail.
Kemudian, ketika Ibrahim berumur sembilan puluh sembilan tahun dan Sarah berumur sembilan puluh tahun, kita dapati bahwa dia juga mengandung seorang anak laki-laki yang mereka namakan Ishaq sesuai dengan janji Yang Maha Suci.
Karena tidak ada kronologi disebutkan dalam Genesis, kita diberitahu bahwa sesudah kelahiran Ishaq, Ismail dan ibunya ditolak dan diusir oleh Ibrahim dengan cara yang paling kejam, hanya karena Sarah menghendaki demikian. Ismail dan ibunya menghilang di padang pasir, sebuah mata air memancar keluar ketika anak muda ini pada titik kematian karena kehausan; beliau meminumnya dan terselamatkan. Tak ada berita apapun lagi tentang Ismail dalam Genesis kecuali bahwa beliau mengawini seorang wanita Mesir, dan ketika Ibrahim wafat beliau hadir bersama dengan Ishaq untuk menguburkan ayahnya yang wafat.
Dan selanjutnya Genesis menceriterakan tentang Ishaq dan dua orang anak laki-lakinya, dan perginya Yakub ke Mesir, dan berakhir dengan kematian Yusuf.
Peristiwa penting lainya dalam sejarah Ibrahim sebagaimana ditulis dalam Genesis (xxii,) adalah "putera tunggalnya" yang dijadikan korban bagi Tuhan, tetapi beliau digantikan dengan seekor kambing jantan yang diberikan oleh malaikat. Sebagaimana Al Qur'an menyebutkannya: "Sesungguhnya itulah cobaan yang nyata" bagi Ibrahim (Q. 37:106) namun cintanya kepada Tuhan melampaui segala kasih sayang lainnya, "Allah telah menjadikan Ibrahim sebagai teman-Nya" (Al Qur'an)
Demikianlah ceritera singkat tentang Ibrahim dalam hubungannya dengan pokok pembicaraan kita "Hak berdasarkan kelahiran dan Perjanjian Allah dengan nabi Ibrahim".
Ada tiga hal yang menonjol yang setiap orang beriman yang sesungguhnya kepada Tuhan menerimanya sebagai kebenaran. Hal pertama ialah bahwa Ismail adalah anak sah dari Ibrahim, anaknya yang pertama lahir, dan karena itu tuntutannya terhadap hak berdasarkan kelahiran adalah adil sekali dan sah. Hal kedua ialah bahwa Perjanjian Allah dengan Nabi Ibrahim telah dibuat antara Tuhan dan Nabi Ibrahim serta juga anak laki-laki tunggalnya Ismail sebelum Ishaq dilahirkan. Perjanjian itu dan lembaga khitan tidaklah akan berharga atau berarti kecuali jika janji yang diulang-ulang dalam firman Tuhan: "Melalui dirimu seluruh bangsa di bumi akan diberkati," dan terutama ungkapan, Benih "yang akan keluar dari mangkok, dia akan mewarisimu" (Genesis xv.4). Janji ini terpenuhi ketika Ismail dilahirkan (Genesis xvi.), dan Ibrahim merasa senang bahwa kepala pembantunya Eliezer tidak lagi akan menjadi pewarisnya. Konsekuensinya ialah kita harus mengakui bahwa Ismail adalah pewaris yang sesungguhnya dan sah atas keluhuran spiritual dan hak istimewa Nabi Ibrahim. Perogatif bahwa "melalui Ibrahim seluruh generasi di bumi akan diberkati," begitu sering diulang meskipun dalam bentuk yang berbeda, adalah warisan berdasarkan pada hak kelahiran, dan warisan bagi Ismail. Warisan yang Ismail berhak berdasarkan hak kelahirannya bukan tenda di mana Ibrahim tinggal atau unta tertentu yang biasa dia naiki, tetapi untuk menaklukkan dan menduduki selamanya semua wilayah yang membentang dari sungai Nil ke sungai Efrat yang didiami oleh kira-kira sepuluh bangsa yang berbeda (xvii, 18-21). Tanah itu tidak pernah ditundukkan oleh keturunan Ishaq, tetapi oleh keturunan Ismail. Ini ialah pemenuhan secara nyata dan harfiah terhadap satu dari kondisi-kondisi yang ada dalam Perjanjian.
Hal ketiga adalah bahwa Ishaq juga dilahirkan secara ajaib dan diberkati khusus oleh Yang Maha Kuasa, bahwa untuk kaumnya dijanjikan tanah Kanaan dan dengan sebenarnya telah diduduki mereka di bawah Josua. Tiada seorang Muslim pernah berpikir untuk mengurangi arti kedudukan suci dan kenabian Ishaq dan puteranya Yakub, karena meremehkan atau merendahkan seorang Nabi adalah tidak agamawi. Bila kita bandingkan Ismail dan Ishaq, tidak bisa lain kita harus mengagumi dan menghormati mereka berdua sebagai Utusan suci Tuhan. Sesungguhnya, orang Israel dengan Hukum dan Kitab-Kitab Sucinya, memiliki sejarah keagamaan yang unik dalam Dunia Lama. Sebenarnyalah mereka manusia yang dipilih oleh Tuhan. Meskipun orang Israel telah sering membangkang terhadap Tuhan, dan jatuh ke penyembahan berhala, namun mereka telah memberikan banyak nabi kepada dunia dan orang-orang lurus laki-laki maupun perempuan.
Sejauh ini tidak dapat ada kontroversi yang sesungguhnya antara keturunan Ismail dan orang-orang Israel. Karena jika dengan "keberkatan" dan "hak berdasarkan kelahiran" itu dimaksudkan hanya beberapa milik material dan kekuasaan, maka pertentangan itu akan telah terselesaikan seperti hal itu telah diselesaikan melalui pedang dan kenyataan yang sudah mapan yaitu pendudukan Tanah Yang Dijanjikan oleh orang Arab. Agaknya ada masalah pertentangan yang mendasar antara dua bangsa yang sekarang keberadaannya hampir empat ribu tahun; dan hal itu ialah masalah Mesiah dan Nabi Muhammad. Bagi orang Yahudi tidak ada pemenuhan ramalan mesiah pada diri Nabi Isa ataupun pada diri Nabi Muhammad. Orang-orang Yahudi telah selalu iri hati terhadap Ismail, karena mereka tahu dengan baik bahwa dengan Ismail-lah Perjanjian itu telah dibuat dan dengan dikhitannya Ismail Perjanjian itu telah disempurnakan dan ditutup, dan dari rasa permusuhannyalah bahwa para penulis atau para doktor hukum mereka telah mengkorupsi dan menyisipkan banyak bab-bab dalam Kitab Suci mereka. Menghapus nama "Ismail" dari ayat kedua, keenam, dan ketujuh dari pasal Genesis xxii dan menyisipkan nama "Ishaq" sebagai gantinya, serta membiarkan sebutan "anak tunggalmu" yang berarti mengingkari keberadaan Ismail dan melanggar Perjanjian antara Tuhan dan Ismail. Hal itu secara jelas dinyatakan oleh Tuhan: "Karena engkau telah mengorbankan anak laki-laki tunggalmu, Aku akan menambah dan menggandakan keturunanmu seperti banyaknya bintang dan pasir di pantai," yang kata "menggandakan" juga dipakai oleh malaikat kepada Hagar di padang pasir: Aku akan menggandakan keturunanmu menjadi tak terhitung, dan bahwa Ismail akan menjadi "orang yang banyak keturunan" (Genesis xv.12). Kini orang Kristen telah menterjemahkan kata yang sama dari bahasa Ibrani, yang juga berarti "subur" atau "banyak" dari kata kerja para -yang sama dengan kata dalam bahasa Arab wefera- dalam versi mereka menjadi "keledai yang jalang"! Tidakkah ini memalukan dan tidak religius menyebut Ismail dengan "keledai binal" yang Tuhan sendiri menyebutnya sebagai subur atau banyak? Sangat jelas bahwa Kristus sendiri seperti ditulis dalam Injil Barnabas telah tidak menyetujui orang-orang Yahudi yang berkata bahwa Utusan Agung yang mereka sebut "almasih" akan datang dari garis keturunan Raja Daud, mengatakan kepada orang-orang Yahudi itu bahwa dia tidak mungkin anak keturunan dari Raja Daud, karena Daud sendiri menyebutnya "Tuannya" dan kemudian menerangkan lebih lanjut bagaimana nenek moyang mereka telah merubah Kitab-Kitab Suci, dan bahwa Perjanjian itu telah dibuat bukan dengan Ishaq, tetapi dengan Ismail yang diambil untuk dikorbankan kepada Tuhan, dan bahwa Ismail yang dimaksudkan dalam ungkapan sebagai "anak laki-laki tunggalmu" dan bukan Ishaq. Paul yang mengaku diri pengikut Jesus Kristus mempergunakan beberapa kata yang tidak pantas mengenai Hagar (Galatia vi, 21-23 dan di beberapa ayat lainnya) dan Ismail dan terang-terangan bertentangan dengan tuannya (Jesus). Orang ini dengan segala caranya yang dapat dia lakukan berusaha untuk menyimpangkan dan menyesatkan orang-orang Kristen yang sebelumnya biasa dia aniaya sebelum dia berpindah agama ke Kristen; dan saya meragukan sekali bahwa Jesusnya Paul adalah Jesus putera Maryam yang menurut tradisi Kristen digantung pada sebuah pohon kira-kira satu abad sebelum Kristus, karena kepalsuan almasihnya. Pada kenyataannya Paul si pengikut sebagaimana dia di hadapan kita adalah penuh dengan doktrin yang bertentangan baik dengan semangat dari Perjanjian Lama maupun dengan ajaran Nabi yang sederhana Jesus dari Nazareth. Paul adalah seorang Pharisee yang bias dan seorang ahli hukum. Sesudah dia berpindah agama ke Kristen tampaknya dia menjadi lebih fanatik daripada sebelumnya. Kebenciannya terhadap Ismail dan klaimnya atas hak berdasarkan kelahiran membuat Paul lupa atau mengabaikan Hukum Musa yang melarang seseorang untuk menikahi saudara perempuannya sendiri di bawah ancaman siksa hukuman utama. Kalau Paul mendapat inspirasi dari Tuhan, maka dia akan menyanggah kitab Genesis sebagai penuh dengan kepalsuan ketika Genesis mengatakan sebanyak 2 kali (Genesis xii. 10-20 dan xx. 2-18) bahwa Ibrahim adalah suami dari saudara perempuannya sendiri, atau bahwa dia akan menyatakan bahwa Nabi adalah seorang pendusta! (Tuhan melarang). Namun Paul mempercayai kata-kata Kitab itu, dan kesadarannya tidak menyiksanya sedikitpun ketika dia melukiskan Hagar sebagai padang pasir Sinai yang tandus dan menggambarkan Sarah sebagai Jeruzalem di langit! (Galatia iv. 25-26). Pernahkah Paul membaca anatema dari Torah:
"Terkutuklah barang siapa yang tidur dengan saudara perempuannya, puteri ayahnya, atau puteri ibunya. Dan semua orang berkata: Amin"? (Deuteronomy xxvii. 22).
Adakah hukum manusia atau hukum suci yang akan menganggap lebih sah seseorang yang adalah anak laki-laki pamannya dan bibinya sendiri daripada dia yang ayahnya seorang dari Kaldea dan ibunya dari Mesir? Adakah sesuatu yang akan anda katakan yang bertentangan dengan Hagar yang lurus dan religius? tentu saja tidak, karena dia adalah isteri Nabi dan ibu dari seorang Nabi, dan dia sendiri mendapat kehormatan menerima wahyu Illahi.
Tuhan yang telah membuat perjanjian dengan Ismail telah pula memberikan aturan tentang hukum kewarisan, yaitu: Bila seorang laki-laki memiliki dua orang isteri, yang seorang dicintainya dan yang lain diabaikan, dan masing-masing mempunyai seorang anak laki-laki, dan bila anak laki-laki dari isteri yang diabaikan itu yang pertama lahir, maka anak laki-laki itu, dan bukan anak laki-laki dari isteri yang dicintai, yang berhak menyandang hak berdasarkan kelahiran. Dengan sendirinya yang pertama lahir akan mewarisi dua kali dari saudara laki-lakinya (Deuteronomy xxi. 15-17). Tidakkah hukum ini cukup jelas untuk membungkam semua mereka yang mempermasalahkan tuntutan yang adil dari Ismail mengenai hak berdasarkan kelahiran?
Sekarang marilah kita bicarakan masalah hak berdasarkan kelahiran ini sesingkat yang dapat kita lakukan. Kita mengetahui bahwa Ibrahim adalah seorang kepala nomad dan juga seorang Nabi Tuhan, dan beliau biasa hidup di dalam sebuah tenda dan memiliki sejumlah besar ternak dan kekayaan yang banyak. Orang-orang nomad ini tidak mewarisi tanah dan daerah gembalaan, tetapi pangeran itu menentukan untuk masing-masing anak laki-lakinya beberapa klan atau suku bangsa tertentu sebagai kawulanya dan warganya. Aturannya ialah yang termuda mewarisi perapian dari tenda orang tuanya, sementara yang lebih tua, kecuali bila tidak pantas, menggantikannya di kursi kepemimpinan. Jenghiz Khan penakluk agung dari Mongol digantikan oleh Oghtai, anak laki-lakinya yang tertua, yang memerintah di Peking sebagai Khaqan, tetapi anak laki-lakinya yang termuda tetap tinggal bersama perapian ayahnya di Qaraqorum di Mongolia. Hal yang sama terjadi pada dua anak laki-laki Ibrahim pula. Ishaq, yang termuda di antara keduanya, mewarisi tenda ayahnya dan menjadi seperti ayahnya, seorang nomad yang hidup di tenda-tenda. Namun Ismail dikirim ke Hijaz untuk menjaga Rumah Tuhan yang bersama dengan Ibrahim telah dibangunnya sebagaimana disebutkan dalam Al Qur'an. Di sinilah beliau menetap, menjadi Nabi dan pangeran di antara suku-suku bangsa Arab yang mempercayainya. Di Mekka atau Bekka itulah Ka'aba menjadi pusat dari ibadah yang disebut haji. Ismail itulah yang telah membangun agama yang sebenarnya ber-Tuhan Satu dan telah pula melembagakan khitan.
Keturunannya segera bertambah dan berlipat ganda sebanyak bintang di langit. Dari sejak saat awal Nabi Ismail hingga kebangkitan Nabi Muhammad, orang-orang Arab dari Hijaz, Yemen dan lain-lainnya adalah orang-orang merdeka dan tuan di negerinya sendiri. Kerajaan Roma dan Persia tidak berdaya untuk menaklukkan bangsa Ismail. Meskipun kemudian penyembahan berhala diperkenalkan, namun nama Allah, Ibrahim, Ismail dan beberapa nama Nabi lainnya tidaklah mereka lupakan. Bahkan Esau, anak tertua Ishaq, meninggalkan perapian ayahnya karena saudara laki-lakinya Yakub dan menetap di Edom, di mana dia menjadi ketua dari orang-orangnya dan segera bercampur baur dengan orang-orang Arab Ismail yang adalah baik sebagai pamannya maupun mertuanya. Ceritera tentang Esau menjual hak berdasarkan kelahirannya kepada Yakub untuk ditukar dengan sepiring pottage adalah tipu daya yang dicantumkan untuk membenarkan perlakuan buruk terhadap Ismail. Dituduhkan bahwa "Tuhan membenci Esau dan mencintai Yakub ketika kembar dua ini masih dalam kandungan ibunya; dan bahwa "saudara yang lebih tua akan melayani adiknya" (Genesis xxv. Romawi ix.12-13). Namun aneh untuk mengatakannya, tulisan lain mungkin dari sumber lain, menunjukkan bahwa masalah itu justru adalah kebalikan dari ramalan itu. Karena dalam pasal 33 Genesis jelas mengakui bahwa Yakub melayani Esau, di hadapannya Yakub sujud tujuh kali dan mengatakan: "Tuanku" dan menyatakan dirinya sebagai "budakmu".
Dicatat juga dalam Injil bahwa Ibrahim mempunyai beberapa anak laki-laki lainnya dari Keturah dan selir-selir, kepada siapa beliau memberikan hadiah atau pemberian dan mengirimkannya ke Timur. Semua ini menjadi suku bangsa yang besar dan kuat. Dua belas anak laki-laki Ismail disebutkan namanya dan di gambarkan masing-masing menjadi pangeran dengan kota dan kelompoknya atau tentaranya sendiri-sendiri (Genesis xxv.). Demikian pula anak-anak Keturah, dan lain-lainnya, dan begitu juga keturunan Esau disebutkan nama-namanya.
Bila kita perhatikan jumlah keluarga Yakub ketika dia pergi ke Mesir yang hampir tidak melebihi tujuh puluh orang, dan ketika dia disambut oleh Esau dengan kawalan sebanyak empat ratus pasukan berkuda yang bersenjata, dan suku-suku bangsa Arab yang kuat di bawah dua belas Amir dari keluarga Ismail, dan ketika Utusan Allah yang terakhir memproklamirkan agama Islam, semua suku bangsa Arab secara serempak menyambutnya dan menerima agama-Nya dan menyerahkan seluruh tanah yang dijanjikan kepada keturunan Nabi Ibrahim, pastilah kita buta bila tidak melihat bahwa Perjanjian itu telah dibuat dengan Ismail dan janji itu telah terpenuhi dalam diri pribadi Nabi Muhammad SAW.
Sebelum mengakhiri artikel ini saya ingin meminta perhatian dari para siswa Injil, terutama mereka dari "Higher Biblical Criticism" mengenai kenyataan bahwa apa yang disebut sebagai Ramalan dan Pasal-Pasal tentang Al Masih termasuk dalam suatu propaganda yang menguntungkan Dinasti David sesudah kematian raja Suleiman ketika kerajaannya terbagi menjadi dua. Kedua Nabi besar Ilyas dan Elisha yang berkembang dengan baik (ajarannya) di kerajaan Samaria atau Israel bahkan tidak menyebut nama Daud atau Suleiman. Jeruzalem sudah bukan lagi pusat agama untuk sepuluh suku bangsa dan tuntutan Daud untuk berkuasa terus ditolak.
Namun nabi Yesaya dan lain-lainnya yang terikat dengan Kuil di Jeruzalem dan Rumah Daud telah meramal kedatangan Nabi Besar dan berdaulat.
Seperti telah disebutkan dalam artikel pertama, ada beberapa tanda-tanda yang tampak dengan mana Nabi Akhir yang akan datang dapat dikenali. Tanda-tanda inilah yang akan kita coba untuk mempelajarinya dalam artikel berikut.
BAB 3
MISTERI TENTANG "MISPA"
Seperti ditunjukkan judul artikel ini saya akan mencoba untuk memberikan peragaan tentang budaya batu dari orang Ibrani Kuno yang mereka warisi dari Ibrahim, nenek moyang mereka, dan untuk menunjukkan bahwa budaya batu ini telah dilembagakan di Mekkah oleh Patriarch Ibrahim dan anak laki-lakinya Ismail; di tanah Kanaan oleh Ishaq dan Yakub; di Moab dan tempat lainnya oleh keturunan Ibrahim yang lain.
Istilah "Budaya Batu"bukan dimaksudkan sebagai pemujaan terhadap batu yang adalah penyembahan berhala; budaya batu ini saya fahami sebagai pemujaan kepada Tuhan pada suatu batu khusus yang telah diberkati untuk maksud tersebut. Pada masa itu ketika bangsa terpilih (Isarel)ini menjalani kehidupan sebagai nomad dan penggembala, mereka tidak memiliki habitat yang tetap untuk mendirikan rumah yang khusus ditujukan untuk pemujaan Tuhan; biasanya mereka mendirikan sebuah batu di sekitar mana mereka biasa melakukan ritual haji, yaitu mengelilingi batu itu tujuh kali dalam bentuk lingkaran tarian (semacam tawaf- pent.). Kata haji mungkin menakutkan pembaca yang beragama Kristen dan mungkin mereka berkerut melihatnya karena bentuk Arabnya dan karena upacara ini telah menjadi ritual umat Islam saat ini. Kata haji adalah persis sama dalam arti dan etimologi dengan kata yang sama dalam bahasa Ibrani dan Semit lainnya. Kata Ibrani "hagag" adalah sama dengan hajaj dalam bahasa Arab, perbedaannya hanya terletak pada pengucapan huruf ketiga dari alfabet bahasa Semit "gamal" yang orang Arab mengucapkannya sebagai "j". Kitab Hukum Moses (Torah) mempergunakan kata hagag atau haghagh ini[2] jika memerintahkan untuk melaksanakan upacara festival ini.. Kata itu menandakan untuk mengitari sebuah bangunan atau altar atau sebuah batu dengan cara berlari mengelilinginya dengan langkah teratur dan terlatih dengan tujuan melaksanakan perayaan agama dengan bergembira dan nyanyian (do'a). Di Timur umat Kristen masih mempraktekkan apa yang mereka sebut "higga" baik di hari-hari pesta atau perkawinan mereka. Dengan sendirinya kata ini tidak memiliki hubungan apapun dengan pilgrimage atau upacara haji (umat Islam), yang berasal dari kata bahasa Itali pellegrino, dan ini juga dari bahasa Latin peregrinus yang berarti "orang asing" (foreigner).
Selama dalam kunjungannya Ibrahim biasanya mendirikan sebuah altar untuk pemujaan dan korban pada beberapa tempat yang berbeda dan pada peristiwa-peristiwa tertentu. Ketika Yakub dalam perjalanan menuju Padan Aram dan melihat visi tangga yang indah itu beliau mendirikan sebuah batu di situ, ke atas mana beliau menuangkan minyak dan menyebutnya Bethel, yaitu Rumah Tuhan., dan dua puluh tahun kemudian beliau mengunjungi batu itu kembali, ke atas mana beliau menuangkan minyak dan "anggur asli", seperti tertulis dalam Genesis xxviii. 10-22; xxxv. Sebuah batu istimewa didirikan sebagai monumen oleh Yakub dan ayah mertuanya di atas setumpuk batu dan menyebutnya Gal'ead dalam bahasa Ibrani, dan Yaghar sahdutha by Laban dalam bahasa Aramia, yang berarti "sejumlah kesaksian". Namun nama yang pantas yang mereka berikan pada batu yang didirikan itu ialah "Mispa" (Genesis xxxi. 45 - 55), yang saya lebih senang untuk menuliskannya dalam bentuk tepat bahasa Arabnya, Mispha, dan ini saya lakukan begitu untuk kepentingan pembaca yang beragama Islam.
Mispha ini kemudian menjadi tempat pemujaan yang sangat penting, dan pusat dari pertemuan nasional dalam sejarah bangsa Israel. Di sinilah Naphthah, seorang pahlawan Yahudi, bersumpah "di hadapah Tuhan" dan setelah mengalahkan bangsa Ammonit, dia diceriterakan sebagai telah mengorbankan anak perempuan satu-satunya sebagai korban bakaran (Hakim-Hakim xi). Di Mispha itulah bahwa empat ratus ribu orang bersenjata dari sebelas suku bangsa Israel berkumpul dan "bersumpah di hadapan Tuhan" untuk memusnahkan suku bangsa Benjamin untuk kejahatan yang dibenci yang telah dilakukan oleh seorang bangsa Benjamin dari Geba' dan berhasil (Hakim-Hakim xx. xxi.). Nabi Samuel mengundang semua orang ke Mispha di mana mereka "bersumpah di hadapan Tuhan" untuk menghancurkan semua patung dan gambar mereka, dan kemudian diselamatkan dari tangan orang Filistin (1 Samuel vii). Di sinilah orang berkumpul dan Saul dinobatkan jadi Raja atas orang Israel (1 Samuel x). Dengan singkat, setiap masalah nasional yang penting diputuskan di Mispha atau di Bethel. Tampaknya kuil ini dibangun di atas tempat yang tinggi atau tempat yang ditinggikan, sering disebut Ramoth, yang berarti "tempat yang tinggi". Bahkan setelah Kuil Suleiman yang indah dibangun, Mispha tetap sangat dihormati. tetapi seperti halnya Ka 'aba di Mekkah, Mispha ini sering diisi dengan patung dan gambar-gambar. Sesudah penghancuran Jeruzalem dan Kuil oleh orang Kaldea, Mispha itu masih tetap memiliki sifat sucinya hingga masa kaum Makabi selama pemerintah Raja Antiochus[3].
Sekarang apa arti kata Mispa itu? Biasanya kata itu diterjemahkan sebagai "menara pengawas". Kata ini termasuk kata benda dalam bahasa Semit -Asma Zarf- yang mengambil nama mereka dari benda yang dibungkus atau dicakupnya. Mispa adalah tempat atau bangunan yang mengambil namanya dari sapha, kata bahasa kuno untuk "batu". Kata biasa untuk batu dalam bahasa Ibrani ialah "iben", dan dalam bahasa Arab "hajar". Dalam bahasa Syria batu adalah "kipa".Tetapi safa atau sapha tampaknya menjadi bahasa yang umum bagi mereka semua untuk suatu obyek atau pribadi tertentu bila itu dianggapnya sebagai "batu". Dari hal ini maka Mispa berarti lokal atau tempat di mana sapha atau batu itu terletak dan terpasang. Akan kita lihat kapan nama Mispa ini untuk pertama kalinya diberikan kepada batu yang didirikan di atas tumpukan balok batu, di situ tidak ada bangunan yang mengitarinya. Itu adalah spot atau tempat di mana sapha itu terletak, dan itu disebut Mispa.
Sebelum menerangkan arti dari kata benda sapha saya ingin meminta kesabaran para pembaca yang tidak mengenal bahasa Ibrani. Bahasa Arab tidak mempunyai bunyi huruf "p" dalam alfabetnya sebagaimana juga dalam bahasa Ibrani dan bahasa Semit lainnya, di mana huruf "p", seperti halnya "g", kadang kala lunak dan diucapkan seperti "f" atau "ph". Dalam bahasa Inggris sebagai aturan, kata-kata dalam bahasa Semit atau Yunani yang berisi bunyi "f" ditransliterasikan (dipindah hurufkan) dan ditulis dengan sisipan "ph" dan bukan "f", misalnya: Seraph, Mustapha, dan Philosophy. Sesuai dengan aturan inilah saya lebih menyukai menulis kata sapha daripada safa.
Ketika Jesus Kristus memberikan nama panggilan kepada pengikut pertamanya Shim'on (Simon) dengan gelar yang berarti "Petros" (Peter), pastilah dalam benak beliau tersirat sapha yang kuno dan suci yang telah lama hilang! Tetapi, sayang! kita tidak dapat dengan pasti menguraikan kata yang tepat yang beliau nyatakan dalam bahasanya sendiri. Dalam bahasa Yunani kata Petros dalam kasus maskulin -Petra dalam kasus feminin- adalah begitu tidak klasikal dan tidak berbau Yunani, yang orang menjadi sangat heran bahwa gereja mengadopsi kata itu. Pernahkah Jesus atau orang Yahudi lainnya bermimpi untuk memanggil nelayan Bar Yona, Petros? Pastilah tidak. Versi bahasa Syria ialah Pshitta seringkali menjadikan bentuk bahasa Yunani ini dengan Kipha (Kipa). Dan kenyataan baku bahwa bahkan teks bahasa Yunani telah melestarikan nama asli "Kephas," yang versi bahasa Inggris mereproduksinya dalam bentuk "Cephas", menunjukkan bahwa Kristus berbicara dalam bahasa Aramia dan memberi nama panggilan "Kipha" kepada pengikut utamanya.
Versi lama bahasa Arab untuk Perjanjian Lama seringkali menulis nama St Peter dengan "Sham'un' as-Sapha"; yaitu "Simon the Stone". Kata-kata Kristus: "Thou art Peter", dsb. padanan (ekivalen) dalam versi bahasa Arab ialah "Antas-Sapha" (Matius xvi. 18; Yohanes i. 42, dsb.).
Karena itu bila Simon itu adalah Sapha, gereja yang akan dibangun di atasnya tentulah menjadi Mispha. Bahwa Kristen harus membandingkan Simon dengan Sapha dan Gereja dengan Mispha adalah sangat istimewa; namun bila tiba saatnya saya membuka tabir misteri yang tersembunyi dalam kesamaan ini dan kebijakan yang terkait dalam Sapha, maka haruslah diterima sebagai suatu kebenaran yang ajaib dari kehebatan Nabi Muhammad atas gelarnya yang mulia: MUSTAPHA !
Dari apa yang telah diungkapkan di atas, keinginan untuk tahu kita dengan sendirinya akan menyebabkan kita untuk bertanya tentang hal-hal berikut:
a. Mengapa umat Islam dan Kristen Unitarian keturunan Nabi Ibrahim memilih batu untuk melaksanakan upacara keagamaan pada atau sekitar batu itu ?
b. Mengapa batu istimewa ini disebut Sapha?
c. Apa yang akan dituju oleh si penulis? Dan seterusnya -mungkin beberapa pertanyaan lainnya.
Batu itu telah dipilih sebagai sebuah benda yang paling sesuai ke atas mana seseorang yang patuh pada agamanya meletakkan korbannya, menuangkan minyak murni dan anggurnya[4] dan melaksanakan upacara keagamaannya di sekitar batu itu. Lebih daripada itu, batu ini didirikan untuk memperingati ikrar dan janji-janji tertentu yang telah dibuat oleh seorang Nabi atau orang yang lurus dalam agamanya kepada Penciptanya, dan wahyu yang diterima dari Tuhan. Dengan begitu, batu itu adalah monumen suci untuk mengabadikan kenangan dan karakter suci dari peristiwa keagamaan yang besar. Untuk maksud tersebut, kiranya tidak ada benda lain yang melebihi batu. Bukan saja batu itu kuat dan tahan lama yang membuat batu itu lebih sesuai untuk maksud tersebut, tetapi juga kesahajaannya, kemurahannya, tidak bernilainya pada suatu tempat sunyi akan menjamin terhindar dari perhatian orang yang tamak atau yang membenci untuk mencuri atau membinasakannya. Seperti telah diketahui dengan baik, Hukum Musa (Taurat) melarang dengan keras untuk memotong atau memahat batu-batu altar. Batu yang disebut Sapha mutlak dibiarkan tetap dalam keadaan aslinya: tidak ada gambar-gambar, inskripsi, atau ukiran yang dicetak di atasnya, agar salah satu daripadanya tidak akan dipuja di masa mendatang oleh orang-orang yang bodoh. Emas, besi, perak atau metal lainnya tidak dapat memenuhi semua mutu yang diperlukan oleh sebuah batu yang sederhana. Karena itu akan dimengerti bahwa benda yang paling murni, paling tahan lama, dapat diterima dan paling aman untuk sebuah monumen agama dan suci tidak bisa lain kecuali batu.
 Patung perunggu Jupiter disembah oleh Pontifex Maximus Roma yang kafir, diambil dari Pantheon dan dicor kembali menjadi gambar St Peter atas perintah Souvereign Pointiff Kristen; sesungguhnyalah kebijakan yang terangkum dalam Sapha mengagumkan dan berharga bagi semua mereka yang tidak menyembah obyek apapun di samping Tuhan.
Juga harus diingat, bukan saja Sapha yang didirikan itu sebagai monumen suci, tetapi demikian juga tempat yang khusus dan sirkuit di mana Sapha itu terletak. Dan untuk alasan inilah bahwa upacara haji bagi Muslim, seperti halnya higga bagi orang Yahudi, dilakukan di sekitar bangunan di mana Batu Suci itu terletak. Adalah suatu kenyataan yang diketahui bahwa orang Karamati yang mengambil Batu Hitam dari Ka'aba dan menyimpannya di negerinya sendiri selama dua puluh tahun, diwajibkan untuk membawa dan meletakkannya kembali pada tempatnya semula karena mereka tidak dapat menarik jamaah haji dari Mekkah. Kalau saja batu itu emas atau obyek lain yang bernilai, pastilah sudah tidak ada lagi paling kurang selama lima ribu tahun; atau kalau seandainya batu itu memiliki pahatan atau ukiran atau gambar, pastilah Nabi Muhammad SAW sendiri sudah membinasakannya.
Mengenai arti atau lebih baik banyak arti dari Sapha, sudah saya tunjukkan bahwa itu menunjuk pada berbagai mutu yang dimiliki batu itu.
Kata itu terdiri atas huruf hidup "sadi" (shad) dan "pi" berakhir dengan bunyi "hi" keduanya sebagai kata kerja dan kata benda. Dalam bentuk "qal" itu berarti "mensucikan" "memperhatikan, menatap dari kejauhan, dan memilih". Kata itu juga mempunyai arti "bersikap tegas dan mantap"; dalam paradigma pi'el (?) yang adalah kausatif, itu berarti "membuat pilihan, menyebabkan untuk memilih," dan sebagainya.
Seseorang yang memandang dari sebuah menara disebut Sophi (2 Raja-Raja ix. 17, dst). Di zaman dulu sebelum kuil Suleiman dibangun, Nabi atau "Orang (nya) Tuhan" disebut Roi atau Hozi yang berarti "penglihat" (1 Samuel ix. 9). Tentu saja para sarjana Ibrani sangat mengenal dengan kata Msaphpi, atau lebih baik Msappi, yang merupakan kesamaan dalam ortografi bahasa Arab musaphphi, yang berarti: "seorang yang berusaha untuk memilih yang murni, mantap dan tegas," dsb. Pengawas di Menara Yisrael seperti tersebut di atas, memandang dan mengawasi dengan tajam dari kejauhan untuk membedakan sekelompok orang yang datang menuju kota. Dia melihat utusan pertama dari Raja yang datang dan bergabung dengan kelompok itu tetapi tidak kembali. Hal yang sama terjadi dengan utusan kedua dan ketiga. Barulah kemudian bahwa Sophi itu dapat mengenali Ketua dari kelompok itu sebagai Jehu. Nah, apa gerangan kegiatan dan kerja pengawas atau pengamat ini? Pekerjaannya ialah mengawasi dengan tajam dari kejauhan untuk mengenali satu di antara yang lainnya dengan tujuan untuk mengetahui identitas dan gerakannya, bila saja mungkin, dan kemudian memberi tahukan kepada Raja. Jika anda bertanya: Apa kegiatan dan pekerjaan Sophi dari Mispha yang seorang diri itu? Jawaban berikut ini pasti tidak akan memuaskan seorang penyelidik yang mempunyai keinginan tahu yang besar: "…dia biasa mengawasi dari minaret Misppha (Mispa) agar dapat mengenali identitas orang yang datang di padang pasir, atau dia biasa mengawasi kemungkinan adanya bahaya." Bila demikian, sifat keagamaan serta suci dari Misppha itu akan hilang, dan mungkin lebih akan berfungsi sebagai menara pengawas militer. Tetapi masalah Sophi dari Mispha berlainan sekali. Asal mulanya Mispha hanyalah sebuah kuil sederhana pada suatu tempat tinggi yang terpisah di Gal'ead di mana Sophi dengan keluarganya atau pembantu-pembantunya biasa bertempat tinggal. Setelah penaklukan dan pendudukan tanah Kanaan oleh Israel, jumlah Mispha itu meningkat dan segera saja Mispha itu menjadi pusat keagamaan yang besar dan berkembang menjadi lembaga pelajaran dan konfraternitas. Tampaknya pusat-pusat itu menjadi seperti Mevlevi, Bektashi, Neqshbendi dan konfraternitas lainnya yang ada pada orang Islam, masing-masing ada di bawah Sheik dan Murshidnya sendiri. Mereka memiliki sekolah-sekolah yang ada di bawah naungan Mispha di mana diajarkan Hukum Musa, agama,sastra Ibrani dan cabang-cabang ilmu pengetahuan lainnya. Namun di atas kegiatan pendidikan ini, Sophi adalah kepala tertinggi dari mayarakat pemula yang biasa dia beri perintah dan ajar tentang agama yang esoterik dan mistik yang kita ketahui disebut Sophia. Sesungguhnyalah apa yang kita sebut kini dengan sufi pada waktu itu disebut nbiyim atau "prophets" (nabi), dan apa yang dalam Islam disebut takkas, zikr atau seruan do'a, mereka sebut dengan "prophesying" (nubuah). Pada zaman Nabi Samuel yang juga sebagai kepala negara dan lembaga Mispha, para pengikut dan pemula itu menjadi sangat banyak; dan ketika Saul diminyaki (upacara keagamaan) dan dimahkotai sebagai raja, dia ikut zikr atau kegiatan keagamaan menyeru do'a bersama dengan para pemula dan diumumkan dimana-mana: "Perhatikanlah, Saul juga ada di antara para Nabi." Dan ungkapan ini menjadi peribahasa; karena dia juga ikut "prohesying" dengan kelompok para nabi itu (1Samuel x. 9-13). Persufian di antara orang-orang Ibrani berlanjut terus menjadi konfraternitas keagamaan yang esoterik di bawah kekuasaan Nabi waktu itu hingga wafatnya raja Suleiman. Sesudah kerajaan pecah menjadi dua bagian, ternyata perpecahan besar terjadi juga di antara para sufi. Di zaman Nabi Ilyas kira-kira 900 tahun sebelum Isa, dikatakan kepada kita bahwa beliau adalah satu-satunya Nabi yang sejati yang masih tertinggal dan bahwa semua yang lainnya telah tewas terbunuh; dan ada delapan ratus lima puluh nabi Baal dan Ishra yang ikut "makan di meja Ratu Izabel" (1 Raja-Raja xviii. 19). Namun hanya beberapa tahun kemudian, pengikut Nabi Ilyas dan penggantinya Nabi Elisha, telah disambut di Bethel dan Jericho oleh puluhan "anak-anak Nabi" yang meramalkan kenaikan nabi Ilyas dalam waktu dekat (2 Raja-raja ii.)
Apapun posisi sesungguhnya para Sufi Ibrani sesudah terjadinya perpecahan besar agama dan bangsa, satu hal adalah pasti, yaitu bahwa pengetahun sejati tentang Tuhan dan ilmu pengetahuan agama yang esoterik tetap terpelihara hingga kedatangan Jesus Kristus, yang membangun masyarakat pemulanya di dalam "kalangan dalam agama" (Inner Religion) atas Simon the Sapha, dan bahwa para Sophi sejati atau para pengawas, penglihat atau pengamat dari Mispha Kristen melestarikan pengetahuan itu dan mengawasinya hingga kedatangan Pilihan Allah, Nabi Muhammad al-Mustapha - atau Mustaphi dalam bahasa Ibrani!
Seperti saya katakan di atas, Injil menyebut banyak nama para nabi yang terkait dengan Mispha; namun kita harus benar-benar mengerti bahwa sebagaimana dengan jelas Al Qur'an menyatakannya: "Tuhan Yang Paling Mengetahui siapa yang akan Dia angkat menjadi Utusan-Nya" bahwa Dia tidak memberikan hadiah ramalan kepada seseorang dengan sebab untuk kemuliaannya, kekayaannya, atau bahkan kealimannya, namun semata -mata hanya untuk kesenangan-Nya (keridhoan-Nya- pen.). Keyakinan dan semua kegiatan keagamaan, meditasi, latihan spiritual, doa, puasa, dan ilmu pengetahuan suci mungkin menyebabkan timbulnya seorang baru menjadi murshid atau pembimbing spiritual, atau sampai pada tingkat santo (orang suci), tetapi tidak akan pernah sampai pada tingkat nabi; karena kenabian bukanlah dicapai dengan melalui upaya, tetapi adalah sebuah pemberian Tuhan. Bahkan di antara para Nabi hanya ada beberapa saja yang adalah Utusan (Rasul) yang diberi kitab suci khusus dan diperintahkan untuk memberi petunjuk dan peringatan kepada umat tertentu atau dengan misi khusus. Karena itu istilah "nabi" seperti dipergunakan dalam Kitab Suci orang Ibrani seringkali adalah bermakna ganda (lebih dari satu).
Saya juga harus mencatat dalam hubungan ini bahwa mungkin sebagian besar dari materi Injil adalah karya atau produksi dari Mispha-Mispha ini sebelum Penangkapan Babilon atau bahkan mungkin sebelumnya, tetapi kemudian direvisi oleh tangan-tangan yang tidak diketahui siapa punya hingga menjadi dalam bentuknya seperti kita kenal sekarang.
Nah sekarang tinggal beberapa kata lagi untuk dikatakan tentang Sufiisme orang Muslim dan kata bahasa Yunani "Sophia" (kebijakan atau cinta akan kebijakan); dan suatu perbincangan tentang dua sistim pengetahuan tinggi ini terletak di luar ruang lingkup artikel ini. Dalam pengertian luas, filosofi adalah suatu studi atau ilmu pengetahuan tentang prinsip utama tentang "ada"; dengan perkataan lain filosofi itu melampaui batas dari fisik ke studi tentang "ada yang murni". dan meninggalkan studi tentang sebab musabab atau hukum dari apa yang terjadi atau dilihat di dalam alam sebagai sedang mencoba untuk menggapai metafisik yang berhubungan dengan keyakinan, etika dan hukum yang kini dikenal sebagai aspek spiritual dari peradaban, sedang fisik itu dianggap sebagai aspek materi dari peradaban. Karenanya sulit sekali untuk menemukan kebenaran.
Perbedaan antara kata bahasa Yunani "Sophia" dan Sufi Muslim ialah bahwa orang Yunani itu telah mencampur adukkan bidang materialistik dan spiritual dan pada saat yang bersamaan mereka gagal untuk menerima wahyu seperti diakui oleh filosof utama mereka Aristotle dan Socrates bahwa berhubungan dengan metafisik tanpa adanya wahyu dari Sang Pencipta seperti menyeberangi samudera di atas sebatang kayu! Sedang Sufi orang Muslim yang beruntung mengkonsentrasikan diri dalam bidang etika dan mengikuti jejak Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya dalam mendisiplinkan hati seseorang dan diri sendiri dalam berlayar untuk menggapai Kumpulan Tinggi Para Malaikat dan sebagainya.
Sufiisme orang Muslim adalah kontemplasi tentang karya Allah dan Ciptaan-Nya dan diri sendiri, dan menghindarkan diri dari kontemplasi tentang Allah Sendiri, karena manusia itu dibuat dari lingkungannya, dan selekas dia akan mempergunakan panca inderanya untuk melukiskan Allah, maka akan menjadi sangat berbahaya seperti halnya terjadi dengan orang Mesir ketika mereka melukiskan Sphinx yang memiliki kepala, cakar, tubuh, dsb.
Keunggulan Sophia Islam daripada filosofi Yunani adalah pernyataan (manifestasi) dari obyek yang dilihat. Dan dengan pasti Sophia Islam itu lebih unggul daripada selibasi dalam agama Kristen dan religiositas (monastik) dalam ketidak pekaannya terhadap kesadaran dan kepercayaan orang lain. Seorang Sufi Muslim selalu menawarkan hormat terhadap agama lain, menertawakan gagasan "heresy" dan mencela semua pengejaran dan penindasan (persecution and oppression). Sebagian besar orang suci (santo) Kristen adalah kalau bukan persekutor maka dia adalah orang yang terkena persekusi karena "heresy", dan mereka terkenal karena ketidak toleransian mereka. Sayang , tetapi itulah kebenarannya.
Juga bermanfaat untuk dicatat bahwa dalam abad awal Islam, para Sufi Muslim disebut dengan "Zahid" atau "Zohad" dan pada saat itu mereka tidak mempunyai metodologi, tetapi mereka memiliki fraternitas atau komunitas kepercayaan dan jurisprudensi yang lengkap bagi mazhabnya. Mereka berkonsentrasi pada etika dan pemikiran. Generasi berikutnya membuat metodologi pelajaran untuk para pemula, menengah (intermediate) dan yang sudah lanjut (the advanced) berdasarkan Al Qur'an dan Hadith Nabi (Prophetic Quotations). Jelas sekali bahwa rektisi setiap hari atas Al Qur'an, penghafalan Asma'al-Husna dan do'a bagi Nabi Muhammad SAW bersama dengan permohonan ampun kepada Allah dan sholat tahajud, puasa di siang hari adalah beberapa dari karakteristik yang penting. Pada pihak lain, para Sufi Muslim yang otentik menolak setiap anggota yang tidak jujur dan tulus yang gagal untuk mengikuti jejak Nabi Muhammad. Harus diakui, banyak orang bodoh telah termakan, dengan berpikir bahwa kasus ketidak tulusan itu adalah mewakili Sufiisme Muslim. Mereka tidak bisa mengerti bahwa Ihsan yang adalah sepertiga dari agama seperti ditunjukkan dalam jawaban Nabi Muhammad SAW atas pertanyaan: "Apakah Islam itu?", "Apakah Iman itu?" dan "Apakah Ihsan itu?", ketika Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa orang yang bertanya itu ialah malaikat Jibril, dan bahwa beliau datang untuk mengajar agama kepadamu. Demikian juga, Islam itu dilayani oleh empat mazhab jurisprudensi (fikh), sedang Iman oleh mazhab kepercayaan seperti Salaf dan Ashariah, dan tentu saja Sufi dilayani oleh Ihsan. Bila seseorang meragukan hal ini, biarlah dia menyebutkan pakar-pakar Ihsan, karena bila anda pergi ke Pengadilan Islam yang termasuk dalam seksi Islam, atau pergi ke mazhab Kepercayaan dan mengaku bahwa ada iri hati dan dengki dalam hatinya dsb. sebagai penyakit dari jiwa, kedua mazhab itu akan mengakui bahwa mereka tidak mempunyai sangkut paut dengan aspek itu dan akan merujuknya kepada ahli ibadah, atau seorang Sufi, Sheik.
Sebagai catatan kedua saya ingin menambahkan bahwa para pengarang Muslim selalu menuliskan kata bahasa Yunani "philosophy" dalam bentuk falsafah dengan huruf "sin" dan bukan huruf "shad" atau "thad" yang adalah satu dari huruf-huruf yang membentuk kata dalam bahasa Ibrani dan Arab Sapha dan Sophi. Saya kira bentuk ini dimasukkan ke dalam literatur bahasa Arab oleh penterjemah dari Asiria yang dahulu termasuk dalam sekte Nestorian. Orang Turki menuliskan Santo Sofia dari Istambul dengan huruf shad, tetapi falsafah dengan huruf sin seperti halnya samekh dalam bahasa Ibrani. Saya yakin bahwa Sophia dalam bahasa Yunani secara etimologi dapat dikenali dari kata bahasa Ibrani; dan bahwa gagasan dalam kalangan Muslim bahwa kata sophia (sowfiya) berasal dari kata "soph" yang berarti "wool" haruslah dibuang.
Sophia atau kebijakan yang sejati ialah pengetahuan yang sesungguhnya tentang Tuhan, pengetahuan yang sejati tentang agama dan moralitas, dan penentuan yang mutlak benar atas Utusan Terakhir di antara semua Utusan Tuhan, adalah termasuk dalam lembaga kuno orang Israel 'Mispha' hingga saat dialihkannya ke Mispha orang Nasrani atau Kristen. Sungguh hebat melihat betapa lengkap analogi itu dan betapa ekonomi Tuhan yang berkenaan dengan hubungan-Nya dengan manusia telah dilaksanakan dengan keseragaman dan tertib yang mutlak. Mispha adalah filter di mana semua data dan orang disaring dan diteliti oleh para Musaphphi (bahasa Ibrani Mosappi) seperti halnya oleh colander (saringan, karena itulah arti kata itu); sehingga yang asli dibedakan dengan dan dipisahkan dari yang palsu, dan yang murni dari tidak murni; walaupun abad telah silih berganti, banyak sekali Nabi-Nabi datang dan pergi, namun Mustapha, Seorang Yang Terpilih, tidak muncul. Kemudian datang Jesus yang suci; tetapi dia ditolak dan di siksa, karena di Israel tidak ada lagi Mispha yang resmi yang pasti telah akan mengenali dan mengumumkannya sebagai Utusan Tuhan yang sejati yang dikirimkan-Nya untuk membawa kesaksian atas Mustapha yang adalah Nabi Terakhir yang akan datang sesudahnya. "Dewan Agung Sinagog" telah berkumpul dan dilembagakan oleh Ezra dan Nehemiah, di mana "Simeon Yang Adil" adalah anggota terakhirnya (310 S.M.), digantikan oleh Pengadilan Adi Jeruzalem (Supreme Tribunal of Jeruzalem) yang disebut: "Sahedrin"; tetapi Dewan yang kemudian itu yang diketuai oleh seorang "Nassi" atau "Pangeran", menghukum mati Jesus karena Dewan itu tidak mengakui Jesus dan sifat dari misi sucinya. Namun beberapa Sufi mengenali Jesus dan mempercayai misi kenabiannya; namun sejumlah orang menyalah fahaminya sebagai Mustapha atau Utusan Allah yang "terpilih", dan menangkap dan mengakuinya sebagai raja, tetapi beliau lenyap dan menghilang dari antara mereka. Beliau bukanlah Mustapha, jika bukan maka tidaklah masuk akal untuk menjadikan Simon sebagai Sapha dan gerejanya sebagai Mispha; karena fungsi dan tugas dari Mispha adalah untuk mengamati dan mencari tahu Utusan Terakhir, agar bila dia datang dapat diumumkan sebagai Orang Yang Dipilih dan Ditetapkan -Mustapha. Jika Jesus itu Mustapha maka tidak perlu lagi ada lembaga Mispha. Ini adalah sebuah subyek yang mendalam dan menarik; hal itu memerlukan kesabaran dalam mempelajarinya. Nabi Muhammad al Mustapha adalah sebuah misteri Mispha, dan kekayaan dari Sophia.

[2]Tidak seperti orang Arab, baik orang-orang Ibrani maupun Aramia tidak mempunyai bunyi " j " dalam alfabetnya; huruf ketiga dari alfabet mereka "gamal" mempunyai bunyi g bila keras, dan bila lunak atau aspirate (mengucapkan dengan hembusan) menjadi suara kerongkongan dan bunyi gh.
[3]Kitab Injil yang saya jadikan rujukan tidak memuat apa yang disebut kitab deutro-canonical atau Apocryphal dari Perjanjian Lama. Kitab Injil ini diterbitkan oleh American Bible Society (New York 1893). Judulnya berbunyi: Kthahhi Qadissihi Dadiathiqi Wadiathiqi Khadatt An Shad-wath Poushaqa dmin lishani qdimaqi. Matha 'ta d'dasta. Biblioneta d' America. (Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, dengan konkordans dan kesaksian. Diterjemahkan dari bahasa kuno. Diterbitkan di Press of the American Bible Society).
[4]Bagi orang Israel anggur tidak diharamkan.
BAB 4
NABI MUHAMMAD SAW ADALAH "SHILOH"
Nabi Yakub, cucu Nabi Ibrahim, terbaring sakit di tempat tidurnya; beliau berumur seratus empat puluh tujuh tahun, dan saat akhir mendekat dengan cepat. Beliau memanggil dua belas orang anak laki-lakinya dan keluarga mereka masing-masing ke kamar tidurnya; beliau memberkati masing-masing anak laki-lakinya dan meramalkan masa depan dari suku bangsanya. Hal ini biasa dikenal sebagai "Wasiat Yakub", dan ditulis dalam gaya bahasa Ibrani yang bagus dengan sentuhan puisi. Wasiat itu berisi beberapa kalimat yang unik dan tidak pernah terjadi lagi dalam Injil. Wasiat itu menyebutkan bermacam-macam peristiwa dalam kehidupan seorang laki-laki yang telah banyak mengalami pasang surut kehidupan. Diceriterakan bahwa Yakub telah mengambil keuntungan dari kakak laki-lakinya (Esau) yang lapar dan membeli hak berdasarkan kelahirannya dengan sepiring makanan, dan menipu ayahnya yang buta dan sudah tua dan memperoleh pemberkatannya yang berdasarkan hak kelahiran yang sebenarnya milik kakaknya, Esau. Beliau bekerja selama tujuh tahun untuk memperisterikan Rahel, tetapi ditipu oleh ayah Rahel, dan dinikahkan dengan kakak Rahel yang bernama Liah; dengan demikian beliau harus bekerja tujuh tahun lagi untuk memperisterikan Rahel. Pembantaian semua orang laki-laki oleh dua orang anak-anak Yakub yaitu Simon dan Levi karena pencemaran (pemerkosaan) atas anak perempuan Yakub yang bernama Dina oleh Schechim, pangeran dari kota itu, sungguh telah sangat menyedihkan Yakub. Kelakuan anak sulungnya yang sangat memalukan, Reubin, yang telah mencemarkan tempat tidur ayahnya dengan meniduri isteri selir Yakub, tidak pernah dilupakan dan diampunkan oleh Yakub. Namun kesedihan terbesar yang menimpa dirinya sesudah kematian Rahel yang dicintainya adalah menghilangnya selama bertahun-tahun anak laki-laki yang disayanginya Yusuf. Kepergiannya ke Mesir dan pertemuannya dengan Yusuf merupakan kegembiraan besar baginya dan menyembuhkan kebutaannya. Yakub adalah seorang Nabi, dan dijuluki "Israel" oleh Tuhan, nama yang kemudian dipakai oleh dua belas suku bangsa keturunannya.
Kebijakan penggusuran hak berdasarkan kelahiran berjalan terus sepanjang catatan dalam Kitab Genesis (Kejadian), dan Yakub merupakan pahlawan atas pelanggaran hak atas orang lain. Beliau diceriterakan telah memberikan hak berdasarkan kelahiran cucunya Manashi kepada adiknya Ephraim bertentangan dengan protes dari ayah mereka Yusuf (pasal xlviii.). Beliau meniadakan hak berdasarkan kelahiran anak sulungnya dan memberikan pemberkatan kepada Yehuda (Judah), anaknya yang keempat, karena anak sulungnya telah meniduri Bilha, isteri selir Yakub yang adalah ibu dari dua anak laki-laki Yakub, Dan dan Nephthali; serta mengingkari Nephthali karena dia tidak lebih baik daripada lainnya, yaitu berzina dengan menantunya sendiri Thamar, yang melahirkan seorang anak laki-laki yang menjadi nenek moyang Daud dan Jesus (pasal xxv. 22, dan xxxviii.)!
Sungguh tidak dapat dipercaya bahwa penulis atau paling tidak editor terakhir dari buku itu "telah mendapat inspirasi dari Ruh Suci" sebagaimana umat Yahudi dan Kristen memberikan kesaksian. Yakub diceriterakan telah menikahi dua orang perempuan bersaudara sekaligus, suatu perbuatan yang dicela oleh Hukum Tuhan (Leiviticus xviii. 18.). Dengan mengecualikan Yusuf dan Benjamin, sebenarnyalah anak-anak laki-laki lainnya dilukiskan sebagai gembala yang kasar, penipu ( terhadap ayahnya dan Yusuf), pembunuh, pezina, yang menunjukkan bahwa itu bukanlah keluarga yang akan menjadi Nabi sama sekali. Tentu saja setiap Muslim tidak dapat menerima fitnah apapun terhadap seorang Nabi atau seorang laki-laki yang lurus kecuali bila jelas dicatat atau disebut dalam AL Qur'an. Kami tidak mempercayai dosa yang ditimpakan pada Yehuda sebagai benar adanya (pasal xxxviii), karena bila tidak maka akan bertentangan dengan pemberkatan oleh Yakub; dan pemberkatan inilah yang saya ajukan untuk mempelajari dan mendiskusikannya dalam artikel ini.
Yakub pasti sudah tidak dapat memberkati anak laki-lakinya Yehuda bila saja Yehuda benar ayah dari anak menantunya sendiri, Peres, karena kedua pezina pasti sudah dihukum mati oleh Hukum Tuhan, Yang telah memberinya kemampuan meramal (Leviticus xx. 12). Namun, ceritera tentang Yakub dan keluarganya yang tidak sempurna dapat dijumpai dalam Kitab Genesis (Kejadian, pasal xxv.- 1.).
Ramalan yang terkenal yang mungkin dianggap sebagai inti dari wasiat ini termuat dalam ayat ke sepuluh dari pasal empat puluh sembilan Genesis sebagai berikut:
"The Sceptre shall not depart from Judah,
And the Lawgiver from between his feet,
Until the coming of Shiloh,
And to him belongeth the obedience of peoples."
* "Sceptre ("tongkat kerajaan" -Alkitab dari Lembaga Alkitab Indonesia) tidak akan beranjak dari Yehuda
* begitupun Pemberi hukum (the Lawgiver -Prof Benjamin; ruler's staff- "Bible" Revised Standard Version -The Bible Societies; lambang pemerintahan- Alkitab dari Lembaga Alkitab Indonesia) dari antara kakinya,
* sampai Shiloh (dia yang berhak atasnya - Alkitab; he to whom it belongs - "Bible") datang,
* maka kepadanya akan takluk bangsa-bangsa."
Yang di atas itu adalah terjemahan harafiah dari teks bahasa Ibrani sejauh dapat saya fahami. Di dalam teks itu ada dua kata yang unik dan tidak terdapat di tempat lain manapun dalam Perjanjian Lama. Kata yang pertama ialah "Shiloh", dan yang lain ialah "yiqha" atau "yiqhath" (dengan konstruksi atau kontraksi).
Shiloh terbentuk dari empat huruf, shin, ya', lam, dan ha. Ada nama "Shiloh", nama sebuah kota di Ephraim (1 Samuel I, dst) tetapi di situ tidak ada huruf ya'. Nama ini tidak dapat diartikan sama dengan atau dirujuk ke nama kota di mana terdapat Ark of the Covenant atau Tabernakel, karena hingga saat itu dalam suku bangsa Judah tidak ada sceptre atau lawgiver yang muncul. Kata itu pastilah merujuk pada seorang pribadi, dan tidak pada sebuah kota.
Sepanjang bisa saya ingat, semua versi Perjanjian Lama telah mempertahankan pencantuman kata Shiloh yang orisinil tanpa menterjemahkannya. Orang Syria Pshitta (dalam bahasa Arab al-Bessita) yang telah menterjemahkan kata itu menjadi "dia yang berhak atasnya" -"he to whom it belongs". Mudah bagi kita untuk melihat betapa penterjemah itu telah memahami kata itu sebagai terdiri dari "sh" bentuk ringkas dari asher = he, that ( dia yang..), dan "loh" (Arab "lehu"= "is his" (miliknya). Dengan sendirinya menurut Pshitta pasal itu akan dibaca sebagai berikut: "until he to whom it belongeth come, And," etc. ("hingga dia kepada siapa itu menjadi haknya datang, Dan," dsb). Kata person "it" mungkin merujuk ke "sceptre" atau "lawgiver" secara terpisah ataupun kolektif, atau barangkali "it" merujuk ke kata "obedience" (takluk atau tunduk atau patuh) dalam kalimat keempat dari ayat itu, bahasanya puitis. Menurut versi yang penting ini logika ramalan itu akan menjadi kenyataan seperti ini:
"Karakter kerajaan dan kenabian tidak akan berlalu dari Judah hingga dia yang berhak atasnya datang, karena miliknya adalah "homage of people" (penghormatan dari bangsa).
Tetapi nyatanya kata ini berasal dari kata kerja "shalah" dan karenanya berarti "damai (peaceful), tenang (tranquil), diam (quiet) dan patut dipercaya (trustworthy)".
Sangat mungkin bahwa beberapa pentranskrib (perekam/pencatat) atau pengkopi "currente calamo" dan karena salah tulis telah melepaskan sisi kiri huruf akhir "het", dan kemudian kata itu telah berubah menjadi "hi", karena keserupaan dua huruf itu sangat menonjol dengan hanya sangat sedikit saja berbeda pada sisi kiri. Bila kesalahan semacam itu telah dipindahkan dalam manuskrip Ibrani, baik sengaja atau tidak, maka kata yang berasal dari "shalah" berarti "mengirim, mengutus", dan bentuk past participle (salah satu bentuk masa lampaunya) adalah "shaluh" yaitu "seseorang yang diutus, utusan."
Tetapi tidak ada sebab yang masuk akal untuk pengubahan secara sengaja "het" menjadi "hi", karena huruf ya' tetap dipertahankan dalam bentuk Shiloh sekarang, yang tidak memiliki waw yang perlu ada untuk bentuk masa lampau (past participle) Shaluh. Lagipula saya pikir Septuagint telah membiarkan Shiloh sebagaimana adanya. Karena itu satu-satunya kemungkinan perubahan adalah perubahan huruf terakhir het menjadi hi. Jika ini yang menjadi masalahnya, maka kata itu akan mencari bentuknya menjadi Shiluah dan artinya sama dengan "Utusan dari Yah", gelar yang justru diberikan kepada Muhammad saw seorang diri "Rasul Allah" yaitu "Utusan Tuhan". Saya tahu bahwa kata "shiluah" juga merupakan kata teknis dalam "surat cerai", dan ini karena yang diceraikan itu disuruh pergi.
Saya tidak dapat menerka interpretasi lainnya dari nama singular ini di samping tiga versi yang saya kemukakan.
Sudah barang tentu dan dengan sendirinya bahwa umat Yahudi dan Kristen mempercayai bahwa pemberkatan ini merupakan ramalan-ramalan terkemuka tentang kedatangan al masih. Bahwa Jesus, Nabi dari Nazareth, adalah Kristus atau Al Masih tidaklah diingkari oleh seorang Muslim pun, karena sesungguhnya Al Qur'an mengakui adanya gelar itu. Bahwa Raja Israel dan Kepala Pendeta (High Priest) yang manapun diurapi dengan minyak suci yang terdiri dari minyak zaitun dan berbagai rempah-rempah dapat kita ketahui dari Kitab-Kitab Suci Ibrani (Leviticus xxx. 23-33). Bahkan Raja Persia yang bernama Zardushti Koresh disebut Kristus Tuhan: "Tuhan pun berfirman kepada Cyrus Kristus-Nya," dsb. (Yesaya xlv. 1-7).
Agak berlebihan untuk menyebutkan di sini bahwa meskipun Cyrus maupun Jesus tidak diurapi dengan ramuan suci, namun mereka keduanya disebut al Masih.
Tentang Jesus, bahkan meskipun misi kenabiannya diakui oleh orang Yahudi, tugas kemasihannya tidak pernah dapat diterima oleh mereka, karena tidak ada satupun tanda-tanda atau sifat-sifat al Masih yang mereka harapkan ada pada orang yang mereka coba untuk menyalibnya itu. Orang Yahudi itu mengharapkan al Masih dengan pedang dan kekuasaan sementara, seorang penakluk yang akan mengembalikan dan melebarkan kerajaan Daud, dan seorang al Masih yang akan mengumpulkan orang-orang Yahudi yang sudah tersebar, kembali ke tanah Kanaan dan menundukkan banyak bangsa-bangsa di bawah kuasanya.; tetapi mereka tidak pernah dapat mengaku dirinya sebagai seorang pengkhotbah dari Bukit Zaitun, atau seseorang yang dilahirkan dalam palung.
Alasan-alasan berikut ini dapat diajukan untuk menunjukkan bahwa nubuah yang sangat kuno ini secara praktis dan harfiah telah dipenuhi oleh Nabi Muhammad SAW. Melalui ungkapan-ungkapan alegoris "Sceptre" dan "Lawgiver" para komentator secara tak dapat dibantah telah mengakui ungkapan itu masing-masing diartikan sebagai otoritas kerajaan dan nubuah (royal authority and prophecy). Tanpa berhenti lama untuk meneliti akar dan asal kata kedua tunggal "yiqha", kita bisa memakai salah satu dari dua arti, kepatuhan (obedience) dan harapan (expectation).
Baiklah kita ikuti interpretasi dari "Shiloh" seperti di dalam versi Pshitta: "dia yang berhak atasnya" ("he to whom it belongs"). Secara praktis ini berarti "pemilik dari sceptre dan hukum", atau "dia yang memiliki kedaulatan dan kekuasaan legislatif, dan semua bangsa tunduk pada kedaulatan dan kekuasaannya (and his is the obedience of nations)." Siapakah gerangan yang mungkin menjadi Pangeran dan Pemberi hukum agung itu? Pastilah bukan Nabi Musa, karena beliau adalah pengatur utama atas Dua Belas Suku Yahudi, dan sebelum beliau tidak pernah ada seorang raja atau nabi dalam suku bangsa Yehuda. Pasti bukan pula Daud, karena beliau adalah raja pertama dan nabi keturunan Yehuda. Dan terbukti bukan pula Jesus Kristus, karena beliau sendiri menolak gagasan bahwa al Masih yang diharapkan oleh orang Yahudi adalah anak laki-laki Daud (Matius xxii. 44-45; Markus xii. 35-37; Lukas xx. 41-44). Beliau tidak meninggalkan hukum tertulis, dan tak pernah bermimpi memangku tongkat kerajaan (royal sceptre); kenyataannya beliau menasehati orang-orang Yahudi agar setia kepada Caesar dan memberikan penghormatan kepadanya, dan dalam satu peristiwa orang banyak mencoba menjadikan Jesus seorang raja, tetapi beliau meloloskan diri dan bersembunyi. Injilnya ditulis di atas suatu lempengan dalam hati beliau, dan beliau menyampaikan "kabar gembira", tidak dalam bentuk tulisan tetapi beliau menyampaikannya secara lisan. Dalam nubuah ini tidak ada masalah tentang penyelamatan dari dosa asli dengan darah orang yang disalib, demikian juga tidak ada masalah tentang kekuasaan manusia-tuhan atas hati manusia. Tambahan pula Jesus tidak menghapuskan Hukum Musa, tetapi beliau menyatakan dengan jelas bahwa beliau datang untuk memenuhinya; demikian pula Jesus bukan Nabi Terakhir, karena sesudah beliau St. Paul berbicara tentang banyak "nabi" dalam Gereja.
Nabi Muhammad SAW datang dengan kekuatan militer dan Al Qur’an untuk menggantikan tongkat kerajaan (sceptre) Yahudi yang sudah usang dan tidak dapat dipergunakan lagi dan hukum yang sudah ketinggalan zaman serta suatu kependetaan yang koruptif. Beliau mengumumkan agama yang paling murni dalam menyembah satu Tuhan yang sejati, dan meletakkan doktrin praktis yang paling baik dan aturan-aturan moral serta tingkah laku manusia. Beliau membangun agama Islam yang telah mempersatukan banyak bangsa dan orang-orang ke dalam satu persaudaraan yang sebenarnya yang tidak mempersekutukan Tuhan dengan suatu apapun. Semua orang Muslim tunduk patuh kepada Nabi Allah, mencintai dan menghormatinya sebagai pendiri dan pembangun agama mereka, tetapi tidak pernah memuja beliau atau memberikan kehormatan suci dan atribut. Beliau mengusir dan mengakhiri hingga puing terakhir wilayah bangsa Yahudi di Qureida dan Khaibar dengan memusnahkan semua istana dan benteng mereka.
Interpretasi kedua dari tetagram "Shilh" diucapkan Shiloh, sama pentingnya dan menguntungkan Nabi Muhammad SAW. Seperti telah ditunjukkan di atas, kata itu berarti: "tenang, damai, patut dipercaya, diam" dan sebagainya. Bentuk kata itu dalam bahasa Aramiah ialah Shilya, dari akar kata yang sama Shala atau shla. Kata ini tidak dipakai dalam bahasa Arab.
Adalah suatu kenyataan yang diketahui dengan baik dalam sejarah Nabi Arabia ini bahwa sebelum panggilan Kenabiannya, beliau adalah pendiam sekali, damai, patut dipercaya, dan memiliki sifat kontemplatif dan menarik; bahwa beliau dijuluki orang-orang Mekkah dengan "Muhammad al-Emm" (Muhammad al Amien –pent.). Ketika orang-orang Mekkah memberi julukan kepada beliau "Emm" atau "Amm" orang-orang Mekkah itu sama sekali tidak memiliki gagasan tentang Shiloh, namun kebodohan orang-orang Arab penyembah berhala ini telah dipergunakan Tuhan untuk mengelabui orang-orang Yahudi yang tidak percaya, yang memiliki Kitab Suci dan mengetahui isinya. Kata amana dalam bahasa Arab, seperti bahasa Ibrani aman, berarti: "menjadi mantap, ajeg, aman," dan karenanya: "menjadi tenang, setia dan patut dipercaya," menunjukkan bahwa "amin" dengan tepat merupakan padanan (ekivalen) dari Shiloh, dan mengabarkan semua arti yang terkandung di dalamnya.
Nabi Muhammad SAW sebelum beliau dipanggil Tuhan untuk menyampaikan wahyu agama Islam dan memusnahkan penyembahan berhala yang dicapai dengan keberhasilan, adalah seorang laki-laki yang sangat pendiam dan tulus di Mekkah; beliau bukan seorang pahlawan perang, juga bukan seorang legislator; tetapi bahwa sesudah beliau menyandang misi kenabian itulah beliau menjadi pembicara yang paling ulung dan seorang Arab pemberani. Beliau berperang melawan orang-orang kafir dengan pedang di tangan, bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk kemuliaan Allah dan fondasi agama-Nya – Al Islam. Allah menunjukinya pada kunci kekayaan dunia, tetapi beliau tidak mau menerimanya, dan ketika beliau wafat praktis beliau adalah seorang laik-laki yang miskin. Tiada penyembah Tuhan lainnya, baik dia raja atau nabi, yang telah memberikan bakti besar dan berharga yang begitu mengagumkan kepada Tuhan dan manusia sebagaimana telah diperbuat oleh Nabi Muhammad SAW; kepada Tuhan dalam menghapuskan penyembahan berhala dari sebagian besar dunia, dan kepada manusia dengan telah memberikan agama yang paling sempurna dan hukum yang terbaik sebagai petunjuk dan pengaman. Beliau merebut tongkat kerajaan (sceptre) dan hukum dari bangsa Yahudi; memperkuat yang pertama dan menyempurnakan yang kemudian. Kalau saja Nabi Muhammad SAW diperkenankan menampakkan diri kembali di Mekkah atau Medinah sekarang ini, beliau akan disambut oleh orang-orang Muslim dengan kasih sayang dan kepatuhan yang sama seperti telah beliau saksikan di sana ketika hidup beliau. Dan beliaupun akan melihat dengan penuh kesenangan bahwa Kitab Suci yang telah beliau serahkan masih tetap sama tanpa sedikitpun ada perubahan di dalamnya, dan bahwa Al Qur’an itu dilagukan dan dibaca persis sama seperti yang beliau lakukan bersama para sahabat. Beliau akan gembira memberi selamat kepada mereka atas kesetiaan mereka kepada agama dan Keesaan Allah; dan kenyataan bahwa mereka tidak menjadikan beliau sebagai tuhan atau anak tuhan.
Sedang tentang interpretasi ketiga dari nama "Shiloh" telah saya catat bahwa mungkin itu suatu perubahan kata "Shaluah" dan dalam hal itu maka tak diragukan bahwa itu sesuai dengan gelar Nabi dalam bahasa Arab yang begitu sering diulang namanya dalam AL Qur’an, yaitu "Rasul" yang berarti tepat sama dengan arti Shaluah yaitu: "seorang Utusan," "Shaluah Elohim" bangsa Ibrani adalah sama dengan "Rasul Allah" yang namanya diserukan lima kali sehari oleh Bilal penyeru kepada sholat dari menara semua mesjid di dunia.
Beberapa nabi dalam Al Qur’an, terutama mereka yang diberi Kitab Suci, disebut sebagai "Rasul"; tetapi tidak di dalam pasal manapun lainnya dalam Perjanjian Lama dapat kita jumpai kata Shiloh atau Shaluah kecuali di dalam Wasiyat Yakub.
Nah kini dari sudut pandang manapun kita coba untuk mempelajari dan meneliti nubuah Yakub tersebut, kita dipaksa melalui sebab alasan telah terpenuhinya ramalan itu secara nyata dalam pribadi Nabi Muhammad SAW, untuk mengakui bahwa orang-orang Yahudi itu dengan sia-sia telah menanti kedatangan Shiloh lainnya, dan bahwa orang–orang Kristen dengan keras kepala bertahan dalam kesalahan mereka dalam meyakini bahwa adalah Jesus yang dimaksudkan dengan Shiloh.
Selanjutnya ada pengamatan lain yang pantas mendapat perhatian serius dari kita. Pertama sangatlah sederhana bahwa tongkat kerajaan dan legislator akan tetap dalam suku bangsa Yehuda selama Shiloh tidak nampak dalam arena. Menurut pengakuan orang Yahudi, Shiloh itu belum datang. Karena itu selanjutnya tongkat kerajaan dan suksesi kenabian itu masih ada dan menjadi milik suku bangsa itu. Namun institusi (sceptre dan lawgiver) itu telah lenyap lebih dari tiga belas abad yang lalu.
Kedua dapat diamati bahwa suku bangsa Yehuda itu juga telah punah bersama dengan hilangnya kekuasaan kerajaan dan suksesi kenabian. Merupakan kondisi yang tidak dapat diabaikan bahwa untuk mempertahankan eksistensi suatu suku bangsa dan identitasnya perlu untuk menunjukkan bahwa suku bangsa itu secara keseluruhan hidup di negerinya sendiri atau di tempat lain secara kolektif dan mempergunakan bahasanya sendiri. Tetapi bagi bangsa Yahudi masalahnya justru kebalikannya. Untuk membuktikan diri anda seorang Israel, anda hampir tidak menemukan kesulitan, karena setiap orang akan mengakui anda, tetapi anda tidak akan pernah dapat membuktikan diri anda sendiri termasuk ke dalam salah satu dari dua belas suku bangsa itu. Anda telah terpencar-pencar dan kehilangan bahasa anda sendiri.
Bangsa Yahudi terpaksa menerima salah satu dari alternatif, yaitu mengakui bahwa Shiloh telah datang, tetapi bahwa nenek moyang mereka tidak mengenalinya, atau menerima kenyataan bahwa tidak lagi ada suku bangsa Yehuda dari mana Shiloh itu akan harus datang.
Sebagai pengamatan yang ketiga, harus dicatat bahwa bertentangan sekali dengan apa yang diyakini umat Judeo Kristiani, teks itu jelas berarti bahwa Shiloh harus seorang asing sama sekali terhadap suku bangsa Yehuda, dan bahkan terhadap semua suku bangsa lainnya. Hal ini begitu nyata bahwa renungan sejenak sudah cukup untuk meyakinkan seseorang. Ramalan itu jelas menunjukkan bahwa ketika Shiloh datang, maka tongkat kerajaan dan legislator itu akan lenyap dari suku bangsa Yehuda; hal ini hanya dapat disadari bila Shiloh itu seorang asing sama sekali terhadap suku bangsa Yehuda. Kalau Shiloh itu keturunan dari Yehuda, bagaimana mungkin ada dua unsur yang hilang dari suku bangsa itu? Shiloh tidak pula mungkin keturunan dari suku bangsa lainnya, karena tongkat kerajaan dan legislator itu untuk seluruh bangsa Israel dan bukan untuk satu suku bangsa saja. Pengamatan ini membinasakan klaim orang-orang Kristen juga karena Jesus adalah keturunan Yehuda dari fihak ibu Maryam.
Saya sering merasa heran terhadap orang-orang Yahudi yang suka mengembara dan berbuat salah. Selama dua puluh lima abad mereka telah mempelajari seratus bahasa bangsa-bangsa yang telah mereka layani. Karena kaum Ismail dan Israel kedua-duanya keturunan Nabi Ibrahim, menjadi masalahkah bagi mereka bila Shiloh itu datang dari Yehuda atau dari Zebulun, dari Esau atau Isachar, dari Ismail atau Ishaq, selama mereka itu masih keturunan Nabi Ibrahim? Patuhilah hukum dari Nabi Muhammad SAW, jadilah Muslim, dan itu berarti anda dapat berangkat dan menetap hidup di tanah airmu yang dulu dengan damai dan aman.
BAB 5
NABI MUHAMMAD SAW DAN KAISAR CONSTANTINE
Barangkali ramalan yang paling indah dan paling nyata tentang misi suci manusia terbesar dan Utusan Allah yang termuat dalam pasal tujuh Kitab Nabi Daniel pantas untuk dipelajari dengan serius dan dipertimbangkan tanpa memihak. Di dalamnya peristiwa-peristiwa besar dalam sejarah manusia yang silih berganti dalam kurun waktu lebih dari seribu tahun diwakili oleh empat tokoh monster yang mengerikan dalam visi nubuah terhadap Daniel. "Empat angin dari langit menderu terhadap samudera". Binatang pertama yang keluar dari laut dalam ialah seekor singa yang bersayap; kemudian muncul binatang kedua berupa seekor beruang yang menggigit tiga tulang iga di antara giginya. Yang ini digantikan oleh binatang ketiga yang mengerikan dalam bentuk seekor harimau yang memiliki empat sayap dan empat kepala. Binatang keempat yang lebih mengerikan dan kejam dari yang sebelumnya, adalah seekor monster dengan sepuluh tanduk di atas kepalanya, dan memiliki gigi-gigi besi dalam mulutnya. Selanjutnya sebuah tanduk kecil mencuat di tengah tanduk-tanduk lainnya namun sebelum itu ada tiga tanduk yang tanggal. Perhatikanlah, mata dan mulut manusia tampak muncul pada tanduk itu, dan mulailah mulut itu menyuarakan hal-hal besar menghujat Yang Maha Tinggi. Tiba-tiba di tengah langit itu terlihat visi dari Yang Abadi di tengah cahaya yang gemerlapan, duduk di atas Kursi cahaya api yang rodanya terbuat dari cahaya yang kemilau[5]. Sungai cahaya mengalir dan melintas di hadapan-Nya; dan berjuta-juta mahluk langit memuja-Nya dan puluhan dan puluhan ribu dari antara mereka berdiri di hadapan-Nya. Dalam Gedung Pengadilan itu sedang ada sidang istimewa; buku-buku itu dibuka. Tubuh binatang itu dibakar dengan api, namun tanduk yang menghujat itu dibiarkan hidup hingga "Bar Nasha" -yaitu "Anak Manusia" dibawa ke atas di awan dan dihadapkan kepada Yang Maha Abadi dari Siapa beliau menerima kekuasaan, kehormatan dan kerajaan untuk selama-lamanya. Nabi yang heran itu mendekati seorang di antara mereka yang berdiri di dekatnya dan meminta padanya untuk menerangkan arti semua visi yang indah itu. Malaikat yang baik itu menafsirkan visi itu dengan cara begitu rupa sehingga seluruh misteri yang terbungkus dalam figurative atau bahasa dan bayangan (images) yang alegoris itu menjadi jelas.
Sebagai pangeran dalam keluarga kerajaan, bersama dengan tiga orang muda Yahudi, Daniel dibawa ke istana Raja Babilon di mana beliau di didik tentang semua ilmu pengetahuan orang-orang Kaldea. Beliau tinggal di situ hingga Penaklukan oleh orang Persia dan jatuhnya Kerajaan Babilon. Beliau telah meramal baik di bawah pemerintahan Nebukadnezzar maupun Darius. Para pengritik Injil tidak merujuk seluruh Buku itu sebagai karangan Daniel, yang hidup dan meninggal sekurang-kurangnya beberapa abad sebelum Penaklukan oleh orang Yunani, yang beliau sebut dengan nama "Yavan = Iona". Delapan pasal yang pertama, kalau saya tidak salah, ditulis dalam bahasa Kaldea dan bab-bab terakhir dalam bahasa Ibrani. Untuk singkatnya tujuan penulisan ini, tanggal dan hak karangan (authorship) atas buku itu bukanlah hal yang merupakan masalah penting sebagai pemenuhan yang sesungguhnya atas ramalan, yang termuat dalam versi Septuagint , yang telah dibuat kira-kira tiga abad sebelum Tahun Masehi.
Menurut tafsir yang dibuat oleh Malaikat, masing-masing dari empat binatang itu mewakili sebuah kerajaan. Singa yang bersayapkan garuda menunjuk pada kerajaan Kaldea, yang sangat berkuasa dan cepat seperti seekor garuda menyambar musuhnya. Beruang itu mewakili "Madai-Paris", atau Kerajaan Medo-Persia, yang meluaskan daerah taklukannya sejauh Laut Adriatik dan Ethiopia, dengan demikian menggigit sebuah tulang iga dari tubuh masing-masing dari tiga benua (Asia-Eropah-Afrika -Pent.) dari separuh dunia bagian Timur. Binatang ketiga yang memiliki sifat harimau - kecekatan dan keganasan, merujuk pada laju Aleksander Agung yang penuh dengan kemenangan, yang sesudah wafatnya kerajaannya yang luas terbagi menjadi empat kerajaan kecil.
Namun Malaikat yang menafsirkan visi itu tidak berhenti untuk menerangkan dengan rinci tiga kerajaan tersebut sebagaimana dia lakukan ketika menafsirkan binatang keempat. Di sini malaikat itu masuk dengan penekanan terhadap rincian (detail). Di sini pandangan dalam visi itu diperbesar. Praktis binatang itu adalah satu monster dan satu setan yang besar. Ini ialah Kekaisaran Romawi yang kejam. Sepuluh buah tanduk itu ialah sepuluh kaisar Romawi yang menindas umat Kristen awal. Bukalah halaman sejarah dari Gereja yang manapun dalam tiga abad pertama hingga saat apa yang disebut sebagai konversi Constantine Agung, dan anda akan membaca tiada lain kecuali kengerian dari "Sepuluh Penindasan" (Ten Perscutions) yang terkenal.
Sejauh ini semua empat binatang itu mewakili "Kekuasaan Hitam" yaitu kerajaan setan, penyembah berhala.
Dalam hubungan ini biarlah saya membelokkan perhatian anda pada kebenaran yang kemilau yang tercakup dalam artikel yang sangat penting dalam Kepercayaan Islam: "Kebaikan dan Kejahatan itu dari Allah". Patut diingat bahwa orang Persia kuno percaya terhadap "kegandaan tuhan" atau dengan perkataan lain, Prinsip Kebaikan dan Cahaya, serta prinsip yang lainnya: Prinsip Kejahatan dan Kegelapan; dan bahwa "mahluk" (being) abadi ini adalah musuh-musuh abadi. Dapat diamati bahwa di antara empat binatang itu Kerajaan Persia diwakili oleh seekor beruang yang kurang ganas daripada, dan kurang sebagai binatang pemakan daging seperti halnya ketiga binatang lainnya; dan tambahan lagi sejauh beruang itu dapat menjelajah di atas kedua kaki belakangnya, beruang itu menyerupai manusia - setidak-tidaknya dari jarak tertentu.
Dalam semua buku-buku teologi dan keagamaan Kristen yang sudah saya baca, tidak pernah saya bertemu dengan pernyataan ungkapan satupun yang sama dengan apa yang termuat dalam Kepercayaan orang Islam: Tuhan ialah pencipta yang sesungguhnya dari kebaikan dan kejahatan. Artikel dari orang Muslim ini sebaliknya, adalah sangat menjijikkan bagi agama Kristen dan menjadi sumber kebencian terhadap agama Islam. Namun secara khusus dan jelas dinyatakan oleh Tuhan kepada Cyrus, yang Dia sebut "Kristus-Nya". Dia mau agar Cyrus mengetahui bahwa tidak ada tuhan di samping Dia, dan menyatakan: "Aku ialah Pembentuk cahaya, dan Pencipta kegelapan, Pembuat perdamaian, dan Pencipta kejahatan; Aku ialah Tuhan yang melakukan semua ini (Yesaya xlv. 1 - 7).
Bahwa Tuhan ialah pembuat kejahatan maupun kebaikan tidaklah sedikitpun bertentangan dengan gagasan kebaikan Tuhan. Pengingkaran terhadap semua itu adalah bertentangan dengan Ke-Esaan yang mutlak dari Yang Maha Kuasa. Apalagi, apa yang kita fahami sebagi "kejahatan" hanya memiliki akibat terhadap mahluk yang diciptakan, dan semua itu untuk pengembangan dan perbaikan mahluk-mahluk itu; tidak sedikitpun semua itu berakibat bagi Tuhan.
Nah marilah kini kita periksa dan temukan siapa gerangan Tanduk Kecil itu. Sesudah dengan pasti dan final menetapkan identitas dari sebelas raja, identitas Bar Nasha akan terselesaikan per se. Tanduk Kecil itu muncul sesudah Sepuluh Penindasan dalam pemerintahan kaisar-kaisar kerajaan Roma. Kerajaan itu sedang meliuk-liuk karena rivalitas empat orang, salah satu di antaranya ialah Constantine. Mereka semua berjuang untuk mendapatkan tahta; ketiga orang lain mati atau tewas dalam peperangan; dan Constantine tersisa seorang diri menjadi yang paling berkuasa dalam kerajaan yang luas itu.
Para komentator Kristen terdahulu dengan susah payah telah gagal mencoba mengidentifikasikan Tanduk Kecil yang jelek ini dengan mereka yang anti Kristus, dengan Paus di Roma oleh orang Protestan, dan dengan pendiri Islam (Tuhan melarang!). Tetapi para pengritik Injil yang kemudian tidak tahu apapun untuk memecahkan masalah empat binatang yang mereka ingin mengenalinya dengan Kerajaan Yunani dan Tanduk Kecil dengan Antiochus. Beberapa pengritik di antaranya, seperti Carpenter menganggap Kerajaan Medo Persia sebagai dua kerajaan terpisah. Tetapi kerajaan ini tidak lebih dua daripada Kerajaan Austro Hungaria yang sudah almarhum. Eksplorasi yang dilakukan oleh pakar dari Misi Ilmu Pengetahuan Perancis M. Morgan di Shushan (Susa) dan tempat lainnya memastikan hal itu. Karena itu tidak dapat lain bahwa binatang keempat itu adalah kerajaan Roma kuno.
Untuk menunjukkan bahwa si Tanduk Kecil itu tiada lain ialah Constantine, argumentasi berikut dengan aman dapat diberikan:
a. Dia mengatasi Maximian dan kedua rival lainnya dan mengambil tahta serta mengakhiri persekusi terhadap agama Kristen. Buku Gibbon "The Decline and Fall of the Roman Empire" saya pikir adalah sejarah yang terbaik yang dapat memberikan petunjuk kepada kita tentang masa-masa itu. Anda tidak pernah dapat menemukan empat pesaing sesudah Sepuluh Penindasan atas Gereja kecuali Constantine beserta musuh-musuhnya yang tersungkur jatuh di hadapannya seperti tiga tanduk yang jatuh di hadapan si tanduk kecil.
b. Semua keempat binatang itu dilukiskan dalam visi itu sebagai binatang yang irasional; tetapi si Tanduk Kecil memiliki mulut dan mata manusia yang dengan kata lain adalah pelukisan atas satu monster yang tersembunyi yang dibekali dengan akal dan kepandaian bicara. Dia memproklamirkan Kristen sebagai agama sejati, memberikan Roma kepada Paus dan menjadikan Byzantium yang disebut Konstantinopel sebagai ibukota kerajaan. Dia berpura-pura memeluk agama Kristen namun tidak pernah dibaptis hingga sesaat sebelum kematiannya. dan bahkan hal inipun masih sebagai masalah yang dipersoalkan. Legenda bahwa konversinya ke agama Kristen adalah sebagai akibat dari visi atas Salib yang ada di langit telah lama diletupkan sebagai sebuah pemalsuan lainnya, sebagaimana juga ceritera tentang Jesus Kristus disisipkan dalam "Antiquities of Josephus".
Kebencian empat binatang itu terhadap orang yang percaya akan Tuhan adalah brutal dan kejam, namun kebrutalan dan kekejaman dari Tanduk yang rasional itu adalah diabolik dan sangat jahat. Kebencian itu telah sangat merusak dan berbahaya bagi agama, karena hal itu ditujukan langsung untuk membelokkan Kebenaran dan Keyakinan. Semua serangan terdahulu dari empat kerajaan itu adalah dari orang-orang penyembah berhala: mereka menghukum mati dan menindas orang-orang beriman tetapi tidak dapat membelokkan kebenaran dan keyakinan. Constantine inilah yang masuk ke dalam jubah Jesus dalam bentuk sebagai orang beriman dan berpakaian domba, namun di dalam dirinya dia tidak pernah sama sekali sebagai orang beriman sesungguhnya. Betapa beracun dan berbahayanya kebencian ini dapat disimak dari yang berikut ini:
c. Kaisar Tanduk berbicara tentang "hal-hal besar" atau "kalimat-kalimat besar" (dalam bahasa Kaldea "rorbhan") menentang Yang Maha Tinggi. Mengucapkan kata-kata hujatan terhadap Tuhan, menyekutukan-Nya dengan mahluk lain, dan menyebut-Nya dengan nama dan atribut yang tidak masuk akal, seperti "beranak" dan "diperanakkan", "kelahiran" dan "prosesi" (dari orang kedua dan ketiga), "keesaan dalam ketritunggalan" dan "penjelmaan kembali atau inkarnasi" adalah untuk mengingkari Ke- Esaan-Nya.
Semenjak Tuhan mengungkapkan wahyu-Nya kepada Nabi Ibrahim di Ur Kaldea hingga diumumkannya Kepercayaan dan Hukum dari Konsili Nicea serta diberlakukan dengan surat keputusan kaisar Constantine di tengah teror dan protes dari tiga perempat orang-orang beriman sesungguhnya dalam tahun 325 M, tidak pernah bahwa Ke Esaan Tuhan begitu secara resmi dan terbuka dihujat oleh dia yang berpura-pura menjadi umat-Nya seperti Constantine dan kelompoknya yang terdiri dari orang-orang kafir eklesiastikal. Dalam artikel pertama dari serial ini saya telah menunjukkan kesalahan Gereja tentang Tuhan dan Atribut-Nya. Saya tidak perlu lagi untuk masuk ke dalam masalah yang tidak enak ini, karena hal itu sangat menyakitkan diri dan menyedihkan saya bila saya melihat Nabi Suci dan Ruh Suci itu yang keduanya adalah mahluk yang mulia Tuhan, dipersekutukan dengan Dia Tuhan oleh mereka yang seharusnya mengetahuinya lebih baik..
Kalau Brahma dan Osiris atau kalau Jupiter dan Vesta dipersekutukan dengan Tuhan, kita akan sekedar menganggapnya sebagai kepercayaan orang-orang penyembah berhala; namun bila kita melihat Jesus yang Nabi dari Nazareth itu dan satu dari antara jutaan ruh suci yang mengabdikan dirinya pada Yang Maha Abadi diangkat sebagai mahluk yang sama derajatnya dengan ketinggian Tuhan, kita tidak dapat menemukan sebuah nama bagi mereka yang begitu saja mempercayainya selain daripada apa yang umat Islam telah selalu wajib menggunakannya, yaitu – sebutan "Gawun".
Kini sejak si Tanduk tersembunyi yang mengucapkan kalimat besar, mengucapkan hujatan terhadap Tuhan, adalah seorang raja seperti diungkapkan oleh malaikat kepada nabi Daniel, dan karena raja itu adalah kaisar yang ke sebelas yang memerintah Roma dan menghukum mati orang-orang Tuhan, dia tidak bisa lain kecuali Constantine, karena surat keputusan dialah yang telah meproklamirkan kepercayaan terhadap trinitas dalam ketuhanan, suatu kepercayaan yang Perjanjian Lama sebagai dokumen yang hidup akan mencercanya sebagai penghujatan, yang baik umat Yahudi maupun Islam membencinya. Kalau Tanduk itu lain daripada Constantine, lalu timbul pertanyaan "siapkah dia itu?". Dia sudah datang dan pergi, dan bukan seorang yang berpura-pura menjadi orang lain atau seorang yang anti Kristus yang baru di kemudian hari muncul, yang mungkin kita tak akan bisa mengetahui dan mengenalinya. Kalau kita tidak mengakui bahwa si Tanduk yang dimasalahkan itu sudah datang, lalu bagaimana kita harus menafsirkan empat binatang itu, yang jelas binatang yang pertama ialah Kerajaan Kaldea, yang kedua ialah Medo Persia, dsb.? Jika binatang keempat tidak mewakili Kerajaan Romawi, bagaimana kita bisa menafsirkan binatang ketiga dengan empat kepalanya, sebagai Kerajaan Aleksander yang pecah menjadi dua setelah kematiannya? Adakah kekuasaan lain yang menggantikan Kerajaan Yunani sebelum Kerajaan Romawi dengan sepuluh kaisarnya yang menindas orang-orang beriman pada Tuhan? Alasan yang tidak masuk akal dan ilusi tidaklah berfaedah. "Tanduk Kecil" itu pastilah Constantine, bahkan bila kita mengingkari ramalan nabi Daniel sekalipun. Tidak menjadi masalah apakah seorang nabi, pendeta-pendeta atau seorang penyihir yang telah menulis tujuh bab dalam Kitab Daniel. Satu hal sudah pasti bahwa ramalan dan pelukisan dari peristiwa-peristiwa dua puluh empat abad yang lalu ditemukan sebagai tepat, benar, dan telah terpenuhi oleh kehadiran Constantine Agung, yang Gereja Roma telah selalu secara bijaksana berdiam diri untuk "mensucikan" dia (menjadikan dia seorang santo) sebagaimana telah dilakukan oleh Gereja Yunani.
d. Bukan saja si Tanduk Kecil yang tumbuh menjadi suatu "visi kejam" yang lebih daripada yang lainnya itu menghujat Yang Maha Tinggi, tetapi juga menyatakan perang menentang "orang-orang suci Yang Maha Tinggi, dan menundukkan mereka" (ayat 25). Dalam pandangan Nabi Ibrani orang yang mempercayai satu Tuhan adalah orang-orang terpisah dan suci. Sekarang jelas dan benar tanpa dipermasalahkan lagi bahwa Constantine menindas orang-orang Kristen yang seperti halnya orang Yahudi, percaya akan Ke Esaan Tuhan yang mutlak dan dengan berani menyatakan bahwa trinitas adalah konsep Ketuhanan yang palsu dan salah. Lebih dari seribu eklesiastika diundang ke Konsili Umum di Nicea (Izmid masa kini yang modern) di mana hanya tiga ratus delapan belas orang menyetujui keputusan Konsili, dan orang-orang ini juga yang membentuk tiga faksi yang bertolak belakang dengan ungkapan-ungkapan mereka yang bermakna lebih dari satu (ambiguous) dan tidak suci "homousion" atau "homoousion", "consubstantial" dan istilah-istilah lain yang sama sekali asing bagi Nabi Israel, tetapi hanya berarti bagi "Tanduk Yang Berbicara".
Orang-orang Kristen yang mengalami penindasan dan menjadi martir di bawah pemerintahan kaisar Roma yang penyembah berhala karena mereka mempercayai Satu Tuhan dan pemuja-Nya Nabi Jesus, kini mendapatkan nasibnya di tangan surat keputusan kekaisaran Constantine "Yang Orang Kristen" disiksa lebih parah karena mereka menolak untuk memuja Nabi Jesus sebagai "padanan adanya dan zamannya" ("consubstantial dan coeval") dengan Tuhannya dan Penciptanya! Para Tetua dan Pendeta-Pendeta dari sekte Arian yaitu Qashishi dan Mshamshani sebagaimana mereka disebut oleh orang-orang Yahudi dan Kristen awal, diusir dan dibasmi, buku-buku keagamaan mereka dihancurkan, dan gereja-gereja mereka disita dan diserah terimakan kepada kaum uskup-uskup dan pendeta-pendeta trinitarian. Karya-karya sejaraha yang mana saja tentang Gereja Kristen pada masa awal akan memberikan kepada kita informasi yang cukup tentang jasa yang telah diberikan oleh Constantine pada perjalanan Kepercayaan Trinitas, dan tentang penindasan mereka yang menentangnya. Legiun-legiun yang kejam di setiap provinsi diserahkan di bawah kekuasaan para penguasa eklesiastikal. Constantine telah mempersonifikasikan sebuah pemerintahan dengan teror dan perang yang kejam terhadap kaum Unitarian yang di bumi belahan Timur berlangsung selama tiga setengah abad, (dan berhenti –Pent.) ketika orang-orang Islam membangkitkan agama Allah dan melanjutkan kekuasaan dan dominasi atas tanah-tanah yang dijarah dan dihancurkan oleh empat binatang tersebut.
e. Si "Tanduk Yang berbicara" dituduh telah berkontemplasi untuk merubah "hukum dan waktu". Ini adalah tuduhan yang sangat serius terhadap si Tanduk. Hujatannya atau "bicara besarnya menentang Yang Maha Tinggi" bisa jadi mempengaruhi atau tidak mempengaruhi orang lain. tetapi untuk mengubah Hukum Tuhan dan menetapkan hari libur atau festival dengan sendirinya akan merupakan subversi terhadap agama itu sendiri. Dua perintah pertama dari sepuluh perintah Nabi Musa mengenai Ke Esaan Tuhan yang Mutlak "Kamu tidak boleh mempunyai tuhan-tuhan di samping Aku" – dan larangan keras untuk membuat gambar atau patung untuk pemujaan dengan langsung telah dilanggar dan dihapuskan dengan keputusan Constantine itu. Untuk memproklamirkan tiga pribadi dalam Ketuhanan dan untuk mengakui bahwa Yang Maha Kuasa dan Abadi dikandung dan dilahirkan oleh Perawan Maryam adalah penghinaan terbesar terhadap Hukum Tuhan dan penyembahan berhala yang terbesar. Untuk membuat gambar dari emas atau kayu untuk pemujaan sudah cukup untuk dapat dicela, tetapi membuat sesuatu yang bisa mati menjadi suatu obyek yang dipuja, menyatakannya sebagai Tuhan, dan bahkan memuja roti dan anggur Eucharist sebagai "tubuh dan darah Tuhan" adalah suatu hujatan yang tidak agamawi.
Kemudian bagi setiap orang Yahudi yang lurus dan bagi seorang Nabi seperti Daniel, yang sejak masa mudanya telah menjadi seorang pemerhati Hukum Musa, apa yang dapat lebih menjijikkan selain daripada substitusi dari paskah (Easter) untuk Domba Paskal dari ritual besar Passover dan pengorbanan "Domba Tuhan" di atas salib (upon the cross), dan di atas ribuan altar setiap harinya? Penghapusan hari Sabbath adalah pelanggaran langsung atas perintah keempat dari Decalogue (ten Commandmends) dan pelembagaan hari Minggu sebagai gantinya adalah optional karena hal itu juga bertentangan. Benar, Al Qur’an telah menghapuskan hari Sabbath bukan karena hari Jum’at itu hari lebih suci, tetapi semata-mata karena orang-orang Yahudi itu telah menyalah gunakan hari itu dengan menyatakan bahwa Tuhan sesudah enam hari bekerja, beristirahat pada hari ke tujuh, seolah-olah Dia adalah manusia dan lelah. Nabi Muhammad SAW pastilah sudah membinasakan hari atau obyek manapun, betapapun suci atau keramatnya, bila itu dijadikan sebagai obyek penyembahan yang dimaksudkan untuk menimbulkan hantaman atau luka terhadap Keagungan dan Kemuliaan Tuhan. Namun penghapusan hari Sabbath dengan putusan Constantine adalah pelembagaan hari Minggu pada hari yang dikatakan sebagai hari di mana Jesus bangkit dari kuburnya. Jesus sendiri adalah orang yang sangat memperhatikan hari Sabbath, dan menyangkal para pemimpin Yahudi atas keberatan mereka terhadap perbuatan Jesus beramal pada hari itu.
f. Tanduk itu diizinkan untuk memaklumkan perang terhadap para santo dari Yang Maha Tinggi untuk jangka waktu selama tiga setengah abad; hal itu hanya "melemahkan" mereka, menjadikan mereka "kehabisan tenaga" – tetapi tidak dapat melenyapkan dan mencabut seluruh akarnya keluar. Kaum Arian yang hanya percaya pada Ke Esaan Tuhan, kadang-kadang mempertahankan dengan kuat dirinya dan memperjuangkan alasan kepercayaan mereka, umpamanya di bawah pemerintahan Constantius (anak Constantine), atau Julian dan yang lainnya yang lebih toleran.
Butir berikutnya yang penting dalam visi yang indah ini ialah untuk mengenali "Bar Nasha", atau "Anak Manusia" yang menghancurkan si Tanduk; dan kita akan melaksanakannya dalam artikel berikut.

[5]Kata aslinya ialah cahaya (nur), dan seperti kata dalam bahasa Arab, ir berarti "sinar" dan bukan "api" yang dalam teks dapat terlihat dari "ish.
BAB 6
NABI MUHAMMAD SAW ADALAH "ANAK MANUSIA"
Dalam thesis yang lalu kita telah meneliti dan memberi komentar atas visi indah Nabi Daniel (Daniel vii.). Kita melihat bagaimana empat binatang yang mewakili empat kerajaan silih berganti adalah Kekuatan Kegelapan dan bagaimana mereka menindas umat Yahudi dan Gereja Jesus awal, yang terdiri dari orang-orang beriman sebenarnya pada Satu Tuhan. Kita juga membuat catatan bahwa Kekuatan-Kekuatan itu adalah penyembah berhala dan digambarkan secara alegoris sebagai orang-orang yang tidak berperi kemanusiaan dan kejam. Selanjutnya kita melihat bahwa Tanduk kesebelas yang mempunyai mulut dan mata, yang menghujat Yang Maha Tinggi telah memerangi dan menaklukkan para santo Tuhan serta telah merubah waktu dan Hukum Tuhan, tidak dapat lain kecuali kaisar Constantine yang dalam tahun 325 M mengumumkan keputusan kekaisarannya yang memproklamirkan kepercayaan dan keputusan Konsili Umum Nicea.
Dalam artikel ini marilah kita dengan sabar mengikuti penelitian kita tentang Bar Nasha yang mulia, atau "Anak Manusia" yang dihadirkan di atas awan kepada Tuhan, yang diberi kehormatan dan kerajaan Sultaneh untuk selama-lamanya (Sholtana dalam teks aslinya, yaitu "dominion" atau "empire"), dan yang mendapat wewenang untuk menghancurkan dan meniadakan si Tanduk yang kejam.
Marilah kita sekarang melanjutkan tulisan ini untuk menentukan identitas "Bar Nasha" ini.
Sebelum mencari tahu siapa Anak Manusia ini, adalah penting bahwa kita mempertimbangkan hal-hal dan pengamatan berikut ini:
a. Ketika Nabi Yahudi itu membuat ramalan bahwa "semua bangsa dan orang di bumi akan mengabdi kepadanya (Bar Nasha) atau "orang-orang Suci (Santo) dari Yang Maha Tinggi", kita harus mengerti bahwa yang dimaksud beliau itu ialah bangsa-bangsa yang disebut dalam Genesis xv. 8 – 21, dan bukan bangsa Inggris, bangsa Perancis, atau bangsa Cina.
b. Dengan ungkapan "orang-orang Suci dari Yang Maha Tinggi" difahami bahwa yang dimaksud ialah pertama orang-orang Yahudi dan kemudian orang-orang Kristen yang mengakui Ke Esaan Tuhan yang mutlak, berjuang dan menderita karenanya untuk keyakinan itu hingga munculnya Bar Nasha dan pembinasaan si Tanduk.
c. Setelah pembinasaan si Tanduk, orang-orang dan bangsa yang akan harus mengabdi pada para Santo Tuhan ialah orang-orang Kaldea, Medo Persia, Yunani dan Roma – empat bangsa yang diwakili oleh empat binatang yang telah menjarah dan menyerbu Tanah Suci.
Dari laut Adriatik hingga tembok Cina semua bangsa yang beraneka ragam itu atau telah menerima Islam sebagai agamanya, atau tetap sebagai kafir yang mengabdi pada orang-orang Islam, yang adalah orang-orang beriman sejati pada Ke Esaan Tuhan.
d. Baik sekali untuk menyadari kenyataan yang berarti bahwa Tuhan seringkali mengizinkan musuh-musuh agama sejati-Nya menaklukkan dan menindas umat-Nya karena dua tujuan. Pertama, karena Dia ingin menghukum umat-Nya yang malas, jahil dan berdosa. Kedua, karena Dia ingin membuktikan iman, kesabaran dan hal tidak mungkin hancurnya Hukum dan Agama-Nya, dan dengan begitu membiarkan si kafir tetap dalam kekafirannya dan kejahatannya hingga gelas mereka penuh. Pada saatnya Tuhan Sendiri campur tangan atas nama orang beriman apabila eksistensi mereka ada di akhir garis tepi ujung kayu balok. Adalah waktu yang mengerikan dan kritis bagi umat Islam ketika Kekuatan Sekutu ada di Konstantinopel selama tahun-tahun perdamaian. Persiapan besar telah dibuat oleh orang Yunani dan teman-teman mereka untuk mengambil kembali Mesjid Agung Aya Sophia; Patriarch Yunani dari Konstantinopel pergi ke London dengan membawa satu set perlengkapan patriarchal yang dihiasi dengan batu berharga dan mutiara untuk Archbishop dari Canterbury yang membantu dengan gigih restorasi Konstantinopel dan bangunan agung St Sophia kembali kepada orang Yunani. Pada malam peringatan mi’raj Nabi Muhammad SAW, bangunan yang keramat itu dipenuhi dengan banyak sekali orang beriman yang berdo’a hingga fajar memohon dengan tulus kepada Allah Yang Maha Kuasa agar tidak menyerahkan Turki, khususnya Rumah Suci, kepada mereka yang "akan mengisinya dengan patung dan gambar yang jelek seperti sebelumnya!" Sehubungan dengan jubah patriarch itu, saya telah menulis sebuah artikel dalam surat kabar Turki "Aqsham" menunjukkan adanya perpecahan di antara Gereja Yunani Ortodoks dan Gereja Protestan Anglikan. Saya tunjukkan bahwa jubah itu bukan dimaksudkan sebagai pallium dari penobatan dan pengakuan dari orde Anglikan, dan bahwa reuni antara kedua Gereja tidak pernah dapat terjadi kecuali jika salah satu dari pihak-pihak itu harus meninggalkan dan menarik artikel keyakinan tertentu sebagai penyimpangan dan kesalahan. Saya juga menunjukkan bahwa jubah itu ialah penyuapan diplomatik atas nama Yunani dan Gerejanya. Surat itu berakhir dengan kalimat ini: "Semua tergantung pada keanggunan dan keajaiban yang diharapkan terjadi dengan bakhskish berupa jubah kependetaan ini !"
Hasilnya telah cukup dikenal untuk diulangi di sini. Cukuplah untuk mengatakan bahwa Patriarch itu mati di Inggris, dan Yang Maha Kuasa yang mengutus Bar Nasha untuk menghancurkan si Tanduk dan mengejar keluar legiun Romawi dari Timur, telah mengangkat Mustapha Kamal yang menyelamatkan negerinya dan mengembalikan kehormatan Islam!
e. Patut dicatat bahwa bangsa Yahudi adalah bangsa yang dipilih Tuhan hingga bangkitnya Jesus Kristus. Dalam pandangan orang Islam, baik Yahudi maupun umat Kristen tidak mempunyai hak untuk mengklaim dirinya dengan gelar "Orang-orang Suci dari Yang Maha Tinggi" (The People of the Saints of the Most High), karena bangsa Yahudi serta merta telah menolak Jesus, sedang orang Kristen telah menghina Jesus dengan menuhankannya. Tambahan pula keduanya sama-sama tidak berharga untuk gelar itu karena penolakan mereka untuk mengakui Nabi Terakhir yang telah menyempurnakan daftar para Nabi.
Kita sekarang akan melanjutkan untuk membuktikan bahwa Bar Nasha – Anak Manusia – yang dihadirkan kepada "Zaman Dulu" dan dilengkapi dengan kekuatan untuk membunuh monster, tidak lain adalah Nabi Muhammad SAW, yang namanya secara harafiah berarti "Yang terpuji dan terkenal". Orang atau pribadi lain yang manapun yang mungkin anda coba untuk menempatkannya untuk mengambil hak dari Utusan Allah yang mulia dari kemuliaan dan keagungan yang unik yang diberikan kepadanya di Istana Suci,maka anda hanya akan menjadikan diri anda bahan tertawaan; dan ini untuk sebab-sebab berikut:
1. Kita tahu bahwa baik Judaisme (agama Yahudi) maupun agama Kristen keduanya tidak memiliki nama tertentu untuk kepercayaan dan sistimnya. Dengan kata lain, baik bangsa Yahudi maupun umat Kristen tidak mempunyai nama khusus untuk doktrin dan bentuk kepercayaannya serta pemujaannya. "Judaism” dan "Christianity" tidak berasal dari Kitab Suci dan tidak pula disahkan oleh baik Tuhan ataupun pendiri agama-agama itu. Sebenarnya, suatu agama bila benar, tidak bisa dinamakan dengan nama pendiri keduanya, karena pencipta dan pendiri sebenarnya dari suatu agama adalah Tuhan, dan bukan seorang Nabi. Nah, kata benda yang pantas untuk hukum, doktrin, bentuk dan cara-cara pemujaan sebagaimana diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW disebut "Islam" yang berarti "berdamai" dengan Dia dan di antara manusia. Muhammedanism bukan kata sebutan yang pantas untuk Islam. Karena Nabi Muhammad SAW sendiri seperti halnya Nabi Ibrahim dan semua Nabi lainnya adalah seorang Muslim, dan bukan Muhammadan! Judaism berarti agama orang Judah, namun apakah Judah itu sendiri? Pasti bukan Judaist! Dan sama halnya bagi Kristus, apakah beliau seorang Kristen atau seorang Jesuit? Pasti kedua-duanya bukan! Kalau begitu apa lalu nama kedua agama yang nyata (distinct) ini? Tidak bernama sama sekali!
Lalu kita punya kata dalam bahasa Latin yang biadab "religion" yang berarti "ketakutan terhadap dewa-dewa". Kini itu dipakai untuk menyatakan "semua bentuk kepercayaan dan pemujaan". Lalu apa kata ekivalen dari "religion" dalam Injil? Ungkapan apa yang dipakai Nabi Musa atau Jesus untuk menyampaikan arti dari agama? Tentu saja Injil dan penulisnya sama sekali tidak mempergunakan kata itu.
Nah, istilah Kitab Suci yang dipakai dalam visi Nabi Daniel adalah sama dengan yang berulang kali dipergunakan oleh Al Qur’an bagi Islam, yaitu ad-Din yang berarti "pembalasan pada Hari Kiyamat" atau "recompense of the Day of Judgement". Dan mimbar itu ialah "Dayyana" atau "Hakim". Marilah kita baca deskripsi dari Pengadilan Langit ini: "mimbar-mimbar itu diatur, buku-buku dibuka, dan "Dina" –pembalasan pada Hari Kiyamat– ditetapkan." Dengan buku-buku dimaksudkan "Lauful Mahfuz" di mana keputusan-keputusan Tuhan dituliskan dari mana Al Qur’an diturunkan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW; dan juga buku pertanggungan jawab perbuatan setiap orang. Sesuai dengan keputusan dan hukum Tuhan yang tercantum dalam "Lauful Mahfuz" itulah, dan kejahatan si Tanduk , bahwa "Dayyana" yang agung – Hakim itu menghukum mati si Tanduk dan mengangkat Nabi Muhammad SAW menjadi "Adon" Yaitu "komandan" atau "tuan" untuk menghancurkan monster itu. Semua ucapan Daniel ini adalah amat sangat bernuansa Al Qur’an. Agama Islam itu disebut "Dinu ‘l -Islam". Sesuai dengan keputusan dan hukum "Dina" ini bahwa Bar Nasha menghancurkan agama Setan dan letnannya si Tanduk. Bagaimana lalu bisa sama sekali mungkin bahwa orang yang manapun selain Nabi Muhammad SAW dapat dimaksudkan sebagai "Anak Manusia" dalam kehadiran Yang Maha Tinggi? Sungguh, Islam adalah sebuah "judgement of peace" atau "penilaian perdamaian" karena Islam memiliki Kitab Hukum yang otentik dengan mana keadilan dilaksanakan dan ketidak adilan dihukum, kebenaran dipuji dan kepalsuan dicerca; dan di atas semua, Ke Esaan Tuhan, pahala abadi bagi amal baik, dan hukuman abadi bagi perbuatan jahat dengan jelas disebutkan dan didefinisikan. Dalam bahasa Inggris seorang magistrate disebut "Justice of Peace"; dengan kata lain "judge of peace" . Nah, itu adalah peniruan dari Hakim Muslim, yang menyelesaikan suatu persengketaan, memutuskan suatu perkara, dengan menghukum yang salah dan memberi pahala kepada yang tidak bersalah, jadi mengembalikan perdamaian. Inilah Islam dan hukum Al Qur’an. Itu sama sekali bukan agama Kristen atau Injil, karena Injil ini secara mutlak melarang seorang Kristen untuk naik banding kepada seorang hakim, betapapun dia tidak bersalah dan tertindas (Matius v. 25, 26, 38 – 48).
2. Anak Manusia atau Bar Nasha pastilah Nabi Muhammad SAW. Karena beliau datang sesudah Constantine dan bukan sebelumnya seperti halnya Jesus atau Nabi lainnya. Pemerintahan Trinitarian di Timur yang diwakili oleh si Tanduk yang kita kenali dengan benar sebagai Kaisar Constantine, diizinkan untuk memerangi kaum Unitarian dan menundukkan mereka selama kurun waktu yang digambarkan dalam bahasa ramalan yang figuratif yaitu "waktu, waktu-waktu dan setengah waktu" ungkapan mana berarti tiga setengah abad, yang pada akhir kurun itu semua kekuatan penyembah berhala di satu pihak dan dominasi dan tirani kaum Trinitarian di pihak lain dilenyapkan dan disapu bersih seluruhnya. Tiada yang lebih tidak masuk akal selain daripada claim bahwa Judah orang Maccabae (Maqbhaya) adalah Bar Nasha yang di awan, dan si Tanduk ialah Antiochus. Dikatakan orang (bila ingatan saya benar) bahwa Antiochus sesudah penodaan Kuil di Jeruzalem, hanya hidup selama tiga setengah tahun atau tiga setengah hari, dan pada akhir waktu itu dia menghilang. Pertama, kita mengetahui bahwa Antiochus adalah yang menggantikan Aleksander Agung dan Raja Syria, dengan sendirinya adalah salah satu daripada empat kepala dari harimau yang bersayap dan bukan Tanduk yang kesebelas dari empat binatang seperti disebutkan dalam visi. Dalam pasal delapan Kitab Daniel, biri-biri jantan dan kambing jantan ditafsirkan oleh Santo sebagai mewakili Kerajaan Persia dan Kerajaan Yunani. Dengan jelasi diterangkan bahwa kerajaan Yunani dengan segera menggantikan kerajaan Persia, dan bahwa kerajaan itu terbagi jadi empat kerajaan kecil seperti disebutkan dalam visi pertama. Kedua, si Tanduk yang bisa bicara menunjukkan bahwa orang yang menghujat dan merubah Hukum dan hari-hari suci pasti bukan seorang penyembah berhala, tetapi seseorang yang mengenal Tuhan dan menyekutukanNya dengan sengaja dengan dua pribadi lainnya yang sama dia kenali dengan baik, dan menyelewengkan iman. Antiochus tidaklah menyelewengkan iman orang-orang Yahudi dengan melembagakan trinitas atau kegandaan (pluralitas) Tuhan, tidak juga dia mengubah Hukum Musa dan hari-hari festival yang berkaitan. Ketiga, adalah kekanak-kanakan memberikan besaran (magnitude) dan arti penting sedemikian rupa kepada peristiwa-peristiwa setempat dan tidak berarti yang terjadi di antara raja kecil di Syria dan seorang ketua kecil Yahudi, hanya untuk memperbandingkan yang kemudian tersebut itu (ketua Yahudi) dengan seorang laki-laki mulia yang menerima penghormatan jutaan malaikat dalam kehadiran Yang Maha Kuasa. Tambahan lagi, visi ramalan itu mendeskripsikan dan menggambarkan Bar Nasha sebagai Yang terbesar dan termulia di antara seluruh manusia, karena tiada lagi insan lain yang disebutkan dalam Perjanjian Lama yang menjadi obyek kehormatan dan kebesaran sedemikian rupa sebagaimana Nabi Muhammad SAW.
3. Sama saja sia-sia untuk mengklaim Jesus Kristus sebagai mendapatkan kehormatan langit yang diberikan kepada Anak Manusia ini. Ada dua alasan utama untuk tidak memasukkan Jesus dalam kategori yang mendapat kehormatan itu:
a. Jika beliau murni seorang manusia dan nabi, dan jika kita menganggap karyanya suatu keberhasilan atau suatu kegagalan, maka pastilah beliau jauh di belakang Nabi Muhammad SAW. Namun bila beliau dipercaya sebagai yang ketiga dari tiga dalam trinitas, maka beliau telah tidak tercatat dalam daftar manusia sama sekali (karena bukan manusia – Pent.). Anda akan jatuh dalam suatu dilema, dan anda tidak dapat keluar daripadanya, karena dalam hal yang manapun Bar Nasha tidak mungkin seorang yang bernama Jesus.
b. Bila Jesus telah diberi mandat untuk menghancurkan empat binatang, maka seharusnya Jesus telah mengusir legiun Romawi dari Palestina dan menyelamatkan negeri dan penduduknya, dan bukan malah telah membayar pajak kepada Cesar dan menyerahkan dirinya untuk di ditawan atau dilecut oleh gubernur Romawi Pilate.
4. Tidak pernah ada di bumi ini seorang Pangeran – Nabi Muhammad SAW, yang termasuk dalam dinasti yang telah memerintah selama kurun waktu 2.500 tahun, mutlak merdeka dan tidak pernah tunduk di bawah kekuasaan asing. Dan sudah barang tentu tidak pernah dilihat di bumi ini seorang lain seperti Nabi Muhaamd SAW, yang telah memberikan jasa materiil dan moril khususnya kepada bangsanya sendiri, dan pada umumnya kepada dunia seluruhnya. Tidak mungkin membayangkan seorang insan lain yang begitu terhormat dan berharga seperti halnya Nabi Muhammad SAW karena kemuliaan dan kehormatan yang sedemikian indah seperti digambarkan dalam visi kenabian (ramalan) tersebut. Biarlah kita memperbandingkan Nabi besar Daniel dengan Bar Nasha yang beliau lihat dengan kekaguman dan ketakjuban. Daniel adalah seorang budak atau seorang yang ditangkap, meskipun dibesarkan hingga mencapai kehormatan sebagai seorang vizier dalam istana Babilon dan Susa. Dalam kehadiran Yang Maha Kuasa, apa kedudukan beliau bila dibandingkan dengan Nabi Muhammad SAW, yang pasti dinobatkan sebagai Sultan dari semua Nabi, Pemimpin dari umat manusia, dan obyek dari penghormatan dan kekaguman para malaikat. Keajaiban kecil bahwa Nabi Daud menyebut Nabi Muhammad SAW "Tuanku". (Psalm c. 10).
5. Tidaklah mengherankan untuk mendapati bahwa perjalanan malam beliau Nabi Muhammad SAW ke Langit diterima dengan kehormatan yang tertinggi oleh Yang Maha Kuasa dan dihadiahi dengan kekuatan untuk menghancurkan penyembahan berhala dan si Tanduk yang menghujat dari negeri-negeri yang telah diberikan oleh Tuhan kepadanya dan umatnya sebagai suatu warisan abadi.
6. Segi lain yang paling mengagumkan dalam visi kenabian ini, menurut pendapat saya yang hina ini, ialah bahwa tampaknya Bar Nasha di awan dan kehadirannya di hadapan Tuhan sesuai dengan dan serentak bersama dengan mi’raj atau perjalanan malam Nabi Muhammad SAW; dengan kata lain, bagian kedua dari visi Daniel itu harus dikenali sebagai Mi’raj! Benar adanya beberapa indikasi baik dalam bahasa Daniel maupun dalam Hadith -ucapan dan tindakan Nabi Allah – yang telah menuntun saya kepada keyakinan ini. Al Qur’an menyatakan bahwa selama perjalanan malam itu Tuhan telah mengangkut pemujaNya itu dari Mesjid Suci di Mekkah ke Mesjid Aqsha di Jeruzalem. Dia memberkati sekeliling mesjid itu, yang merupakan reruntuhan saat itu, dan menunjukkan tanda-tanda-Nya kepadanya (Al Qur’an, Surah xvii).
Diceriterakan oleh Nabi Suci bahwa di Kuil Jeruzalem beliau melaksanakan tugas dalam kapasitasnya sebagai imam, dan melaksanakan sholat bersama seluruh Nabi sebagai makmumnya. Diceriterakan lebih lanjut bahwa itu dari Jeruzalem bahwa beliau dibawa naik ke Langit ke Tujuh dengan ditemani oleh ruh para Nabi dan para malaikat hingga beliah di hadapkan pada Yang Maha Abadi. Kesahajaan Nabi yang melarang beliau untuk mengungkapkan semua apa yang beliau saksikan, dengar dan terima dari Allah, telah dibuat bagus oleh Daniel yang membuat gambaran tentang keputusan Penilaian Tuhan (God Judgement). Ternyata bahwa Ruh yang menafsirkan visi bagi Daniel itu bukan seorang malaikat, seperti telah saya catat tanpa pikir sebelum ini di bab lain terdahulu, tetapi Ruh atau Jiwa seorang Nabi, karena beliau memanggil "Qaddish" (maskulin) dan "Qaddush" (Daniel iv.10; viii. 13), yang berarti seorang Santo atau seorang Suci – nama yang sangat biasa bagi Nabi-Nabi dan para Santo. Betapa jiwa suci dari para Nabi dan Martir yang telah ditindas oleh empat binatang telah merasa bahagia, terlebih lagi ketika mereka menyaksikan keputusan Yang Maha Kuasa terhadap pemerintahan Trinitarian Constantine dan Nabi Terakhir diberi kekuasaan untuk membunuh dan membinasakan si Tanduk yang menghujat! Juga akan diingat bahwa visi ini dilihat pula selama malam yang sama di mana terjadi perjalanan malam Anak Manusia nasha dari Mekkah ke Langit!
Dari kesaksian Daniel, kami sebagai orang Islam harus mengakui bahwa perjalanan malam Nabi Muhammad SAW telah dilakukan secara fisikal – suatu hal yang tidak mustahil bagi Yang Maha Kuasa.
Harus ada hukum dalam ilmu alam yang sesuai dengan hukum itu sebuah bendatidak dikendalikan oleh benda utamanya yang merupakan induknya, atau oleh hukum gravitasi, tetapi oleh hukum velositas (kecepatan). Sebuah tubuh manusia sebagai mahluk bumi tidak dapat melepaskan diri daripadanya kecuali jika ada kekuatan velositas yang superior yang melepaskannya dari kekuatan gravitasi. Lalu juga harus ada hukum lain dalam ilmu fisika yang menurut hukum itu sebuah benda yang ringan dapat masuk (penetrasi) ke dalam benda lain yang tebal, dan benda yang tebal itu bisa masuk ke dalam benda yang lebih tebal lagi atau lebih keras melalui sarana kekuatan superior, atau semata-mata melalui kekuatan velositas. Tanpa masuk ke dalam hal-hal yang rinci dari masalah yang pelik ini, cukup kiranya untuk mengatakan bahwa sebelum kekuatan velositas, berat suatu benda padat apakah dipindahkan atau disentuh tidaklah menarik perhatian. Kita mengetahui tingkat kecepatan cahaya dari matahari atau bintang. Kalau kita menembakkan sebuah peluru dengan kecepatan, katakanlah, 2.500 meter per detik, kita tahu peluru itu akan masuk dan merobek sebuah benda pelat besi yang beberapa inci tebalnya. Dengan cara yang sama, malaikat yang dapat bergerak dengan kecepatan tidak terbatas yang lebih besar daripada kecepatan cahaya matahari dan bahkan pikiran dalam jiwa manusia, tentu saja dapat mengangkut tubuh Nabi Jesus , untuk menyelamatkannya dari penyaliban, dan Nabi Muhammad SAW dalam tantangan yang penuh keajaiban dari Perjalanan Naik ke Langit ke Tujuh atau Mi’raj dengan kecepatan dan laju yang mempesonakan, dan menjadikan gaya berat bumi pada titik nol.
Paul juga menyebutkan sebuah visi yang telah dia lihat empat belas tahun sebelumnya tentang seorang laki-laki yang dibawa naik ke langit ketiga dan kemudian ke sorga, di mana di mendengar dan menyaksikan kalimat-kalimat dan obyek-obyek yang tak dapat digambarkan. Gereja-Gereja dan para komentatornya percaya bahwa orang laki-laki itu ialah Paul sendiri. Walaupun bahasanya itu begitu rupa untuk menceriterakan kepada kita gagasan bahwa orang laki-laki itu adalah dia sendiri, namun karena sebab santun maka dia menjadikan itu tetap rahasia karena kalau tidak demikian dia akan dianggap seorang yang sombong! (2 Corinthian xii. 1-4). Meskipun Al Qur’an mengajarkan kepada kita bahwa rasul-rasul (apostles) Jesus Kristus adalah orang-orang baik, tulisan mereka tidak dapat dipercaya, karena Gereja-Gereja yang bertengkar dan berbeda pendapat telah menjadikan tulisan itu terinterpolasi. Injil Barnabas menyebutkan bahwa Paul sesudah itu jatuh ke dalam kesalahan dan menyelewengkan banyak orang beriman.
Bahwa Paul tidak mengungkapkan jati diri pribadi yang dia lihat dalam visinya, dan bahwa kalimat-kalimat yang dia dengar di sorga "tidak dapat dibicarakan dan tidak ada seorang manusiapun diizinkan untuk berbicara tentang hal itu" menunjukkan bahwa bukanlah Paul orang yang dibawa naik ke langit itu. Untuk mengatakan bahwa Paul tidak memuji dirinya sendiri dengan alasan kesahajaan dan sopan santun, adalah semata-mata perwujudan Paul yang salah. Dia menyombongkan diri sesudah memarahi St Peter, dan sebutan-sebutan dia penuh dengan ungkapan tentang dirinya yang agak menguatkan pendapat bahwa Paul bukan orang yang sederhana dan santun.
Tambahan lagi, kita mengetahui dari suratnya kepada orang-orang Galatia dan Romawi, betapa dia sebagai orang Yahudi penuh syak prasangka terhadap Hagar dan Ismail, anaknya. Orang mulia yang dia lihat dalam visinya tidak bisa lain kecuali orang yang sama yang dilihat oleh Daniel. Itulah Nabi Muhammad SAW yang dia lihat, dan tidak berani menceriterakan kalimat-kalimat yang diucapkan kepadanya karena di satu pihak dia takut pada orang-orang Yahudi, dan di pihak lain karena dia akan telah ada dalam kontrakdiksi dengan dirinya sendiri yang telah begitu banyak memuliakan dirinya dengan Salib dan yang disalib. Saya setengah percaya bahwa Paul diizinkan untuk melihat Bar Nasha yang telah dilihat oleh Daniel kira-kira enam abad sebelumnya, namun "setan yang terus menerus menghantam kepalanya" (2 Corinthian xii. 7) melarangnya untuk mengungkapkan kebenaran! Inilah pengakuan Paul bahwa "the Angel of Satan" nama yang dia pakai untuk menyebut setan, melarangnya untuk mengungkapkan rahasia Nabi Muhammad SAW, yang dia lihat dalam visinya. Jika Paul benar seorang pemuja Tuhan yang tulus, mengapa dia diserahkan ke tangan "angel of the Devil" alias setan yang terus menerus menghantam kepalanya? Semakin banyak seseorang memikirkan ajaran Paul, semakin berkurang keraguannya bahwa Paul adalah prototipe Constantine Agung!
Sebagai kesimpulan, kiranya dibenarkan saya di sini melukiskan moral dari visi indah Nabi Daniel ini untuk non Muslim. Mereka harus dengan sungguh hati menarik pelajaran dari nasib yang menimpa empat binatang, dan khsusnya si Tanduk, dan untuk merenungkan bahwa Allah sendiri saja yang adalah Satu Tuhan Sejati; bahwa orang-orang Islam sendiri saja yang dengan setia mengakui Ke Esaan-Nya Yang Mutlak; bahwa Dia Mengetahui akan penindasan yang menimpa umat Islam, dan bahwa umat Islam mengetahui Caliph dari para Nabi - Nabi Muhammad SAW - ada di dekat arasy Yang Maha Tinggi.
BAB 7
RAJA DAUD MENYEBUTNYA: "TUANKU"
Riwayat Raja Daud, pengalamannya dan tulisan kenabiannya, dijumpai dalam dua buku dalam Perjanjian Lama, Samuel dan Psalms (Zabur). Beliau adalah anak bungsu dari Yishai (Jessie) dari suku Yehuda (Judah). Ketika masih sebagai penggembala muda, beliau telah membunuh seekor beruang dan mencabik seekor singa menjadi dua. Anak muda pemberani itu menyambitkan batu kecil tepat di tengah dahi Goliath, pahlawan Filistin yang bersenjata dan menyelamatkan tentara orang-orang Israel. Hadiah tertinggi bagi hasil yang gemilang yang menunjukkan keberanian adalah tangan Michal, anak perempuan Raja Saul. Daud memainkan harpa dan seruling, dan seorang penyanyi yang baik. Pelariannya dari ayah mertuanya yang iri hati, petualangan-petualangannya dan pengalamannya yang berkaitan sebagai bandit sangatlah dikenal dalam Injil. Pada saat kematian Saul, Daud diundang orang-orangnya untuk meneruskan pemerintahan kerajaan, untuk mana beliau sudah lama diurapi sebelumnya oleh Nabi Samuel. Beliau memerintah selama kira-kira tujuh tahun di Hebron. Beliau merebut Jeruzalem dari kaum Jebusit dan menjadikannya sebagai ibu kota kerajaannya. Dua gunung atau bukitnya dinamakan "Moriah" dan "Sion". Kedua kata itu memiliki kesamaan arti dengan dan merupakan impor sebagai bukit "Marwa" dan "Sapha" di Mekkah, yang arti katanya masing-masing ialah "tempat visi Tuhan" dan "batu karang" atau "batu". Peperangan yang dilakukan Daud, kesulitan keluarganya yang sangat menyedihkan, dosanya terhadap prajuritnya yang setia, Uriah, dan isterinya, Bathsheba, tidak dibiarkan sebagai priviliege. Beliau memerintah selama empat puluh tahun; hidupnya ditandai dengan perang dan kesedihan keluarga. Dalam Injil ada beberapa ceritera yang saling bertentangan mengenai beliau yang terbukti harus di rujuk ke dua sumber yang bertentangan.
Kejahatan yang dituduhkan kepada Daud seperti diklaim dalam Injil berhubungan dengan Uriah dan isterinya (2 Samuel xi.) bahkan tidak disinggung dalam Al Qur’an, malahan Al Qur’an merujuk kepada karakter saleh yang bagus sekali dan bahwa beliau bukan satu di antara Utusan-Utusan kelas tinggi. Itu adalah salah satu dari superioritas Al Qur’an yang Suci bahwa Al Qur’an mengajarkan kepada kita bahwa semua Nabi dilahirkan tanpa dosa dan wafat tanpa dosa. Tidak seperti Injil, Al Qur’an tidak melekatkan kepada para Nabi itu kejahatan dan dosa, umpamanya kejahatan ganda Daud yang tersebut dalam Injil yang menurut Hukum Musa dapat dihukum mati – yang jangankan Nabi yang merupakan pemuja Tuhan Yang Maha Kuasa yang terpilih, kepada nama orang biasa saja tak terpikirkan oleh kita untuk mengkaitkannya.
Ceritera tentang Daud melakukan perzinaan dan dua malaikat yang telah datang kepadanya untuk mengingatkannya akan dosanya adalah suatu kepalsuan yang gila – di manapun hal itu dapat dijumpai. Ceritera itu telah dibantah oleh pendapat terbaik orang Islam. Razl berkata: "Kebanyakan para terpelajar menyatakan tuduhan itu palsu dan mencercanya sebagai kebohongan dan ceritera yang jahat. Kalimat istaghfara dan ghafarna yang terdapat dalam Al Qur’an ayat 24 surah 38 tidaklah menunjukkan dengan cara apapun bahwa Daud telah melakukan suatu dosa, karena istighfar sesungguhnya berarti mencari perlindungan; dan Daud mencari perlindung Yang Maha Suci ketika beliau melihat musuhnya telah menjadi begitu berani terhadap beliau; dan dengan ghafarana dimaksudkan perbaikan atau koreksi masalahnya; karena Daud yang adalah penguasa yang agung, tidak dapat berhasil menahan musuhnya tetap dalam kendalinya sepenuhnya.
Perjanjian Lama tidak menyebutkan waktu kapan kemampuan meramal itu diberikan kepada Daud. Kita baca di sini bahwa sesudah Daud melakukan dua dosa itu, Nabi Nathan dikirimkan oleh Tuhan untuk memperingatkan Daud. Benar bahwa hingga akhir dari hidupnya kita dapati beliau selalu mencari bantuan dari para nabi lain. Menurut ceritera Injil, karena itu tampaknya bahwa kemampuan meramal itu datang kepadanya sesudah beliau bertobat dengan sebenar-benarnya.
Dalam salah satu artikel saya telah mencatat bahwa sesudah pecahnya kerajaan itu menjadi dua negara merdeka yang sering berperang satu dengan lainnya, sepuluh suku bangsa yang membentuk kerajaan Israel itu selalu bersikap bermusuhan dengan dinasti Daud dan tidak pernah menerima bagian lain dari Perjanjian Lama kecuali Taurat atau Hukum Musa seperti termuat dalam Pentateuch. Ini terbukti dalam lima kitab pertama dari Perjanjian Lama versi Samaritan. Kita tidak bertemu dengan satu katapun atau satu ramalanpun tentang keturunan Daud dalam memoir dari nabi besar seperti Eliyah, Elisha dan lain-lainnya yang berkembang di Samaria selama pemerintahan raja-raja Israel yang rusak. Hanya sesudah jatuhnya kerajaan Israel dan pemindahan sepuluh suku bangsa Israel ke Asiria bahwa Nabi dari Judea mulai meramal kebangkitan beberapa Pangeran dari Rumah Daud yang segera akan memulihkan seluruh negeri dan bangsa dan menundukkan musuh-musuhnya. Ada beberapa perkataan yang tidak jelas dan bermakna ganda dalam tulisan atau memoirs dari nabi-nabi yang kemudian itu yang telah memberikan kegembiraan yang menggairahkan dan luar biasa kepada Romo-Romo dari Gereja; namun dalam kenyataannya mereka itu tidak ada sangkut pautnya dengan Jesus Kristus. Dengan singkat saya akan mengutip dua ramalan. Yang pertama ialah dalam Yesaya (Pasal vii. ayat 14), di mana Nabi meramalkan bahwa "Sesungguhnya seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan kamu akan menamakannya Emmanuel." Kata a’lmah dalam bahasa Ibrani tidak berarti "perawan" seperti biasa diterjemahkan oleh teolog Kristen dan karena itu diterapkan pada Perawan Maryam, tetapi kata itu berarti "marriageable woman, maiden, damsel" atau wanita muda yang sudah mencapai umur pantas menikah. Perawan dalam bahasa Ibrani ialah "bthulah". Lalu nama anak itu Emmanuel, yang berarti "God-is-with-us" atau "Tuhan bersama kita". Ada ratusan nama dalam bahasa Ibrani yang terdiri dari "el" dan kata benda lain yang membentuk suku kata atau yang pertama atau yang terakhir dari nama benda majemuk itu. Tidak Yesaya, tidak Raja Ahaz, tidak pula seorang Yahudi yang manapun yang pernah berfikir bahwa anak yang baru lahir itu menjadi dirinya sendiri "Tuhan bersama kita". Mereka tidak pernah berfikir apapun lainnya kecuali bahwa namanya akan menjadi sebegitu rupa. Namun teks itu mengatakan bahwa adalah Ahaz (yang tampaknya sudah mengenal perempuan muda dengan anak itu) yang telah memberi nama pada anak laki-laki itu. Ahaz ada dalam bahaya, musuhnya mendesak maju ke Jeruzalem, dan janji ini dibuat baginya dengan menunjukkan kepadanya sebuah tanda, yaitu seorang wanita muda yang mengandung, dan bukan Perawan Maryam, yang akan datang ke dunia lebih dari tujuh ratus tahun kemudian! Ramalan sederhana tentang anak ini yang akan dilahirkan selama pemerintahan Ahaz telah sama di salah artikan oleh penulis Injil Matius (Matius i. 23). Nama "Jesus" itu diberikan oleh malaikat Jibril (Matius i. 21), dan beliau tidak pernah disebut "Emmanuel". Tidakkah ini suatu skandal mengambil nama ini sebagai argumen dan bukti tentang doktrin Kristen "inkarnasi"?
Intepretasi lain yang aneh mengenai ramalan kenabian ialah dari Zakaria (ix. 9), yang salah dikutip dan disalah artikan seluruhnya oleh penulis Injil yang pertama ( xxi. 5). Nabi Zakaria berkata: "Banyaklah bergembira, wahai puteri Sion; berteriaklah, wahai puteri Jeruzalem: perhatikanlah, Rajamu datang kepadamu; lurus dan dengan penyelamatan, lemah lembut dan mengendarai seekor keledai; dan di atas anak keledai jantan anak keledai betina itu."
Dalam kalimat puitis ini penyair itu hanya menginginkan untuk melukiskan keledai jantan di atas mana Raja itu duduk - dengan mengatakan bahwa itu ialah keledai muda, dan itu anak keledai jantan juga, digambarkan sebagai anak keledai betina. Itu hanya seekor anak keledai jantan atau keledai muda. Kini Matius mengutipnya dengan cara berikut:
"Katakan kepada puteri Sion,
Lihat, Rajamu datang kepadamu,
Ia lemah lembut dan mengendarai seekor keledai
Seekor keledai beban yang muda"
Apakah orang yang menulis ayat di atas itu percaya atau tidak percaya bahwa Jesus ketika berhasil memasuki kota Jeruzalem dengan gemilang dengan mengendarai atau duduk pada saat yang bersamaan baik di atas keledai induk maupun keledai anak, merupakan keajaiban bukanlah masalahnya.; bagaimanapun benar untuk berkata bahwa sebagian besar Pendeta-Pendeta Gereja memang mempercayainya begitu; dan tak pernah terpikir oleh mereka bahwa penampilan semacam itu akan tampak lebih sebagai lelucon daripada upacara kerajaan yang megah. Namun Lukas berhati-hati, dan tidak membuat kesalahan seperti kesalahan Matius. Apakah kedua penulis ini diilhami oleh Ruh yang sama?
Zakaria meramal di Jeruzalem sesudah kepulangan kembali orang-orang Yahudi dari tangkapan, tentang akan datangnya seorang raja. Meskipun lemah lembut dan sederhana, menaiki seekor anak keledai jantan dari seekor keledai betina, masih juga dia datang dengan penyelamatan dan akan membangun kembali rumah Tuhan. Zakaria meramalkan hal ini pada saat ketika orang-orang Yahudi sedang berusaha untuk membangun kembali Kuil dan kota yang sudah runtuh; orang-orang dari daerah sekliling mereka itu menentang mereka; pekerjaan membangun itu terhenti sehingga Darius, raja Persia, mengeluarkan perintah untuk pembangunan kuil itu. Meskipun tidak pernah muncul raja Yahudi semenjak abad ke 6 sebelum Kristus, bagaimanapun mereka memiliki pemerintahan yang otonom di bawah kekuasaan asing. Penyelamatan yang dijanjikan di sini, agar dicatat, adalah fisikal dan segera, dan bukan penyelamatan yang akan datang lima ratus dua puluh tahun kemudian, sesudah Jesus dari Nazareth mengendarai dua ekor keledai sekaligus pada saat yang sama dan memasuki Jeruzalem, yang sudah menjadi kota besar dan kaya dengan kuil yang indah, hanya untuk ditangkap dan disalib oleh orang-orang Yahudi sendiri dan oleh orang Romawi tuan mereka, sebagaimana diceriterakan oleh Injil sekarang ini kepada kita! Hal ini tidak akan menjadi hiburan sama sekali bagi orang Yahudi miskin yang dikelilingi oleh musuh dalam kota yang sudah hancur. Dengan sendirinya, dengan kata "raja" kita bisa mengerti adalah salah satu dari pemimpin utama mereka – Zerobabel, Ezra atau Nehemiah.
Dua contoh ini dimaksudkan untuk terutama menunjukkan kepada pembaca Muslim –yang mungkin tidak begitu mengenal Kitab-Kitab Suci Yahudi– bagaimana umat Kristen telah diselewengkan oleh pendeta-pendeta dan rahib-rahib mereka (priests and monks) dengan memberikan penafsiran dan pengetian yang bodoh terhadap ramalan-ramalan yang termuat di dalamnya.
Kini aku datang kepada ramalan Daud; -
YahwaH berkata kepada ADON-ku,
Duduklah di sebelah kananku hingga aku menempatkan
Musuh-musuhmu di bawah kakimu"
Ayat Daud ini ditulis dalam Psalm cxi, dan dikutip oleh Matius (xxii. 44), Markus (xii. 36) dan Lukas (xx. 42). Kedua nama yang terdapat dalam baris kedua itu diterjemahkan dalam semua bahasa sebagai: "The Lord said unto my Lord" atau "Tuhan berfirman kepada Tuhanku". Tentu saja jika Lord yang pertama itu Tuhan, maka Lord yang kedua juga Tuhan; bagi para pendeta atau pastor agama Kristen tidak ada hal lain yang lebih menyenangkan dan sesuai sebagai argumen daripada hal berikut, yaitu pembicara itu Tuhan, dan orang kedua lawan bicara juga Tuhan; karenanya Daud mengenal dua Tuhan! Tidak ada hal yang lebih logis daripada alasan ini. Yang mana dari dua Domini itu yang Tuhannya Daud? Seandainya Daud telah menulis; "Dominus meus dixit Domino meo," maka Daud telah menjadikan dirinya tidak masuk akal dengan tulisannya itu, karena beliau akan telah mengakui dirinya sebagai seorang budak atau pemuja dua Tuhan, bahkan tanpa menyebut nama sebutan mereka. Pengakuan itu akan berlanjut lebih jauh daripada eksistensi dua Tuhan itu; hal itu akan berarti bahwaTuhan kedua Daud itu telah melindungkan diri di bawah Tuhan yang pertama, yang memerintahkannya untuk duduk di sebelah kanannya hingga Tuhan yang pertama menempatkan musuhnya di bawah kakinya. Pertimbangan itu telah menyebabkan kita mengakui bahwa, agar dapat mengerti dengan baik agama anda, maka anda wajib mengetahui Injil atau Al Qur’an dalam bahasa aslinya dengan mana kitab itu ditulis, dan tidak tergantung dan menyandarkan diri pada terjemahan.
Dengan sengaja saya telah menuliskan kata-kata dalam bahasa Ibrani "YaHWaH dan Adon" untuk menghindarkan kegandaan arti (ambiguity) dan salah faham dalam logika yang disampaikan dalam kata-kata itu. Nama yang Suci semacam itu yang ditulis dalam Kitab Suci agama harus dibiarkan sebagaimana adanya, kecuali jika anda dapat menemukan kata padanan yang tepat untuk dua kata itu dalam bahasa ke dalam mana anda ingin menterjemahkannya. Tetagram Yhwh biasanya diucapkan Yehovah (Jehovah), namun kini pada umumnya diucapkan Yahwah. Itu adalah nama sebutan Tuhan Yang Maha Kuasa, dan nama itu dianggap begitu suci oleh orang Yahudi bahwa ketika membaca Kitab Suci mereka, mereka tidak pernah mengucapkannya, dan sebagai gantinya mereka baca "Adon". Nama lain, ‘Elohim" selalu diucapkan, tetapi Yahwah tidak pernah. Mengapa orang Yahudi membedakan dua nama dari Tuhan yang sama adalah suatu persoalan tersendiri, sekaligus di luar ruang lingkup subyek kita ini. Namun mungkin, sambil lewat, disebut bahwa Yahwah tidak seperti Elohim, tidak pernah dipergunakan dengan akhiran pronominal, dan tampaknya menjadi sebuah nama istimewa dalam bahasa Ibrani untuk Ketuhanan sebagai Tuhan nasional untuk orang Israel.
Sebenarnya "Elohim" ialah nama yang tertua yang dikenal oleh semua orang Semit; dan agar memberikan sebuah karakter khusus dalam konsep tentang Tuhan yang sejati, tetagram ini seringkali bersama dengan Elohim dipakai terhadap Tuhan. Bahasa Arab "Rabb Allah" artinya sama dengan Yahwah Elohim.
Kata yang lain itu , yaitu "Adon" berarti "Commander, Lord, Master" atau sama dalam bahasa Arab dan Turki "Amir, Sayyid dan Agha. Adon adalah lawan kata dari "prajurit, budak, dan hak milik". Dengan demikian maka bagian pertama atau baris kedua itu harus diterjemahkan sebagai: "God said to my Lord" atau "Tuhan berfirman kepada Tuanku". Dalam kapasitasnya sebagai raja, Daud adalah Sayyid dan Amir bagi setiap orang Israel dan Tuan dan Kerajaan itu. Kalau begitu Daud itu "pelayan" siapa? Sebagai orang yang berdaulat penuh, Daud tidak mungkin dalam kenyataannya sebagai seorang budak atau pemuja manusia lainnya siapapun. Begitupun tidak terbayangkan bahwa Daud akan menyebutkan "Tuanku" terhadap Nabi atau orang suci yang sudah meninggal yang manapun, seperti Ibrahim dan Yakub, yang kata panggilan yang biasa bagi mereka ialah "Bapak". Hal sama dapat dipikirkan bahwa Daud tidak akan mempergunakan sebutan "Tuanku" terhadap siapapun anak keturunannya, yang biasan disebut "anak". Maka di samping Tuhan, tiada lagi manusia lain yang tersisa yang mungkin jadi Tuan dari Daud kecuali manusia yang paling mulia dan paling tinggi di antara seluruh manusia. Sangat cerdas untuk berpikir bahwa dalam pandangan dan pilihan Tuhan pasti ada orang yang paling mulia, paling terpuji, dan paling disenangi oleh seluruh manusia. Pastilah para mereka yang bisa melihat ke depan (clair voyant) dan para Nabi mengetahui pribadi yang suci ini, dan seperti Daud memanggilnya "Tuanku".
Tentu saja para Rabbi Yahudi dan komentator Perjanjian Lama mengerti akan ungkapan Al Masih yang akan turun dari Daud sendiri, dan dengan begitu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh Jesus Kristus kepada mereka seperti dikutip dari Matius (xxii.) dan Sinoptik lainnya. Jesus dengan datar membantah orang-orang Yahudi ketika beliau menanyakan pertanyaan kedua: "Bagaimana mungkin Daud memanggilnya "Tuanku" kalau dia itu anaknya?" Persoalan tentang Master atau Agha ini menyebabkan para pendengarnya terdiam, karena mereka tidak dapat menemukan jawaban pertanyaan itu. Para penginjil (evangelist) dengan cepat memotong subyek pembicaraan yang penting ini. Berhenti di situ tanpa penjelasan lebih lanjut tidaklah berguna baik bagi Agha atau para reporternya. Karena, dengan mengesampingkan masalah god-head-nya Jesus, dan karakter kenabiannya, Jesus sebagai guru harus memecahkan masalah yang diajukan olehnya sendiri ketika beliau melihat bahwa para pengikutnya dan para pendengarnya tidak dapat mengetahui siapa gerangan "Tuan" itu.
Dengan ungkapan beliau bahwa "Tuan" atau "Adon" tidak mungkin anak Daud, Jesus dengan demikian menyatakan dirinya tidak berhak atas gelar itu. Pengakuan ini adalah menentukan dan seharusnya membangunkan para guru agama Kristen untuk membawa Kristus pada kedudukan yang selayaknya seorang pemuja tinggi dan suci Tuhan, dan menyanggah karakter suci yang berlebihan yang dilekatkan pada beliau yang sesungguhnya sangat memuakkan dan tidak menyenangkan bagi beliau.
Saya tidak bisa membayangkan seorang guru yang melihat anak didiknya tidak bisa menjawab pertanyaannya, lalu harus diam saja, kecuali dia sendiri juga bodoh seperti muridnya dan tidak dapat memberikan jawaban atas masalah itu. Namun Jesus bukan seorang guru yang bodoh atau berhati dengki. Beliau adalah seorang Nabi dengan cinta yang membara terhadap Tuhan dan umat manusia. Beliau tidak meninggalkan masalah itu tidak terpecahkan atau pertanyaan itu tanpa jawaban. Injil dari gereja-gereja tidak menyebutkan jawaban Jesus atas pertanyaan: "Siapa Tuhan Daud itu? Namun Injil Barnabas menjawabnya. Injil ini telah ditolak oleh gereja-gereja karena bahasanya lebih banyak bersesuaian dengan Kitab Suci yang diwahyukan dan karena Injil Barnaba sangat ekspresif dan eksplisit tentang sifat dari misi Nabi Jesus Kristus, dan di atas segalanya karena Injil Barnabas menuliskan kalimat yang tepat diucapkan oleh Nabi Jesus mengenai Nabi Muhammad SAW. Copy dari Injil ini dapat dengan mudah dibeli. Di situ anda akan menjumpai jawaban Jesus sendiri, yang mengatakan bahwa Perjanjian (Covenant) antara Tuhan dan Nabi Ibrahim telah dibuat untuk Ismail, dan bahwa orang "yang paling mulia atau terpuji" adalah keturunan Nabi Ismail dan bukan Nabi Ishaq melalui Nabi Daud. Nabi Jesus berulang kali dilaporkan telah bersabda mengenai Nabi Muhammad SAW yang ruhnya atau jiwanya telah beliau lihat di sorga.
Insya Allah saya akan mempunyai kesempatan untuk menulis tentang Injil Barnabas ini kemudian.
Tidak diragukan bahwa mata kenabian Daniel yang melihat melalui visi yang indah berupa Barnasha yang agung, yang adalah Nabi Muhammad SAW, juga merupakan mata kenabian Daud. Manusia yang paling mulia dan terpuji itu pula yang telah dilihat oleh Nabi Ayub (xix. 25) sebagai seorang Penyelamat dari kekuatan Iblis.
Lalu apakah Nabi Muhammad SAW itu yang dipanggil Nabi Daud dengan sebutan "Tuanku’ or "Adonku"? Marilah kita lihat.
Argumentasi yang menguntungkan Nabi Muhammad SAW, yang disebut "Sayyidu ‘l-Mursalin" sama dengan "Adon of the Prophets" adalah menentukan; begitu nyata dan jelas dalam kalimat Perjanjian Lama sehingga orang menjadi heran atas kebodohan dan kekerasan kepala mereka yang menolak untuk mengerti dan mematuhinya.
1. Nabi terbesar dan Adon di Mata Tuhan dan mata manusia, bukanlah seorang penakluk dan pemusnah kemanusiaan, juga bukan seorang pertapa yang suci yang menghabiskan waktunya di dalam gua atau sel untuk bersemedi mengenai Tuhan guna mencari keselamatan dirinya sendiri, tetapi seseorang yang memberikan lebih banyak kebaikan dan jasa terhadap kemanusiaan dengan membawa mereka kepada cahaya pengetahuan tentang Satu Tuhan Sejati, dan dengan memusnahkan sama sekali kekuatan setan dan patung-patung mereka yang buruk sekali dan tradisi-tradisi yang merusak moral. Nabi Muhammad SAW itulah yang "melukai kepala ular" dan karena itulah Al Qur’an menyebut setan, iblis dengan sebutan "yang dilukai"!! Beliau membersihkan Ka’aba dan seluruh Arabia dari berhala-berhala, dan memberikan cahaya, agama, kebahagiaan, dan kekuatan pada orang-orang Arab bodoh penyembah berhala, yang dalam waktu singkat menyebar luaskan cahaya itu ke seluruh empat arah di bumi ini. Dalam pengabdian kepada Tuhan, karya dan keberjayaan Nabi Muhammad SAW adalah tidak tertandingi dan tidak tersaingi.
Para Nabi, Orang-Orang Suci dan Martir dari tentara Tuhan terhadap kekuatan setan; Nabi Muhammad SAW sendiri tidak dapat dipungkiri adalah seorang Komandan Utama dari mereka semua itu. Jelas, bahwa beliau sendiri itulah Adon dan Lord bukan saja bagi Daud tetapi untuk semua Nabi, karena beliau telah mensucikan Palestina dan negeri-negeri yang telah dibersihkan oleh Nabi Ibrahim dari penyembahan berhala.
2. Karena Jesus Kristus sendiri mengakui bahwa beliau bukanlah "the Lord" dari Daud atau Al Masih yang datang dari keturunan Daud, maka tidak lagi ada siapapun kecuali Nabi Muhammad SAW di antara para Nabi yang dapat menjadi Adon atau Lord dari Daud. Dan bila kita bandingkan revolusi keagamaan yang pantas mendapat pujian yang dibawa oleh Anak Laki-Laki Mulia dari Keluarga Ismail ke dunia ini dengan apa yang sudah dicapai oleh seluruh Nabi bersama-sama, kita bisa menyimpulkan bahwa hanya Nabi Muhammad SAW sendirilah yang berhak menyandang gelar Adon.
3. Bagaimana Daud bisa mengetahui bahwa "Yahwah berfirman kepada Adon, ‘Duduklah kamu di sebelah kanan-Ku sehingga Aku menempatkan musuhmu di bawah kakimu’?" dan bagaimana Daud bisa mendengar firman Tuhan ini? Kristus sendiri yang menjawab, yaitu: "Ruh Daud menuliskan ini: "Dia melihat Adon Muhammad seperti Daniel telah melihatnya (Daniel vii), dan (seperti) Paul telah melihatnya (2 Corinthian xii) dan banyak yang lainnya lagi yang telah melihatnya. Tentu saja misteri: "Duduklah kamu di sebelah kanan-Ku" tersembunyi dari kita. Namun dengan pasti kita bisa menerka bahwa itulah penobatan resmi dengan kehormatan mendudukkan dirinya sendiri di sisi kanan Tahta Tuhan, dan karenanya dinobatkan menjadi "Adon", bukan saja dari para Nabi tetapi untuk semua mahluk yang telah berlangsung di malam yang terkenal mi’raj Nabi Muhammad SAW ke Sorga.
Satu-satunya keberatan prinsip atas misi suci dan superioritas Nabi Muhammad SAW ialah cercaannya terhadap trinitas. Namun Perjanjian Lama tidak mengenal Tuhan lain di samping Allah, dan Tuannya Daud tidak duduk di sisi kanan tuhan yang tiga, tetapi di sisi kanan Tuhan Yang Satu. Karenanya di antara Nabi-Nabi yang percaya dan memuja Allah, tiada apapun yang lain yang begitu agung, dan telah mewujudkan pengabdian yang begitu luar biasa bagi Allah dan kemanusiaan kecuali Nabi Muhammad SAW.
BAB 8
TUAN DAN NABI YANG DIJANJIKAN
Kitab terakhir dari Kitab Hukum Yahudi yang resmi dalam Injil memakai nama "Malachai," yang tampaknya lebih mengarah ke nama panggilan daripada nama yang sebenarnya. Pengucapan yang benar dari nama itu ialah Malakh, yang berarti "Malaikatku" atau "Utusanku". Kata Ibrani untuk "mal’akh," seperti bahasa Arab "malak", seperti istilah dalam bahasa Yunani "anghelos" dari mana bahasa Inggris menuliskan "angel", menunjuk pada pengertian "utusan", seseorang yang disuruh dengan perintah atau berita untuk disampaikan kepada seseorang lain.
Siapakah Malakhi itu, dalam kurun waktu sejarah Yahudi yang mana dia hidup dan meramal, tidaklah diketahui baik dari buku itu sendiri ataupun dari bagian lain dari Perjanjian Lama. Ramalan itu dimulai dengan kalimat: "The ‘missa’ of the Word of Yahweh the El of Israel by the hand of Malakhi," yang bisa diterjemahkan dengan: "The discourse of the Word of Yahweh God of Israel, by the hand of Malakhi," atau: "Tulisan tentang Firman Tuhan Allah orang Israel, oleh tangan Malakhi." Kitab itu berisi empat bab pendek.
Wahyu itu tidak ditujukan kepada raja dan pengawalnya, tetapi kepada sekelompok orang yang sudah menetap di Jeruzalem dengan Kuil dan upacara-upacara keagamaannya. Persembahan dan korban terdiri dari jenis yang tak berharga dan terburuk; domba dan ternak yang dipersembahkan di altar bukan dari yang bermutu terbaik; mereka itu binatang-binatang yang buta, lumpuh dan kurus-kurus. Zakat tidak dibayarkan, dan kalau pun dibayarkan itu terdiri dari bahan yang bermutu rendah. Juga para pendeta dengan sendirinya tidak dapat sepenuhnya mengabdikan waktu dan enerji mereka untuk melaksanakan tugas suci mereka. Karena mereka tidak bisa mengunyah daging sapi panggang dan daging kambing rebus dari persembahan yang terdiri dari binatang-binatang yang kurus, tua dan cacad. Mereka tidak dapat hidup dari zakat yang buruk atau tunjangan yang tidak mencukupi. Yahweh, seperti biasanya dengan orang-orang yang susah untuk diperbaiki ini, kini mengancam, kini menahan janji-janjinya, dan sekali sekali mengeluh.
Ramalan ini tampaknya telah diberikan oleh Nabi Malakhi pada kira-kira permulaan abad keempat sebelum Masehi, ketika orang-orang Israel juga sudah lelah terhadap Yahweh; dan biasa berkata: "Yahweh adalah sesuatu yang dibenci, dan makanan-Nya adalah menjijikkan" (Malachi i. 12). "Dia yang melakukan kejahatan adalah baik dalam pandangan Yahweh, dan Dia merasa senang terhadapnya; atau, dimanakah Tuhan yang menghukum?" (Malachi ii. 17).
Kitab Malakhi meskipun berasal dari zaman sesudah masa yang menarik, tetapi telah ditulis dengan gaya Ibrani yang tampak baik. Untuk mengatakan misa ini, atau pidato itu, telah sampai pada kita tanpa perubahan dan masih asli, adalah (sama dengan) pengakuan atas ketidak tahuan akan bahasa. Ada beberapa kalimat yang telah dirusakkan, sehingga hampir tidak mungkin untuk mengerti arti sesungguhnya yang ingin mereka sampaikan.
Pokok pembicaraan kita dalam artikel ini ialah ramalan terkenal yang terkandung dalam Malachi iii. 1. Ramalan itu berbunyi sebagai berikut:
"Lihat, Aku menyuruh utusan-Ku supaya ia mempersiapkan jalan di hadapan-Ku! Adon yang kamu cari itu dengan mendadak akan datang ke bait-Nya, dan Utusan Yang Dijanjikan yang engkau rindukan. Lihatlah, dia datang, firman Tuhan tuan rumah itu" (Malachi iii.1).
Ini adalah ramalan yang terkenal tentang Al Masih. Semua orang suci Kristen, para Romo, para Paus, para Patriarch, para Pendeta, para rahib, biarawati dan bahkan murid-murid sekolah Minggu, akan menceriterakan kepada kita bahwa utusan pertama yang disebut dalam teks itu adalah Yahya Pembaptis, dan utusan kedua itu, yang versi dalam logat asli menyebutnya "Malaikat Yang Dijanjikan", adalah Jesus Kristus!
Menentukan secara definitif tentang pokok dari ramalan ini adalah sangat penting sekali, karena gereja-gereja Kristen telah sejak semula mempercayai bahwa di dalam ramalan itu terdapat dua pribadi yang berbeda; dan penyebab dari kepercayaan yang salah ini ialah kesalahan luar biasa yang telah dibuat oleh St Matius seorang diri. Salah satu dari sifat karakteristik dari Injil Pertama –Matius– ialah menunjukkan dan membuktikan pemenuhan beberapa ucapan tertentu atau ramalan dalam Perjanjian Lama mengenai hampir setiap peristiwa dalam kehidupan Jesus Kristus. Dia terlalu tidak berhati-hati untuk melindungi dirinya dari kontradiksi, dan kurang tepat dalam kutipan-kutipannya dari Kitab-Kitab Suci Ibrani. Pastilah dia tidak begitu faham dalam literatur dalam bahasanya sendiri. Dalam artikel sebelum ini saya telah memiliki kesempatan untuk menunjukkan salah satu dari blunder atau kebodohannya tentang keledai yang dinaiki Jesus. Ini adalah hal yang paling serius yang langsung mengenai masalah otentik tidaknya dan keabsahan dari Injil. Mungkinkah bahwa Matius sendiri begitu bodoh tentang karakter sebenarnya dari ramalan Malakh, dan dengan kebodohannya memberikan atribut yang salah kepada tuannya yang tentu saja mengundang orang mempersoalkan kualitas dirinya sebagai seorang Nabi yang terilhami secara suci? Lalu apa pula yang harus kita pikirkan tentang pengarang Injil Kedua –St Markus– yang menganggap ramalan dalam Malakh-1 sebagai berasal dari Yesaya? (Markus i. 2). Dilaporkan oleh Matius (xi. 1 - 15), dan hal ini diikuti dan disalin oleh Lukas (vii. 18 - 28), bahwa Jesus telah menyatakan kepada orang banyak bahwa Yahya Pembaptis adalah "lebih dari sekedar Nabi", bahwa dialah itu "mengenai siapa telah ditulis: Lihatlah, Aku mengutus Malaikat-Ku sebelum engkau, dan dia akan menyiapkan jalanmu di hadapanmu;" dan bahwa "tiada seorangpun yang dikandung seorang wanita yang lebih besar daripada Yahya, tetapi yang terkecil di dalam kerajaan sorga lebih besar daripada dia."Teks dalam Malakh ini telah dikorupsi dengan jelas dan sengaja. Teks aslinya menceriterakan kepada kita bahwa Yahweh Sabaoth (Tuhan tuan rumah = God of Hosts) adalah yang berfirman dan orang-orang yang beriman adalah orang-orang kepada siapa firman itu ditujukan seperti bisa terlihat dengan mudah dalam kalimat: "yang engkau cari …. yang engkau rindukan." Tuhan berfirman: "Lihatlah, Aku mengutus Utusan-Ku, dan dia akan menyiapkan jalan di hadapan-Ku." Namun Injil telah menginterpolasi teks itu dengan menghapuskan kata ganti orang pertama tunggal, dan menyisipkan "before thee" ("sebelum engkau") (atau "thy face" ("di hadapanmu") dalam bahasa Ibrani) sebanyak dua kali. Secara umum diyakini bahwa Matius telah menulis Injil ini dalam bahasa aslinya Ibrani atau Aramiah agar dapat membuktikan kepada orang Yahudi bahwa Tuhan berfirman kepada Jesus Kristus: "Lihatlah, Aku mengutus utusan-Ku (malaikat) (begitulah versi Matius xi. 10) sebelum engkau, dan dia akan menyiapkan jalanmu di hadapanmu;" dan hendak menunjukkan bahwa malaikat atau utusan ini ialah Yahya Pembaptis. Selanjutnya kontras yang ada antara Nabi Yahya dan Jesus dibiarkan ada pada Jesus yang menggambarkan Yahya sebagai di atas setiap nabi dan lebih besar daripada anak laki-laki semua ibu manusia, namun yang terkecil dalam Kerajaan Sorga –di mana Jesus adalah sang Raja– lebih besar daripada Yahya.
Saya tidak percaya sedetikpun bahwa Jesus atau siapapun dari pengikutnya telah dapat menggunakan bahasa seperti itu dengan maksud menyimpangkan Kalimat Tuhan, namun beberapa rabi yang fanatik atau seorang uskup yang bodoh telah melebur teks ini dan membuatnya sebagai ucapan Jesus yang tidak ada nabi lain akan mengucapkannya.
Gagasan tradisional bahwa Utusan yang diperintahkan untuk menyiapkan atau memperbaiki jalan sebelum "Adon" dan "Utusan Yang Dijanjikan" adalah seorang ahli ibadah yang tunduk pada yang tersebut kemudian (Adon), dan karena itu menyimpulkan bahwa ramalan itu mengenai dua pribadi yang berlainan adalah suatu karangan dari orang-orang yang bodoh tentang arti penting misi itu dan luas lingkup tugas yang dibebankan pada utusan itu. Dia tidaklah dipandang sebagai pionir atau bahkan seorang insinyur yang diangkat untuk membangun jalan dan jembatan untuk dilalui prosesi kerajaan. Karena itu marilah kita teliti subyek ini dengan lebih mendalam dan dengan cara yang berani, tidak memihak dan adil.
1. Pertama-tama kita harus mengerti dengan baik bahwa utusan itu adalah seorang manusia, seorang mahluk yang bertubuh dan berjiwa manusia, dan bahwa beliau bukan seorang malaikat atau manusia adi (superhuman). Kedua, kita harus membuka mata bijak dan penilaian kita untuk melihat bahwa beliau tidak dikirimkan untuk menyiapkan jalan sebelum Utusan lain yang disebut "Adon" dan "Utusan Yang Dijanjikan", tetapi beliau diperintahkan untuk membangun sebuah agama yang lurus, aman, dan baik. Beliau diperintahkan untuk menyingkirkan semua rintangan di jalan antara Tuhan dan mahluk-Nya; dan untuk mengisi semua celah dan jurang di jalan besar ini, sehingga jalan itu mulus, mudah dilalui, diterangi dengan baik, dan dilindungi dari semua bahaya. Bahasa Ibrani "u pinna derekh," berati mengatakan bahwa Utusan itu akan "meluruskan dan membersihkan penyembahan atau agama." Kata "darakh" berakar suku kata yang sama dalam bahasa Arab "daraka" berarti "berjalan, mencapai, dan memahami;" dan kata benda "derekh" berarti "jalan, jurusan, langkah" dan secara metaforikal "penyembahan/pemujaan dan agama." Kata ini dipakai dalam artian spiritual sepanjang dalam Kitab Mazmur dan Nabi-Nabi. Tentu saja utusan tinggi Tuhan ini tidak datang untuk memperbaiki atau merombak suatu cara, sebuah agama untuk kepentingan sekelompok orang Yahudi, tetapi untuk membangunkan sebuah agama yang universal dan tidak dapat berubah untuk seluruh manusia. Meskipun agama Yahudi menanamkan keyakinan tentang adanya Satu Tuhan Sejati, namun masih saja konsepsi mereka mengenai Tuhan sebagai Ketuhanan nasional bagi Israel, kerabbian mereka, upacara dan ritual korban mereka,dan kemudian ketiadaan suatu artikel keyakinan yang positif mengenai keabadian jiwa, kebangkitan orang yang telah mati, pengadilan akhir, kehidupan abadi di sorga atau neraka, dan banyak hal-hal kekurangan yang lainnya, menjadikan agama Yahudi mutlak tidak cocok dan tidak mencukupi untuk orang-orang dari berbagai bahasa, suku bangsa, pasangan, temperamen dan kebiasaan yang berbeda-beda. Sedang agama Kristen, dengan tujuh sakramennya yang tidak berarti apapun, keyakinan pada dosa asal, keyakinan pada inkarnasi suatu tuhan –yang tidak dikenal oleh semua literatur keagamaan dan mitologi sebelumnya– dan keyakinan dalam ketritunggalan dari tiga pribadi tuhan, dan akhirnya karena agama Kristen tidak memiliki sebaris pun tulisan (in scripto) dari yang dianggap sebagai pendirinya, Jesus Kristus, tidaklah memberikan kebaikan apapun kepada umat manusia. Sebaliknya, agama Kristen telah menyebabkan perpecahan dan sekte-sekte, yang semuanya diwarnai dengan rasa benci yang pahit dan dengki satu terhadap lainnya.
Maka Utusan itu telah diperintahkan untuk menyatakan kedua agama terdahulu itu (Yahudi dan Kristen) sebagai tidak lagi berlaku dan membangunkan (kembali) agama kuno dari Nabi Ibrahim dan Ismail dan Nabi-Nabi lainnya, dengan prinsip-prinsip baru untuk semua manusia. Agama ini menjadi jalan terpendek untuk "mencapai" Tuhan; agama yang tersederhana untuk menyembah-Nya, dan Keyakinan yang paling aman untuk tetap murni dan tidak tercemari dengan takhayul dan dogma-dogma bodoh. Utusan itu diperintahkan untuk menyiapkan sebuah jalan, sebuah agama yang akan memimpin barang siapa yang ingin mempercayai dan mencintai Tuhan Yang Satu tanpa memerlukan bantuan pimpinan dari ratusan penunjuk jalan dan mereka yang berpura-pura sebagai penunjuk jalan yang telah mengangkat dirinya sendiri. Dan di atas segalanya, Utusan itu tiba-tiba datang ke Rumah Allah, apakah itu yang ada di Jeruzalem atau yang ada di Mekkah; beliau harus mencabut akar semua penyembahan berhala di negeri-negeri itu, tetapi juga menanamkan pada penyembah-penyembah berhala itu keyakinan pada Satu Tuhan Sejati. Dan hasil gemilang dari tugas yang mengagumkan ini, yaitu membangun sebuah Jalan baru, sebuah agama yang universal, yang mengajarkan bahwa antara Tuhan dan manusia tidak ada perantara mutlak, tidak ada pendeta, orang suci atau sakramen, adalah sama sekali diperbolehkan (berhubungan langsung dengan Tuhan -pent.), hanya telah dilaksanakan oleh seorang Nabi yang namanya Muhammad al-Mustapha!
2. Yahya Pembaptis bukanlah Utusan yang diramalkan oleh Malakhi. Ceritera tentang beliau yang diberitakan oleh empat orang penginjil sangatlah bertentangan, namun ada satu hal yang mereka semua menyepakatinya, ialah bahwa beliau tidak menyiapkan jalan sama sekali; karena beliau tidak diberi suatu Kitab Suci; beliau juga tidak membangkitkan suatu agama atau mereformasi agama lama. Dilaporkan bahwa beliau telah meninggalkan kedua orang tua dan rumahnya ketika masih muda; beliau hidup di padang pasir dengan madu dan belalang; dan menghabiskan hidupnya di sana hingga kira-kira beliau berumur tiga puluh tahun, ketika beliau menampakkan dirinya kepada khalayak ramai di tepi sungai Jordan, di mana beliau biasa membaptis pendosa-pendosa yang menyesali diri yang mengaku dosa kepadanya. Sementara Matius tidak mengetahui apapun tentang hubungannya dengan Jesus, atau tidak peduli untuk memberitakan hal itu, Lukas yang menulis Injil ini, bukan dari wahyu tetapi dari karya para murid Sang Guru, mencatat penghormatan yang diberikan oleh Yahya kepada Jesus ketika keduanya ada dalam kandungan ibunya masing-masing (Lukas i. 39 – 46). Beliau (Yahya) membaptis Jesus di perairan sungai Jordan sebagaimana dilakukannya terhadap orang-orang lainnya, dan diceriterakan sebagai mengatakan bahwa beliau (Yahya) "tidak berharga untuk membungkuk melepaskan tali kasut" (Markus i. 7) Jesus, dan menurut Injil keempat beliau (Yahya) berseru bahwa Jesus adalah "domba Tuhan yang menghapuskan dosa-dosa dunia: (Yahya i. 29). Bahwa beliau mengenal Jesus dan mengakuinya sebagai Kristus adalah sangat jelas. Namun ketika beliau dipenjarakan, beliau mengirimkan muridnya kepada Jesus, dan bertanya kepadanya: "Apakah anda adalah beliau yang akan datang itu, atau apakah kita masih harus menunggu yang lain?" (Matius xi. 3, dst.). Pembaptis itu meninggal sebagai martir di penjara karena beliau telah mencela seorang Edomit yang kafir, Raja Herod dari Tetrarch yang telah menikahi isteri saudara laki-lakinya sendiri. Dengan demikian berakhirlah hidup seorang nabi yang sangat murni dan suci, begitulah menurut narasi para penginjil.
Aneh bahwa orang-orang Yahudi tidak menerima Yahya sebagai seorang Nabi. Masih lebih aneh lagi bahwa Injil Barnabas tidak menyebutkan Pembaptis; dan tambahan lagi, Injil Barnabas meletakkan kalimat yang dikatakan sebagai telah diucapkan oleh Yahya tentang Jesus, justru pada mulut Jesus sendiri mengenai Nabi Muhammad, Nabi Allah. Al Qur’an menyebutkan kelahiran "John Pembaptis" yang ajaib dengan nama Yahya, tetapi tidak merujuk kepada misi pembaptisannya.
Deskripsi tentang khotbahnya diberikan dalam pasal tiga kitab Matius. Tampaknya beliau telah menyatakan bahwa Kerajaan Sorga sudah mendekat dan bahwa akan dibangkitkan seorang Utusan Agung dan Nabi Tuhan yang akan membaptis semua orang beriman, tidak dengan air, "tetapi dengan api dan ruh suci".
Nah, bila John (Yahya) Pembaptis adalah Utusan itu yang diangkat oleh Tuhan untuk menyiapkan jalan sebelum (kedatangan) Jesus Kristus, dan bila beliau itu adalah pendahulu dan lebih rendah kedudukannya daripada Jesus, maka tidak logis dan bijak sama sekali bahwa Yahya berkeliling membaptis khalayak ramai di perariran sebuah sungai atau sebuah kolam dan menyibukkan dirinya sendiri dengan setengah lusin murid-muridnya. Seharusnya beliau dengan segera telah mengikuti dan mematuhi Jesus ketika beliau melihat dan mengenalnya! Beliau tidaklah melakukan hal semacam itu. Tentu saja seorang Muslim selalu berbicara tentang seorang Nabi dengan rasa hormat dan takzim yang paling tinggi, dan orang tidak mengharapkan saya untuk berkomentar lebih lanjut seperti seorang Ernest Renan atau seorang pengritik yang apatis akan melakukannya! Namun untuk mengatakan bahwa seorang Nabi yang mereka gambarkan sebagai seorang darwis (Sufi) di padang belantara dengan berpakaian kulit binatang, dan seorang darwis yang bangkit dan menemui "Adon"-nya dan "Malaikat Yang Dijanjikan" dan kemudian tidak mengikutinya dan memisahkan dirinya daripadanya, adalah aneh dan tidak masuk akal. Berpikir dan mempercayai bahwa seorang Nabi telah diutus oleh Tuhan untuk menyiapkan jalan , untuk memurnikan dan membersihkan agama untuk menyambut kedatangan orang yang lebih tinggi kedudukannya daripada dirinya, dan kemudian menggambarkannya sebagai menjalani seluruh hidupnya di padang pasir di antara binatang-binatang, adalah menceriterakan kepada kita bahwa dia sedang membangun chaussees (chauvinisme), causeway (hal-hal yang menyebabkan tidak menyenangkan) atau jalan kereta api, bukan untuk umat manusia, tetapi untuk binatang dan jin.
3. John (Yahya) Pembaptis juga bukan Nabi Eliyah atau Nabi Ilyas seperti dikatakan bahwa Jesus Kristus telah mengatakannya. Nabi Malakhi dalam pasal empat (ayat 5 dan 6) berbicara tentang akan datangnya Eliyah, hal mana diramalkan akan terjadi beberapa saat sebelum hari Kebangkitan dan bukan sebelum kedatangan Utusan yang kita persoalkan ini. Bahkan meskipun Jesus Kristus telah mengatakan bahwa Yahya adalah Eliyah, namun orang-orang tidak mengenal dia. Apa yang dimaksud oleh Jesus dengan mengatakan itu ialah bahwa keduanya adalah serupa dalam kehidupan asetiknya (sebagai pertapa atau zuhud-pent.), cinta mereka kepada Tuhan, keberanian mereka untuk mencerca dan memperingatkan raja-raja dan pemimpin-pemimpin agama yang munafik.
Saya tidak dapat melanjutkan pembicaraan mengenai klaim yang tidak logis dari gereja mengenai Yahya sebagai Utusan "untuk menyiapkan jalan". Namun harus saya tambahkan bahwa Pembaptis ini tidaklah menghapuskan satu iota pun dari Hukum Musa, tidak pula menambah sedikitpun padanya. Dan tentang pembaptisan, itu hanyalah ma’muditha dalam tradisi Yahudi kuno atau pencucian atau pembersihan. Pencucian atau pembersihan tidak dapat dianggap sebagai suatu "agama" atau "jalan" yang tempatnya telah diambil oleh lembaga gereja untuk sakramen pembaptisan yang terkenal dan misterius itu!
4. Bila saya katakan bahwa Jesus Kristus bukanlah yang dimaksudkan dalam ramalan Malakhi, sepertinya saya sedang melancarkan suatu "argumentum in absurdum" atau argumen yang tidak masuk akal, karena tiada seorangpun akan menentang atau menyatakan keberatan atas pernyataan saya. Gereja telah selalu percaya bahwa "Utusan untuk jalan itu" adalah John atau Yahya Pembaptis, dan bukan Jesus. Tetapi orang Yahudi tidak mau mengakui kedua-duanya. Tetapi karena pribadi yang diramalkan dalam ramalan itu adalah satu dan orang yang sama, dan bukan dua orang, saya dengan sadar sekali menyatakan bahwa Nabi Jesus bukan, dan tidak mungkin, orang yang diramalkan itu. Bila Jesus adalah tuhan, seperti kini orang-orang Kristen telah mempercayainya, maka beliau tidak mungkin dipekerjakan untuk menyiapkan jalan di hadapan Yahweh Sabaoth! Kalau Jesus itu Yahweh Sabaoth yang membuat ramalan itu, lalu siapa dia Yahweh Sabaoth yang lain itu yang di hadapannya disiapkan jalan? Jika beliau adalah manusia yang sederhana, terbuat dari daging dan darah, dan pengabdi pada Tuhan Tuan Rumah Tuhan, maka klaim itu jatuh terserak di tanah. Karena Jesus sebagai manusia yang sederhana dan nabi tidak mungkin menjadi pendiri dari gereja trinitas. Bentuk yang manapun dari agama Kristen yang kita anut, apakah itu Ortodoks, Katholik, Protestan, Salvasionis, Quaker, atau dari sekte atau komunitas yang begitu banyak macamnya, tidak satupun daripadanya dapat menjadi "jalan" atau "agama" yang diindikasikan oleh Malakhi; dan Nabi Jesus bukanlah pendiri atau penyiapnya. Selama kita masih mengingkari Keesaan Tuhan yang mutlak, kita tetap dalam kesalahan, dan Jesus tidak bisa menjadi teman kita, tidak pula beliau bisa menolong kita.
5. Orang yang diindikasikan dalam ramalan itu memiliki tiga kualifikasi, yaitu Utusan Agama, Tuan Komandan, dan Utusan Yang Dijanjikan. Beliau juga digambarkan dan dibedakan oleh tiga kondisi, yaitu "beliau tiba-tiba datang ke Mesjid atau Kuilnya, beliau diharapkan dan dicari orang, dan sangat dirindukan dan didambakan".
Siapa lalu yang dapat bertindak sebagai orang mulia ini, Penolong dan Pelindung Agung atas umat manusia, dan Komandan yang gagah berani ini yang menyerahkan jasa-jasa mulianya untuk mengabdi pada Allah dan agama-Nya, kalau bukan Nabi Muhammad SAW?
Beliau memberikan kepada dunia ini sebuah Kitab Suci Al Qur’an, sebuah agama Islam yang paling rasional, sederhana, dan paling banyak memberikan faedah, dan telah menjadi petunjuk dan konversi agama dari jutaan dan jutaan bangsa-bangsa penyembah berhala di seluruh bagian bumi ini, dan telah merubah mereka semua ke dalam suatu persaudaraan universal dan bersatu yang membentuk "Kerajaan Allah" yang sejati dan formal di atas bumi ini yang telah diumumkan oleh Nabi Jesus dan Yahya Pembaptis. Adalah sia-sia dan kekanak-kanakan untuk memperbandingkan baik Jesus maupun Yahya dengan Utusan Agung Allah itu, bila kita tahu dengan pasti bahwa tidak satupun di antara keduanya pernah mencoba untuk mengkonversi seorang penyembah berhala sekalipun, atau berhasil dalam usahanya membujuk orang Yahudi untuk mengakui misi mereka.
BAB 9
NABI-NABI SEJATI HANYA MENGAJARKAN ISLAM
Tidak ada bangsa yang dikenal dalam sejarah seperti bangsa Israel, yang dalam kurun waktu kurang dari empat ratus tahun telah ditundukkan oleh banyak sekali nabi-nabi palsu, tak terhitung lagi (banyaknya) tukang-tukang tenung, peramal-peramal dan segala macam persihiran dan tukang-tukang sulap. Nabi-nabi palsu itu ada dua macam: mereka yang mengakui agama dan Kitab Taurat dari Yahweh dan berpura-pura meramal atas Nama-Nya, dan mereka yang dengan di bawah lindungan raja Israel penyembah berhala meramal atas nama Baal atau dewa-dewa lainnya dari bangsa-bangsa tetangga yang juga kafir musyrik. Dalam golongan pertama terdapat beberapa peniru (nabi) yang sezaman dengan nabi-nabi sejati seperti Mikha (Micah) dan Jeremiah, dan dalam golongan kedua terdapat mereka yang menimbulkan banyak kesulitan bagi Eliyah, dan menyebabkan pembantaian nabi-nabi sejati dan orang-orang beriman dalam masa pemerintahan Ahab dan isterinya Jezebel. Yang paling berbahaya dari semua itu terhadap jalan keyakinan dan agama yang sesungguhnya adalah nabi-nabi palsu yang melaksanakan upacara-upacara suci di kuil maupun Mispha dan berpura-pura memberikan firman Tuhan kepada manusia. Barangkali tidak ada nabi yang menerima lebih banyak penindasan dan kesukaran di tangan para peniru ini selain daripada Nabi Jeremiah.
Semasa masih muda, Jeremiah memulai tugas-tugas kenabiannya kira-kira pada kwartal akhir dari abad ke tujuh sebelum Masehi, ketika Kerajaan Judah dalam bahaya besar penyerbuan oleh tentara dari Kaldea. Orang-orang Yahudi telah bersekutu dengan Fir’aun dari Mesir, tetapi karena Fir’aun ini telah mengalami kekalahan buruk dari tentara Nebukadnezar, maka nasib buruk Jeruzalem adalah hanya soal waktu saja. Dalam hari-hari yang kritis ini, selama masa mana nasib dari sisa-sisa hamba-hamba Allah akan ditentukan, Nabi Jeremiah dengan tegar memberi nasehat kepada raja dan para pemimpin orang-orang Yahudi untuk menyerah dan mengabdi pada Raja Babilon, supaya Jeruzalem bisa diselamatkan dari dibakar habis jadi abu serta orang-orang Yahudi diselamatkan dari deportasi sebagai orang tawanan. Beliau mencurahkan semua ceramahnya yang vokal dan berapi-api ke telinga raja-raja, pendeta-pendeta, dan tetua-tetua masyarakat, tetapi semua sia-sia. Beliau menyampaikan firman demi firman Tuhan, dengan mengatakan bahwa satu-satunya jalan menyelamatkan negeri dan penduduknya dari pemusnahan yang mengancam ialah menyerah kepada orang-orang Kaldea; namun tiada seorang pun sudi mendengar peringatan itu.
Nebukadnezar datang dan mengambil alih kota, membawa pergi rajanya, pangeran-pangeran, serta banyak tawanan, demikian pula seluruh kekayaan dari kuil termasuk bejana-bejana emas dan perak. Seorang pangeran lain, pangeran yang ketiga, diangkat oleh Kaisar Babilon untuk memerintah sebagai budaknya di Jeruzalem. Raja ini, bukannya menjadi bijak dan setia kepada penguasa Babilon tetapi bahkan memberontak terhadapnya. Tanpa henti Jeremiah menasehati raja untuk tetap setia dan meninggalkan kebijakan (persekutuan dengan) Mesir. Namun nabi-nabi palsu terus saja berceramah dengan bombastis di kuil dengan berkata: "Demikianlah Tuhan Rumah Allah itu berfirman, Lihatlah, Aku telah mematahkan simpul Raja Babilon, dan dalam waktu dua tahun semua tawanan orang Yahudi dan bejana-bejana Rumah Tuhan akan dikembalikan ke Jeruzalem." Jeremiah membuat simpul dari kayu dan dikalungkan di lehernya dan pergi ke kuil serta memberi tahu orang-orang bahwa Tuhan telah merasa senang meletakkan simpul raja Babilon seperti ini pada leher semua orang Yahudi. Beliau dipukul mukanya oleh salah satu nabi lawannya yang mematahkan simpul kayu itu dari leher Jeremiah serta mengulangi lagi khotbah bombastis dari nabi-nabi palsu. Jeremiah dimasukkan ke dalam sel yang penuh dengan lumpur, dan hanya diberi makan dengan sebuah roti kering yang terbuat dari barley setiap hari hingga terjadi kelaparan di kota itu, yang diserang oleh orang-orang Kaldea. Nabi palsu Hananiah meninggal seperti diramalkan oleh Jeremiah. Dinding kota itu diruntuhkan di suatu tempat, dan tentara yang menang itu menyerbu masuk kota, Raja Zedekiah yang melarikan diri dan orang-orang yang besertanya ditangkap dan dibawa ke raja Babilon. Kota dan kuil itu sesudah dijarah lalu dibakar dan semua penduduk Jeruzalem dibawa pergi ke Babilon; hanya orang dari kelas miskin yang ditinggalkan untuk mengusahakan tanah. Atas perintah Nebukadnezar, Jeremiah diizinkan tinggal di Jeruzalem dan gubernur yang baru diangkat Gedalliah diberi tugas untuk menjaga dan mengurusi nabi itu. Tetapi Gedalliah telah dibunuh oleh orang Yahudi yang berontak, dan mereka kemudian lari ke Mesir dengan membawa Jeremiah beserta mereka. Bahkan di Mesir pun beliau meramal hal-hal yang bertentangan dengan kepentingan para pelarian dan orang-orang Mesir. Beliau pastilah sudah mengakhiri hidupnya di Mesir.
Kitabnya, seperti adanya sekarang, sangat berbeda dengan teks Septuagint (Bible versi Latin): terbukti bahwa copy dari mana Septuagint itu ditulis oleh para penterjemah dari Aleksandria mempunyai urutan pasal yang berbeda.
Para pengritik Injil menganggap bahwa Jeremiah adalah penulisnya, atau, bagaimanapun juga, seorang penyusun (compiler) dari Kitab ke lima dari Pentateuch yang disebut Deuteronomy (Ulangan). Saya sendiri beranggapan sama bahwa Jeremiah adalah seorang Levi dan seorang pendeta juga seorang nabi. Banyak sekali ajaran dari Jeremiah dalam Deuteronomy yang tidak dikenal dalam bagian lainnya dari tulisan-tulisan Perjanjian Lama. Dan saya mengambil satu ajaran dari ajaran-ajaran itu untuk pokok pembicaraan sekarang ini, yang saya anggap sebagai satu dari permata atau teks emas dari Perjanjian Lama dan harus dihormati sebagai sangat berharga dan suci.
Sesudah pembicaraan yang rinci ini saya segera kembali pada pokok masalah yang telah saya pilih sebagai judul dari artikel ini: Bagaimana membedakan seorang nabi asli dari seorang nabi palsu, Jeremiah telah memberikan kepada kita jawaban yang secara wajar memuaskan, yaitu:
"NABI YANG HANYA MENGAJARKAN ISLAM"
Dalam Kitab Deuteronomy (xiii. 1 – 5, xviii. 20 – 22) Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan beberapa perintah tentang nabi-nabi palsu yang mungkin meramal dengan atas nama Tuhan dan dengan cara yang demikian tersembunyi dan membahayakan sehingga bisa menyesatkan umat-Nya. Selanjutnya, beliau menceriterakan kepada kita cara terbaik untuk mengetahui kecurangan si peniru adalah mengantisipasi terpenuhinya ramalan dia, dan kemudian menghukum mati dia jika tipuannya terbongkar. Namun seperti diketahui dengan baik, orang-orang bodoh tidak dapat membedakan antara nabi asli dengan peniru, persis seperti sekarang ini di mana tidak dapat menemukan dengan pasti mana dari yang dua ini, pendeta Katholik Roma atau pendeta Calvinist sebagai pengikut asli dari Jesus Kristus! Nabi palsu juga akan meramal peristiwa-peristiwa yang akan terjadi, membuat keajaiban, dan melaksanakan hal-hal religius sama –setidak-tidaknya pada penampilan– dengan yang dilakukan oleh mereka yang nabi asli. Persaingan antara Nabi Musa dan para ahli sihir di Mesir adalah suatu ilustrasi yang tepat dari pernyataan ini. Jadi Jeremiah itulah yang telah memberi kita cara terbaik untuk menguji kebenaran, keaslian dari seorang nabi, dan cara itu adalah pertanda Islam. Silahkan baca seluruh pasal xxviii. dari Jeremiah, dan kemudian periksalah dan renungkanlah ayat ke 9:
"Nabi yang meramalkan Islam (shalom), pada saat kehadiran perkataan Nabi, Nabi itu akan diakui sebagai telah diutus oleh Tuhan dengan sebenarnya." (Jeremiah xxviii. 9)
Terjemahan ini adalah benar-benar harfiah. Kata aslinya naba, biasanya diterjemahkan sebagai: "meramal" (to foretell atau to prophesy), dan kata benda nabi, "a prophet" memberikan kesan bahwa seorang prophet adalah seorang yang meramalkan masa depan atau menceriterakan peristiwa masa lampau dengan bantuan wahyu suci. Definisi ini hanya sebagian saja yang benar. Definisi lengkap dari kata "Prophet" haruslah: "seorang yang menerima wahyu atau pesan dari Tuhan, dan menyampaikan wahyu atau pesan itu dengan setia kepada orang atau umat yang dituju." Jelas bahwa sebuah pesan suci tidak usah harus berarti ramalan tentang peristiwa yang lalu atau yang akan datang. Dengan cara yang sama kata "prophesy" tidak usah harus berarti mengungkapkan peristiwa masa lalu atau yang akan datang, tetapi lebih kearah berkhotbah atau mengumumkan pesan Tuhan. Dengan sendirinya "to prophesy" adalah menyampaikan dan mengucapkan sebuah wahyu baru, yang sifat dan karakternya sangat immaterial (tidak berwujud secara fisik). Membaca kalimat-kalimat seorang nabi adalah sebagai meramal yang tidak lebih daripada saat seorang nabi menyampaikan sebuah wahyu ketika berceramah atau berpidato atas kehendaknya sendiri. Di dalam Al Qur’an Tuhan memerintahkan hamba-Nya yang dicintai-Nya Nabi Muhammad SAW untuk menyatakan: "Aku hanya seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwa Tuhanmu adalah Tuhan Yang Satu…" (Q.18: 110) sehingga kita bisa berhati-hati untuk tidak memberikan atribut kepada seorang nabi yang manapun suatu kualitas mengetahui atau mengatakan semua apapun melalui wahyu. Wahyu Suci itu datangnya biasanya berselang seling dengan waktu, sementara para nabi dalam pergaulan pribadi mereka dan pengetahuannya mungkin bertanggung jawab atas kesalahan dan kekeliruannya. Seorang nabi tidak diangkat oleh Tuhan untuk mengajarkan umat manusia ilmu alam, matematika, atau ilmu pengetahuan positif lainnya. Akan sangat tidak adil bagi kita untuk mencela seorang nabi untuk suatu kesalahan bahasa atau suatu kesalahan yang dilakukan olehnya sebagai seorang manusia.
Karena itu seorang Nabi adalah sebuah subyek untuk diuji atau diperiksa hanya jika secara resmi dan formal beliau menyampaikan Firman yang telah beliau terima dari Tuhan. Urusan pribadinya, hal-hal mengenai keluarganya, dan hasil karya personalnya tidak menjadi perhatian kita sebanyak perhatian kita pada misi dan tugasnya. Untuk dapat mengetahui apakah seorang nabi itu asli atau seorang peniru, tidaklah adil memberikan keputusan yang bertentangan dengan karakter kenabiannya hanya karena seorang nabi telah bersikap sedikit keras atau kasar kepada ibunya, atau karena seorang nabi telah percaya akan inspirasi harfiah dan Pentateuch adalah tulisan Nabi Musa. Sementara membuat observasi ini, dalam benak saya terpikir masalah Jesus Kristus, dan banyak lainnya lagi yang ada dalam sejarah Israel di pihak lain .
Adalah mala fides dan jahat untuk menuduh nabi-nabi mengenai masalah sensualitas, kekasaran, kebodohan dalam ilmu, dan kelemahan personal lainnya. Mereka adalah manusia seperti halnya kita sendiri dan pasti tidak luput dari kecenderungan alamiah dan nafsu yang sama dengan kita. Mereka dilindungi dari dosa-dosa temporal dan dari penyelewengan firman-firman yang harus mereka sampaikan. Kita harus benar-benar berhati-hati untuk tidak terlalu tinggi menempatkan seorang nabi Tuhan dalam imajinasi kita, jika tidak demikian pastilah Tuhan tidak senang terhadap kita. Mereka semua adalah mahluk-mahluk-Nya dan para pemuja-pemuja Tuhan; mereka menyelesaikan kewajibannya dan kembali kepada Tuhannya. Pada saat kita melupakan Tuhan dan memfokuskan cinta kita dan kekaguman kita terhadap pribadi para utusan Tuhan yang manapun saja dia, maka kita ada dalam bahaya jatuh ke dalam dosa menyekutukan Tuhan (polytheisme).
Sesudah sekian jauh menerangkan sifat dan arti nabi dan pernubuahan (prophesy), saya kini akan mencoba untuk membuktikan bahwa tidak ada nabi dapat menjadi asli kecuali, seperti dengan jelas disebutkan oleh Nabi Jeremiah, beliau berkhotbah dan menyiarkan agama Islam.
Agar dapat mengerti lebih baik logika dan arti penting pasal-pasal yang sedang kita bicarakan ini, kita harus melihat selintas ayat yang lalu di mana Jeremiah berkata kepada musuhnya Nabi Hannaniah: "Nabi-nabi sebelum aku dan kamu dari masa lalu telah bernubuah yang berkenaan dengan banyak negeri, banyak kerajaan besar, tentang perang dan kejahatan dan wabah," Kemudian beliau melanjutkan:
"Nabi yang meramal tentang Islam segera setelah kalimat nabi itu datang, nabi itu diketahui sebagai telah diutus dengan sebenarnya oleh Tuhan."
Tidak ada keberatan serius yang diajukan tentang versi Inggris dari pasal ini dengan mengecualikan anak kalimat "I shalom" yang telah saya terjemahkan dengan "tentang Islam". Preposisi " I " sebelum "shalom" berarti "mengenai" atau "tentang", dan menempatkan subyek sebagai penderita kalimat (obyek) dan tidak dalam posisi dative, seperti halnya bila sebutan (predikat) adalah sebuah kata kerja (verb) seperti "datang", "pergi" atau "memberi".
Bahwa "shalom" dan bahasa Syriac "Shlama" maupun bahasa Arab "salam" dan "Islam" berasal dari satu akar kata yang sama dalam bahasa Semit, "shalam" dan mempunyai arti yang sama, adalah suatu kebenaran yang telah diterima oleh semua pakar bahasa-bahasa Semit. Kata kerja "shalam" mempunyai arti "menyerahkan diri, (to submit, to resign oneself to)", dan kemudian "membuat perdamaian (to make peace)", dan dengan sendirinya "menjadi aman, sehat, dan tenang (to be safe, sound and tranquil)". Tidak ada sistim agama di dunia ini yang pernah dikualifikasikan dengan nama yang lebih baik, lebih komprehensif, lebih dihargai dan luhur selain daripada Islam. Agama sejati dari Tuhan Sejati tidak bisa diberi nama dengan nama siapapun dari para pemuja-Nya (Kristen,- pent.), dan lebih lagi tidak dari nama bangsa atau negara (Judaisme, -pent.). Sesungguhnyalah kesucian dan kesakralan kata "Islam" inilah yang menghantam lawannya dengan menimbulkan kekaguman, ketakutan dan rasa hormat bahkan sekalipun bila orang-orang Islam itu dalam keadaan lemah dan tidak berbahagia. Adalah nama dan gelar dari sebuah agama yang mengajarkan dan memerintahkan penyerahan dan kepasrahan kehendak dan diri yang mutlak kepada Yang Maha Adi, dan selanjutnya memperoleh kedamaian dan ketenangan dalam jiwa dan di rumah, tidak peduli penderitaan atau nasib jelek yang mungkin mengancam kita yang menyebabkan lawan-lawannya merasa kagum[6].
Adalah keyakinan yang mantap dan tak tergoyahkan dalam Keesaan Allah dan kepercayaan yang tak terbelokkan akan rahmat-Nya dan keadilan yang membuat seorang Muslim dapat dibedakan dan menonjol di antara orang-orang non-Muslim. Dan keyakinan yang mantap pada Allah serta keterikatan yang tulus pada Kitab Suci Al Qur’an dan NabiNya itulah yang misi-misi Kristen dengan putus asa telah menyerangnya namun gagal tanpa harapan. Dengan itu, perkataan Jeremiah bahwa: "Nabi yang bernubuah, yang menyiarkan dan berbicara tentang urusan Islam sebagai agamanya, dengan segera beliau akan diketahui sebagai telah diutus dengan sesungguhnya oleh Tuhan. Karena itu marilah kita mempertimbangkan dengan serius yang berikut ini:
1. Nabi Jeremiah adalah satu-satunya Nabi sebelum Jesus Kristus yang menggunakan kata "shalom" dalam arti agama. Beliau adalah satu-satunya Nabi yang menggunakannya dengan tujuan untuk menentukan atau membuktikan kebenaran seorang utusan Tuhan. Menurut wahyu Al Qur’an, Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Ishaq, Nabi Yakub, Nabi Musa dan semua Nabi adalah orang-orang Muslim, dan mengakui Islam sebagai agamanya. Istilah "Islam" and padanannya (ekivalen) "Shalom" dan "Shlama" diketahui oleh orang-orang Yahudi dan Kristen di Mekkah dan Medinah ketika Nabi Muhammad SAW muncul untuk menyempurnakan dan menjadikan Islam sebagai agama universal. Seorang Nabi yang meramalkan "perdamaian" sebagai sesuatu yang abstrak, kabur dan bersifat sebagai kondisi sementara, tidak akan dapat berhasil membuktikan identitasnya dengan cara begitu itu. Dalam kenyataannya, hal yang dipersengketakan atau lebih baik masalah nasional yang kritis, yang ditentang oleh dua nabi menonjol yang dikenal oleh pengadilan dan bangsa, seperti Jeremiah dan Hananiah (Jeremiah xxviii.), tidak dapat dipecahkan dan diselesaikan dengan pasti, dengan cara pengakuan masalah yang satu dan di lain pihak mengingkari masalah yang lain. Untuk menubuahkan "perdamaian" oleh Jeremiah ketika beliau selama hidupnya telah secara terus menerus menubuahkan bencana besar nasional –baik dengan cara agar Raja Sidaqia menyerahkan diri kepada kekuasaan Kaldea, atau dengan cara melawannya– bukan saja akan menyangkut kegagalannya, untuk tidak berbicara tentang keberhasilannya dalam membuktikan kebenarannya, tetapi juga hal itu akan membuatnya bahkan lebih bodoh. Karena, dalam hal yang manapun, "perdamaian" yang diduganya akan berarti bukan suatu perdamaian sama sekali. Sebaliknya, bila orang-orang Yahudi melawan tentara Kaldea, itu berarti kehancuran total seluruh bangsa, dan bila mereka menyerah, adalah suatu penyerahan total tanpa syarat apapun. Nyatalah karena itu, bahwa Jeremiah menggunakan istilah "Shalom" dalam artian sistim agama yang nyata, kongkrit dan sesungguhnya yang dimiliki oleh Islam. Untuk membuat lebih jelas, kita harus dengan penuh perhatian mendengarkan argumen dari dua nabi yang berlawanan yang membicarakan dan mempersengketakan masalah nasional yang dihadiri oleh raja yang jahat dan pengadilannya yang terdiri dari penjilat-penjilat yang jahat dan orang-orang munafik yang buruk moral. Pada dirinya Jeremiah memiliki jalan Tuhan dan agama damaiNya, dan demi kepentingan vital agama damai atau Islam, beliau menganjurkan raja jahat itu dan seluruh anggota istananya untuk menyerah pada kekuasaan Babilon dan mengabdi pada orang Kaldea dan hidup. Karena tidak ada pilihan lain yang terbuka bagi mereka. Mereka telah meninggalkan Tuhan nenek moyangnya, mengotori Rumah Tuhan, memalsukan dan mencerca nabi-nabiNya, dan melakukan kejahatan dan pengkhianatan (2 Chronicle xxxvi, etc.). Jadi Tuhan menyerahkan mereka ke tangan raja Nebukadnezar dan tidak akan menyelamatkan mereka. Untuk pengabdi Tuhan yang sejati dengan tulus, agama itu menjadi hal yang pertama dan bangsa itu yang kedua. Pemerintahan dan bangsa itu –terutama bila mereka sudah melupakan Tuhan– yang harus dikorbankan untuk alasan agama, dan bukan sebaliknya! Nabi lain Gibeon, yang disebut Hananiah, berusaha menyenangkan sang raja tuannya; beliau adalah anggota istana dan termasuk orang yang dikasihi, kaya dan megah, sementara lawannya selalu membusuk dan kelaparan dalam penjara dan sel. Beliau tidak peduli akan hal-hal yang berguna untuk menyegarkan agama dan kesejahteraan rakyat yang sebenarnya. Beliau juga seorang nabi, karena demikianlah kata Kitab Jeremiah, namun beliau adalah seorang yang jahat, dan telah menukar Tuhan dengan seorang raja yang buruk moral. Beliau meramal juga atas nama Tuhan yang sama sebagaimana Jeremiah meramal, menyatakan kembalinya barang rampasan perang dan tawanan dari Babilon dalam waktu dua tahun.
Nah dari deskripsi yang tidak sempurna tentang dua nabi itu, nabi mana yang anda kualifikasikan sebagai pengabdi Tuhan yang sejati dan sebagai pembela setia atas agama Tuhan? Tentu saja Jeremiah dengan segera akan menarik simpati dan pilihan anda.
2. Hanyalah agama Shalom, Islam, yang dapat membuat kesaksian akan karakter dan tugas dari seorang nabi sejati, Imam, atau setiap utusan Allah di bumi ini. Tuhan itu Esa, dan agama-Nya juga Satu. Tidak ada agama lain di dunia seperti Islam, yang mengakui dan membela Keesaan yang mutlak dari Tuhan. Karena itu, barang siapa yang mengorbankan kepentingan-kepentingan lainnya, kehormatan dan cinta kasih untuk alasan agama suci ini, tidak diragukan bahwa dia adalah nabi asli dan dan utusan Allah. Namun masih ada satu hal lagi yang lebih perlu perhatian kita, dan hal itu ialah: jika agama Islam bukan suatu standar dan ukuran dengan mana dilakukan uji kebenaran seorang nabi atau utusan Tuhan, maka tidak ada kriteria lain untuk menjawab masalah itu. Sebuah keajaiban bukan selamanya suatu bukti yang cukup, karena tukang sihir juga membuat hal-hal aneh. Pemenuhan suatu nubuah atau ramalan juga sendirinya bukan suatu bukti yang mencukupi; maka sebagaimana suatu Ruh suci mengungkapkan peristiwa yang akan datang kepada seorang nabi sejati, begitu pula kadang-kadang ruh jahat itu melakukan hal yang sama kepada seorang peniru. Dari sini jelas bahwa nabi yang "bernubuah tentang Shalom –Islam– sebagai nama sebuah Keyakinan dan jalan hidup, segera setelah beliau menerima wahyu dari Tuhan maka akan diketahui bahwa beliau itu utusan Tuhan." Yang begitu itu adalah argumen yang dipergunakan oleh Jeremiah terhadap jemaahnya yang ingin beliau yakinkan mengenai kepalsuan Hananiah. Namun raja yang jahat dan para pengikutnya tidak mau mendengarkan dan mematuhi perintah Tuhan itu.
3. Seperti telah diperdebatkan dalam paragraf terdahulu, haruslah dicatat bahwa baik pemenuhan suatu nubuah maupun keajaiban yang terjadi tidak cukup untuk membuktikan sifat kesejatian seorang nabi; bahwa kesetiaan dan kepatuhan yang ketat kepada agama adalah bukti yang terbaik dan paling menentukan untuk maksud penentuan palsu tidaknya seorang nabi; bahwa Shalom dipakai untuk menyatakan agama perdamaian. Sekali lagi kami ulangi penegasan kami bahwa Shalom tidak lain adalah Islam. Dan kami ingin agar mereka yang keberatan terhadap interpretasi ini supaya memberikan kata lain dalam bahasa Arab di luar Islam dan Salam sebagai padanan (ekivalen) dari Shalom, dan juga untuk menemukan bagi kami kata lain dalam bahasa Ibrani di samping Shalom yang akan dapat menyampaikan dan menyatakan arti yang sama seperti Islam. Tidak mungkin anda menghasilkan padanan kata yang demikian itu. Karena itu kita terpaksa harus mengakui bahwa Shalom adalah sama seperti "salam" atau "damai" dalam arti kata abstrak, dan "Islam" sebagai agama dan keyakinan dalam arti kata kongkrit.
4. Seperti diingatkan kepada kita oleh Al Qur’an dalam surat 2 Al Baqarah bahwa Ibrahim dan anak-anak laki-lakinya dan cucu-cucu laki-lakinya adalah penganut Islam; bahwa mereka bukan Yahudi dan bukan Nasrani; bahwa mereka berdakwah dan menyiarkan pemujaan dan keyakinan terhadap Satu Tuhan kepada semua orang yang mereka kunjungi atau di mana mereka berdiam, kita harus mengakui bahwa bukan saja orang Yahudi, tetapi beberapa bangsa lain yang berasal dari anak-anak laki-laki lainnya dari Ibrahim serta banyak suku bangsa yang telah pindah agama dan meleburkan diri ke dalam keturunan Ibrahim itu, juga sebagai pemeluk agama Islam; yaitu orang yang beriman pada Allah dan berserah diri kepada kehendak-Nya. Ada orang-orang Esau, kaum Edomit, kaum Midian dan banyak lagi orang-orang yang berdiam di Arabia yang mengenal Tuhan dan memujanya seperti orang-orang Israel. Orang-orang ini juga mempunyai nabi-nabinya sendiri dan pembimbing agama seperti Nabi Ayyub, Nabi Syu’aib (mertua Nabi Musa), Nabi Balaam, Nabi Hud, dan lain-lain. Namun, seperti halnya orang Yahudi, mereka telah menjadi penyembah berhala hingga berhala-berhala itu disapu bersih oleh Pangeran dari para Nabi. Kira-kira dalam abad ke V sebelum Masehi orang Yahudi membuat bagian yang lebih besar dari buku-buku suci mereka dalam Perjanjian Lama, ketika ingatan atas penaklukan tanah Kanaan oleh Joshua, kuil dan Jeruzalemnya Suleiman merupakan peristiwa lampau yang telah terpendam dalam kurun waktu yang telah berlalu dalam sejarah mereka yang mengagumkan. Semangat keprihatinan dan penyendirian yang nasionalistik dan Judaistik menguasai sebagian sisa orang-orang Israel; kepercayaan akan datangnya seorang Penyelamat agung untuk mengembalikan tahta dan mahkota Daud yang telah hilang mendominasi, dan arti kata lama "Shalom" sebagai nama agama Ibrahim dan umum bagi orang-orang yang berbeda-beda dari keturunan Ibrahim telah tidak diingat lagi. Dari sudut pandang inilah bahwa saya beranggapan pasal-pasal Jeremiah sebagai salah satu teks emas dalam hukum suci Ibrani.

[6]Menarik dan memiliki arti untuk dicatat betapa observasi dari profesor terpelajar ini sesuai dengan observasi mantan Kaisar Jerman yang dalam kesempatan merayakan ulang tahunnya yang ke tujuh puluh di Doorn, Belanda, dilaporkan sebagai telah mengatakan dalam pidatonya: "Dan ketahuilah hal ini –seandainya orang-orang Islam pernah memikirkan gagasan, bahwa adalah perintah Allah untuk membawa ketertiban di dalam masyarakat Barat yang sedang merosot, dan menundukkan mereka pada kehendakNya, maka– dengan percaya pada Tuhan – mereka akan datang kepada orang-orang Eropa yang tidak lagi bertuhan seperti gelombang pasang, terhadap mana bahkan kaum Bolshevik yang paling merah sekalipun, yang penuh dengan keinginan untuk menghadapinya, akan tidak berdaya". (Evening Standard, London, Januari 1929).
BAB 10
ISLAM ADALAH KERAJAAN TUHAN DI MUKA BUMI
Ketika meneliti visi indah dari Nabi Daniel ((Daniel vii.) kita telah menyaksikan Nabi Muhammad SAW dikawal oleh Malaikat yang jumlahnya banyak sekali dan dibawa ke hadirat yang mulia Yang Maha Abadi; bagaimana beliau mendengar kalimat-kalimat penghormatan dan kasih sayang yang tidak ada mahluk lain pernah menerima kehormatan semacam itu (2 Korinthia xii.); bagaimana beliau dimahkotai sebagai Sultan para Nabi dan dilengkapi dengan kekuatan dan kekuasaan untuk membinasakan "Binatang Keempat" dan "Tanduk Yang Menghujat". Selanjutnya kita melihat bagaimana beliau mendapat mandat untuk membangkitkan dan memproklamirkan Kerajaan Tuhan di muka bumi; bagaimana mungkin manusia genius itu bisa membayangkan kehormatan tertinggi yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa kepada seorang pemuja yang tercinta dan kepada UtusanNya yang paling berharga yang hanya dapat dirujuk kepada Nabi Muhammad SAW sendiri. Harus diingat bahwa di antara para Nabi dan Utusan Allah, hanya Nabi Muhammad SAW sendiri yang menonjol bagaikan sebuah menara di atas semuanya; dan karya besar dan mulia yang dihasilkannya berdiri sebagai sebuah monumen yang permanen atas kehormatan dan keagungannya. Seseorang tidak dapat menghargai nilai dan arti penting Islam sebagai sebuah benteng yang unik terhadap penyembahan berhala dan penyekutuan Tuhan kecuali apabila Keesaan Tuhan yang mutlak diakui dengan segala kesungguhan. Jika kita menyadari bahwa Allah adalah Tuhan yang sama yang Nabi Adam dan Ibrahim mengenalNya, dan yang dipuja oleh Nabi Musa dan Nabi Jesus, maka kita tidak lagi mengalami kesulitan untuk menerima Islam sebagai suatu agama sejati dan Nabi Muhammad SAW sebagai Pangeran semua Nabi dan Pengabdi Tuhan. Kita tidak dapat membesarkan keagungan Allah dengan memandangNya kini sebagai seorang "Bapak", kemudian sebagai seorang "Anak" dan di kesempatan lain sebagai suatu "Ruh Suci", atau membayangkan Dia sebagai memiliki tiga pribadi yang dapat diajak saling bicara dengan menggunakan tiga sebutan nama orang tunggal: aku, engkau, dia. Dengan cara yang begitu itu kita lalu kehilangan seluruh konsep sesungguhnya mengenai Yang Maha Mutlak, dan kita berhenti mempercayai Tuhan yang sesungguhnya. Dengan cara yang sama, kita tidak dapat menambahkan satu kota pun pada kesakralan agama dengan suatu lembaga beberapa sakramen yang tidak mempunyai arti sama sekali; tidak pula kita dapat mengambil santapan rohani bagi jiwa kita dari memberi makan kepada jenazah seorang nabi atau tuhan hasil inkarnasi; karena dengan berbuat begitu kita kehilangan semua gagasan tentang agama yang sejati dan sebenarnya dan sekaligus berhenti pula kita mempercayai agama itu. Tidak juga kita mampu sedikitpun mempromosikan kemuliaan Nabi Muhammad SAW bila kita harus membayangkan beliau sebagai seorang anak Tuhan atau tuhan hasil inkarnasi; karena dengan cara begitu kita sama sekali pasti kehilangan Nabi dari Mekkah yang nyata dan yang merupakan tokoh dalam sejarah, dan tanpa sadar jatuh ke dalam jurang penyekutuan Tuhan. Keagungan Nabi Muhammad SAW berupa keberhasilannya membangkitkan agama yang begitu mantap, sederhana dan sejati, dan dalam menerapkan secara nyata seluruh aksioma dan prinsip dengan ketepatan dan resolusi sedemikian rupa sehingga tidak mungkin bagi seorang Muslim sejati untuk menerima kepercayaan atau keyakinan lain selain daripada yang telah diikrarkannya dalam formula: "Saya percaya bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah, dan bahwa Muhammad adalah Utusan Allah". Dan syahadat ini akan berlanjut menjadi keyakinan bagi setiap orang beriman sejati kepada Allah hingga Hari Kebangkitan.
Pemusnah Agung atas "Tanduk Kesebelas" yang merupakan personifikasi Constantine yang agung dan Gereja Tritunggal, bukan seorang Bar Allaha ("Anak Tuhan"), akan tetapi seorang Bar Nasha ("Anak Manusia) dan tidak lain adalah Nabi Muhammad al-Mustapha SAW yang sebenarnya mendirikan Kerajaan Tuhan di bumi. Kerajaan Tuhan inilah yang kini akan kita teliti dan interpretasikan. Perlu diingat, bahwa janji yang tersebut di bawah ini seperti yang diungkapkan oleh Daniel telah dibuat ketika Sultan seluruh Nabi itu menghadap Yang Maha Suci:
"Kerajaan dan kekuasaan dan kebesaran kerajaan di seluruh bumi akan diberikan kepada orang-orang Kudus milik Yang Maha Tinggi; kerajaannya (orang-orang Kudus itu) (akan menjadi) sebuah kerajaan yang abadi, dan semua kekuasaan akan mengabdi dan tunduk pada kerajaan itu" (Daniel vii. 22-27).
Ungkapan dalam pasal nubuah ini bahwa Kerajaan Tuhan akan terdiri dari: "orang-orang Kudus milik Yang Maha Tinggi", dan bahwa seluruh kekuasaan lainnya akan mengabdi dan tunduk pada orang-orang itu, jelas menunjukkan bahwa dalam Islam, agama dan negara adalah satu dan tubuh yang sama, dan dengan sendirinya tidak terpisahkan. Islam bukan saja agama Tuhan, tetapi juga KerajaanNya di muka bumi. Agar dapat membentuk sebuah gagasan yang jelas dan benar mengenai sifat dan konstitusi "Kerajaan Tuhan di bumi", dirasa perlu untuk sekejap melihat pada sejarah agama Islam sebelum agama itu disempurnakan, dilengkapkan, dan dengan resmi ditetapkan oleh Tuhan Sendiri di bawah Utusan-Nya Muhammad SAW.
1. SEBELUM NABI MUHAMMAD SAW DATANG, ISLAM BUKAN KERAJAAN TUHAN DI MUKA BUMI, NAMUN HANYA MERUPAKAN AGAMA SEJATI TUHAN
Mereka yang mempercayai bahwa agama Tuhan yang sejati hanya diturunkan kepada Ibrahim dan dijaga oleh orang Israel saja, pastilah murid yang bodoh tentang literatur Perjanjian Lama, dan pasti telah memiliki gambaran yang salah mengenai sifat agama. Ibrahim sendiri memberikan sebutan kepada Raja dan Imam[7] Jeruzalem dan diberkati olehnya (Genesis xiv. 18). Ayah mertua Nabi Musa juga seorang imam dan Nabi Allah; Nabi Ayyub, Balaam, Ad, Hud, Lukman dan banyak nabi yang lainnya yang bukan orang Yahudi. Suku bangsa dan bangsa yang berlainan seperti kaum Ismail, kaum Moab, kaum Ammon, kaum Edom, dan lain-lainnya yang merupakan keturunan anak laki-laki Ibrahim dan Luth, mengenal Tuhan Yang Maha Kuasa meskipun mereka juga seperti orang Israel yang jatuh menjadi penyembah berhala dan menjadi jahil. Namun cahaya Islam tidak pernah padam seluruhnya atau digantikan dengan penyembahan berhala. Patung-patung atau gambar-gambar yang dianggap sebagai sakral dan sebagai tuhan rumah tangga oleh orang Israel, demikian juga kebangsaan mereka yang sama, dan biasanya disebut "Traphim" (Genesis xxxi.) dalam bahasa Ibrani, pada hemat saya yang hina ini adalah sama sifat dan karakternya dengan gambar dan patung yang dimiliki dan dipuja oleh orang Kristen Ortodoks dan Katholik di rumah dan gereja mereka. Pada masa jahiliyah itu patung-patung itu menjadi tanda pengenal atau semacam pasport. Tidakkah hebat mendapati Rahel isteri Yakub dan puteri Laban, harus mencuri "traphim" ayahnya? (Genesis xxxi.). Namun Laban dan suaminya adalah orang-orang Muslim, dan pada hari yang sama mengangkat batu "Mispha" dan mempersembahkannya kepada Tuhan!
Orang-orang Yahudi dalam belantara, mabuk oleh keanehan dan keajaiban yang terjadi siang dan malam –kampus mereka dibayangi oleh awan keajaiban pada siang hari dan diterangi oleh pilar-pilar api pada malam hari, mereka sendiri memakan "manna" dan "Salwai"– segera setelah Nabi Musa menghilang untuk beberapa hari di puncak gunung Sinai yang tertutup kabut, membuat patung sapi dari emas dan memujanya. Sejarah dari orang-orang yang keras kepala sejak kematian Joshua hingga dinobatkannya Raja Saul, yang meliputi kurun waktu lebih dari empat abad, dipenuhi dengan kemerosoan akhlak yang berbau skandal hingga jatuh ke dalam penyembahan berhala. Orang Yahudi berhenti menyembah berhala hanya sesudah wahyu tidak turun lagi dan hukum dari Kitab-Kitab Sucinya dalam abad ketiga sebelum Masehi, dan semenjak itu tetap dalam monoteisme. Namun kepercayaan mereka pada Keesaan Tuhan, meskipun tetap dalam garis Unitarian, tidak memberi mereka hak untuk menggolongkan dirinya sebagai "Muslim" karena dengan keras kepala mereka tetap menolak baik pribadi maupun wahyu yang turun kepada Nabi Jesus dan Nabi Muhammad SAW. Hanya dengan penyerahan diri mutlak kepada Kehendak Tuhan bahwa seorang manusia dapat memperoleh kedamaian dan menjadi Muslim, karena bila tidak demikian maka keyakinan tanpa kepatuhan dan penyerahan diri adalah sama dengan halnya setan yang percaya kepada Allah dan gemetar.
Karena kita tidak memiliki catatan tentang orang-orang lain yang diberi Wahyu Suci dan dengan Nabi dan Imam yang dikirim oleh Tuhan kepada mereka, maka kita hanya akan memuaskan diri sendiri dengan deklarasi bahwa agama Islam hadir di tengah orang-orang Israel dan orang-orang Arab lainnya dari masa dulu, terkadang lebih bercahaya, tetapi kebanyakan seperti sumbu api yang menyala atau seperti pijar api yang lemah yang berkedip dalam sebuah ruang gelap. Itu adalah sebuah agama yang dipeluk oleh jenis orang yang segera melupakan agama itu, atau melalaikannya, atau mengubahnya menjadi penyembahan berhala. Tetapi selalu sama bahwa selalu ada pribadi-pribadi atau keluarga yang mencintai dan memuja Tuhan.
Tampaknya orang Yahudi, terutama masa Yahudi, tidak mempunyai konsep mengenai Tuhan dan agama seperti halnya orang Muslim yang mempunyai Allah dan Islam. Bilamana saja orang Israel dalam keadaan makmur dan berjaya dalam perang mereka, maka Yahweh diakui dan dipuja, namun dalam keadaan yang kurang baik Dia ditinggalkan dan ketuhanan dari suatu bangsa yang lebih kuat dan lebih sejahtera diadopsi dan patungnya atau gambarnya dipuja. Studi yang lebih cermat mengenai Kitab Suci Ibrani akan menunjukkan bahwa orang kebanyakan Yahudi kadangkala menganggap Tuhannya lebih kuat atau lebih tinggi, dan di kala lain lebih lemah daripada yang dianut oleh bangsa lain. Kecenderungan mereka yang sangat mudah dan berulang kali jatuh ke dalam penyembahan berhala adalah suatu bukti bahwa kaum Israel itu memiliki anggapan yang hampir sama mengenai El atau Yahweh mereka dengan orang-orang Asiria terhadap Ashur, orang Babilon terhadap Mardukh, dan orang Funisia dengan Ba’al mereka. Dengan mengecualikan nabi dan para sufi, orang Muslim Taurat, yaitu orang-orang Israel yang menganut Hukum Musa, tidak pernah berdiri sama tinggi dengan kesakralan agama mereka ataupun konsep sejati keTuhanan mereka. Kepercayaan terhadap Allah dan keyakinan yang mantap serta kepercayaan terhadap hidup yang akan datang tidak mendarah mendaging dan tertanam dalam jiwa dan hati orang-orang itu.
Betapa bertolak belakangnya antara Muslim menurut Al Qur’an, orang-orang beriman terhadap Hukum Islam, dan Muslim menurut Taurat atau Hukum Musa! Pernahkah terlihat dan terbukti bahwa seorang Muslim meninggalkan Mesjid, Imam, dan Al Qur’an, dan memeluk agama lain dan mengakui bahwa Allah bukanlah Tuhan? Tidak pernah! Sangat tidak mungkin bahwa masyarakat Muslim yang Islami selama masih memiliki Kitabullah, Mesjid dan para Mullah dapat terjatuh ke dalam penyembahan berhala atau bahkan kepada agama Kristen.
Saya menyadari adanya yang disebut keluarga Tartar tertentu yang memeluk agama Kristen Ortodoks di Rusia. Tetapi saya dapat meyakinkan para pembaca artikel saya, dengan berdasarkan otoritas yang otentik, bahwa orang-orang "Tartar" ini adalah orang-orang Mongolia yang lama sesudah ditundukkan oleh orang Rusia dan berdirinya "Altin Ordu" oleh Batu Khan, atau mereka masih penyembah berhala atau orang yang baru pindah agama ke Islam dan tampaknya telah dipaksa atau dirayu untuk bergabung dengan Gereja Rusia. Dan dalam hubungan ini haruslah tidak diingkari bahwa hal ini terjadi sesudah kekuasaan Muslim "Golden Horde" ("Altin Ordu") tersungkur jatuh sesudah invasi besar-besaran oleh Timur Lang (Tamerlane). Sebaliknya, para pedagang Muslim di Cina maupun di Afrika, telah selalu mempropagandakan agama suci mereka; dan berjuta-juta orang Muslim Cina dan negro adalah buah daripada misi-misi Muslim yang tidak pernah mendapat bayaran itu. Jelaslah dari keterangan di atas bahwa agama sejati Tuhan sebelum Nabi Muhammad SAW hanya baru dalam masa bayi, bahwa agama itu tetap belum matang dan belum berkembang di antara orang-orang Ibrani, meskipun agama itu bersinar dengan cemerlang dalam kehidupan pengabdi sejati Yahwah. Di bawah bimbingan dan hakim-hakim yang takut terhadap Tuhan dan Raja-Raja Israel yang alim, pemerintah telah selalu bersifat teokratik, dan selama wahyu Nabi-Nabi diterima dengan menguntungkan dan perintah-perintahnya dilaksanakan, maka kedua-duanya, agama dan bangsa itu akan sejahtera.
Namun Agama sejati Tuhan tidak pernah berbentuk sebagai Kerajaan Tuhan seperti terjadi di bawah pemerintah berdasarkan Al Qur’an. Dalam KebijakanNya yang Abadi, Allah telah menyatakan bahwa empat Kekuasaan yang besar dari Dunia Gelap harus saling menggantikan satu dengan lainnya sebelum KerajaanNya Sendiri dibangkitkan. Sivilisasi kuno yang besar dan kekaisaran Asiria Kaldea, dari Medo Persi, dari Yunani dan dari Romawi harus muncul dan berkembang untuk menindas dan menggilas orang-orang yang beriman pada Tuhan, dan untuk melaksanakan semua kejahatan dan kekejian yang hanya setan saja yang bisa mengaturnya. Semua kemuliaan dari empat kekuasaan besar ini dilakukan dalam pemujaan terhadap setan; dan "kemuliaan" inilah yang "Pangeran Kegelapan" menjanjikan untuk memberikannya kepada Jesus Kristus dari puncak sebuah bukit yang tinggi jika dia harus mengikutinya dan memujanya.
2. JESUS KRISTUS DAN PARA MURIDNYA BERKHOTBAH TENTANG KERAJAAN TUHAN
Benar adanya bahwa mereka adalah utusan-utusan Kerajaan Tuhan di bumi. Jiwa dan inti dari Injil Jesus termuat dalam pasal yang terkenal dalam do’anya: "Kerajaan-Mu tiba." Selama duapuluh abad orang-orang Kristen dari seluruh denominasi dan jenis keyakinan mereka telah berdo’a dan selalu mengulangi do’a ini, "Kerajaan-Mu tiba," dan Tuhan sendiri tahu berapa lama mereka akan melanjutkan do’a untuk dan sia-sia mengantisipasi kedatangannya. Antisipasi orang-orang Kristen atas kedatangan Kerajaan Tuhan bersifat sama dengan antisipasi orang-orang yang beragama Judaisme akan kedatangan seorang Al Masih. Kedua antisipasi ini menunjukkan imajinasi yang tidak peduli dan tidak berdasar akal, dan anehnya ialah bahwa dengan keras kepala mereka memegang harapan yang sia-sia ini. Bila anda bertanya kepada seorang pendeta atau pastor Kristen mengenai pendapatnya tentang Kerajaan Tuhan, dia akan menceriterakan kepada anda semua macam ilusi dan hal-hal yang tidak berarti. Kerajaan ini, begitu dia akan menegaskan, adalah Gereja di mana dia tergabung ketika Kerajaan itu akan mengatasinya dan menelan semua Gereja sesat lainnya. Pastor atau pendeta lain akan berkhotbah tentang "millennium". Seorang penganut Salvationist atau seorang dari Quaker mungkin menjelaskan kepada anda bahwa menurut keyakinannya Kerajaan Tuhan itu akan terdiri dari orang-orang Kristen yang baru dilahirkan dan tanpa dosa, dicuci dan dibersihkan dengan darah domba; dan sebagainya.
Kerajaan Tuhan tidak berarti Gereja Katholik yang berjaya, atau Negara Puritan yang mengalami regenerasi dan tanpa dosa. Hal itu bukan suatu "Royalty of the Millennium" yang imajinatif. Itu bukan suatu Kerajaan yang tersusun dari mahluk-mahluk langit, termasuk di dalamnya jiwa para Nabi yang telah meninggal dan orang-orang beriman yang diberkati, di bawah kekuasaan domba suci; dengan malaikat sebagai polisi dan jaksa.; kaum Cherub sebagai gubernur dan hakim; kaum Seraph sebagai para perwira dan komandan; atau malaikat Jibril sebagai Paus, Patriarch, Uskup, dan pengkhotbah evangelis. Kerajaan Tuhan di bumi adalah sebuah Agama, suatu masyarakat yang kuat yang terdiri dari orang-orang beriman pada Tuhan Yang Esa dilengkapi dengan kepercayaan dan pedang untuk berjuang untuk dan mempertahankan eksistensi dan kemerdekaan mutlak dari Kerajaan Dunia Kegelapan, terhadap semua yang tidak percaya bahwa Tuhan itu Esa, atau terhadap mereka yang percaya bahwa Dia mempunyai anak, seorang ayah dan seorang ibu, sekutu-sekutu dan mereka yang bersama ada (coeval).
Kata Yunani "evangelion", yang diterjemahkan "Injil" dalam bahasa Inggris, praktis berarti "the enunciation of good news" atau "ucapan berita baik." Dan ucapan ini ialah kabar tentang Kerajaan Tuhan yang mendekat datang, yang terkecil di antara warganya adalah lebih besar dari Yahya Pembaptis. Beliau sendiri dan para apostel sesudahnya berkhotbah dan mengumumkan Kerajaan ini kepada kaum Yahudi, mengundang mereka untuk beriman dan menyesali dosa agar dapat diterima ke dalamnya. Jesus sesungguhnya tidak menghapuskan atau mengubah Hukum Musa, tetapi menafsirkannya dalam pengertian spiritual sedemikian rupa sehingga beliau meninggalkannya sebagai sesuatu yang tidak bisa dimengerti oleh orang. Ketika beliau menyatakan bahwa kebencian adalah akar pembunuhan, nafsu adalah sumber dari perzinahan; bahwa serakah dan munafik adalah sebagai dosa yang buruk sekali seperti halnya penyembahan berhala; dan bahwa belas kasih dan amal sedekah lebih dapat diterima daripada korban bakaran dan kepatuhan ketat terhadap hari Sabath, maka praktis beliau telah menghapuskan huruf-huruf dalam Hukum Musa untuk kebaikan pengertian spiritual. Injil yang penuh kepalsuan dan banyak mengalami interpolasi ini menceriterakan acap kali kisah-kisah dan referensi mengenai Jesus kepada Kerajaan Tuhan, dan kepada Bar-Nasha atau "Anak Manusia" , namun kisah-kisah itu banyak dicemari dan diubah sehingga mereka berhasil, dan masih berhasil, menyelewengkan orang-orang Kristen yang malang untuk mempercayai bahwa yang dimaksudkan oleh Jesus sebagai "Kerajaan Tuhan" adalah Gerejanya, dan bahwa beliau sendirilah "Anak Manusia" itu.
Hal-hal yang penting ini akan dibicarakan sepenuhnya kemudian, insya Allah; tetapi untuk saat ini saya harus berpuas diri dengan membuat catatan bahwa apa yang Nabi Jesus umumkan itu adalah bahwa Islam itulah Kerajaan Tuhan dan bahwa Nabi Muhammad SAW itulah "Anak Manusia" itu, yang diangkat untuk memusnahkan Binatang dan untuk mendirikan Kerajaan yang kuat dari orang-orang Kudus dari Yang Maha Tinggi.
Hingga masa Jesus Kristus, agama Tuhan itu telah dikirimkan terutama bagi orang Israel; agama itu lebih nyata dan memiliki karakter nasional. Para ahli hukumnya, pendeta-pendeta, dan penulis-penulis telah mempreteli agama itu dengan literatur yang banyak dan bersifat takhayul tentang tradisi nenek moyang mereka. Kristus telah mencerca tradisi-tradisi itu, mengkritik orang Yahudi dan pemimpinnya sebagai orang munafik dan anak setan. Meskipun setan penyembahan berhala telah meninggalkan Israel, namun kemudian tujuh setan telah menguasai orang-orang itu (Matius xii. 43 – 45; Lukas xi. 24 – 26)
Kristus memperbaharui agama lama; memberinya hidup dan semangat baru kepadanya; beliau menerangkan dengan lebih khusus tentang hal keabadian jiwa manusia, kebangkitan kembali dan hidup di dunia sesudah yang sekarang ini; dan mengumumkan kepada publik bahwa Al Masih yang akan datang, yang diharapkan oleh orang Yahudi, bukanlah seorang dari bangsa Yahudi atau anak Daud, tetapi anak Ismail yang bernama Ahmad, dan bahwa beliau akan mendirikan Kerajaan Tuhan di muka bumi dengan kekuatan kalimat Tuhan dan dengan pedang. Dengan sendirinya agama Islam menerima hidup baru, cahaya baru dan semangat baru, dan para penganutnya dianjurkan dengan sangat agar menjadi orang-orang yang berserah diri, untuk menunjukkan toleransi dan kesabaran. Sebelum itu mereka telah diberi tahu akan adanya penindasan, kesengsaraan, kesyahidan, dan penjara. Orang-orang Nashara dari masa awal, sebagaimana Al Qur’an menyebut mereka yang percaya pada Kitab Injil Jesus, telah menderita sepuluh penindasan yang mengerikan di bawah kaisar Romawi. Kemudian datanglah kaisar Constantine dan mengumumkan kemerdekaan bagi gereja; namun sesudah putusan dan Kepercayaan akan Trinitas sesuai dengan hasil Konsili Nicea pada tahun 325 M, maka kaum Muslim Unitarian[8] dihadapkan pada penindasan baru dan lebih kejam oleh kaum Trinitarian hingga bangkitnya Nabi Muhammad SAW.
3. SIFAT DAN KONSTITUSI KERAJAAN TUHAN
Ada seruan untuk melakukan sholat sebanyak lima kali dalam sehari dari menara dan dari mesjid di seluruh tempat di dunia ini di mana kaum Muslimin hidup. Seruan ini diikuti dengan pemujaan yang paling khidmat terhadap Allah oleh para pengabdinya yang setia. Seruan ini disebut "Adzan". Ini bukanlah segalanya; setiap kegiatan, perusahaan dan bisnis, betapapun pentingnya atau tidak pentingnya, dimulai dengan kalimat "Bismillaah" yang berarti "Dengan Asma Allah", dan diakhiri dengan "Alhamdulillaah" yang berarti "Puji dan syukur bagi Allah"! Ikatan keyakinan yang mengikat seorang Muslim kepada Rajanya yang Abadi begitu kuatnya, dan keakraban antara Yang Maha Kuasa dengan pengabdi-Nya begitu dekat, sehingga tidak ada satu apapun betapapun kuatnya atau menggiurkannya, yang dapat memisahkannya dengan Allah. Dalam Al Qur’an Allah berfirman bahwa Allah itu lebih dekat kepada manusia daripada urat lehernya.
Tak pernah ada pengikut favorit, dalam sentimen kasih sayangnya, kesetiaan, ketaatan, dan rasa hormat terhadap rajanya yang dermawan, yang pernah dapat menyamai sentimen semacam itu yang ditunjukkan oleh seorang Muslim terhadap Tuhannya. Allah adalah Pemilik Langit, Bumi dan Jagat Raya, Dia adalah Raja setiap Muslim khususnya, karena hanya seorang Muslim sendiri saja yang berterima kasih dan memuji Raja Yang Maha Kuasa untuk semua yang terjadi dan menimpanya, baik itu kebahagiaan maupun kemalangan.
Hampir sejumlah tiga ratus juta kaum Muslimin atau lebih diberkati dengan kemampuan memiliki perasaan keyakinan dan kepasrahan yang sama terhadap Allah.
Karena itu jelas bahwa sifat Islam itu terletak pada kenyataan bahwa Islamlah satu-satunya Kerajaan Teokratis yang nyata dan sesungguhnya di muka bumi ini. Allah tidak perlu lagi mengutus utusan-Nya atau nabi-Nya untuk menyampaikan wahyu-Nya kepada kaum Muslimin seperti biasa Dia lakukan terhadap orang Israel dan orang-orang Ibrani lainnya; karena kehendak-Nya telah sepenuhnya diungkapkan dalam Al Qur’an Suci dan tertanam dalam jiwa pemuja-Nya yang setia.
Mengenai formasi dan konstitusi Kerajaan Tuhan, antara lain yang berikut ini harus dicatat:
a. Semua kaum Muslimin membentuk sebuah nation, satu keluarga, dan satu persaudaraan. Tak perlu pembaca saya tahan untuk mempelajari berbagai ungkapan dari Al Qur’an dan Hadith mengenai hal ini. Kita harus menilai masyarakat Muslimin, tidak seperti adanya sekarang, tetapi seperti di saat hidup Nabi Muhammad SAW dan para penggantinya (empat sahabat). Setiap anggota masyarakat ini adalah seorang pekerja yang jujur, seorang prajurit yang gagah berani, dan seorang beriman dan penganut yang penuh semangat. Semua hasil yang jujur dari jerih payah adalah secara hukum milik dia yang mengusahakannya; bagaimanapun hukum membuat tidak mungkin bagi seorang Muslim sejati menjadi terlalu kaya raya. Salah satu dari fondasi Islam adalah kewajiban untuk membayar zakat, yang terdiri dari sedekah dan zakat, atau zakat yang diserahkan secara sukarela dan zakat yang merupakan kewajiban. Dalam masa pemerintahan Nabi Muhammad SAW dan kalifah pertama yang empat orang itu, tidak dikenal adanya seorang Muslim yang luar biasa kekayaannya. Kekayaan nasional itu untuk kas umum yang dikenal dengan baitul mal, dan tidak seorang Muslim pun dibiarkan kekurangan.
Sebutan "Muslim" secara harfiah berarti pembuat perdamaian. Anda tidak pernah dapat menemukan mahluk lain yang lebih patuh, ramah tamah, tidak agresif dan sebagai warga negara yang cinta damai selain daripada seorang Muslim. Tetapi begitu agamanya, kehormatannya dan hak miliknya diserang, orang Muslim itu menjadi seorang musuh yang menakutkan lawan. Al Qur’an sungguh sangat tepat mengenai hal ini: "Wa la ta’tadu" atau "Dan engkau tidak boleh melampaui batas" (menjadi ofensif atau agresif). Jihad Suci bukanlah sebuah perang untuk menyerang, tetapi untuk mempertahankan diri. Meskipun para perampok, suku-suku bangsa yang bersifat predator, kaum Muslimin yang nomadik dan bersifat agak barbar mungkin saja telah memiliki kepercayaan agama dan keyakinan akan adanya Allah, namun kekurangan pengetahuan dan pelatihan keagamaan agaknya menjadi sebab dasar kelemahan dan kebobrokan akhlak mereka itu. Mereka adalah perkecualian. Seseorang tidak pernah dapat menjadi seorang Muslim yang baik tanpa pelatihan dan pengajaran keagamaan.
b. Menurut deskripsi Nabi Daniel, warga negara Kerajaan Tuhan itu ialah "Orang-Orang Kudus". Dalam teks asli Kaldea atau Aramiah mereka digambarkan sebagai "A’mma d’qaddishid’ I’lionin", sebuah gelar yang hanya pantas bagi seorang Pangeran Para Nabi dan tentaranya yang mulia Muhajirin dan Ansharin, yang membongkar penyembahan berhala dari sebagian besar benua Asia dan Afrika dan membinasakan Binatang Romawi.
Semua kaum Muslimin yang percaya akan Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab Suci-Nya dan Nabi-Nabi-Nya, Hari Kebangkitan dan Pengadilan; bahwa semua kebaikan dan kejahatan adalah milik Allah; dan mengamalkan perintah dan laranganNya menurut kemampuan masing-masing dan dengan sangka baik, adalah orang-orang kudus dan warga negara yang diberkati dalam Kerajaan Tuhan. Tidak ada kebodohan yang lebih besar dalam agama selain daripada kepercayaan bahwa ada pribadi yang disebut Ruh Suci yang memenuhi hati mereka yang telah dibaptis dengan nama tiga tuhan, masing-masing yang ketiga dari tiga atau tiga dari yang ketiga, dan dengan demikian memberkati mereka yang beriman (pada Ruh Suci yang demikian itu -pent.)dalam kemustahilan mereka. Seorang Muslim percaya bahwa bukan hanya ada satu Ruh Suci, tetapi tak terhitung banyaknya ruh suci yang semuanya diciptakan oleh dan menjadi pembantu-pembantu Allah Yang Esa. Kaum Muslimin diberkati bukan dengan cara dibaptis atau dibersihkan, tetapi jiwanya dimurnikan dan dibersihkan dengan cahaya iman dan dengan api gairah dan keberanian untuk mempertahankan dan berjuang untuk keyakinan itu. Yahya Pembaptis, atau mungkin Kristus sendiri (menurut Injil Barnabas) mengatakan: "Aku baptiskan engkau dengan air pada pertobatan(mu), tetapi dia yang datang sesudah aku, dia lebih kuat daripada aku; dia akan membaptis engkau dengan api dan dengan ruh suci". Api inilah dan ruh inilah dengan mana Nabi Muhammad SAW telah membaptis para nomad yang semi barbar, orang-orang kafir penyembah barhala, dan mengubah mereka menjadi satu pasukan orang-orang kudus yang heroik, yang telah mengubah kuil-kuil Yahudi (sinagog) yang tua dan memudar serta gereja-gereja yang karatan menjadi sebuah Kerajaan Allah yang permanen dan kuat di tanah yang dijanjikan dan tempat-tempat lainnya.
4. KEABADIAN DAN MARTABAT KERAJAAN ALLAH
Dua kali Malaikat meyakinkan Daniel tentang hal ini. Disebutkan bahwa "semua bangsa di bawah langit akan mengabdi Orang-Orang Kudus milik Yang Maha Tinggi." Tidaklah memerlukan bukti untuk mengatakan bahwa semua Kekuasaan Kristen menunjukkan kekaguman yang khusus, dan bahkan rasa hormat bila perlu, bukan saja kepada Kekuasaan Orang-Orang Muslim, tempat-tempat suci orang Muslim dan mesjid-mesjid, tetapi juga kepada lembaga-lembaga lokal dari orang-orang Muslim yang ada di bawah kekuasaannya. Rahasia dari "servis" ini adalah: pertama-tama, orang-orang Muslim selalu mengundang kekaguman dan rasa takut melalui tingkah laku mereka yang penuh martabat, keterikatan pada agama mereka dan kepatuhan terhadap hukum yang adil, dan kedamaian mereka; dan kedua, karena pemerintahan Kristen biasanya memperlakukan orang-orang Muslim dengan keadilan dan tidak mencampuri hukum dan agama mereka.
Ruangan tidak mengizinkan kita untuk memperluas pengamatan kita mengenai hal lain-lainnya dari Agama dan Kerajaan Suci ini, seperti misalnya Kalifah-Kalifah Islam, Sultan-Sultan, dan sebagainya. Cukuplah untuk mengatakan bahwa Penguasa Muslim tunduk pada hukum-hukum Al Qur’an yang sama sebagaimana anggota rekan semasyarakat lainnya; bahwa keadilan dan kesopanan adalah jaminan terbaik bagi kesejahteraan dan stabilitas setiap negara, Muslim atau non-Muslim; dan bahwa semangat dan prinsip-prinsip Kitab Allah adalah petunjuk terbaik untuk seluruh perundang-undangan dan sivilisasi.

[7]Dalam bahasa Ibrani Imam zaman dulu disebut Cohen, dan oleh orang Kristen diganti dengan "priest” atau pendeta. Seorang imam Yahudi tidak pernah dapat diidentifikasikan dengan seorang pendeta Sakramen Kristen.
[8]Jesus Kristus tidak pernah menyetujui para pengikutnya untuk menamakan diri mereka sendiri dengan "orang-orang Kristen". Tidak ada gelar lain yang lebih baik bagi kaum Unitarian selain daripada "Muslim".
Bagian ke-2
BAB 11
NABI MUHAMMAD SAW DALAM PERJANJIAN BARU
ISLAM DAN AHMADIYAH DIUMUMKAN OLEH PARA MALAIKAT
Dua peristiwa istimewa telah tercatat oleh dua orang Pengabar Injil (Evangelist) dalam hubungannya dengan kelahiran Nabi Jesus Kristus a.s. Pengabar Injil Mattai (Matius) telah meninggalkan bagi kita sebuah ceritera mengenai ziarah yang indah dari Magi, yang dibimbing oleh bintang dari Persi ke palung di Betlehem, di mana terbaring Jesus yang baru saja dilahirkan, yang mereka "puja" dan mereka beri hadiah-hadiah yang melimpah berupa emas, mirah, dan wangi-wangian. Bahan ceritera yang disingkatkan dari peristiwa sejarah atau ceritera fiksi tentang "Orang Bijak" dari Timur itu pada dirinya adalah suatu legenda bohong yang terdiri dari setengah lusin keajaiban, yang gereja Kristen sendirilah yang mampu menciptakan dan mempercayainya. Gereja telah mempertahankan nama Magi itu, yang dikepalai oleh Raja Caspar, "diilhami oleh Tuhan", dan mengetahui bahwa bayi kecil di Betlehem itu ialah Tuhan, Domba dan Raja, dan karena itu mereka menawarkan wewangian seperti kepada tuhan, mirah untuk penguburannya sebagai korban, dan emas sebagai kekayaan kerajaan! Dan bahwa ahli-ahli sihir Zoroaster atau ahli-ahli nujum Kaldea, melalui ramalan dan petunjuk, melintasi seluruh jarak ke Jeruzalem, dan disitu bintang itu menghilang tak terlihat lagi; bahwa penguasa Herod yang memerintah orang Yahudi dan penduduk Jeruzalem bergemetaran saat mendengar berita kelahiran seorang raja baru; bahwa hanya sebuah pasal yang kacau dalam tulisan-tulisan Nabi Micah (v.2) dapat memecahkan masalah lokalitas di mana kelahiran Jesus itu telah berlangsung; dan akhirnya bahwa para astrolog diberi tahu oleh Tuhan dalam mimpi agar tidak kembali ke Herod, adalah benar-benar beberapa keajaiban indah yang hanya takhayul orang-orang Kristen dapat menelannya. Rombongan kerajaan dari peziarah itu melanjutkan perjalanan ke Betlehem yang hanya beberapa mil jaraknya dari Jeruzalem, dan, bintang penunjuk yang lalu itu muncul lagi dan membimbing mereka hingga bintang itu berhenti tepat di atas tempat di mana bayi itu lahir. Kecepatan yang luar biasa dengan mana perjalanan jauh dari Persia ke Betlehem diakhiri sementara bayi itu masih ada di kandang (Lukas ii. 4 – 7) menunjukkan arti penting keajaiban itu.
Keajaiban lain yang berhubungan dengan kelahiran Jesus Kristus adalah kenyataan, atau suatu fiksi, bahwa sesudah semua demonstrasi di istana Herod itu dan dalam kelas-kelas para terdidik di Jeruzalem, tidak ada seorangpun yang mengetahui tempat tinggal Keluarga Suci itu; dan bahwa kebodohan yang misterius ini menyebabkan pembantaian oleh Herod atas ratusan bayi-bayi di Betlehem dan sekitarnya. Keajaiban terakhir namun bukan yang terkecil yang disindirkan dalam narasi ini adalah dipenuhinya ramalan lain dari Jeremiah ( xxxi. 15), di mana Rahil digambarkan sebagai telah menangis dan meratapi pembunuhan atas kaum Ephraim di Ramah dan bukan Betlehem, dan ini, juga tujuh ratus tahun yang lalu, ketika keturunan Rahil dideportasi ke Asiria sementara dia sendiri telah meninggal jauh sebelum Yakub yang adalah suaminya berpindah ke Mesir! Matius yang sendirian di antara para ahli arsip dan sejarah kuno mengetahui peristiwa ini, tidak menceriterakan kepada kita apa kesan Raja Caspar dan para ahli bintangnya sesudah kunjungan mereka ziarah ke palung Betlehem. Yakinkah atau tidakkah mereka bahwa anak Maryam itu adalah seorang raja? Jika mereka dibujuk bahwa Jesus adalah seorang raja, mengapa bahwa kemudian Persia menindas agama Kristen hingga Persia memeluk agama Islam dalam abad ke tujuh? Tidak benarkah bahwa orang Persia tidak menerima cahaya dan informasi mengenai Jesus orang Nazareth dari para ahli sihir, namun hanya dari tentara Muslim yang dikirim oleh Kalifah kedua Umar?
Bukan maksud saya untuk sekaligus mengingkari kebenaran kunjungan beberapa orang Magi dari Timur ke ruang bawah tanah Jesus, tetapi semata-mata untuk menunjukkan keserakahan atau ambisi gereja untuk membesar-besarkan peristiwa biasa dalam kehidupan Jesus Kristus dan untuk memperagakan di dalamnya beberapa karakteristik supernatural.
Peristiwa lain yang sama indahnya yang berkaitan dengan artikel kita sekarang ini dicatat oleh Pengabar Injil Lukas ( ii. 1 – 20). Beberapa penggembala sedang mengamati kawanan gembalaannya di sebuah lapangan dekat Betlehem pada malam hari ketika Jesus dilahirkan di sebuah palung. Seorang malaikat mengumumkan kelahiran "Tuhan Penyelamat," dan tiba-tiba sekelompok malaikat menampakkan diri di langit dan menyanyikan dengan keras lagu ini:
Kemuliaan bagi Tuhan di Tempat Tertinggi,
Dan damai di bumi,
Dan di antara manusia itikad baik. (Ayat 14)
Lagu malaikat yang tenar ini, dikenal dengan "Gloria in excelsis deo" dan dinyanyikan dalam semua gereja sacerdotal selama perayaan sakramen, adalah sayang sekali hanya sebuah terjemahan kabur dari teks Yunani, yang sama sekali tidak dapat dianggap bisa diyakini atau bernilai kebenaran, karena lagu itu tidak menunjukkan kepada kita kalimat aslinya dalam bahasa yang para malaikat melantunkannya dan yang dimengerti oleh para gembala Ibrani itu. Bahwa tuan rumah langit menyanyikan lagu gembira mereka dalam bahasa si pengggembala, dan bahwa bahasa itu bukan bahasa Yunani tetapi bahasa asli Ibrani –atau lebih baik Aramiah– adalah suatu kenyataan yang diakui. Dalam Kitab-Kitab Suci semua asma Allah, malaikat, sorga, para nabi, dan sebagainya, diungkapkan kepada kita dalam lidah orang Semit (Ibrani, Aramiah, Arab); dan untuk membayangkan bahwa mahluk langit itu menyanyikan lagu dalam bahasa Yunani kepada gembala Yahudi yang bodoh di daerah sekitar Betlehem sama artinya dengan percaya bahwa sekelompok malaikat semacam itu, di cakrawala di atas bukit-bukit tanah Kurdistan, menyanyikan sebuah lagu yang sama dalam bahasa Jepang untuk dicernakan, atau ditebak, oleh beberapa penggembala Kurdistan!
Penampakan seorang malaikat kepada gembala sederhana dari Betlehem dan pengumuman tentang kelahiran seorang Nabi Besar pada malam hari itu, dan mendengar seruan Hallelujah para malaikat saja dan bukan oleh pendeta dan penulis yang sombong, adalah salah satu dari keajaiban yang tak terhitung yang dicatat dalam sejarah bangsa Israel. Tidak ada apa-apa dalam ceritera itu yang bisa dianggap sebagai suatu sifat yang begitu kontradiktif untuk membeberkan ceritera itu menjadi hal yang luar biasa. Seorang malaikat dapat menampakkan dirinya kepada seorang nabi atau kepada seorang pemuja Tuhan yang suci dan menyampaikan wasiyat Tuhan kepadanya di hadapan orang lain, namun sangat tidak nampak bagi mereka. Para gembala yang baik itu mempunyai hati dan kepercayaan yang baik, karena itu mereka itu dianggap pantas untuk suatu kurnia suci. Jadi dari sudut pandang agama tidaklah ada apapun yang tidak kompatibel atau yang tidak mungkin dalam peristiwa yang indah ini seperti dicatat oleh Lukas. Pengarang ceritera ini memperagakan artikulasi yang memiliki ketepatan yang tinggi, dia bijak dan berhati-hati dalam pernyataannya, dan dalam seluruh Injil dia mempergunakan gaya bahasa Yunani yang sangat bagus. Dengan mempertimbangkan kenyataan bahwa dia menulis bukunya lama sesudah kematian para apostel semuanya, dan bahwa dia telah meneliti dengan sangat seksama banyak sekali karya-karya mengenai Jesus dan Injilnya, tampaknya sangat mungkin bahwa dia sadar akan adanya legenda Magi dan menahan dirinya dari memasukkan hal itu ke dalam bukunya sendiri[9].
Dalam empat ayat pertama yang mengawali Injil ketiga ini disebutkan dengan tepat bahwa para apostel yang dia sebut sebagai "saksi dan utusan Tuhan," telah tidak menuliskan sendiri ceritera-ceritera tentang Gurunya dan ajarannya, namun hanya melalui tradisi telah meneruskan ceritera itu secara lisan kepada para pengikutnya atau penggantinya. Juga dengan jelas disebutkan bahwa sumber yang dipergunakan oleh Lukas untuk penyusunan Injilnya adalah berbagai "ceritera" yang dibuat oleh orang-orang yang telah mendengar ceritera-ceritera itu telah dinarasikan oleh para apostel dan orang-orang lainnya yang telah menyaksikan peristiwa dan doktrin itu, dan bahwa pengarang dengan sangat penuh perhatian telah meneliti semua ceritera itu dan memilih hanya yang sedemikian yang dia anggap benar dan patut dipercaya. Lebih lanjut tampak lebih jelas dengan pengakuan Lukas sendiri, yang dengan mudah dapat disimpulkan dari "Pendahuluan", bahwa dia mengklaim dirinya tidak menerima wahyu langsung apapun, juga dia tidak memberikan atribut apapun berupa karakter yang inspirasional ke dalam bukunya. Juga dengan aman dapat diasumsikan bahwa Injil pertama dan keempat belum ditulis ketika Lukas melakukan kompilasi narasinya sendiri, atau bahwa dia tidak melihat Injil pertama dan keempat tersebut; karena tidak mungkin dia telah dapat berspekulasi untuk menyeimbangkan atau menyangkal Injil yang ditulis oleh dua apostel, Matius dan Yohanes.
Observasi singkat ini yang dapat dilipat gandakan harus meyakinkan setiap pembaca yang tidak berpihak bahwa apa yang disebut "Empat Injil" tidak memperagakan tanda-tanda yang penting yang tidak bisa tidak harus ada pada setiap Kitab Suci yang mengklaim dirinya suatu inspirasi suci.
Gereja telah mempercayai bahwa pengarang Injil ketiga adalah tabib Lukas (Kolose iv. 14) yang menemani Paul dalam perjalanan misinya dan bersamanya sebagai tawanan di Roma ( 2 Timotius iv. 11; Filemon 24, dsb). Tetapi di sini bukan tempatnya untuk membicarakan masalah pengarang buku itu, juga hal-hal ganjil lainnya yang penting. Cukup kiranya untuk mengatakan bahwa Lukas telah mencatat beberapa ceritera ibarat yang indah dan ajaran dari Sang Guru Suci, seperti ceritera ibarat "Orang Samaritan yang baik" ( x. 25 - 37); "Orang Kaya yang Serakah" ( xii. 15 –21); orang Farisi dan Publikan yang merasa benar sendiri ( xiii. 9 – 18); Ketekunan dalam berdo’a ( xi. 1 –13); Domba yang hilang, Mata uang yang hilang, Anak laki-laki yang boros ( xv.); Orang kaya dan Lazarus yang miskin ( xvi. 19 – 31); kutu janda yang miskin ( xxi. ); suami yang jahat ( xx. 9 – 16); hakim yang tidak adil ( xviii. 1 – 8); Konversi Zacchaeus ( xix. 1 – 10); dan beberapa lainnya lagi. Namun yang terpenting di antara semua isi Injil ketiga adalah nyanyian malaikat yang menjadi judul dari studi dan kontemplasi kita saat ini.
Nyanyian ini seperti laiknya seluruh isi Perjanjian Baru tidak disajikan kepada kita dalam bahasa asli dengan mana lagu itu dinyanyikan, tetapi hanya dalam versi Yunani; dan Tuhan sendiri mengetahui sumber dari mana Pengabar Injil (Evangelist) kita menyalinnya, menterjemahkannya, atau semata-mata menarasikannya dari kabar angin.
Mungkinkah bahwa Nabi Jesus atau apostelnya tidak meninggalkan sebuah Injil yang sesungguhnya dan otentik dalam bahasa dengan mana Injil itu diwahyukan? Kalau ada sebuah Injil sebenarnya yang semacam itu, apa jadinya dengan Injil itu? Siapa yang menghilangkannya? Apakah itu dimusnahkan? Dan oleh siapa dan kapan? Pernahkah Injil itu diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani atau bahasa asing lainnya? Mengapa gereja tidak telah menyimpan untuk kita teks asli dari Injil yang sebenarnya, atau terjemahannya? Bila jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah negatif, maka kita memberanikan untuk bertanya sebuah serial pertanyaan yang sama pentingnya; yaitu, mengapa apostel dan pengabar Injil bangsa Yahudi ini tidak menuliskannya dalam bahasanya sendiri tetapi semuanya dalam bahasa Yunani? Di mana nelayan Shimon Kipha (Simon Peter), Yohannan (Yohanes), Ya’kub (James), dan orang publikan Matius telah belajar bahasa Yunani agar dapat menulis satu serial Kitab-Kitab Suci? Jika anda berkata: "Ruh Suci telah mengajarkan mereka," maka anda membuat diri anda semata-mata bahan tertawaan. Ruh Suci bukanlah seorang guru tata bahasa dan bahasa. Akan diperlukan wahyu lain untuk menerangkan alasan atau kebijakan mengapa Ruh Suci harus membuat wahyu dalam bahasa Yahudi kepada seorang Israel dari Nazareth, lalu menyebabkannya untuk dimusnahkan, dan akhirnya mengajarkan bahasa Yunani kepada setengah lusin orang-orang Yahudi dan memberikan inspirasi kepada mereka masing-masing untuk menulis sebagian dari wahyu yang sama dengan gaya dan caranya sendiri!
Jikalau diperdebatkan bahwa Injil dan Epistles (surat-surat yang dibuat oleh salah seorang sahabat nabi Isa - pent.) telah ditulis agar berguna bagi orang-orang Yahudi yang tersebar, yang mengetahui bahasa Yunani, kami memberanikan untuk mencari keterangan: Manfaat apa saja yang dapat diraih oleh orang-orang Yahudi yang tersebar itu dari Perjanjian Baru; dan mengapa sebuah salinan daripadanya tidak telah dibuat untuk orang-orang Yahudi Palestina dalam bahasa mereka sendiri, mengingat kenyataan bahwa Jeruzalem adalah pusat Agama baru itu, dan Yakobus, "saudara laki-laki Tuhan Jesus" (Galatia i. 19). adalah Presiden atau Kepala Gereja dan bertempat tinggal di situ (Kisah Para Rasul xv.; Galatia ii. 11 – 15, dsb.).
Akan menjadi usaha sia-sia yang sangat menyedihkan untuk menemukan satupun ceritera ibarat, ramalan atau pesan tentang Jesus yang diungkapkan dalam bahasanya sendiri. Sinode Nicea harus dianggap bertanggung jawab secara kriminil selamanya sebagai satu-satunya penyebab kehilangan yang tak dapat diperbaiki atas Injil Suci dalam teks bahasa aslinya Aramiah.
Adalah cukup jelas alasan mengapa saya begitu gigih mendesakkan keharusan mutlak untuk preservasi yang lengkap utuh atas firman-firman Allah yang diwahyukan; itu disebabkan karena hanya dokumen semacam itulah yang dapat dipertimbangkan sebagai terpercaya dan sah. Sebuah terjemahan, tidak peduli betapapun setia dan mampunya terjemahan itu mungkin telah dilakukan, tidak pernah dapat memelihara kekuatan yang tepat dan pengertian yang benar seperti terkandung dalam kalimat-kalimat dan ungkapan-ungkapan dalam bahasa aslinya. Setiap versi pasti tidak luput dari kemungkinan dipersoalkan dan dikritik. Keempat Injil ini misalnya, adalah bahkan bukan sebuah terjemahan, tetapi justru adalah teks asli dalam bahasa Yunani; dan yang terburuk daripadanya ialah keempat Injil itu telah dikorupsi dengan adanya interpolasi kemudian.
Nah, di hadapan kita ada sebuah nyanyian suci, tanpa diragukan pastilah sudah dinyanyikan dalam dialek Semit, namun seperti adanya itu, telah disajikan kepada kita dalam versi bahasa Yunani. Tentu saja kita sangat ingin tahu kalimat-kalimatnya dalam bahasa aslinya dengan mana lagu itu telah dinyanyikan. Di sini saya meminta perhatian yang serius dari para pembaca akan padanan (ekivalen) yang tepat untuk sebuah istilah dalam bahasa Semit yang diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani dengan "eudokia" dan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan "good will." Nyanyian itu terdiri dari tiga bait. Subyek dalam bait pertama adalah Allaha (bahasa Aramiah), diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani dengan "Theos". Subyek dalam bait kedua adalah Shlama (bahasa Aramiah) dan diterjemahkan dengan "Eiriny" dalam bahasa Yunani. Dan subyek dalam bait ketiga adalah "eudokia" dalam bahasa Yunani, dan diterjemahkan oleh Vulgate (Injil dalam bahasa Latin - Pent.) dengan "Bona voluntas" serta oleh Pshittha (al-Basit) dengan "Sobhra Tabha" (diucapkan sovra tava).
Kedua versi itu (Vulgate dan Pshittha) yang telah diikuti oleh semua versi lainnya, telah gagal untuk menyampaikan arti dan pengertian yang sebenarnya dari kalimat "eudokia," dan dengan sendirinya bait kedua dan ketiga tetap menjadi tidak berarti dan bahkan tanpa pengertian, jika bukan bahkan kedua-duanya tidak benar. Kekecewaan yang mungkin kita rasakan karena tidak mendapatkan kalimat yang tepat dari nyanyian sorgawi ini dalam bentuk aslinya, namun kita tak usah putus asa dalam usaha kita untuk menemukan dan mendapatkan pengertian yang sebenarnya yang terkandung dalam lagu itu.
Karenanya kita akan melanjutkan untuk menemukan arti etimologis yang sebenarnya dari kalimat dalam bahasa Yunani "Eiriny" dan "Eudokia" itu dan tafsir serta pengertian yang sesungguhnya lagu-lagu pujian malaikat itu.
Tafsir orang Kristen untuk "Eiriny" dan "Eudokia" adalah salah dan sama sekali tidak dapat dipertahankan.
Menurut interpretasi atas nyanyian ini oleh semua gereja Kristen dan sekte, kepercayaan akan kesucian Jesus Kristus, kepercayaan dalam penebusan dosa dan api neraka melalui kematiannya di atas tiang salib, dan kepercayaan untuk mengadakan komunikasi yang terus menerus dengan Ruh Suci, membawa "kedamaian" dan ketenangan ke dalam hati, dan membuat orang beriman menghibur terhadap masing-masing "good will," kebajikan dan saling mengasihi. Sejauh ini interpretasi ini telah diterima secara umum oleh kelompok Sakramen dan Pengabar Injil. Tetapi mereka tidak berhenti pada tiga pokok utama ini, dan dengan sangat hati-hati juga; karena sejauh itu tidak ada perdamaian umum dan tidak ada rekonsiliasi, tidak ada persetujuan dan persatuan, tidak ada good will dan saling mengasihi yang dirasakan di antara mereka. Lalu mereka saling berpisah dan mencoba cara lain untuk menjamin "perdamaian" dan "good will" ini. Kaum Sakramen bersikeras pada kepercayaan terhadap tujuh sakramen dan banyak dogma-dogma yang baik akal sehat maupun doktrin Jesus yang sederhana tidak dapat menenggangnya. Gereja, yang telah dibersihkan dengan darah Penebus dosa melalui air baptis yang telah disucikan secara misterius, telah menjadi Pengganti dari Domba dan tubuhnya; gereja, yang adalah tubuh dari Domba itu, memberi makan tubuhnya dengan roti dan anggur yang telah diberkati secara misterius, dan di transubstansikan ke dalam darah dan daging yang sebenarnya dari Pengantin Pria. Pengantin Wanita –Gereja– memiliki ketaatan tertentu terhadap "hati suci" Jesus, Maryam, dan Santo Jusuf; terhadap empat belas tingkat atau rumah Penyaliban; terhadap patung dan gambar dari ratusan orang-orang kudus dan syuhada; terhadap ribuan tulang belulang atau sisa-sisa dari orang-orang kudus dan syuhada yang otentik maupun yang fiktif; dan memuja air yang sudah diberkati persis seperti kepada Tuhan Yang Maha Kuasa! Namun tetap saja tidak ada kedamaian; semua dosa, yang serius atau tidak, harus diakui di hadapan seorang pendeta; dan itu adalah suatu kemutlakan bahwa si pendosa memperoleh dari "bapa spiritual" itu sesuatu yang memberikan rasa damai dan tenang dalam hatinya, dan memenuhinya dengan good will!!!
Kalau kita kembali kepada kelompok evangelikal dari berbagai aliran dan doktrin, kita akan menemukan mereka sedang mencoba untuk mendapatkan kedamaian internal melalui do’a langsung kepada tiga pribadi dari ketuhanan masing-masing secara individual – sekarang kepada Jesus, lain kali ke ruh Suci, lalu ke Bapa – dengan mata tertutup, tetapi dengan isyarat dan gerak-gerak oratorikal; dengan membaca Injil, dan dengan amalan-amalan lainnya secara pribadi maupun umum; dan kemudian mereka percaya bahwa mereka dipenuhi dengan Ruh Suci dan dalam kedamaian! Tetapi saya yakinkan para pembaca bahwa orang-orang Kristen "yang sangat menyesal" ini, yang melalui ketaatan mereka yang dibuat-buat atau yang sungguh-sungguh, berpura-pura telah memperoleh "kedamaian" dan telah memiliki "good will" terhadap tetangganya, mereka itu bukannya menjadi orang-orang yang patuh, lembut hati dan bersifat damai dengan sesamanya sebagaimana halnya Sang Guru yang ditirukannya, tetapi bahkan menjadi orang yang luar biasa penuh dengan syak wasangka dan amat sangat tidak toleran. Apakah dia seorang yang ortodoks atau heterodoks, ketika seorang Kristen keluar dari gereja di mana dia telah "ikut bergabung" dalam "Lord’s Communion" (Perjamuan Makan Bersama Tuhan, atau sakramen) yang mereka sebut dengan “Institution of the Eucharist" atau "Lembaga Ekaristi"[10] mereka menjadi begitu fanatik yang hipokritikal (penuh kepalsuan) dan a sosial seperti misalnya lebih suka ketemu seekor anjing daripada dengan seorang Muslim atau Yahudi, karena mereka (Muslim dan Yahudi) itu tidak percaya akan trinitas dan dalam "Perjamuan Makan Malam Tuhan." Saya tahu hal itu. Saya biasa dalam keadaan sentimen seperti itu ketika saya masih seorang pendeta Katholik. Semakin banyak saya memikirkan diri saya, spiritual, suci dan tidak berdosa, semakin saya menjadi benci kepada orang-orang yang menyimpang (the heretics), terutama mereka yang tidak mempercayai trinitas.
Ketika umat Kristen, terutama pendeta dan para pastor menjadi bersemangat dan fanatik dalam ketaatan dan amalan-amalan mereka yang aneh, mereka menjadi sangat terlalu terangsang, mengamuk, dan ofensif terhadap musuh-musuh agama mereka! Tunjukkan kepada satu orang Katholik, Schismatic atau seorang santo yang heretikal (menyimpang) sesudah Konsili Nicea, yang bukan seorang tiran, apakah itu dalam tulisannya, atau khotbahnya, atau dalam amalannya terhadap mereka yang dia anggap menyimpang (heretics). Inkuisisi Romawi adalah suatu kesaksian yang abadi terhadap pemenuhan (penggenapan) atas nyanyian evangelikal ini "Damai di atas bumi dan good will di antara sesama manusia!"
Jelas bahwa kedamaian sejati tidak dapat didapat dengan cara-cara buatan. Hanya ada tiga cara yang dapat memberikan kedamaian sejati dan sempurna; yaitu, 1) keyakinan yang mantap tak tergoyahkan akan Keesaan Allah yang mutlak; 2) penyerahan dan kepasrahan yang sempurna kepada Kehendak SuciNya; dan 3) meditasi dan kontemplasi yang berulang kali mengenai Allah. Orang yang sudah menjalani tiga cara ini adalah benar-benar seorang Muslim yang sesungguhnya dan praktis, dan kedamaian yang dia peroleh dengan cara itu adalah sejati dan tidak buatan. Dia menjadi orang yang memiliki toleransi, jujur, adil, dan bertenggang rasa; tetapi pada saat yang sama sangat siap untuk berjuang dengan segala kesungguhan dalam mempertahankan semua yang berkaitan dengan kemuliaan Allah dan kehormatannya sendiri bila terancam atau diserang. Jelaslah bahwa memperoleh kedamaian yang sempurna ini diwujudkan dengan keimanan batiniah dan penyerahan yang tegas kepada Sang Pencipta, dan bukan dengan amalan dan ritual lahiriah yang demonstratif. Amalan dan ritual semacam itu akan bermanfaat kepada kita hanya bila iman itu murni, dan penyerahan diri itu sukarela dan tanpa syarat.
Tetapi pastilah para malaikat itu telah tidak menyanyikan lagu itu untuk menghormati kedamaian pribadi atau individual, yang bagaimanapun terbatas secara komparatif pada sejumlah kecil orang-orang alim; tidak juga malaikat itu melakukan hal itu untuk memuji perdamaian universal yang imajiner, yang akan berarti perlucutan senjata atas bangsa-bangsa dan suatu penghentian perang dan permusuhan. Tidak; tidak satupun dari kedua macam kedamaian atau perdamaian itu yang merupakan obyek dari lagu itu. Kedamaian spiritual itu adalah suatu ketenangan hati dan kesadaran yang dikurniakan oleh Allah sebagai suatu penghargaan dan pemberkatan hanya kepada orang-orang beriman yang hanya sedikit yang telah membuat kemajuan besar dalam ketaatan dan kehidupan spiritual, dan mencintaiNya, di atas segalanya, dan mengorbankan cinta-cinta lainnya untuk kecintaanNya.
Juga bukan suatu perdamaian sosial atau politik untuk orang-orang Israel, karena sejarah selama dua puluh abad ini menunjukkan kebalikannya. Karena itu tidak mungkin malaikat itu telah menyanyi dan mengumumkan sebuah perdamaian yang tak pernah dapat diwujudkan atau dicapai. Maka pada satu sisi sesuai dengan kenyataan sejarah yang berturut-turut, dan mengingat pentingnya peristiwa itu maupun daerah di mana pengumuman yang istimewa ini telah dibuat, kita dipaksa, pada sisi lain, untuk menyimpulkan bahwa "perdamaian di muka bumi" ini tidak lain dan tidak bukan ialah kebangkitan Kerajaan Allah di atas bumi yang semakin mendekat, yaitu Islam. Bahasa Yunani "Eiriny" dalam bahasa Semit berarti "Shalom," – "Shlama," dan "Islam." Itulah kesemuanya.
Penyebutan "sejumlah besar sekali tuan rumah malaikat" memberikan pada lagu itu suatu sifat martial atau yang berhubungan dengan kejayaan. Benarlah itu merupakan petunjuk tunggal tentang kegembiraan pada bala tentara yang tergabung pada Kerajaan Langit, yang bermanfaat bagi sekutu mereka yang akan datang yang termasuk dalam Kerajaan Tuhan di atas bumi, yang mana bayi yang baru dilahirkan di Betlehem adalah Pengabar Injil dan Utusan yang terbesar.
Dalam berbagai peristiwa dalam rangka artikel ini, kita telah menerangkan bahwa Shalom dalam pengertiannya yang nyata dan praktis berarti sebuah agama yang baik, mantap, aman, terhormat, dan jalan damai, berhadapan dengan agama yang jahat, buruk, berbahaya, merusak, dan jalan yang membawa kepada penderitaan dan kehancuran. Dalam pengertian inilah bahwa Allah dalam wasiyatNya melalui nabi Yesaya ( xiv ) keapda Cyrus, memakai kata "Shalom" sebagai sinonim dengan kebaikan berhadapan dengan kejahatan. Ini adalah penafsiran tentang Islam yang tepat secara harfiah, etimologis, moral dan praktis, sebagai satu agama sejati , Kerajaan Allah yang amat berkuasa di atas bumi, dengan hukum dan petunjuk-petunjuknya yang tetap dan mantap terttulis dalam Al Qur’an.
Di luar Islam, yang secara harfiah Islam berarti "membuat perdamaian", penafsiran-penafsiran lain atau perdamaian imajiner adalah tidak cocok dengan pengertian di mana "Eiriny" dipergunakan dalam lagu malaikat yang penuh kejayaan itu. Dalam pengertian Islami kata itu bahwa Jesus Kristus dalam khotbah besarnya di bukit bersabda: "Diberkati orang-orang Muslim (secara harfiah berarti "pembuat perdamaian"); karena mereka akan disebut "Anak-Anak Tuhan" (Matius v. 9)[11]. Dan perdamaian imajiner itulah yang disangkal oleh Nabi Jesus Kristus ketika beliau berseru: "Janganlah mengira bahwa aku datang untuk membawa damai di atas bumi; aku datang tidak untuk membawa damai tetapi sebuah pedang" (Matius x. 34 – 36); atau seperti yang diungkapkan Lukas: "Aku datang untuk membakar bumi … Kamu kira bahwa aku datang untuk membawa perdamaian? Aku katakan, tidak; tetapi perpecahan … (Lukas xii. 49 -53).
Kedua pernyataan Jesus yang penting sekali dan saling bertentangan akan tetap sebagai teka teki, kecuali jika "Eiriny" itu ditafsirkan dalam pengertian agama Islam, karena kalau tidak demikian akan merupakan kerusakan yang tak dapat diperbaiki yang gereja Kristen telah melakukan komitmen dengan menerima Injil ini sebagai "Kalimat-Kalimat Tuhan yang diinspirasikan."

[9]Para pembaca disarankan untuk dengan seksama membaca bab "Pendahuluan" atau bab introduksi pada bagian awal dari Injil Lukas.
[10]Saya telah lupa untuk menyebutkan di atas bahwa Santo Lukas, menurut versi kuno Pshittha, tidak memuat ayat 17 –19 dari pasal xxii ; dan apa yang disebut "essential words" atau "kalimat-kalimat penting" tidak pula terdapat dalam lithurgy dari kaum Nestorian.
[11]Ungkapan "Anak-Anak Tuhan" akan dibicarakan kemudian.
BAB 12
"EUDOKIA" BERARTI "AHMADIYEH" (Lukas ii. 14)
Untuk menterjemahkan sebuah masterpiece dari seorang penulis terkemuka dari versi bahasa asing jika orang itu meninggalkan tulisan-tulisan lainnya tetapi dalam bahasanya sendiri, akan tidak sangat sulit. Karena dengan begitu penterjemah itu dapat mempelajari jiwa, alasan-alasan teknis, dan ungkapan-ungkapan dalam karyanya, dan berusaha sebaik mungkin menurut kemampuannya untuk menterjemahkan buku itu kembali ke dalam bahasa aslinya. Tetapi seberapa jauh dia akan berhasil adalah suatu masalah yang hanya seorang penterjemah yang berkemampuan dapat memutuskan dan menentukannya. Sama saja halnya, apabila ada paling tidak sepasang surat atau tulisan Santo Lukas dalam bahasa Ibrani, kitab Injilnya secara komparatif dapat diterjemahkan dengan lebih sedikit kesulitan ke dalam bahasa selain daripada apa yang kini sudah dapat dilakukan. Namun sayang bahwa hal sedemikian itu bukanlah masalahnya. Karena tiada apapun yang tersisa dari tulisan-tulisan kuno dalam bahasa yang dipakai Jesus dari mana Santo Lukas menterjemahkan lagu malaikat itu; juga dia sendiri tidak meninggalkan kepada kita sebuah kitab lain dalam dialek Semit.
Agar saya menjadi lebih baik dimengerti, dan agar para pembaca yang berbahasa Inggris lebih baik menghargai arti penting yang luar biasa dari masalah ini, saya memberanikan untuk menantang para sarjana dalam literatur Inggris dan Perancis untuk menterjemahkan kembali sebuah buku drama karya Shakespeare dalam editi Perancis ke dalam bahasa Inggris tanpa melihat teks asli yang berbahasa Inggris, dan untuk menunjukkan kelembutan dan keelokan (grace and elegance) karya aslinya juga.
Ahli filsafat Muslim yang besar Ibn Sina (Avicenna) menulis dalam bahasa Arab, dan beberapa dari bukunya kemudian diterjemahkan kembali dari bahasa Latin ke bahasa Arab karena yang asli telah hilang. Apakah reproduksi ini merupakan teks yang persis sama karya Aristotle Muslim ini? Pastilah tidak!
Dalam artikel sebelum ini dalam serial ini, mengenai "Eiriny" kita telah membicarakan masalah penterjemahan ini hingga batas tertentu; dan kita tidak menjumpai kesulitan untuk menemukan ekivalen dalam bahasa Ibrani dari "Shalom", karena kedua-duanya identik baik dalam Septuagint maupun dalam teks Ibrani. Namun kata Yunani "Eudokia" tidak demikian halnya, sebaik pengetahuan saya, dalam versi Septuagint, dan sangatlah sukar untuk menemukan ekivalen atau sinonim dalam bahasa aslinya. Santo Barnabas tidak menyebutkan nyanyian malaikat dan ceritera tentang Gembala dari Betlehem itu dalam Injilnya; demikian pula Synoptic lainnya atau surat-surat dalam Perjanjian Baru.
Bahasa Yunani modern sering menggunakan kata "Eudokia" dan "Eudoxia" untuk kata sebutan feminin; dan kedua kata benda ini terdiri dari dua unsur: "eu" dan "dokeo" dari yang terakhir disebut itu diturunkan "doxa" yang berarti "kemuliaan" atau "pujian" dan sebagainya.
Untuk menemukan kata asli dalam bahasa Semit dalam lagu yang didengar dan diceriterakan oleh gembala yang saleh itu, dan yang pengabar Injil Lukas memformulakannya sebagai "Eudokia", kita dipaksa untuk menyelidiki dan menjejaki dengan benar dari akar kata dalam bahasa Yunani dan derivasinya. Namun sebelum melakukan itu, adalah perlu untuk memberikan kritik dan menunjukkan versi-versi yang salah yang telah melingkari arti Eudokia yang sebenarnya dan menutupi kabar kenabiannya terhadap Ahmad atau Muhammad.
Ada dua versi utama dalam Perjanjian Baru dari teks Yunani, yang satu berasal dari yang disebut bahasa "Syriac," dan yang lain dalam bahasa Latin. Keduanya menyandang judul yang sama pentingnya yaitu "Simplex" atau "Simple" yang keduanya berarti "Pshittha" dan "Vulgate". Terdapat bahan informasi yang baru tentang kedua versi kuno yang terkenal itu yang pasti memalukan bagi para ahli sejarah Kristen yang paling terpelajar dan ahli-ahli teologi yang paling dogmatik. Namun untuk saat ini cukup kiranya untuk mengatakan bahwa versi Aramiah[12] yang disebut Pshittha adalah lebih tua daripada Vulgate yang dalam bahasa Latin. telah diketahui secara umum bahwa Gereja Roma untuk selama empat abad pertama tidaklah memiliki Kitab-Kitab Sucinya atau Liturgy dalam bahasa Latin tetapi dalam bahasa Yunani. Sebelum Konsili Nicea tahun 325 M, Canon dari kitab-kitab Perjanjian Baru belum selesai (completed) atau lebih baik (sudah) mapan (established). Ada beberapa lusin Injil dan Surat-Surat (Epistles) yang membawa beberapa nama apostel yang berbeda-beda dan sahabat-sahabat Jesus lainnya, yang oleh berbagai masyarakat Kristen dianggap sebagai suci, tetapi buku-buku itu ditolak oleh Konsili Nicea sebagai palsu.
Karena tempat kedudukan atau pusat bahasa dan pelajaran bahasa Syria adalah Orhai, yaitu Edessa, dan tidak pernah Antiokia, di sinilah buku-buku Perjanjian Baru itu diterjemahkan dari bahasa Yunani sesudah Konsili Nicea yang terkenal dengan nama buruknya itu.
Penelitian dan studi yang mendalam mengenai literatur dan sejarah Kristen masa awal akan menunjukkan bahwa pendeta-pendeta pertama dari Injil adalah orang-orang Yahudi yang berbahasa Aramiah atau Syriac kuno. Apakah "Injil" ini adalah sebuah dokumen yang tertulis, atau sebuah doktrin yang tidak tertulis atau sebuah agama yang diajarkan dan disiarkan secara lisan, adalah suatu masalah tersendiri dan terletak di luar ruang lingkup pembicaraan kita saat ini. Namun satu hal adalah pasti dan betul ada dalam batas-batas pokok pembicaraan kita ini, yaitu orang-orang Kristen masa awal itu melakukan upacara keagamaan mereka dalam bahasa Aramiah. Itu adalah bahasa yang umum dipergunakan oleh orang-orang Yahudi, Syria, Funisia, Kaldea dan Asiria. Nah sekarang menjadi jelas bahwa orang-orang Kristen yang termasuk dalam bangsa-bangsa yang berbahasa Aramiah pastilah lebih memilih membaca buku dan berdo’a dalam bahasa mereka sendiri, dan dengan sendirinya berbagai Injil, Surat-Surat, buku-buku do’a, dan liturgi ditulis dalam bahasa Syria. Bahkan orang Armenia sebelum mereka ciptakan alfabet mereka sendiri dalam abad kelima, telah mempergunakan huruf Syria.
Pada pihak lain, orang-orang yang telah berpindah agama yang bukan orang Yahudi dari ras Semit (non-Semitic gentile) ke "jalan baru" membaca Perjanjian Lama dalam versi bahasa Yunani dari "Seventy." Dengan begitu para sarjana filsafat Yunani dan mantan pendeta "agama" mitologi Yunani, sekali telah mengalami perubahan agama ke keyakinan yang baru dan dengan Septuagint di hadapan mereka, dapat saja tidak mengalami kesukaran dalam memproduksi "Perjanjian Baru" sebagai pelengkapan atau kelanjutan dari Perjanjian Lama.
Bagaimana Injil yang sederhana dari Utusan Allah dari Nazareth itu telah menjadi sumber dari dua alam pikiran Semitik dan Hellenistik yang kuat dan berlaku saat itu; dan bagaiman alam pikiran Yunani yang politeistik itu akhirnya melibas kepercayaan monoteistik Semit di bawah Kaisar Yunani-Latin yang tiranikal, dan di bawah Uskup-Uskup Trinitarian dari Byzantium dan Romawi yang paling tidak toleran dan penuh ketakhayulan, adalah semua itu merupakan titik saat-saat ekstrim untuk studi yang mendalam oleh sarjana-sarjana Muslim.
Lalu ada masalah-masalah mengenai kesatuan keyakinan, tentang doktrin, dan tentang teks yang telah diungkapkan. Untuk selama lebih dari tiga abad Gereja Kristen tidak mempunyai Perjanjian Baru seperti bentuknya sekarang yang kita lihat. Tidak satupun gereja-gereja Semit maupun Yunani, demikian pula Antiokia, Edessa, Byzantium dan Romawi yang memiliki semua buku dari Perjanjian Baru, juga tidak memiliki empat Injil itu sebelum Konsili Nicea. Dan saya heran bagaimana gerangan atau apa jadinya kepercayaan Kristen itu yang hanya memiliki Injil Lukas, atau Markus, atau Yohanes, mengenai dogma-dogma perihal Eucharist, Pembaptisan, Trinitas, konsep ajaib tentang Jesus, dan beberapa lusin dogma dan doktrin lainnya! Pshittha versi Syria tidak memuat apa yang disebut "Yang Penting-Penting" ("Essential") atau "Kalimat-Kalimat Dogma" ("Institutional Words") yang kini masih ada dalam Injil Lukas ( xxii. 17, 18, 19). Dua belas ayat terakhir dari enam belas pasal dari Injil kedua tidak diketemukan dalam manuskrip kuno Yunani. Apa yang disebut "Do’a Tuhan" (Matius vi. 9; Lukas xi. 2) tidak dikenal oleh pengarang –pengarang Injil kedua dan keempat. Pada kenyataannya banyak ajaran penting yang dimuat dalam satu Injil tidak diketahui oleh Gereja yang tidak memiliki Injil itu. Akibatnya ialah bahwa tidak mungkin dapat ada keseragaman dalam pemujaan, disiplin, otoritas, keyakinan, perintah-perintah, dan hukum dalam masa awal gereja, persis seperti sekarang yang juga tidak ada. Semua yang dapat kita kumpulkan dari literatur tentang Perjanjian Baru adalah bahwa orang-orang Kristen dalam era apostel memiliki Kitab-Kitab Suci Yahudi sebagai Injil, dengan Injil yang berisi wahyu yang sebenarnya yang diturunkan kepada Jesus, dan bahwa substansinya persis sama seperti ketika dinyatakan dalam "Nyanyian Malaikat" ("Seraphic Canticle") yaitu ,ISLAM dan AHMADIYEH. Misi khusus yang ditugaskan oleh Allah kepada NabiNya Jesus adalah untuk mengembalikan atau merubah orang-orang Yahudi dari kepercayaan yang menyimpang dan salah mengenai Al Masih keturunan Daud (Davidic Messiah), dan untuk meyakinkan mereka bahwa Kerajaan Tuhan di muka bumi yang mereka harapkan bukanlah datang dari Al Masih keturunan Daud, tetapi keturunan keluarga Ismail yang bernama AHMAD, yang ekivalen sebenarnya dari namanya telah dituliskan dalam Injil Yunani dalam bentuk "Eudoxos" dan "Periclytos" dan bukan "Paraclete" seperti diciptakan oleh gereja. Dengan sendirinya bahwa "Periclyte" itu akan merupakan salah satu pokok pembicaraan utama dalam serial artikel ini. Namun apapun arti dari "Paraclete" (Yohanes xiv. 16, 26; xv. 26; dan xvi. 7) atau kartografi etimologis-nya, tetap ada kebenaran yang bersinar yang ditinggalkan oleh Jesus sesudahnya dan sebuah agama yang belum selesai untuk dilengkapkan dan disempurnakan oleh apa yang dilukiskan oleh Yohanes atau Yahya (ubi supra) dan Lukas( xxiv. 49) sebagai "Ruh" (Spirit). "Ruh" ini bukan Tuhan, yang ketiga dari tiga dalam trinitas ketuhanan, tetapi Ruh Suci dari Ahmad, yang telah ada seperti Ruh para Nabi lainnya di Sorga (cf Injil Barnabas). Jika Ruh Jesus, berdasarkan kesaksian seorang apostel, Yohanes ( xvii. 5, dsb), telah ada sebelum beliau menjadi manusia, orang-orang Muslim juga dapat dibenarkan seratus persen untuk mempercayai telah adanya Ruh Nabi Muhammad SAW berdasarkan kesaksian seorang apostel juga, Barnabas! Dan mengapa tidak? Karena masalah ini akan dibicarakan dalam artikel berikutnya, untuk saat ini semua yang ingin saya tanyakan kepada gereja Kristen adalah ini: Apakah semua gereja Kristen di Asia, Afrika, dan Eropah memiliki Injil keempat sebelum Konsili Nicea? Bila jawabannya meyakinkan adanya, berdo’alah, bawalah bukti-bukti anda; bila jawabannya adalah sebaliknya, maka harus diakui bahwa sebagian besar orang Kirsten tidak mengetahui apa-apa tentang "Paraclete" – nya Santo Yohanes, sebuah kata yang dikorupsi yang tidak berarti baik "penghibur" (comforter) ataupun "perantara" (mediator) atau tidak berarti apapun! Hal ini pastilah suatu tuduhan yang serius dan menyedihkan terhadap agama Kristen.
Namun kembali pada pokok persoalan. Pshittha telah menterjemahkan kata "Eudokia" dalam bahasa Yunani (Orang Yunani membacanya "Ivdokia," atau mungkin mengucapkannya "Ivthokia") seperti halnya "Sobhra Tabha" (diucapkan: "Sovra Tava"), yang berarti "harapan baik" (good hope) atau " antisipasi yang baik" (good anticipation); sedang sementara itu di pihak lain Latin Vulgate (Injil dalam bahasa Latin) telah menterjemahkan "Eudokia" sebagai "Bona Volunta" atau "good will" – "itikad baik".
Tanpa takut saya menantang semua pakar atau sarjana Yunani, jika mereka berani, untuk menentang saya bila saya menyatakan bahwa para penterjemah buku-buku versi Syria dan Latin telah membuat kesalahan yang serius dalam interpretasi mereka atas kata "Eudokia." Bagaimanapun harus saya akui bahwa saya dengan berhati-hati tidak dapat menyalahkan para penterjemah itu yang dengan kesengajaan telah merusakkan arti istilah dalam bahasa Yunani ini; karena saya menyadari bahwa kedua versi itu mempunyai sebuah dasar yang tidak signifikan untuk membenarkan terjemahan mereka masing-masing. Namun meskipun demikian, haruslah dicatat bahwa mereka dengan begitu telah kehilangan pengertian ramalan dan arti yang sesungguhnya dari perbendaharaan kata bahasa Semit ketika mereka merubahnya ke dalam kata dalam bahasa Yunani "Eudokia."
Ekivalen yang tepat dan harfiah dari "good hope" dalam bahasa Yunani bukan "eudokia," tetapi "eu elpis" atau agaknya "euelpistia." Eksposisi dari ‘evelpistia" (pengucapan yang benar dalam bahasa Yunani) cukup untuk membuat Pshittha diam. Istilah yang persis dan pasti yang sama untuk "bona volunta" dalam bahasa Latin atau "good will" dalam lidah Yunani pastilah bukan "eudokia," tetapi "euthelyma." Dan penjelasan yang singkat namun mematikan ini sekali lagi adalah sebuah bantahan yang mencukupi kepada para pendeta dari Vatikan, dari Phanar (Konstantinopel), dan dari Canterbury, yang melagukan "Gloria in Excelsis" ketika mereka merayakan sebuah Misa atau melakukan sakramen lainnya.
1. ETIMOLOGI DAN PENGERTIAN "EUDOKIA"
Sekarang marilah kita melanjutkan usaha memberikan arti yang sebenarnya dari "Eudokia".
Sisipan depan yang bersifat kata sifat "eu" menunjukkan "baik, baik atau sehat, lebih , paling " ("good, well, more, most,") seperti dalam kata "eudokimeo" yang berarti "dihargai, disetujui, dicintai" ("to be esteemed, approved, loved,") dan "untuk mendapatkan kemuliaan" ("to acquire glory"); "eudokimos" berarti "sangat dihargai, paling terkenal dan mulia" ("very esteemed, most renowned and glorious"); "eudoxos" berarti "paling termasyhur dan mulia" ("most celebrated and glorious"); "eudoxia" berarti "seorang yang terkenal, kemasyhuran" ("celebrity, renown"). Substantif dalam bahasa Yunani "doxa" yang dipergunakan dalam kata majemuk "orthodox". "doxology" dan sebagainya, berasal dari kata kerja "dokeo." Setiap siswa literatur berbahasa Inggris mengetahui kata "doxa" berarti "kemuliaan, kehormatan, kemasyhuran" (" glory, honor, renown"). Terdapat banyak ungkapan dalam pengarang-penganrang klasik Yunani di mana "doxa" dipergunakan untuk menunjukkan "kemuliaan" ("glory"); "Peri doxis makheshai" berarti "berjuang untuk kemuliaan" ("to fight for glory"). Seorang orator Athena yang terkenal Demosthenes "lebih menyukai kemuliaan daripada kehidupan yang tenang" ("preferred glory to a tranquil life"), "kemuliaan yang sama dengan kemuliaan para dewa" ("glory equal to that of the gods"). Saya menyadari kenyataan bahwa "doxa", meskipun jarang, dipergunakan untuk menunjukkan
a. pendapat atau kepercayaan
b. dogma, prinsip, doktrin, dan
c. anticipasi atau harapan.
Namun pada umumnya pengertiannya yang umum dan komprehensif adalah "kemuliaan" ("glory"). Sebenarnya, bagian pertama dari Canticle diawali dengan "Doxa (Glory) bagi Allah Yang Maha Tinggi."
Dalam "Dictionnaire Grec - Francais" - kamus bahasa Yunani – Perancis (diterbitkan dalam tahun 1846 di Paris oleh R.C. Alexandre) kata "eudokia" diterjemahkan sebagai "bienveillence, tendresse, volunte, bon plaisir," ("benevolence, tender, goodwill, good pleasure") dan sebagainya; dan pengarangnya memberikan "dokeo" sebagai akar kata dari "doxa" dengan berbagai arti dan pengertiannya seperti telah saya sebutkan di atas.
Orang-orang Yunani yang ada di Konstantinopel yang saya mempunyai beberapa kenalan di antara para guru-gurunya, sementara sependapat mengartikan "eudokia" dengan "kegembiraan, kecantikan, kesenangan, dan keinginan" ("delight, loveliness, pleasantness, and desire"), juga mengakui bahwa kata itu berarti "seorang yang termasyhur, terkenal, keterhormatan" ("celebrity, renown, honourability") dalam pengertian aslinya sekaligus.
2.ETIMOLOGI DARI BENTUK BAHASA IBRANI MaHMaD DAN HiMDaH, DAN PENGERTIANNYA
Saya yakin bahwa jalan satu-satunya untuk mengerti arti dan semangat Injil adalah untuk mempelajarinya dari sudut pandang yang Islami. Hanya dengan begitu kemudian bahwa sifat yang sesungguhnya dari Wahyu Suci dapat dimengerti, dihargai dan dicintai. Juga hanya kemudian bahwa unsur-unsur yang lancung, palsu, dan heterogen di dalamnya dapat diketemukan dalam ciri-cirinya yang paling hitam dan dihilangkan. Dan dari sudut pandang inilah bahwa saya menyambut baik kata dalam bahasa Yunani "Eudokia" yang dalam pengertian yang sebenarnya dan harfiah dengan sangat mengagumkan sesuai dengan "Mahmad, Mahamod, Himdah" dan "Hemed" dalam bahasa Ibrani yang begitu sering dipergunakan dalam Perjanjian Lama.
a. Hamad. Kata kerja in yang terbuat dari tiga konsonan yang penting "hmd" dan umum bagi semua dialek Semit, di manapun dalam Tulisan Suci dari bangsa Ibrani menunjukkan arti: mendambakan, jatuh cinta, rindu akan, senang dan gembira dalam," ("to covet, fall in love, long for, take pleasure and delight in") dan "bergairah sekali" ("to desire ardently"). Mereka yang mengetahui bahasa Arab akan dengan sendirinya mengerti arti yang komprehensif dari kata "Shahwat" yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris dengan "lust, cupidity, ardent desire, and appetite." Begitulah arti dan pengertian yang tepat dari kata kerja "hamad" dalam Kitab Suci Ibrani. Salah satu dari perintah dari "Sepuluh Perintah" (Dacalogue) dari Taurat atau Hukum mengandung pasal yang berikut ini: "Lo tahmod ish reikha" artinya "Engkau tidak boleh merindukan isteri tetanggamu" ("Thou shalt not covet the wife of thy neighbour") - Exodus xx. 17).
b. Hemed. sebagai substantif dalam kedudukan maskulin, dan "Himdah" dalam kedudukan feminin, mempunyai arti: "nafsu, gairah, keenakan, kesenangan, obyek kerinduan dan kegairahan, kecantikan" ("lust, desire, pleasantness, delight, object of longing and desire, loveliness") – Hagai ii. 7; Jeremiah xxv. 34, dsb.).
c. MaHMaD, MaHaMoD (Ratapan i. 7, 10; ii. 4, dsb.), bentuk-bentuk partisip ini berasal dari kata kerja "hamad" dan berarti "paling didambakan, menyenangkan, mengenakkan, lezat, menarik, mulia, dicintai" ("most covetable, delightful, pleasant, delicious, charming, precious, beloved")
Bahwa bentuk dalam bahasa Arab untuk "MuHaMmaD" dan bentuk dalam bahasa Ibrani "MaHMaD dan MaHaMoD berasal dari satu kata kerja atau akar kata yang sama, dan bahwa keduanya, meskipun ada sedikit perbedaan ortografi antara keduanya, mempunyai satu asal dan pengertian yang umum sedikitpun tidak diragukan sama sekali. Saya telah memberikan pengertian dari bentuk-brentuk dalam bahasa Ibrani sebagaimana orang Yahudi dan para lexicografer telah memahaminya.
d. Karena itu akan diamati bahwa kata dalam bahasa Yunani "eudokia" harus merupakan representasi harfiah dari substantif dalam bahasa Ibrani HiMDaH, dan bahwa keduanya berarti: "kesenangan, keenakan, kenikmatan yang baik, gairah, kecantikan, kemuliaan," ("delight, pleasantness, good pleasure (bon plaisir), desire, loveliness, preciousness") dan beberapa kata sinonim lainnya.
Nah, dari yang tersebut di atas itu akan diperoleh pengertian bahwa ekivalen yang sesuai dengan MaHaMoD dalam bahasa Ibrani tidak bisa lain daripada "eudoxos" yang adalah obyek dari kegairahan dan kerinduan, yang paling menyenangkan, mengenakkan dan didambakan, dan yang paling mulia, disetujui, dicintai, dan dihargai.
Bahwa di antara anak-anak Adam nama Muhammad harus telah diberikan untuk pertama kalinya hanya kepada anak Abdullah dan Aminah di kota Mekkah, adalah suatu keajaiban yang unik dalam sejarah agama-agama. Tak mungkin ada alat yang artifisial, usaha, atau pemalsuan dalam hal ini. Orang tuanya dan saudara-saudaranya adalah orang-orang yang "fitr" lurus tetapi tidak tahu apa-apa tentang ramalan dalam Kitab-Kitab Suci Ibrani atau Kristiani mengenai seorang Nabi besar yang dijanjikan untuk datang mengembalikan dan mendirikan agama Islam. Pilihan mereka akan nama Muhammad atau Ahmad tidak dapat diterangkan sebagai suatu kejadian yang bertepatan atau peristiwa yang kebetulan. Hal itu sudah barang tentu suatu takdir Tuhan dan karena ilham.
Apakah penyair-penyair dan ahli-ahli sastra Arab telah memelihara atau tidak memelihara pengertian kuno dari partisip pasif bahasa Ibrani dari bentuk pi’el dari kata kerja hamad, saya tidak mempunyai sarana apapun untuk membuktikan dengan satu atau cara lainnya. Namun bentuk partisip pasif dalam bahasa Arab dari konjugasi pi’el dari kata kerja hammida adalah Muhammad, dan bahwa kata yang sama himmid dalam bahasa Ibrani adalah Mahmad atau Mahamod. Pertalian antara kesamaan dan identitas kedua bentuk itu tidak dapat dipermasalahkan.
Dengan setia saya telah mereproduksikan pengertian dari bentuk-bentuk dalam bahasa Ibrani seperti telah diberikan oleh para lexicografer dan penterjemah. Namun pengertian intrinsik atau spiritual dari "Himdah" dan "Mahamod" adalah: "pujian dan pantas untuk dipuji, seorang yang termasyhur dan dihormati, kemuliaan dan mulia" ("praise and praiseworthy, celebrity and celebrated, glory and glorious"). Karena di antara mahluk dan benda yang diciptakan, apa yang dapat "lebih mulia, terhormat, terkenal, dan terpuji daripada yang paling didambakan dan dirindukan" ("more glorious, honorable, illustrious, and praised than that which is most coveted and desired"). Di dalam pengertian praktis inilah bahwa Al Qur’an mempergunakan kata "hamdu" dari mana kata Ahmad dan Muhammad berasal, dan "hamdu" adalah kata yang sama dengan "hemed" dalam bahasa Ibrani. Kemuliaan Nabi Muhammad SAW melampaui kemuliaan mahluk lainnya yang manapun, seperti dilukiskan oleh Daniel ( vii 0, dan dalam wahyu Allah: "Law la ka lama Khalaqna ‘l-Aflaka" yang artinya: " Kalau bukan karena engkau, kalau bukan karena engka (wahai Muhammad yang tercinta), Kami tidak telah menciptakan dunia" (atau langit). tetapi kehormatan dan kemuliaan yang tertinggi yang diberikan oleh Allah kepada UtusanNya yang paling dihargai adalah bahwa beliau diperintahkan untuk mendirikan dan menyempurnakan agama Allah yang sejati, yang bernama "Islam," yang seperti nama Nabi Muhammad SAW memiliki begitu sangat banyak pengertian yang menghibur dan menyehatkan: "damai, jaminan, keamanan, ketenangan, keselamatan" ("peace, security, safety, tranquility, salvation") dan "Kebaikan" berhdapan dengan "Kejahatan"; tambahan lagi pengertian penyerahan diri dan kepasrahan kepada Kehendak Allah. Visi dengan mana Gembala yang saleh dihormati dalam peristiwa kelahiran Jesus Kristus adalah tepat dan menguntungkan. Karena seorang Misionaris besar Allah, seorang Evangelis Islam telah dilahirkan. Karena Jesus adalah Utusan dari Kerajaan Allah, demikian pula Injilnya adalah suatu Introduksi kepada Al Qur’an. Kebangkitan Jesus adalah permulaan suatu era baru dalam sejarah agama dan moral. Beliau sendiri bukan "Mahamod" yang harus datang sesudahnya untuk menghancurkan Yang Jahat dan Kerajaan Penyembahan Berhala di Tanah jang Dijanjikan. "Binatang Keempat" kekuasaan Romawi yang kuat, masih bertumbuh dan melebarkan daerah taklukannya. Jeruzalem, dengan kuil dan kependetaan yang indah, akan dihancurkan oleh Binatang itu. Jesus "datang kepada kaumnya sendiri; tetapi kaumnya itu tidak sudi menerimanya." Dan mereka di antara orang-orang Yahudi yang menerima beliau dijadikan "anak-anak Kerajaan" tetapi sisanya tersebar di seluruh dunia. Kemudian diikuti oleh sepuluh penindasan yang mengerikan di bawah Kaisar Romawi yang penyembah berhala yang telah memahkotai ribuan orang dengan tiara kesyahidan; dan Constantine Agung dan pengganti-penggantinya dibenarkan untuk menumpas orang-orang yang beriman sesungguhnya pada Keesaan Allah. Kemudian adalah Nabi Muhammad SAW – bukan tuhan atau anak tuhan, tetapi "Anak Manusia yang mulia, didambakan, yang paling terkenal, Bar Nasha yang sempurna" yang harus datang dan menghancurkan Binatang itu.

[12]Versi Pshittha dari Perjanjian Lama tidak pernah memakai kata "Syria" dan "Syriac," tetapi "Aram" dan "Aramiah".
BAB 13
YAHYA PEMBAPTIS MENGUMUMKAN TENTANG SEORANG NABI YANG SANGAT BERKUASA
John Pembaptis atau Yahya Pembaptis, menurut ceritera empat orang Pengabar Injil, adalah sepupu dan hidup semasa dengan Jesus, hanya kira-kira enam bulan lebih tua daripada Jesus. Al Qur’an tidak menyebutkan apa-apa tentang kehidupan dan karya Nabi ini kecuali bahwa Tuhan melalui para malaikat, telah memberitahu ayahnya Zakariya: "Allah menyampaikan kabar gembira kepadamu tentang (lahirnya) Yahya. Yang membenarkan sebuah Kalimat dari Allah. Seorang yang mulia, suci. Seorang Nabi di antara orang yang saleh." (Q.3: 39). Tidak ada yang diketahui tentang masa bayinya, kecuali bahwa beliau seorang dari Nazareth yang hidup di belantara, memakan belalang dan madu liar, menutup tubuhnya dengan secarik kain dari bulu onta, yang diikat dengan korset kulit. Diyakini beliau termasuk dalam sebuah sekte agama Yahudi yang disebut "Essenes" dari siapa telah dikeluarkan "Ibionites" orang-orang Kristen awal yang karakteristik utamanya adalah menahan diri dari kenikmatan dunia. Sebenarnya istilah yang deskriptif dalam Al Qur’an tentang Nabi pertapa ini ialah "hasura" yang berarti "suci" dalam pengertian semua kata – menunjukkan bahwa beliau menjalani sebuah kehidupan membujang yang penuh kesucian, kemiskinan dan kesalehan. Beliau tidak terlihat dari masa awal mudanya hingga beliau seorang laki-laki dewasa dalam usia 30 tahun atau lebih, ketika beliau memulai misinya berdakwah tentang penyesalan dosa dan pembaptisan pendosa-pendosa yang menyesal dengan air. Banyak orang tertarik datang ke belantara Judea untuk mendengarkan khotbah Nabi baru yang berapi-api; dan orang-orang Yahudi yang menyesal itu dibaptis oleh beliau diperairan sungai Jordan. Beliau mencela orang-orang Farisi dan para Pendeta yang berpendidikan tetapi fanatik, dan mengancam orang-orang Saduki yang terpelajar tetapi rasional dengan pembalasan yang akan datang. Beliau menyatakan bahwa beliau membaptis mereka hanya dengan air saja sebagai simbol pemurnian hati dengan penyesalan. Beliau mengabarkan bahwa akan datang sesudah beliau seorang Nabi yang akan membaptis mereka dengan Ruh Suci dan api; yang akan akan mengumpulkan gandumnya ke dalam lumbung dan membakar sekam dengan api yang tidak terpadamkan.
Selanjutnya beliau menyatakan bahwa beliau yang akan datang sesudahnya sampai titik tertentu lebih superior daripadanya sendiri dalam kekuasaan dan martabat yang Yahya Pembaptis mengakui tidak pantas atau tidak berharga untuk membungkuk membukakan tali kasutnya. Hal itu terjadi dalam salah satu dari kegiatan pembaptisan oleh Yahya Pembaptis bahwa Jesus orang Nazareth juga datang dan masuk ke dalam air sungai Jordan dan dibaptis oleh Nabi Yahya seperti orang-orang lain. (Markus i. 9) dan Lukas (iii.21) yang menceriterakan pembaptisan Jesus oleh Yahya Pembaptis ini tidak mengetahui ucapan Yahya Pembaptis dalam masalah ini seperti disebut dalam Matius (iii), di mana dinyatakan bahwa Pembaptis itu berkata kepada Jesus: "Akulah yang perlu dibaptis olehmu, dan engkau datang kepadaku?" Kepada ucapan mana Jesus menjawab: "Marilah kita menggenapkan kebenaran"; dan kemudian beliau membaptis Yahya. Sinoptik menyebutkan bahwa ruh nubuah datang kepada Jesus dalam bentuk seekor burung merpati pada saat beliau keluar dari air, dan sebuah suara terdengan berkata: "Inilah anakKu yang tercinta, dengan siapa Aku merasa senang."
Injil Keempat (Yohanes) tidak mengetahui apapun tentang Jesus yang dibaptis oleh Yahya; namun menceriterakan kepada kita bahwa Pembaptis itu ketika melihat Jesus berseru: "Lihatlah Domba Tuhan itu," dan sebagainya (Yohanes i.). Injil Keempat ini berpura-pura bahwa Andrew adalah murid Pembaptis, dan sesudah meninggalkan gurunya membawa saudara laki-lakinya Simon kepada Jesus (Yohanes i.) – sebuah ceritera yang tanpa malu bertentangan dengan pernyataan dari Pengabar Injil yang lain (Matius iv. 18-19; Markus i. 16-18). Dalam Injil Santo Lukas ceritera itu sama sekali lain; di sini Jesus mengenal Simon Peter sebelum dia dijadikan murid (Lukas iv. 38-39); dan keadaan yang menyebabkan Sang Guru menerima anak-anak laki-laki Junus dan Zebedee sebagai muridnya adalah sama sekali asing bagi Pengabar Injil itu (Lukas iv. 1-11). Keempat Injil dari kaum Gereja Trinitarian itu berisi banyak pernyataan yang bertentangan tentang dialog antara dua Nabi yang bersepupu itu. Dalam Injil Keempat kita baca bahwa Pembaptis itu tidak mengetahui siapa Jesus itu adanya hingga sesudah beliau dibaptis, ketika Ruh yang berupa sebuah burung merpati turun dan bertengger padanya (Yohanes i.); sementara itu Santo Lukas berceritera kepada kita bahwa Pembaptis itu, ketika masih sebuah foetus atau janin dalam kandungan ibunya, mengenal dan memuja Jesus, yang juga adalah sebuah janin yang lebih muda dalam perutnya Maryam (Lukas i. 44). Lalu kita diberitahu lagi bahwa Pembaptis itu ketika ada di penjara, di mana beliau dipotong kepalanya (Matius xi. xiv), tidak mengetahui sifat sebenarnya dari misi Jesus!
Terdapat indikasi yang misterius tersembunyi dalam pertanyaan yang diajukan oleh para pendeta dan kaum Levi kepada Nabi Yahya. Mereka bertanya pada Pambaptis: "Apakah anda itu Al Masih? Apapah anda Eliyah?" Dan ketika beliau menjawab: "Bukan!" mereka berkata: "Kalau anda bukan Al Masih dan juga bukan Eliyah, dan juga bukan Nabi itu, mengapa anda membaptis?" (Yohanes i.). Karena itu akan dicatat bahwa, menurut Injil Keempat itu, Yahya Pembaptis itu bukanlah Al Masih, bukan pula Eliyah dan bukan pula Nabi itu! Dan saya memberanikan diri untuk bertanya kepada Gereja Kristen, yang percaya bahwa yang telah memberikan inspirasi semua pernyataan yang bertentangan ini adalah Ruh Suci, yaitu yang ketiga dari tiga tuhan, siapa lalu yang dimaksudkan oleh pendeta-pendeta Yahudi dan kaum Levi itu dengan "And that Prophet"? Jika tidak, maka apa manfaat duniawiyah dari Injil yang penuh kepalsuan dan interpolasi ini? Sebaliknya bila anda mengetahui siapa Nabi itu, mengapa anda diam seribu bahasa?
Dalam kutipan di atas (Yohanes i.) dengan jelas disebutkan bahwa Pembaptis itu berkata bahwa beliau bukan seorang Nabi; sementara Jesus diceriterakan sebagai telah berkata: "tak ada laki-laki yang dilahirkan oleh semua wanita yang lebih besar daripada Yahya" (Matius xi.). Benarkah Jesus telah membuat pernyataan sedemikian itu? Apakah Yahya Pembaptis itu lebih besar dari Ibrahim, Musa , Daud dan Jesus sendiri? Dan dalam hal apa beliau lebih superior dan lebih agung? Kalau kesaksian Jesus tentang anak Zakariya ini otentik dan benar, maka keagungan dari "Pemakan Belalang di dalam belantara" itu hanya dapat berarti dalam hal kezuhudannya atas dunia dan segala isinya, pengingkaran terhadap dirinya sendiri, dan mencegah dirinya dari dunia dengan segala kemewahan dan kenikmatannya; keinginannya yang membara untuk mengajak orang-orang untuk menyesali dosa; dan berita baiknya tentang "Nabi itu."
Atau seperti apa yang akan dikatakan oleh gereja, bahwa keagungan beliau karena beliau adalah sepupu, hidup semasa dengan dan menyaksikan Jesus? Nilai dan keagungan seseorang ataupun seorang Nabi dapat ditentukan dan dihargai melalui karyanya. Kita sama sekali tidak tahu apa-apa tentang jumlah orang-orang yang telah dikonversikan (pindah agama) melalui dakwah dan pemurnian dengan pembatisan oleh Yahya. Tidak juga kita diberi tahu mengenai akibat konversi pada sikap orang-orang Yahudi yang menyesali dosa itu terhadap "Domba Tuhan."
Kristus dikatakan sebagai telah menyatakan bahwa Yahya Pembaptis adalah inkarnasi dari Nabi Eliyah (Matius xi. 14, xvii. 12; Lukas i. 17), sedangkan Yohanes dengan jelas berkata pada perutusan orang-orang Yahudi bahwa beliau bukan Eliyah, bukan Kristus, juga bukan Nabi itu (Yohanes i.).
Dari Injil yang penuh dengan pernyataan yang berlawanan dan saling menyangkal itu, dapatkah seseorang membuat sebuah kesimpulan yang benar? Atau dapatkah seseorang itu mencoba untuk menemukan kebenaran? Tuduhan itu adalah luar biasa menyedihkan dan serius, karena orang-orang yang tersangkut di dalamnya bukan mahluk kebanyakan yang mortal (bisa mati) seperti kita sendiri, tetapi dua orang Nabi yang keduanya diciptakan di dalam kandungan oleh Ruh dan terlahir dengan penuh keajaiban – yang satu tidak mempunyai ayah, sedang yang lain orang tuanya adalah orang-orang yang sudah tua bangka yang steril dan mandul. Urgensi dari tuduhan itu bahkan lebih serius bila kita sampai pada mempertimbangkan sifat dari dokumen di mana pernyataan-pernyataan yang bertentangan itu termuat. Para penceritera itu adalah para Pengabar Injil, orang-orang yang disangkakan sebagai mendapat inspirasi dari Ruh Suci, dan catatan-catatan mereka dianggap sebagai sebuah wahyu! Namun di situ ada kebohongan, sebuah pernyataan palsu, atau suatu pemalsuan disatu tempat. Eliyah (Elias/Ilyas) dikatakan akan datang sebelum "Nabi itu" (Matius iv. 5, 6); Jesus mengatakan: "Yahya adalah Eliyah"; dan Yahya mengatakan: "Aku bukan Eliyah," dan ini adalah Kitab Suci yang sakral dari umat Kristen yang telah membuat kedua pernyataan yang positif dan sekaligus juga negatif!
Adalah mutlak tidak mungkin mendapatkan kebenaran, agama yang sejati, dari Injil-Injil ini, kecuali jika mereka dibaca dan diteliti dari sudut pandang Islami dan secara Unitarian. Hanyalah kemudian bahwa kebenaran itu dapat disimpulkan dari kepalsuan, yang otentik dibedakan dari yang palsu. Semangat dan iman Islam sendirilah yang dapat menyaring Injil dan membuang sekam atau sampah dan kesalahan dari halaman-halamannya. Sebelum lebih jauh melanjutkan dengan menunjukkan bahwa Nabi yang dinubuahkan oleh Pembaptis itu tidak dapat lain selain daripada Nabi Muhammad SAW, saya harus meminta perhatian serius dari pembaca artikel saya terhadap satu atau dua hal penting berikut ini.
Pertama, dapat dicatat bahwa orang-orang Muslim sangat menghormati dan memuliakan semua Nabi, terutama mereka yang nama-namanya disebut dalam Al Qur’an, seperti Yahya (John) dan Isa (Jesus); dan mempercayai bahwa para apostel dan murid Jesus adalah orang-orang kudus. Namun karena kita tidak mempunyai tulisan-tulisan mereka yang asli dan tidak telah dicemari, dengan sendirinya kita tidak dapat membayangkan sekejappun adanya kemungkinan bahwa salah satu dari kedua Pemuja Allah yang agung ini telah saling mempertentangkan diri.
Hal lain yang penting untuk dicatat adalah Injil Barnabas dengan sangat berarti diam seribu bahasa tentang Yahya Pembaptis. Injil ini yang tidak pernah menyebut nama Yahya, meletakkan nubuahnya tentang "Nabi yang lebih berkuasa" itu di mulut Jesus Kristus. Di situlah Kristus, ketika sedang berbicara tentang Ruh Nabi Muhammad SAW sebagai telah diciptakan sebelum Ruh semua Nabi, telah berkata bahwa begitu mulia saat ketika beliau datang (sehingga) Jesus akan menganggap dirinya sendiri sebagai tidak berharga untuk berjongkok dan membuka tali kasutnya.
"Penyeru" agung di belantara itu, dalam rangka khotbah kepada banyak orang, biasa berseru dengan keras dan mengatakan: "Aku baptiskan engkau dengan air kepada penyesalan dan keampunan dosa. Namun ada seorang yang datang sesudah aku yang lebih kuasa daripada aku, yang tali kasutnya aku tidak pantas untuk membukanya; beliau akan membaptis engkau dengan Ruh dan api." Kalimat-kalimat ini telah diceriterakan dengan berbeda oleh para Pengabar Injil, namun semuanya mengandung pengertian yang sama tentang rasa hormat yang tertinggi dan perhatian mengenai kepribadian yang mengagumkan dan kemuliaan yang penuh keagungan dari Nabi yang sangat berkuasa yang dinubuahkan di dalam kalimat-kalimat itu. Kalimat dari Pembaptis ini sangat deskriptif tentang cara ketimuran yang berkaitan dengan keramah tamahan dan kehormatan yang dianugerahkan kepada seorang tamu yang mulia. Pada saat tamu itu melangkah masuk, tuan rumah atau salah satu dari anggota keluarga itu bergegas menyambut dan membukan kasutnya, dan mengawalnya ke sebuah sofa atau bantal duduk. Bila tamu itu meninggalkan rumah itu hal yang sama berupa tindakan yang penuh hormat itu diulangi; dia dibantu mengenakan kasutnya, tuan rumah berjongkok mengikatkan tali kasutnya.
Apa yang ingin dikatakan oleh Yahya Pembaptis adalah bahwa seandainya beliau itu harus menjumpai Nabi yang mulia itu, beliau pastilah akan menganggap dirinya sendiri sebagai tidak pantas menerima kehormatan membongkok untuk membuka tali kasutnya. Dari penghormatan yang oleh Pembaptis telah diberikan sebelum kedatangan "Nabi itu" (paid beforehand) satu hal yang pasti: bahwa Nabi yang dinubuahkan dikenal oleh semua Nabi sebagai Adon mereka, Tuan mereka, Sultan mereka; bila tidak demikian maka seseorang yang begitu terhormat, Utusan Allah yang suci dan tidak berdosa seperti Yahya itu, pastilah tidak akan telah membuat pengakuan dengan rendah hati sedemikian itu.
Nah kini tinggallah tugas untuk menentukan identitas dari "Nabi itu." Karena itu artikel ini harus dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
A. Nabi yang dinubuahkan itu bukan Jesus Kristus; dan
B. Nabi yang dinubuahkan itu adalah Muhammad.
Setiap orang mengetahui bahwa gereja Kristen telah selalu menganggap Yahya Pembaptis sebagai seorang bawahan Jesus, dan bentaranya. Semua komentator Kristen menunjuk Jesus sebagai obyek kesaksian dan nubuah dari Yahya.
Meskipun bahasa para Pengabar Injil telah dirusak oleh para interpolator kearah itu, namun kecurangan atau kesalahan tidak dapat selamanya lepas dari mata yang menyelidik dari seorang pengritik dan seorang peneliti yang tidak berpihak. Jesus tidak mungkin sebagai obyek dari kesaksian Yahya, karena:
1. Preposisi "sesudah" (after) itu jelas mengecualikan Jesus dari Nabi yang dinubuahkan. Keduanya (Yahya dan Jesus – Pent.) adalah hidup dalam satu masa dan dilahirkan dalam satu tahun yang sama. "Beliau yang datang sesudah aku" kata Yahya, "lebih kuat daripada aku." Kata "sesudah" ini menunjukkan masa datang itu ada pada jarak yang tidak terbatas (indefinite; dan dalam bahasa pernubuahan hal itu menyatakan satu putaran masa atau lebih. Sangat termasyhur di kalangan para Sufi dan mereka yang menjalani kehidupan spiritual dan seorang yang melakukan kontemplasi bahwa setiap putaran, yang dianggap sama dengan lima atau enam abad, akan muncul Jiwa Seorang Yang Termasyhur yang agung yang dikelilingi oleh beberapa satelit yang muncul di beberapa bagian dunia, dan memperkenalkan gerakan keagamaan dan sosial yang agung yang berlangsung untuk beberapa generasi sampai seorang Nabi lain yang bersinar, yang disertai oleh murid-murid dan para sahabat yang banyak, muncul dengan reformasi dan pencerahan yang monumental. Sejarah agama yang sejati, dari Nabi Ibrahim hingga Muhammad SAW, dengan demikian dihiasi dengan peristiwa-peristiwa yang membuka era baru di bawah Nabi Ibrahim, Musa, Daud, Zorobabel, Jesus dan Muhammad SAW. Masing-masing era baru itu ditandai dengan isyarat-isyarat karkateristik yang khusus. Masing-masing membawa kemajuan dan kemudian memudar dan berkarat sampai munculnya seorang termasyhur lain pada adegan itu, dan seterusnya ke bawah hingga bangkitnya Yahya, Jesus dan Apostel satelit (Nabi Muhammad SAW ? – Pent.).
Yahya mendapatkan bangsanya sudah bekerja keras di bawah penindasan kejam Romawi, dengan Herod mereka yang jahat dan prajurit-prajurit yang kafir. Beliau menyaksikan orang-orang Yahudi yang bodoh diselewengkan oleh seorang pemimpin agama yang koruptif dan sombong, Kitab Suci Injil dirusak dan diganti dengan literatur nenek moyang yang penuh takhayul. Beliau melihat bahwa orang-orang itu telah kehilangan harapan untuk diselamatkan, kecuali bahwa Nabi Ibrahim, yang adalah bapak bangsa mereka, mau menyelamatkan mereka. Beliau memberi tahu mereka bahwa Nabi Ibrahim tidak menghendaki mereka sebagai anak-anaknya, karena mereka itu tidak berharga bagi seorang ayah yang seperti Nabi Ibrahim itu, tetapi bahwa "Tuhan dapat membangkitan anak-anak bagi Ibrahim dari batu-batu ini" (Matius iii.). Kemudian mereka memiliki harapan yang samar-samar akan datangnya Al Masih, seorang dari keturunan keluarga Daud, yang mereka nantikan waktu itu, seperti juga mereka kini menantikannya, untuk datang dan mengembalikan kerajaan Daud di Jeruzalem.
Nah, ketika utusan orang Yahudi dari Jeruzalem itu bertanya: "Apakah anda Al Masih itu?" dengan marah beliau memberikan jawaban negatif terhadap pertanyaan ini maupun pertanyaan berikutnya. Hanya Tuhan sendiri mengetahui omelan dan teguran apa yang telah mereka dengar dari uncapan-ucapan marah Nabi Suci dari Belantara yang gereja atau sinagog dengan hati-hati tidak membiarkan omelan dan teguran itu muncul dalam bentuk tulisan.
Dengan mengesampingkan hal-hal yang berlebih-lebihan, yang terbukti telah ditambahkan kepada Injil-Injil, kami sepenuhnya percaya bahwa Pembaptis memperkenalkan Jesus sebagai Al Masih yang sejati, dan memberi nasehat orang banyak untuk mematuhinya dan mengikuti perintahnya dan Injilnya. Tetapi dengan jelas beliau mengatakan kepada orang-orang itu bahwa ada seorang terkenal lain yang agung dan yang terakhir yang begitu mulia dan dihargai di hadapan Allah yang Yahya tidak pantas untuk membuka tali kasutnya.
2. Bukanlah Jesus yang dimaksudkan oleh Yahya, karena jika itu adalah masalahnya maka beliau pasti sudah mengikuti Jesus dan menyerahkan dirinya kepadanya sebagai seorang murid dan bawahannya. Namun hal itu bukan persoalannya. Sebaliknya kita dapati beliau berkhotbah dan membaptis, menerima pemula dan murid-murid, menghukum Herod demi kebaikan, mencela hirarki orang-orang Yahudi, dan meramalkan kedatangan seorang Nabi lain "yang lebih berkuasa" daripada dirinya, tanpa sedikitpun memperhatikan kehadiran sepupunya di Judea atau Galilee.
3. Meskipun gereja Kristen telah menjadikan Jesus sebagai seorang tuhan atau seorang anak tuhan, kenyataan bahwa beliau telah dikhitan seperti setiap orang Israel, dan dibaptis oleh Yahya seperti seorang Yahudi kebanyakan, membuktikan bahwa masalahnya adalah justru kebalikannya. Kalimat-kalimat yang dipertukarkan antara Pembaptis dan yang dibaptis di perairan sungai Jordan tampak sebagai suatu interpolasi atau suatu hal yang umum karena kalimat-kalimat itu bertentangan dan bersifat menipu. Jika benar Jesus sebagai orang yang diramalkan oleh Pembaptis sebagai "yang lebih berkuasa" dari dirinya sendiri, yang dengan begitu beliau "tidak pantas untuk membungkuk dan membuka ikatan tali kasutnya," dan bahwa "beliau akan membaptis dengan Ruh dan api," maka tidak ada keperluannya ataupun logikanya bahwa Jesus telah dibaptis oleh orang yang lebih rendah dari dirinya di sungai seperti orang Yahudi kebanyakan yang menyesali dosa! Ungkapan Jesus: "Akan bijaksana bagi kita untuk menggenapi semua keadilan," adalah tidak dapat difahami. Mengapa dan bagaimana "semua keadilan" akan diwujudkan oleh mereka jika Jesus telah dibaptis? Ungkapan ini sama sekali tidak berarti apa-apa. Hal itu disebabkan entah karena interpolasi atau sebuah klausul telah dengan sengaja dihilangkan. Inilah suatu kejadian yang menyediakan dirinya sendiri untuk dipecahkan dan diinterpretasikan oleh semangat Islam. Dari sudut pandang orang Islam, satu-satunya logika dalam ungkapan Jesus ini adalah bahwa Yahya melalui mata seorang Sufi, merasakan sifat nubuah yang ada pada orang Nazareth itu, dan mengiranya untuk sementara sebagai Nabi Akhir Allah yang Agung, dan akibatnya menarik diri untuk membaptiskannya; dan bahwa itu terjadi hanya sesudah Jesus mengakui identitasnya sendiri bahwa beliau mengizinkan untuk membaptisnya.
4. Kenyataan bahwa Yahya selagi ada di penjara mengirimkan muridnya kepada Jesus dan bertanya: "Apakah anda Nabi itu yang akan datang, atau haruskah kita menunggu yang lain lagi?" jelas sekali menunjukkan bahwa Pembaptis tidak mengetahui anugerah tentang nubuah pada diri Jesus hingga beliau mendengar, ketika ada dalam penjara, tentang keajaibannya. Kesaksian Matius ini ( xi.3) bertentangan dengan dan membatalkan ceritera dalam Injil Keempat (Yohanes i.) di mana disebutkan bahwa Pembaptis itu ketika melihat Jesus, berseru: "Lihat Domba Tuhan yang menghapuskan dosa dunia itu!" Pengabar Injil yang keempat itu tidak mengetahui apapun tentang kesyahidan yang kejam atas Yahya (Matius xiv; Markus vi. 14-29).
Dari sudut pandang Islam dan kaum Unitarian, adalah suatu kemustahilan moral bahwa seorang Pembaptis seperti Yahya Pembaptis, yang digambarkan Al Qur’an sebagai "Sayyidan, Master wa Hasuran, suci, dan seorang Nabi dari fihak yang lurus" harus menggunakan ungkapan-ungkapan yang bersifat kafir (paganish expression) tentang Jesus Kristus (Domba Tuhan – Pent.). Sifat dan esensi sebenarnya dari misi Yahya adalah untuk berdakwah tentang pertobatan dosa, yaitu bahwa setiap orang itu bertanggung jawab atas dosanya dan harus menanggungnya, atau menghilangkannya sendiri dengan menyesali dosa atau bertobat. Pembaptisan itu hanya penyucian dari luar saja atau pemandian sebagai sebuah simbol pengampunan dosa, namun hal itu ialah kontribusi, pengakuan (kepada Tuhan, dan kepada dia yang terluka karena dosa itu, jika secara mutlak perlu) dan sebuah ikrar untuk tidak mengulanginya lagi, yang dapat menghilangkan dosa itu. Jika Jesus itu "Domba Tuhan" untuk menghilangkan dosa dunia, maka khotbah Yahya akan menjadi – Tuhan melarang! – tidak masuk akal dan tidak berarti apa-apa! Tambahan lagi Yahya yang lebih baik daripada yang lainnya telah mengetahui bahwa kalimat semacam itu (jika keluar – Pent.) dari bibirnya pasti akan telah menyebabkan – seperti sudah selalu demikian halnya – suatu kesalahan yang tidak dapat diperbaiki yang pasti akan menodai dan merusak bentuk gereja Kristus secara keseluruhan. Akar dari kesalahan yang telah menodai agama gereja itu harus dicari dan ditemukan dalam bisnis "vicarious sacrifice" (pengorbanan yang dilakukan untuk orang lain? – Pent.) yang tak masuk akal ini! Apakah "Domba Tuhan" itu telah menghapus dosa dari dunia ini? Lembaran-lembaran hitam "sejarah eklesiastikal" dari gereja-gereja yang telah menyeleweng ("heretical") yang manapun yang banyak sekali dan bersikap bermusuhan akan menjawab dengan sebuah kata "TIDAK" yang besar! "Domba-domba" dalam kotak-kotak pengakuan dosa dapat berceritera kepada anda melalui keluhan mereka di bawah beban besar dari dosa-dosa yang beraneka ragam yang dilepaskan dari bahu mereka yang , sekalipun (ada) ilmu pengetahuan dan sivilisasi mereka, umat Kristen membuat dosa-dosa lebih mengerikan, pembunuhan, pencurian, berlebih-lebihan dalam banyak hal, perzinaan, perang, penindasan, perampokan, dan keserakahan yang tidak pernah terpuaskan untuk menaklukkan dan uang daripada dosa-dosa seluruh manusia dijadikan satu.
5. Yahya Pembaptis tidak mungkin menjadi bentara Jesus Kristus dalam arti di dalam mana gereja menafsirkan misinya. Beliau diperkenalkan kepada kita oleh Injil sebagai "suara yang berseru keras di tengah belantara," sebagai penggenapan dari pasal dalam Yesaya (xl.3), dan sebagai bentara Jesus Kristus atas otoritas Nabi Malakhi (Malakhi iii. 1). Untuk menyatakan bahwa misi atau tugas Pembaptis adalah menyiapkan jalan untuk Jesus – yang terdahulu dalam kapasitasnya sebagai seorang bentara dan yang kemudian dalam kapasitasnya sebagai Penakluk yang berjaya yang datang "tiba-tiba ke kuilnya", dan di sana mendirikan agamanya "Shalom" dan menjadikan Jeruzalem dengan kuilnya lebih mulia daripada sebelumnya (Hagai ii. 8) – adalah sama dengan mengakui kegagalan total atas seluruh permasalahan.
Bagaimanapun satu hal adalah benar seperti benarnya dua tambah dua sama dengan empat – bahwa keseluruhan proyek, sesuai dengan pandangan yang berlebihan dari umat Kristen, membuktikan kegagalan total. Karena dari sudut pandang yang manapun kita meneliti penafsiran oleh gereja, kegagalan itu tampak jelas. Sebaliknya daripada menerima pangerannya di Jeruzalem di Pintu Gerbang Kuil dengan mengenakan tiara dan kemurnian hati, di tengah seruan-seruan ekstatik orang-orang Yahudi, bentara itu menerimanya, telanjang seperti dia sendiri, di tengah sungai Jordan; dan kemudian memperkenalkannya, sesudah mencelupkan tuannya ke dalam air, kepada khalayak sebagai "Lihatlah, inilah Al Masih itu!" atau "ini ialah Anak Tuhan!" atau "lihatlah Domba Tuhan!" sama saja berarti semata-mata menghina orang-orang Israel atau menghujat; atau semata-mata memperolok Jesus maupun membuat dirinya sendiri bahan ejekan.
Karakter sebenarnya dari misi asetik yang keras, dan arti sejati dari khotbahnya, sekaligus telah disalah fahami oleh gereja, tetapi dimengerti oleh para pendeta Yahudi dan "casuist" (kelompok orang yang irasional) yang dengan keras kepala menolaknya. Saya akan menangani soal ini dalam artikel yang akan datang, dan menunjukkan bahwa sifat dari misi Yahya maupun obyek dari wasiyat Kristus kepada orang-orang Yahudi adalah sangat berbeda dengan apa yang gereja berpura-pura mempercayainya.
BAB 14
NABI YANG DIRAMALKAN OLEH PEMBAPTIS PASTILAH NABI MUHAMMAD SAW
Ada dua pernyataan yang berarti tentang Yahya Pembaptis yang dibuat oleh Jesus Kristus, namun dicatat dalam suatu cara yang misterius. Pernyataan yang pertama tentang Pembaptis itu ialah bahwa Yahya diperkenalkan kepada dunia sebagai reinkarnasi dari Eliyah dari Perjanjian Lama. Misteri dengan mana sebutan ini diliput terdiri dari hal berdiam diri Kristus yang berarti mengenai identitas orang yang diharapkan akan diungkapkan oleh Eliyah secara resmi dan memperkenalkannya kepada dunia sebagai Nabi Terakhir. Bahasa Jesus dalam hal ini sangat luar bisa tidak jelas, bermakna ganda (ambiguous), dan misterius. Jika Yahya itu Eliyah, seperti dinyatakan dengan jelas dan tanpa takut, lalu mengapa orang itu yang bentaranya ialah Eliyah tidak disebut dengan jelas dan tanpa takut? Jika Jesus adalah "Utusan Dalam Perjanjian (Covenant)" dan Dominator - terjemahan Vulgate untuk "Adon" yang bahasa Ibrani - (Malakhi iii. 1), mengapa dia tidak secara terbuka mengatakannya begitu? Jika dia dengan berani menyatakan bahwa itu bukan dia sendiri tetapi seorang Nabi lain yang adalah "Dominator" tersebut, maka sesungguhnya pastilah sebuah tangan kriminal telah menghapus dan mengganti kalimat-kalimat Jesus itu dari Injil yang asli. Dalam semua peristiwa, adalah Injil-Injil itu yang harus bertanggung jawab atas makna ganda dan ketidak jelasan. Tak dapat digambarkan kecuali sebagai pengrusakan setani (diabolical) atas teks yang telah menyesatkan milyaran orang Kristen selama begitu banyak abad. Jesus, apapun yang beliau percaya sebagai yang beliau wakili, harus, untuk mengatakan paling tidak, telah menunjukkan dirinya sendiri sebagai orang yang berterus terang (straightforward), dan telah dengan berterus terang berkata: "Yahya adalah Eliyah yang telah diutus sebagai seorang bentara untuk menyiapkan jalan bagiku!" Atau jika itu bukan masalahnya, maka beliau pasti sudah membuat pernyataan berikut: "Yahya adalah Eliyah yang telah diutus untuk menyiapkan jalan bagi Nabi Muhammad SAW." Barangkali ini sebagai akibat kecintaan Jesus untuk kegandaan makna (ambiguity). Sebenaryalah ada beberapa kejadian – seperti diceriterakan dalam Injil – di mana Jesus memberikan sebuah jawaban atau membuat sebuah pernyataan yang tidak jelas and sama sekali tidak bisa dimengerti. Dengan mengesampingkan hal ketuhanannya (his godhead), sebagai seorang Nabi, tidak, bahkan sebagai seorang guru, beliau diharapkan sebagai guru dan pemimpin yang berterus terang.
Pernyataan yang lain bahkan diliputi dengan misteri yang lebih pekat. "Tiada laki-laki yang dilahirkan dari seorang wanita yang lebih besar daripada Yahya Pembaptis," kata Jesus, "tetapi yang terkecil di Kerajaan Sorga adalah lebih besar daripada Yahya." Apakah Jesus bermaksud untuk mengajarkan kepada kita bahwa Yahya Pembaptis dan semua Nabi dan orang-orang beriman ada di luar Kerajaan Tuhan? Siapakah yang "terkecil" yang "lebih besar" daripada Yahya, dan dengan sendirinya daripada semua orang-orang Tuhan yang ada sebelum Pembaptis? Apakah Jesus bermaksud dengan "terkecil" itu dirinya sendiri, atau "yang terkecil" diantara orang-orang Kristen yang telah dibaptis? Tidak mungkin itu dirinya sendiri, karena pada masanya Kerajaan itu belum lagi berdiri di muka bumi ini; kalau itu dia sendiri, maka dia tidak dapat menjadi "yang terkecil" di dalamnya, karena dia adalah pendirinya. Gereja-gereja, atau lebih tepat setiap gereja, ortodoks atau heterodoks, dari sudut pandang mereka sendiri yang janggal – telah menemukan pemecahan yang sangat kompleks atau tidak masuk akal untuk masalah ini; dan pemecahan masalah itu ialah bahwa orang Kristen "yang terkecil" yang telah dicuci dengan darah Jesus – melalui sakramen pembaptisan menurut keyakinan Sacerdotal, atau melalu regenerasi tertenu menurut takhayul Pengabar Injil – menjadi "lebih besar" daripada Pembaptis dan semua bala tentara yang terdiri dari orang laki-laki maupun perempuan yang suci, termasuk di dalamnya Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Daud, Eliyah, Daniel dan Yahya Pembaptis! Dan alasan atau bukti dari akuan (claim) yang fantastik ini ialah bahwa orang-orang Kristen betapapun berdosanya, bodohnya, rendahnya, miskinnya dia itu mungkin, asalkan dia memiliki keyakinan pada Jesus sebagai Penyelamatnya, mempunyai hak istimewa yang Nabi-Nabi suci menginginkannya namun tidak bisa menikmati hak itu. Hak istimewa ini tidak terhitung banyaknya; pemurnian dari dosa asal melalui pembaptisan Kristen; pengetahuan tentang "Trinitas Yang Suci" (!!! hasha, astaghfirullaah! – Allah melarang dan semoga mengampuninya); pemberian makan kepada tubuh dan darah Jesus dalam Sakramen Eucharist; kelembutan dalam membuat salib; hak istimewa atas kunci Sorga dan Neraka yang diserahkan kepada Sovereign Pontiff (Paus atau Uskup yang berkuasa?) dan ekstasi yang luar biasa dari kaum Puritan, Quaker, Brethren, dan semua sekte yang disebut Nonconformist yang, masing-masing menurut caranya sendiri, sementara mengaku berhak atas hak istimewa dan prerogatif, semua sepakat bahwa setiap orang Kristen yang baik itu pada Hari Kebangkitan akan menjadi gadis perawan dan menyediakan dirinya sebagai pengantin wanita dari "Domba Tuhan"!
Tidakkah anda berpikir bahwa orang-orang Kristen benar untuk mempercayai bahwa "yang terkecil" di antara mereka "lebih besar" daripada semua Nabi? Tidakkah anda berpendapat bahwa seorang biarawan Patagonia yang kokoh kekar dan seorang biarawati penjara dari Paris adalah lebih tinggi daripada Adam dan Hawa, karena misteri dari Trinitas itu disingkapkan kepada orang-orang yang kebingungan ini dan tidak kepada orang tua pertama kita yang hidup di Sorga Allah sebelum mereka jatuh? Atau, tidakkah anda berpikir bahwa keyakinan sejenis ini adalah paling tidak menarik dan paling tidak pantas dalam masa puncak ilmu pengetahuan lanjut dan sivilisasi? Menyatakan bahwa seorang pangeran Inggris atau seorang yatim piatu negro "lebih besar" daripada Yahya Pembaptis karena mereka orang-orang Kristen, setidak-tidaknya, adalah penuh rasa kebencian!
Meskipun demikian semua kepercayaan dan iman yang bermacam-macam itu berasal dari Perjanjian Baru dan dari kalimat-kalimat yang diletakkan di mulut Jesus dan para apostelnya. Tetapi untuk kita orang Muslim ada kilau cahaya yang menarik yang tertinggal dalam Injil; dan itu cukup bagi kita untuk menemukan kebenaran tentang Jesus yang sesungguhnya dan sepupunya Yohannan Ma’mdana atau Yahya Pembaptis.
YAHYA PEMBAPTIS MERAMALKAN NABI MUHAMMAD SAW
1. Menurut kesaksian Nabi Jesus, tidak ada seorang laki-laki yang dilahirkan seorang perempuan yang pernah lebih besar daripada Yahya Pembaptis. Tetapi "yang terkecil" di dalam Kerajaan Sorga lebih besar daripada Yahya. Perbandingan yang dibuat oleh "Ruh Tuhan" (Ruhu’llah = Jesus) itu adalah antara Yahya dan semua Nabi sebelumnya sebagai opsir dan administrator Kerajaan Sorga . Kini secara kronologis Nabi yang terakhir akan menjadi yang terkecil dari antara semuanya, dia akan menjadi junior-nya dan yang termuda. Kata "zira" dalam bahasa Aramiah, seperti dalam bahasa Arab "saghir" berarti "sedikit atau kecil (little), anak muda kecil (small young)." Versi Pshittha (Injil dalam bahasa Syriac) memakai kata "zira atau z’eira" sebagai lawan kata "rabba" untuk "besar, tua atau lama" (great, old). Setiap orang Kristen akan mengakui bahwa Jesus bukanlah Nabi "yang terakhir," dan karenanya tidak mungkin Jesus "yang terkecil." Bukan saja para Apostel yang dianugerahi dengan kemampuan meramal, tetapi juga banyak orang suci lainnya dalam masa apostel mendapat anugerah hal serupa menurut kitab Kejadian xi. 27-28; xiii. 1; xv. 32; xxi. 9-10, dsb.)!
Dan karena kita tidak dapat menentukan mana dari antara Nabi-Nabi Gereja yang banyak itu "yang terakhir", tentu saja kita terpaksa untuk mencari di tempat lain seorang Nabi yang tak dapat dibantah lagi sebagai Yang Terakhir dan Penutup dari Daftar Para Nabi. Dapatkah kita membayangkan adanya bukti yang lebih kuat dan lebih cemerlang yang mengacu pada Nabi Muhammad SAW daripada penggenapan atau pemenuhan, dalam pribadinya yang suci, ramalan suci Jesus Kristus?
Dalam daftar panjang keluarga nabi-nabi, tentu saja "yang termuda," "yang terkecil" adalah Nabi Muhammad SAW; beliau adalah "Benjamin" dari para Nabi; namun beliau adalah Sultan mereka, "Adon" mereka dan "Kemuliaan" mereka. Mengingkari karakter serta sifat kenabian dan apostolikal misi Nabi Muhammad SAW merupakan pengingkaran yang mendasar atas keseluruhan Wahyu Suci dan semua Nabi-Nabi yang berdakwah mengenai hal itu. Karena (kalau misalnya) semua Nabi yang lain itu dikumpulkan jadi satupun tidak akan dapat menyelesaikan karya raksasa yang telah diselesaikan sendiri oleh Nabi Mekkah ini dalam waktu singkat selama dua puluh tiga tahun misinya.
Misteri pra-adanya ruh para Nabi tidak telah diungkapkan kepada kita, tetapi setiap orang Islam sejati mempercayainya. Ruh pra-ada itulah yang dengan kekuatan Kalimat Allah "Kun" ("Jadilah") seorang Sarah, seorang Hanna, dan seorang Perawan Maryam Yang Diberkati telah melahirkan Ishaq, hingga Pembaptis dan Jesus. Ada beberapa nama lagi lainnya seperti yang dicatat oleh Perjanjian Lama, misalnya Samson, Jeremiah.
Injil Barnabas melaporkan Jesus sebagai berkata mengenai Ruh Nabi Muhammad SAW yang beliau nyatakan telah diciptakan sebelum segala sesuatu. Dari situlah kesaksian Pembaptis tentang Nabi itu yang beliau ramalkan: "Dia yang datang sesudah aku telah jadi sebelum aku, karena dia ada sebelum aku" (Yohanes i. 15).
Tak ada gunanya menafsirkan kalimat-kalimat indah Pembaptis tentang Nabi Muhammad SAW sebagai mengacu pada Nabi Jesus seperti telah dicoba oleh penulis Injil Keempat itu untuk berbuat demikian.
Terdapat bab-bab yang patut dicatat tentang Yahya Pembaptis dalam buku terkenal Ernest Renan "La vie de Jesu." Telah lama yang lalu dengan hati-hati saya telah membaca buku itu. Kalau saja penulis Perancis yang terpelajar itu memiliki pertimbangan sedikit saja terhadap pernyataan Nabi Muhammad SAW dalam dunia Nabi-Nabi, saya yakin bahwa penyelidikan dan komentarnya yang mendalam itu akan telah membawa dia kepada kesimpulan yang sama sekali lain. Dia seperti semua para pembangkang dan pengritik Injil yang lainnya bukannya mencari kebenaran, tetapi telah mengritik agama dengan sangat bermusuhan dan membawa pembacanya kepada keragu-raguan.
Saya berbahagia untuk mengatakan bahwa adalah hak istimewa saya, dengan Rakhmat Allah, untuk memecahkan masalah, untuk membuka tabir misteri yang telah menyelimuti logika dan pengertian yang sesungguhnya dari "yang terkecil di dalam Kerajaan Sorga!"
2. Yahya Pembaptis mengenal Nabi Muhammad SAW sebagai superior dan lebih berkuasa daripada dirinya. Ungkapan berarti yang diucapkan kepada khalayak Yahudi, "Dia yang datang sesudah aku" mengingatkan para penulis, Farisi dan ahli hukum mereka akan ramalan kuno dari nenek moyang mereka Nabi Yakub, di mana Nabi itu menggunakan gelar yang unik "Shilokhah" untuk "Rasul Allah," sebuah sebutan yang sering dipergunakan oleh Nabi Jesus untuk Nabi Muhammad SAW sebagaimana tertulis dalam Injil Barnabas. Pada waktu saya menulis artikel "Shiloh"[13] saya katakan bahwa kata itu mungkin merupakan suatu korupsi kata "shiloukh" atau "Shilokhah,"[14] yang berarti Utusan Allah, tetapi saya tidak ingat bahwa St Jerome juga telah memahami bentuk bahasa Ibrani dalam artian itu, karena dia telah menterjemahkannya sebagai "qui mittendis est."
Kita hanya memiliki abstrak dari khotbah Yahya dalam beberapa baris, ditulis bukan oleh beliau tetapi oleh tangan yang tidak diketahui siapa punya – setidak-tidaknya tidak dalam bahasa asli beliau – dan banyak mengalami kerusakan melalui para penulis (transcriber) dan redaktur yang telah membuat murid-murid Jesus sebagai patung atau tuhan. Tetapi jika tiba saatnya kita membandingkan khotbah ini yang diucapkan di belantara Judea dan di pantai Jordan dengan gaya lemah gemulai yang indah, luwes, kefasihan dan kekuasaan yang begitu nyata dalam setiap bait dan halaman dari Kitab Suci Al Qur’an, kita memahami arti dari kalimat, "Dia lebih berkuasa daripada aku!"
Ketika saya membayangkan sendiri Pembaptis pertapa itu berkhotbah dengan suara keras ditengah belantara, atau di tepi sungai Jordan, khalayak ramai yang terdiri dari orang-orang Yahudi yang beriman, dengan sejarah keagamaan yang telah berusia kira-kira empat ribu tahun di belakang mereka, dan kemudian membuat ikhtisar ringkas tentang cara yang tenang, tertib, dan khidmat dengan mana Nabi Muhammad SAW mengucapkan ayat-ayat langit dari Al Qur'an kepada orang-orang Arab yang tidak beriman; dan, akhirnya, ketika saya periksa dan perhatikan akibat dari dua khotbah itu terhadap para pendengarnya dan hasil akhirnya, saya memahami besarnya perbedaan antara mereka berdua, dan arti kalimat: "Beliau lebih berkuasa daripada aku!"
Ketika saya merenungkan penangkapan dan pemenjaraan Pembaptis yang tak berdaya itu oleh Herod Antipas[15] dan pemenggalan kepalanya yang kejam - atau ketika saya periksa ceritera Injil yang membingungkan tetapi menyedihkan tentang penebusan dosa Jesus (Judas Ischariot) oleh Pilatus, pemahkotaan kepalanya dengan duri oleh Herod, dan kemalangan terhadap Calvary - dan lalu memutar mata saya melihat Adon Yang Agung, Sultan Para Nabi, masuk ke Mekkah dengan penuh kemenangan, pemusnahan menyeluruh atas semua berhala-berhala kuno dan pensucian Kaaba yang suci; terhadap pemandangan yang penuh sensasi atas musuh yang mematikan yang ditaklukkan dan yang dikepalai oleh Abu Sufyan di kaki Shilohah, Nabi Allah, yang berjaya - memohon pengampunan dan membuat pengakuan kalimat shahadat; dan terhadap penyembahan yang mulia, ketaatan, dan khotbah akhir Penutup Nabi dalam kalimat Suci yang khidmat ini: " Al yauma akmaltu lakum dinakum." yang artinya: "Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu bagimu, dan telah Aku cukupkan nikmatKu bagimu. Dan telah Aku pilih Islam sebagai agamamu…" (Al Qur'an 2: 3). Kemudian saya mengerti bahwa Al Qur'an itu merupakan bobot dan nilai dari pengakuan Pembaptis, bahwa "Beliau lebih berkuasa daripada aku!"
3. "Kemarahan yang akan datang." Pernahkah anda bertemu dengan suatu tafsir yang sensible, berdasarkan hukum dan meyakinkan atas ungkapan ini dalam banyak komentar atas Injil? Apa maksud Yahya, atau apa yang beliau inginkan agar pendengarnya mengerti, dengan ungkapan: "Perhatikanlah kapak itu telah diletakkan pada akar pohon itu"? Atau ucapannya: "Dia memegang (van) barisan depan (?) di tangannya untuk membersihkan lantai pintu masuk"? Atau ketika beliau mengurangi arti "Anak-anak Ibrahim" menjadi tidak berarti apa-apa?
Saya tidak akan menahan anda mengenai tingkah laku (ucapan) yang aneh dari para komentator, karena mereka itu semua hanya lamunan yang baik Yahya maupun pendengarnya tidak pernah memimpikannya. Mungkinkah Yahya mengajarkan pada orang-orang Farisi yang sombong, dan orang-orang Saduki yang rasionalistik[16] yang mengingkari kebangkitan fisik, yang pada hari pengadilan akhir Jesus orang dari Nazareth akan meluapkan kegusarannya terhadap mereka dan membakar mereka seperti pohon yang tidak berbuah dan seperti sekam dalam api Neraka? Tidak ada satu katapun dalam semua literatur Kitab-Kitab Injil tentang kebangkitan fisik atau tentang api Neraka. Tulisan-tulisan Talmud ini penuh dengan bahan-bahan yang menyangkut ilmu akhirat (eschatological material) yang sangat mirip dengan ilmu orang Zardusi, namun tidak memiliki asal yang berbeda dalam buku-buku kanon.
Nabi (yang berdakwah) tentang pertobatan dosa dan berita-berita baik itu tidak berbicara tentang kemarahan yang jauh dan tidak tertentu yang pasti menunggu orang-orang yang tidak beriman dan tidak saleh, tetapi mengenai kemalangan yang dekat dan segera atas bangsa Yahudi. Beliau mengancam dengan kemarahan Tuhan yang menanti orang-orang itu bila mereka tetap dalam dosanya dan penolakannya atas misi beliau dan misi koleganya, Nabi Jesus Kristus. Kemalangan yang akan tiba itu adalah berupa penghancuran Jeruzalem dan pembubaran final Israel yang berlangsung selama kurang lebih tiga puluh tahun sesudahnya selama masa hidup banyak dari pendengar-pendengar beliau. Keduanya, Yahya dan Jesus, mengumumkan perihal akan datangnya Nabi Agung Allah, yang Patriarch Yakub telah menyatakannya dengan gelar sebutan Shiloha, dan bahwa pada saat kebangkitannya seluruh hak-hak istimewa dan kekuasaan kenabian dan kerajaan akan diambil dari tangan orang Yahudi; dan benarlah bahwa yang demikian itu telah terjadi kira-kira enam abad kemudian, ketika benteng terakhir mereka di Hijaz diratakan dengan tanah dan kerajaan-kerajaan mereka dimusnahkan oleh Nabi Muhammad SAW. Kekuasaan Romawi yang mendominasi semakin meningkat di Syria dan Palestina mengancam otonomi quasi orang-orang Yahudi, dan arus emigrasi orang Yahudi telah mulai. Berdasarkan ceritera inilah bahwa pendeta itu bertanya: "Siapa yang memberi tahu engkau untuk lari dari kemarahan yang akan datang?" Mereka diingatkan dan dianjurkan dengan sangat untuk menghasilkan buah-buahan dan panen yang baik melalui pertobatan dosa dan iman kepada Utusan Tuhan yang sejati, terutama kepada Rasul Allah, yang benar-benar Pemimpin yang sejati, terakhir dan sangat berkuasa.
4. Orang-orang Yahudi dan Kristen selalu menuduh Nabi Muhammad SAW telah membangkitkan agama Islam melalui kekuatan, pemaksaan, dan pedang. Para Muslim modern telah selalu berusaha untuk menolak tuduhan ini. Namun ini tidak berarti mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah mempergunakan pedangnya. Beliau harus menggunakannya untuk mempertahankan Asma Allah. Setiap kesabaran pasti ada batasnya, setiap kebaikan hati ada akhirnya. Bukan karena Kesabaran dan Kebaikan Allah itu terbatas; bersamaNya semuanya terselesaikan, didefinisikan dan ditetapkan. Kesempatan dan waktu yang diberikan melalui kemurahan Allah kepada orang-orang Yahudi, orang-orang Arab, dan "Gentiles" - orang-orang non- Yahudi atau Arab (Gentiles = kafir) - telah berlangsung lebih dari empat ribu tahun. Hanya sesudah habisnya masa itu Allah mengutus Nabi Muhammad SAW yang dicintaiNya dengan kekuasaan, kekuatan dan pedang, dengan api dan semangat, untuk menangani orang-orang tidak beriman yang jahat, anak-anak Ibrahim yang tidak tahu berterima kasih - kedua-duanya kaum Ismail dan Israel - dan untuk menangani kekuatan setan, sekali dan untuk selamanya.
5. Seluruh Perjanjian Lama adalah sebuah kisah tentang teokrasi dan penyembahan berhala. Di sana sini ada sedikit sinar Islam - yaitu Agama Allah - bercahaya di Jeruzalem dan di Mekkah; tetapi selalu ditindas oleh kekuatan setan. Empat Binatang yang kejam harus ada dan menginjak-injak di bawah kakinya sejumlah besar orang-orang beriman kepada Allah. Kemudian datanglah Nabi Muhammad SAW untuk menghancurkan dan membunuh Ular Naga berbisa dan memberikan kepadanya gelar yang hina "Iblis" - Setan yang telah terusir. Sudah barang tentu bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang Nabi yang berjuang, namun obyek perjuangannya adalah kemenangan dan bukan pembalasan, mengalahkan musuh dan bukan membasminya, dan dalam satu kalimat, untuk menegakkan Agama Islam sebagai Kerajaan Tuhan di muka bumi. Sebenarnyalah, ketika Orang Yang Berteriak (Yahya) menyeru dengan suara lantang di padang pasir: "Siapkan jalan Allah (Lord), dan luruskan jalanNya (Allah)," beliau sedang menyinggung Agama Allah dalam bentuk Kerajaan yang semakin dekat. Tujuh abad sebelumnya, Nabi Yesaya telah berseru dan menyatakan kalimat yang sama (Yesaya xl. 1-4); dan beberapa abad kemudian Allah Sendiri membuka jalan bagi Cyrus dengan menaikkan dan mengisi setiap lembah, dan dengan merendahkan setiap bukit dan gunung, untuk memudahkan penaklukan dan bergerak cepat (xlv. 1-3). Sejarah berulang sendiri, kata mereka; bahasa dan artinya sama dalam kedua hal tersebut di atas, yang pertama menjadi prototipe yang kemudian. Allah telah melicinkan jalan bagi Cyrus, menaklukkan musuh-musuhnya kepada penakluk dari Persia karena RumahNya di Jeruzalem dan umat pilihanNya dalam tawanan. Sekarang lagi Dia mengulangi petunjuk suciNya yang sama, namun dalam skala yang lebih besar dan luas. Sebelum syiar Nabi Muhammad SAW, berhala dan kepalsuan menghilang; di hadapan pedangnya kerajaan-kerajaan berjatuhan; dan anak-anak Kerajaan Allah menjadi sama derajatnya dan membentuk sebuah kumpulan "orang-orang kudus dari Yang Maha Tinggi." Karena hanya di dalam Islam bahwa semua orang beriman itu sama kedudukannya, tidak ada pendeta, tak ada sakramen; tidak ada Muslim yang tinggi seperti bukit, atau rendah seperti sebuah lembah; tak ada kasta atau perbedaan rasial dan tingkat. Semua orang beriman adalah satu, kecuali dalam kebajikan dan kesalehan, di mana mereka dapat saling melampaui. Hanya agama Islam yang tidak mengakui mahluk yang manapun, betapapun besar dan sucinya, sebagai seorang perantara yang mutlak antara Tuhan dan manusia.

[13]Cf Islamic Revies for September, 1928, p. 313 et seq.
[14]Orang Ibrani Timur dan orang Asiria mengucapkan kata itu "Shilokha" atau "Shiloakh." Sangat sulit untuk menulis atau melakukan transliterasi bahasa Semit ke dalam huruf Latin.
[15]terdapat "anachronism" (hal yang bersalahan dengan waktu/zaman) dalam ceritera kesyuhadaan Yahya yang menyangkut keluarga Herod yang agung dalam Injil (Matius xiv. dsb.), pembaca dapat mengkonsultasikan hal ini dengan "Antiquities of Joseph Flavius."
[16]Nama Ibrani itu ditulis dengan cara salah "Saducees."
BAB 15
PEMBAPTISAN YAHYA DAN JESUS HANYA SEJENIS TANDA KEAGAMAAN "SIBGHATULLAH"[17]
"Tanda (keagamaan) Allah (yang tak terhapuskan)! Siapakah yang lebih baik memberi tanda selain daripada Allah? Dan kepadaNyalah kita menyembah". Al Qur'an 2: 138
Sangat disayangkan bahwa para Pengabar Injil tidak meninggalkan kepada kita ceritera yang lengkap dan rinci tentang khotbah Yahya Pembaptis; dan dengan asumsi mereka pernah melakukannya, bukanlah suatu jenis kejahatan bagi pihak gereja yang tidak menyimpan teksnya. Karena tidak mungkin membayangkan kalimat Yahya Pembaptis yang misterius dan mengandung teka-teki dalam bentuknya yang sekarang ini dapat difahami meskipun oleh yang paling terpelajar di antara para pendengarnya. Kita tahu bahwa doktor dan ahli hukum Yahudi minta kepadanya untuk menerangkan sendiri berbagai hal dan membuat pernyataan-pernyataannya lebih eksplisit dan terang (Yohanes i. 19-23 dan v. 33). Tidak ada keraguan bahwa beliau menguraikan hal-hal yang vital kepada pendengarnya, dan tidak membiarkan mereka dalam ketidak jelasan; karena beliau adalah "sebuah lilin yang membakar dan mencerahkan" yang "memberikan kesaksian tentang kebenaran" (Yohanes v. 33, 35). Apakah kesaksian itu, dan apakah sifat dari kebenaran yang tentang itu diberikan kesaksiannya? Dan apa yang masih membuat tidak lebih jelas adalah kenyataan bahwa setiap Pengabar Injil itu tidak menceriterakan hal-hal yang sama dalam istilah yang identik. Tak ada ketepatan tentang sifat dari kebenaran itu; apakah itu tentang pribadi Kristus dan sifat misinya, atau apakah itu tentang Utusan Allah seperti diramalkan oleh Yakub (Genesis xlix.)? Apakah istilah-istilah yang tepat dari kesaksian Yahya tentang Jesus, dan tentang Nabi yang akan datang yang adalah orang yang lebih superior daripadanya?
Di dalam artikel ketiga dari serial ini[18] saya memberikan bukti-bukti yang banyak bahwa Nabi yang diramalkan oleh Pembaptis adalah orang lain yang bukan Jesus Kristus: and dalam artikel keempat[19] kita dapati beberapa argumen yang menguntungkan Utusan Allah sebagai Nabi yang lebih superior dan berkuasa daripada Yahya. Argumen-argumen itu dalam pendapat saya yang hina dan dalam keyakinan saya yang solid, adalah logis, benar dan konklusif. Masing-masing argumen itu dengan mudah dapat dikembangkan untuk menjadikannya buku yang berjilid-jilid banyak. Sepenuhnya saya menjadari kenyataan bahwa argumentasi ini akan memberikan suara keras yang mengganggu di telinga orang-orang Kristen yang fanatik. Namun kebenaran itu muncul sendiri dan memuliakan orang yang menyiarkannya. Kebenaran yang Yahya memberikan kesaksian, seperti dikutip di atas, dengan tidak ragu-ragu kami percaya bahwa itu mengenai Nabi Muhammad SAW. Nabi Yahya memberi dua kesaksian, satu mengenai "Shliha d'Allaha" menurut dialek Palestina waktu itu, yang berarti "Utusan Allah" - dan yang lain tentang Jesus, yang beliau nyatakan sebagai telah dilahirkan dari Ruh Suci dan bukan dari ayah mahluk bumi; Al Masih yang sejati yang diutus Allah sebagai Nabi Yahudi terakhir untuk memberikan cahaya dan semangat baru terhadap Hukum Musa; dan telah diperintahkan Allah untuk mengajar orang-orang Yahudi bahwa keselamatan mereka terletak pada hal berserah diri kepada anak Ismail yang agung. Seperti halnya orang-orang Yahudi kuno yang melemparkan Kitab-Kitab Suci mereka, orang-orang Yahudi baru dari gereja Kristen, dengan meniru nenek moyang mereka, telah menodai Kitab-Kitab Suci mereka sendiri. Namun meski ada penodaan dalam Kitab-Kitab Injil, kebenaran itu tetap saja tidak dapat disembunyikan.
Hal utama yang membentuk kekuasaan dan superioritas pada Pangeran dari para Utusan Allah itu adalah pembaptisan dengan Ruh Suci dan dengan api. Pengakuan dari pengarang Injil Keempat bahwa Nabi Jesus dan para muridnya juga biasa membaptis dengan air bersamaan dengan Yahya Pembaptis adalah suatu pembatalan de facto atas catatan sekunder bahwa "Jesus tidak membaptis sendiri, tetapi hanya murid-muridnya" (Yohanes iii. 23 dan iv. 1-2). Tetapi kalaupun Jesus tidak membaptis sendiri, pengakuan bahwa para muridnya membaptis, sedangkan mereka masih sebagai pemula dan belum terpelajar, menunjukkan bahwa pembaptisan mereka itu sama sifatnya dengan apa yang dilakukan Yahya. Dengan mengingat kenyataan bahwa Jesus selama masa misinya di bumi mengusahakan ritual itu persis sama dengan yang dikerjakan oleh Pembaptis di aliran air atau di kolam, dan bahwa beliau memerintahkan pada muridna untuk meneruskan hal yang sama, hal itu telah menjadi bukti dan seterang seperti sebuah pintu gudang bahwa beliau bukanlah orang yang dimaksudkan oleh Penyeru di padang belantara (Pembaptis) pada saat beliau meramal kebangkitan seorang Nabi yang sangat berkuasa dengan pembaptisan dengan Ruh Suci dan api. Tidaklah diperlukan banyak belajar atau suatu inteligensi yang luar biasa untuk dapat mengerti kekuatan dari argumen itu, yaitu bahwa Jesus selama hidupnya tidak membaptis seorangpun dengan Ruh Suci dan api. Lalu bagaimana mungkin beliau dianggap sebagai Pembaptis dengan Ruh Suci dan api, atau diidentifikasikan sebagai Nabi yang diramalkan Yahya? Jika kalimat-kalimat, khotbah-khotbah dan ramalan-ramalan itu berarti sesuatu, dan diucapkan untuk mengajarkan apapun, maka kalimat dari Yahya Pembaptis itu berarti dan mengajar kita bahwa pembaptisan dengan air itu akan berlanjut terus dikerjakan sehingga Munculnya "Shilohah" atau Utusan Allah, lalu pembaptisan dengan air itu berhenti dan memberikan tempatnya kepada praktek pembaptisan dengan Ruh Suci dan api. Inilah kesimpulan logis dan jelas yang dapat dideduksikan dari khotbah seperti tertulis dalam pasal tiga dari Injil Pertama. Perlanjutan pembaptisan secara Kristiani dan peningkatannya ke martabat sakramen adalah suatu bukti yang jelas bahwa gereja tidak percaya pada pembaptisan lain daripada pembaptisan dengan air. Logika, akal sehat, dan rasa hormat terhadap hukum yang sakral haruslah meyakinkan pembaca yang tidak berpihak, bahwa kedua pembaptisan itu adalah dua hal yang sangat berbeda. Nabi dari gurun pasir itu tidak mengenal pembaptisan dengan api dalam pembaptisan dengan air. Sifat dan efektivitas dari masing-masing pembaptisan itu disebut dan didefinisikan dengan jelas. Yang satu dikerjakan dengan mencelupkan atau mencuci tubuh itu dengan air sebagai isyarat dari pertobatan atas dosa; dan yang lain dilakukan tidak lagi dengan air tetapi dengan Ruh Suci dan api, dengan akibat suatu perubahan hati, iman dan perasaan yang cermat. Yang satu membersihkan tubuh fisik, yang lainnya mencerahkan jiwa, menebalkan iman, dan meregenerasikan hati. Yang satu bersifat sisi luar, itulah Judaism atau agama Yahudi; yang lainnya bersifat sisi dalam, itulah Islam. Pembaptisan oleh Yahya dan Jesus mencuci pembungkusnya (the shell), tetapi pembaptisan oleh Utusan Allah membersihkan intinya (kernel). Secara singkat, pembaptisan ala Judeo Kristiani digantikan oleh "ghusl" dan "wudhu" yang Islami - atau pembersihan yang dikerjakan oleh orang yang beriman itu sendiri dan bukan oleh seorang nabi atau pendeta. Pembaptisan ala Judeo Kristiani perlu dan bersifat keharusan selama pembaptisan oleh Allah - "Sibghatullah" menurut Al Qur'an - masih diharapkan; dan ketika Nabi Muhammad SAW menyerukan Wahyu Suci Al Qur'an, maka pembaptisan model terdahulu lenyap sebagai sebuah bayangan.
Arti penting yang luar biasa dari kedua pembaptisan itu patut mendapatkan pertimbangan yang sangat serius, dan saya yakin observasi yang dibuat dalam artikel ini haruslah sungguh-sungguh menarik minat baik pembaca Muslim dan juga pembaca lain. Karena, dari sudut pandang agama, masalah yang sedang dibicarakan ini sangat penting untuk keselamatan (salvation). Dengan jujur saya tetap mempertahankan pendapat, bahwa umat dan agama Kristen tidak dapat dibenarkan untuk tetap meneruskan pembaptisan mereka dengan air ad infinitum (tanpa batas akhir), karena Injil mereka sendiri meramalkan bahwa pembaptisan dengan air itu akan dihapuskan oleh pembaptisan secara lain yang akan mengecualikan penggunaan air sekaligus. Saya mengajukan observasi berikut ini kepada para pembaca yang berpikir dan tidak memihak.
PEMBAPTISAN JENIS APA DAN APA YANG BUKAN PEMBAPTISAN
a. Merupakan hak kita untuk menyetujui atau tidak menyetujui suatu doktrin atau teori, akan tetapi tak ada alasan apapun untuk membenarkan kelakuan kita jika kita dengan sengaja merusak dan salah menggambarkan suatu doktrin untuk membuktikan teori kita sendiri mengenai hal itu. Merusak Kitab Suci adalah tidak bermoral dan kriminal; karena kesalahan yang disebabkan dalam hal itu tidak lagi dapat diperbaiki dan jahat. Nah, pembaptisan oleh Yahya dan Jesus di dalam Injil dideskripsikan dan digambarkan kepada kita dengan sederhana, dan sama sekali asing dan bertentangan dengan pembaptisan oleh gereja.
Kita secara positif tidak yakin tentang asal usul kata dalam bahasa Ibrani atau Aramiah untuk kata dalam bahasa Yunani "baptism". Injil versi Pshittha memakai kata "ma'muditha" dari kata kerja "aimad" dan aa'mid" yang berarti: "tegak berdiri seperti sebuah tiang atau kolom" (a'muda=pillar atau column), dsb, akan tetapi kata itu tidak punya arti "membenamkan, mencelupkan, mencuci, menyiram, memandikan" seperti maksud pembaptisan eklesiastikal. Kata asli Ibrani "rahas" (memandikan), "tabhal" - baca: taval - (mencelupkan, membenamkan), mungkin memberikan arti seperti yang terkandung dalam kata "baptizo" - "saya baptiskan." Perjanjian Baru versi Arab telah memakai bentuk kata bahasa Aramiah, dan menyebut Pembaptis "al-Ma'midan," dan "ma'mudiyeh" untuk pembaptisan. Dalam semua bahasa Semit, termasuk Arab, kata kerja "a'mad" menunjukkan dalam bentuknya yang sederhana atau qal form "berdiri tegak bagai sebuah pilar," dan tidak menunjukkan arti mencuci atau mencelupkan; dan karena itu kata tersebut pasti bukan kata asli dari mana kata dalam bahasa Yunani "baptismos" sebagai terjemahannya. Tak ada perlunya berdebat bahwa Yahya dan Jesus tidak pernah mendengar kata "baptismos" dalam bahasa Yunani, namun bahwa dengan jelas ada nomenklatur lain dalam bahasa Semit yang dipergunakan oleh mereka.
b. Dengan mempertimbangkan arti klasik kata "baptismos" yang bahasa Yunani itu yang berarti larutan obat dalam alkohol (tincture), "celup" (dye) dan "membenamkan atau memasukkan ke dalam air" (immersion), kata yang dipakai tidak dapat lain harus "Saba," dan bahasa Arab "Sabagha" "mencelup" (to dye). Hal itu merupakan kenyataan yang telah dikenal orang banyak bahwa orang Sabiin, yang disebut dalam Al Qur'an dan oleh Romo Kristen awal - seperti Epiphanus dan yang lainnya - adalah pengikut Yahya. Nama "Sabiin" menurut Ernest Renan yang terpandang (La vie de Jesu vi) berarti "Pembaptis." Mereka mempraktekkan pembaptisan, dan seperti orang Hassayi kuni (Essenians atau al Chassaites) dan Ibionayi (Ebionit) menjalani hidup yang keras. Mengingat kenyataan bahwa pendiri mereka, Budasp, adalah sebuah kisah bangsa Kaldea, ortografi yang sebenarnya dari nama mereka adalah"Saba'i," yaitu "Pencelup" (Dyers) atau "Pembaptis." Seorang umat Kristen Katholik dari Kaldea atau Asiria yang bernama Mar Shimon, disebut "Bar Saba'i" "Anak Para Pencelup" (Son of Dyers). Mungkin keluarga dia termasuk orang yang beragama Sabiin. Al Qur'an menuliskan "Sabi'm" untuk nama itu dengan huruf hidup hamzah dan bukan 'ain seperti dalam kata aslinya dalam bahasa Aramiah "Saba'i." Tetapi saya merasa tergoda dengan interpretasi lain yang diletakkan pada nama "Sabian": beberapa pengarang mengira kata itu berasal dari "Sabi," anak Seth, dan yang lainnya mengira dari "Saba," sebuah kata dalam bahasa Ibrani yang berarti "tentara' (army), karena mereka biasa mempunyai semacam ketaatan kepada bintang-bintang sebagai tuan rumah di langit. Meskipun itu semua tidak memiliki kesamaan dengan gereja Kristen, kecuali "Sabi'utha" atau Pembaptisan mereka yang aneh, mereka dengan salah dijuluki "umat Kristen Yahya Pembaptis." Al Qur'an seperti biasa menuliskan nama-nama asing seperti nama-nama itu diucapkan oleh orang Arab.
Penelitian yang ekstensif dan mendalam dalam agama orang Sabiin, yang hampir melindas bangsa Arab jauh sebelum cahaya Islam disinarkan oleh kedatangan Nabi Allah yang suci, akan memberikan kepada kita beberapa kebenaran. Ada tiga jenis pembaptisan yang dilakukan oleh orang Yahudi, orang Sabiin, dan orang Kristen. Pembaptisan ala Yahudi yang tidak berasal dari dalam kitab suci mereka, terutama dilakukan untuk orang yang baru pindah agama. Setiap agama mempunyai formula penyucian tertentu dan sebuah upacara khusus. "Cohen" atau pendeta Yahudi membaptis orang yang masuk agama Yahudi dengan atas nama Allah; orang Sabiin dengan nama Allah dan Yahya; tetapi orang Kristen "Qushlsha" (dalam bahasa Arab "qassis" atau presbyter - orang yang terpandang seperti ketua suku, pinisepuh, dsb.) membaptis dengan atas nama Bapa, Anak dan Ruhul Kudus, yang di dalamnya nama Allah dan Jesus tidak secara langsung disebut. Perbedaan dan pertentangan antara tiga macam pembaptisan itu jelas. Orang Yahudi sebagai Unitarian sejati, tidak dapat memberikan toleransi nama Yahya dipersekutukan dengan Nama Elohim; sedangkan formula orang Kristen sangat menjijikkan sekali bagi selera keagamaannya. Tidak ada keraguan bahwa pembaptisan ala Kristen dengan karakter sakramen dan nuansa penyekutuan Tuhan, juga dibenci orang Sabiin. Simbol dari covenant (perjanjian) Allah dengan para penyembahNya bukan pembaptisan tetapi pengkhitanan (Genesis xviii.), sebuat lembaga kuno yang diperhatikan dengan seksama, bukan saja oleh ketiga agama, tetapi juga oleh banyak orang Arab penyembah berhala. Bentuk-bentuk pembaptisan dan ritualnya yang berbeda antara bangsa Semit di Timur itu bukan suatu lembaga sakral yang penting tetapi hanya merupakan simbol atau tanda, dan karena itu tidak cukup kuat dan manjur untuk saling menggantikan. Mereka semua memakai air sebagai bahan pembaptisan, dan, kurang lebih, dengan bentuk dan cara yang sama. Namun setiap agama memakai nama lain untuk membedakan kebiasaan mereka sendiri dengan apa yang dilakukan oleh yang dua lainnya. Kata asli dalam bahasa Aramiah "Sab'urtha" dengan pantas dan sebenarnya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani "baptismos" - dengan setia dipertahankan oleh orang Sabiin. Tampaknya bahwa orang Semit Kristen, untuk membedakan pembaptisan mereka yang sakramental dari hal serupa yang dilakukan orang Sabiin, menggunakan sebutan "ma'muditha" yang dari segi linguistik tidak berkaitan dengan pembaptisan atau bahkan pencucian atau pencelupan. Mengapa "ma'muditha" dipakai untuk mengganti "Sab'utha" adalah sebuah persoalan sekaligus hal yang asing dalam subyek pembicaraan kita ini; tetapi en passant, saya bisa menambahkan bahw kata itu dalam Pshittha dipergunakan juga untuk sebuah kolam, sebuah bejana air untuk pembersihan (Yohanes v. 2). Satu-satunya keterangan yang bisa membawa kepada pemecahan masalah "ma'muditha" ini adalah kenyataan bahwa Yahya Pembaptis dan pengikutnya, termasuk Jesus anak Maryam dan muridnya, menyebabkan orang yang telah bertobat atau pemeluk baru agama berdiri tegak bagai pilar di dalam kolam air atau sungai agar dapat dimandikan dengan air, dari situlah nama "aa'mid" dan "ma'muditha."
c. Pembaptisan ala Kristen, meskipun definisinya yang fanfaronade (bagai taring?), bukan apa-apa kecuali hanya sebuah kata-kata yang menjelek-jelekkan dengan air atau sebuah pencelupan ke dalamnya. Konsili Trent mengecam siapapun yang akan mengatakan bahwa pembaptisan ala Kristen adalah sama dengan pembaptisan oleh Yahya. Saya memberanikan diri untuk menyatakan bahwa pembaptisan ala Kristen bukan saja tidak memiliki karakter atau akibat spiritual, tetapi bahkan itu juga di bawah pembaptisan oleh Pembaptis. Dan jika saya patut mendapat celaan dari gereja karena keyakinan saya, maka saya akan memandangnya sebagai kehormatan besar di hadapan Pencipta saya. Saya beranggapan kepura-puraan pendeta Kristen tentang pembaptisan sebagai alat untuk pensucian jiwa dari dosa asal dan semua sisa upacara lain-lainnya sebagai satu batang dengan klaim seorang penyihir. Pembaptisan dengan air hanya sebuah tanda pembaptisan dengan Ruhul Kudus dan api, dan setelah berdirinya Islam sebagai Kerajaan Allah yang resmi kesemua tiga jenis pembaptisan terdahulu itu lenyap dan dihapuskan.
d. Dari ceritera dalam Injil yang sedikit dan tidak cukup kita tidak bisa mendapat definisi yang positif mengenai sifat sesungguhnya dari pembaptisan yang dilaksanakan oleh Nabi Yahya dan Jesus. Klaim bahwa gereja adalah tempat Wahyu Suci disimpan dan penafsir yang sesungguhnya adalah sama tidak masuk akal seperti halnya menggelikan untuk mengklaim bahwa anak bayi atau orang dewasa yang dibaptis menerima Ruhul Kudus dan menjadi anak Tuhan.
Bila kata dalam bahasa Yunani "baptismos" adalah kata yang tepat untuk kata dalam bahasa Aramiah "Sab'utha" atau "Sbhu'tha," yang saya yakin memang benar begitu, maka kata "Shibghat" dalam bahasa Arab yang ada dalam Al Qur'an, bukan saja hal itu memecahkan masalah dan menyingkap selubung yang menyembunyikan ramalan Yahya Pembaptis yang misterius, tetapi juga suatu bukti yang indah bahwa Kitab Suci Islam adalah suatu arahan (direction) dari Wahyu Allah, dan bahwa NabiNya adalah benar dan orang yang sesungguhnya yang telah diramalkan oleh Yahya! Pembaptis ("Saba'a") memasukkan atau mencelupkan pemeluk baru agama atau seorang bayi ke dalam kolam air, sebagai seorang tukang celup atau seorang fuller memasukkan sepotong kain atau pakaian ke dalam ketel yang berisi bahan celupan. Dengan mudah dimengerti bahwa pembaptisan bukan suatu "thara", purifikasi atau penyucian, bukan suatu "tabhala," suatu pencelupan, atau bahkan bukan juga suatu "rahsa" sebuah pemandian atau penyucian, tetapi sebuah "sab'aitha," pencelupan warna, pemberian warna. Sangat penting sekali untuk mengetahui perbedaan-perbedaan ini. Persis seperti seorang "saba'a" seorang pencelup, memberi warna baru pada sepotong pakaian dengan mencelupkannya ke dalam ketel berisi zat pewarna, jadi seorang pembaptis memberikan warna spiritual baru kepada para pemeluk baru agama. Di sini kita harus membuat perbedaan yang mendasar antara seorang kafir (Gentile) yang berpindah agama dengan seorang Yahudi dan kaum Ismail Arab yang bertobat atas dosanya. Yang pertama itu secara resmi dikhitan, sedang yang belakangan hanya dibaptis saja. Melalui khitan seorang Gentile diterima masuk ke dalam keluarga Ibrahim, dan karenanya ke dalam kelompok orang-orang Tuhan. Dengan pembaptisan seorang beriman yang sudah dikhitan diterima ke dalam masyarakat orang-orang beriman yang sudah bertobat dan direformasikan. Khitan adalah lembaga kuno yang sakral yang tidak ditolak oleh Nabi Jesus atau Nabi Muhammad SAW. Pembaptisan yang dilakukan oleh Yahya dan Kristus hanyalah untuk kebaikan orang-orang yang bertobat di antara yang sudah dikhitan. Kedua lembaga ini menunjukkan dan memberikan sebuah agama. Pembaptisan oleh Yahya dan Jesus sepupunya adalah suatu tanda diterimanya ke dalam masyarakat orang-orang yang bertobat yang sudah disucikan yang berikrar setia dan hormat kepada Utusan Allah yang kedatangannya diramalkan oleh keduanya.
Karena itu kelanjutannya adalah bahwa persis seperti khitan itu merujuk pada agama Nabi Ibrahim, begitupun pembaptisan itu merujuk pada agama Yahya dan Jesus, yang sebagai persiapan bagi orang Yahudi dan para kafir untuk menyetujui penerimaan yang ramah terhadap Nabi Islam dan untuk memeluk agamanya.
e. Menurut kesaksian St Markus ( i. 1-8), pembaptisan oleh Yahya memiliki sifat "pengampunan dosa." Disebutkan bahwa "seluruh negeri Judea dan penduduk Jeruzalem pergi kepadanya dan semuanya dibaptis oleh beliau di sungai Jordan sementara mereka melakukan pengakuan dosa." Ini sama dengan mengatakan bahwa berjuta-juta orang Yahudi yang bertobat membuat pengakuan dosa mereka, dibaptis oleh Nabi, dan dosa mereka dihapuskan dengan air pembaptisan itu. Pada umumnya diakui bahwa Injil St Markus adalah yang tertua dari keempat Injil. Semua manuskrip Yunani kuno tidak berisi 12 ayat terakhir yang ditambahkan pada pasal xvi dari Injil ini (ayat 19-20). Bahkan dalam ayat-ayat tambahan ini formula: "atas nama Bapa, dan Anak serta Ruh Suci" tidak dituliskan di dalamnya. Jesus hanya berkata: "Pergilah dan dakwahkan Injilku keseluruh dunia; dia yang percaya dan dibaptis akan hidup, dan dia yang tidak percaya akan dikutuk."
Jelas bahwa pembaptisan oleh Jesus adalah sama dengan yang dilakukan Yahya dan sebagai kelanjutan daripadanya. Jika pembaptisan oleh Yahya sebagai sarana yang mencukupi untuk pengampunan dosa, maka klaim bahwa "Domba Tuhan membawa pergi dosa-dosa dunia" (Yohanes i.) diledakkan (exploded = terlalu dibesarkan sehingga meledak). Bila air sungai Jordan cukup efektif untuk membersihkan lepra dari Naaman melalui do'a Nabi Elisha (2 Raja-Raja v.), dan untuk mengampuni dosa jutaan orang melalui pembaptisan oleh Nabi Yahya, darah tuhan akan berlebih-lebihan dan sesungguhnyalah tidak sesuai dengan Keadilan Suci.
Tidaklah ada keraguan bahwa hingga datangnya Paul dalam adegan itu, para pengikut Jesus Kristus melakukan ritual pembaptisan Nabi Yahya Pembaptis. Berguna untuk mencatat bahwa Paul adalah seorang "Farisi" yang tergolong dalam sekte Yahudi yang terkenal - seperti sekte Saduki - yang Nabi Yahya dan Jesus menyatakannya sebagai "anak-anak ular." Juga harus diamati bahwa pengarang buku kelima dari Perjanjian Baru ini, yang disebut: "Kisah Para Apostel," adalah seorang teman Paul, dan berpura-pura menunjukkan bahwa mereka yang dibaptis oleh Yahya Pembaptis telah tidak menerima "Ruh Suci" dan karena itu dibaptis kembali dan diisi dengan "Ruh Suci" (Kisah Para Apostel viii. 16-17 dan xix. 2-7), tidak melalui pembaptisan atas nama Nabi Jesus, tetapi melalui "peletakan tangan" (the laying of hands). Jelas disebutkan di dalam kutipan-kutipan ini bahwa kedua pembaptisan itu identik dalam sifat dan efektivitas mereka, dan bahwa mereka tidak "membawa turun (masuk)' Ruh Suci atas orang yang dibaptis baik oleh Yahya, Jesus, atau atas nama salah satu dari keduanya. Dengan "meletakkan tangan-tangan mereka (para apostel)" atas orang yang dibaptis maka Ruh Suci itu menyentuh hatinya, mengisinya dengan iman dan cinta Tuhan. Namun anugerah yang suci ini hanya diberikan kepada para Utusan yang benar-benar Nabi, dan tidak dapat diaku oleh apa yang disebut sebagai para penggantinya.
f. Kalau saja Injil itu berarti apapun dalam pernyataan mereka mengenai pembaptisan, mereka memberikan kesan bahwa tidak ada perbedaan antara kedua pembaptisan itu, kecuali bahwa mereka diberikan atas nama salah satu dari kedua Nabi itu. Paul orang Farisi atau Saul dari Tarsus tak memiliki satu kata manispun untuk Yahya Pembaptis, yang telah mengecap orang Farisi dengan sebutan yang menghina "anak-anak ular." Ada nuansa keluh kesah terhadap Nabi Yahya dan terhadap nilai dari pembaptisannya dalam ucapan yang dibuat oleh Lukas dalam "Kisah Para Apostel." Dan Lukas adalah murid dan teman Paul. Pengakuan Lukas bahwa pembaptisan atas nama Jesus juga tidak dilakukan oleh Ruh Suci adalah sebuah bukti yang pasti terhadap gereja yang dengan sewenang-wenang dan tanpa alasan telah mengubahnya menjadi sebuah sakramen atau sebuah misteri. Pembaptisan oleh gereja adalah pengabadian dari pembaptisan Yahya dan tidak lebih daripada itu; tetapi pembaptisan dengan Ruh Suci dan dengan api disediakan hanya untuk Islam. Ungkapan bahwa kira-kira dua belas orang di Samaria "belum menerima Ruh Suci, karena mereka hanya dibaptis atas nama tuan kita Jesus" (Kisah Para Apostel vii. 16-17), adalah menentukan untuk menggagalkan kepura-puraan gereja.
Tiga ayat yang terakhir dalam pasal yang dikutip itu diyakini oleh banyak orang sebagai sebuah interpretasi. Ayat-ayat itu tidak terdapat dalam MS tertua yang ada, yang tentu saja asal muasal dari semua versi Injil-Injil berikutnya, termasuk Vulgate. Sebuah dokumen adalah mutlak tidak bernilai sebagai catatan judisial yang serius jika satu bagian daripadanya terbukti sebuah pemalsuan. Namun di sini kita selangkah maju lebih jauh karena penambahan kepada teks asli tersebut diakui menjadi sedemikian rupa bahkan oleh mereka yang berbicara mengenai keasliannya.
Tetapi biarlah kita mengambil ramalan itu sebagaimana adanya. Saya tidak perlu mengatakan bahwa ramalan itu berbicara tentang hal-hal yang dapat ditebak oleh logika biasa (common sense), dengan memperhatikan bahwa perisitwa-peristiwa yang diramalkan itu selalu terjadi dari waktu ke waktu dalam perjalanan alam. Epidemi dan perang, kelaparan dan gempa bumi telah menimpa dunia begitu sering yang penyebutannya dalam sebuah ramalan sebagai tanda keotentikannya akan merusakkan arti penting yang bisa saja ada pada ramalan itu. Tambahan lagi pengikut-pengikut pertama dari agama baru pastilah akan menjumpai penindasan, terutama jika mereka kebetulan dari status sosial yang rendah. Namun terlepas dari hal itu, ramalan itu berbicara dalam satu upaya dari beberapa hal, yang bisa atau tidak bisa terjadi bersamaan pada suatu waktu. Hal-hal itu belum pernah terjadi begitu. Penindasan atas para murid dimulai segera setelah kepergian Jesus dari Judea. Mereka itu "diserahkan ke sinagog dan penjara, dan dihadapkan pada raja-raja dan para penguasa" untuk kepentingan namanya. Tetapi ramalan tidaklah memerlukan jiwa profetik, karena penindasan telah dimulai bahkan ketika Nabi Jesus masih bersama para muridnya. Peristiwa-peristiwa itu adalah kelanjutan yang alamiah dari pengajaran yang tidak disukai oleh orang-orang Yahudi. Tidak diragukan para murid itu menerima setiap kesulitan dan cobaan yang dapat dipikirkan dengan kesabaran dan ketabahan, tetapi mereka yakin bahwa Tuannya akan datang kembali sesuai dengan janjinya: "Sebenarnyalah aku berbicara dengan kamu, bahwa generasi ini tidak akan lulus, sehingga semua hal-hal ini selesai." Keyakinan terhadap kalimat-kalimat ini yang menghasilkan kesabaran yang indah dalam generasi yang dirujuk itu. Namun kalimat-kalimatnya telah berlalu meskipun waktu tidak datang untuk "langit dan bumi melenyap." Lebih-lebih lagi hari-hari penindasan atas para murid itu tidak menyaksikan suatu fenomena yang luar biasa dalam bentuk gempa bumi, perang atau epidemi. Bahkan dalam kurun waktu berikutnya, empat peristiwa yang diramalkan itu tidak serempak (terjadi). Dalam kurun waktu empat puluh tahun terakhir dari dua abad terakhir kita dengar "mengenai perang dan kerusuhan."Bangsa" benar-benar "bangkit terhadap bangsa dan kerajaan terhadap kerajaan." Gempa bumi besar dialami dalam berbagai tempat dan kelaparan dan epidemi, namun tidak juga matahari menjadi gelap atau bulan gagal memberikan cahayanya, hal-hal mana harus terjadi sebelum "kedatangan Anak Manusia." Kalimat ini bisa saja diambil dalam pengertian metaforikal, namun dalam hal itu, mengapa kaum Advent harus mencari kedatangan kedua dalam pengertian literal? Lebih daripada itu, sebagian besar dari fenomena yang disebutkan itu telah terjadi pada waktu ketika mereka yang berdakwah dan mengajar atas nama Jesus untuk alasan politik tidak mungkin rasanya dibawa menghadap raja-raja dan penguasa untuk dihukum. Sebaliknya mereka telah mendapat akses bebas ke dalam tanah yang lama telah tertutup bagi mereka. Semua itu membuktikan bahwa ramalan itu adalah atau hanya sebuah ceritera rakyat atau sebuah legenda mengenai hal-hal yang diucapkan oleh Jesus tentang peristiwa yang berbeda. Salah satu di antara dua kemungkinan ini, apa beliau sendiri yang telah mempunyai pandangan kabur tentang peristiwa yang akan datang, atau pencatat-pencatat hikayat hidupnya yang menuliskannya dua abad kemudian sesudah kehadiran beliau, telah dengan sembrono mencampur adukkan hal-hal yang berlainan tentang masalah yang berbeda.

[17]Al Qur'an 2: 138 - terjemahan Darwish.
[18]Vide Islamic Review, Maret - April 1930.
[19]Ibid, Mei 1930
BAB 16
"SIBGHATULLAH" ATAU PEMBAPTISAN DENGAN RUH SUCI DAN API
Satu diantara fenomena agama yang sedikit yang tak dapat saya terangkan ialah: Bagaimana orang-orang Sabiin, begitu predominan di peninsula Arab dan Mesopotamia, tidak memeluk agama Kristen jika Nabi Yahya Pembaptis telah dengan sebenarnya dan secara terbuka menyatakan dan memperkenalkan Jesus sebagai Nabi yang "lebih berkuasa" daripada beliau sendiri, dan Al Masih yang beliau menyatakan dirinya tidak patut untuk membuka tali kasutnya? Jika seperti diramalkan oleh Yahya, Jesus adalah Nabi Allah yang datang untuk membaptis dengan Ruh Suci dan api, jutaan orang yang telah beliau "celup" di perairan sungai Jordan dan tempat lainnya, mengapa Nabi Jesus tidak dengan segera membaptis mereka dengan Ruh Suci dan api dan lalu menghapuskan penyembahan berhala di semua tanah yang dijanjikan Allah bagi anak cucu Nabi Ibrahim dan mendirikan Kerajaan Allah dengan kekuatan dan api? Secara mutlak tidak dapat dipikirkan bahwa para murid dan orang-orang beriman pada misi suci Nabi Yahya tidak harus mematuhi Jesus bila saja kepada khalayak beliau telah diperkenalkan sebagai Tuannya atau Superior-nya di tempat itu. Para pengikut Yahya mungkin saja telah dimaafkan atas penolakan mereka untuk masuk ke dalam gereja Kristen jika Jesus Kristus telah datang, katakanlah, satu abad kemudian daripada Pembaptis, tetapi untunglah yang begitu itu bukan masalahnya. Mereka berdua adalah merupakan rekan semasa (kontemporer) dan dilahirkan dalam tahun yang sama. Mereka keduanya membaptis dengan air atas pertobatan dosa, dan menyiapkan pemeluk agama yang telah bertobat bagi Kerajaan Allah yang mendekat tiba tetapi tidak telah berdiri di zaman mereka.
Kaum Sabiin, para "Pencelup" atau "Pembaptis" adalah pengikut setia Yahya. Mungkin saja mereka telah jatuh ke dalam perbuatan salah dan takhayul; namun mereka mengetahui dengan baik bahwa bukanlah Jesus yang dimaksudkan di dalam ramalan Nabi mereka. Mereka memeluk Islam ketika Nabi Muhammad SAW tiba. Orang Haran di Syria bukanlah sisa orang Sabiin kuno seperti yang disangkakan. Di tanah yang dijanjikan hanya ada tiga agama non Muslim yang diakui dan dibiarkan adanya oleh Al Qur'an yaitu agama Yahudi, agama Kristen dan agama kaum Sabiin. Disebutkan bahwa orang-orang Haran berpura-pura adalah sisa kaum Sabiin kuno, karena itu mereka diizinkan untuk mengamalkan agama mereka yang aneh tanpa perlakuan tidak baik oleh pemerintah Turki.
Konsepsi Kristen tentang Ruh Suci sama sekali berbeda dengan konsepsi Islam dan Yahudi. Ruh Suci bukan seorang pribadi yang suci dengan atribut dan fungsi suci yang bukan milik pribadi suci lain salah satu dari tiga tuhan. Umat Kristen mempercayai bahwa ruh suci yang sama ini, pribadi ketiga yang suci, turun dari tahtanya di sorga (his atau her atau its throne) atas permintaan yang diajukan setiap pendeta - dalam upacara hariannya dari beberapa sakramen - untuk mensucikan unsurnya dan mengubah esensi dan mutu mereka menjadi beberapa unsur supranatural yang dianggap amat sangat menjijikkan bagi sentimen keagamaan setiap kaum Unitarian, apakah dia seorang Yahudi atau seorang Muslim. Tak suatupun dapat menakutkan perasaan seorang Muslim selain daripada keyakinan bahwa Ruh Suci -selalu melalui intervensi seorang pendeta - mengubah air pembaptisan menjadi darah tuhan yang disalib dan menghapuskan apa yang disebut dosa asal; atau keyakinan bahwa operasi ajaib atas unsur material dari Eucharist merubah substansi unsur itu menjadi darah dan tubuh tuhan inkarnasi. Keyakinan itu mutlak bertolak belakang dengan ajaran Perjanjian Lama dan (merupakan) pemalsuan atas doktrin asli Yahya dan Jesus. Pengakuan orang Kristen bahwa Ruh Suci melalu mantera-mantera pendeta, mengisi dan memenuhi orang-orang tertentu dan memberkati mereka, tetapi tidak menjamin kesucian hati dan kebodohan mereka, adalah tidak berarti apapun. Diceriterakan kepada kita bahwa Hananiah (Ananias) dan isterinya Shapirah telah dibaptis, yang berarti telah diisi dengan Ruh Suci. Dengan begitu mereka memperoleh inspirasi dari pribadi ketiga yang suci untuk menjual ladang mereka dan meletakkan harganya dalam bentuk tunai di kaki Apostel Peter, tetapi pada saat bersamaan dirayu oleh setan untuk menyembunyikan sebagian dari uang itu. Akibatnya ialah bahwa pasangan communist yang malang itu mati mengenaskan dengan cara yang ajaib (Kisah Para Apostel v.)
Coba pikirkan tentang keyakinan bahwa pribadi ketiga dari trinitas turun atas orang, memberkati mereka, dan lalu membiarkan mereka jatuh ke dalam kesalahan, penyelewengan dalam keyakinan, dan ketidak percayaan pada tuhan, dan membiarkan mereka melakukan perang dan pembantaian yang mematikan. Mungkinkah ini? Dapatkah iblis merayu orang yang telah diisi dengan dan dijaga oleh Ruh Suci dan merubahnya menjadi seekor setan? Al Qur'an yang suci sangat mengesankan dalam hal ini. Allah berfirman kepada setan:
"Dia berfirman: "Ini adalah jalan yang lurus, kewajiban Aku-lah untuk menjaganya. Sesungguhnya atas hamba-hambaKu engkau tidak memiliki kekuasaan terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat" Q. 15: 41-42
Kita dapat percaya, atau bahkan membayangkannya sesaatpun, bahwa seorang hamba Allah, seorang beriman yang lurus yang telah menerima Ruh pensucian, dapat jatuh ke dalam dosa yang mematikan dan musnah dalam neraka. Tidak, seorang yang suci, selama dia masih ada dalam dunia yang nyata ini, harus memerangi dan berjuang melawan dosa dan kejahatan; dia mungkin saja jatuh, tetapi dia akan bangkit lagi dan tidak akan pernah ditinggalkan oleh Ruh murni yang menjaganya. Pertobatan dosa yang sejati adalah hasil karya Ruh yang baik yang ada dalam diri kita. Jika seorang Kristen dibaptis dengan Ruh Suci dan api, dalam arti seperti digambarkan dalam "Kisah Para Apostel" dan gereja-gereja menerimanya, maka setiap orang Latino, Yunani, atau Abesinia bukan saja harus menjadi seorang suci yang tidak berdosa tetapi juga seorang nabi linguist dan polyglot!
Kebenarannya adalah bahwa agama Kristen tidak mempunyai sebuah konsepsi yang pasti atau tepat mengenai Ruh Suci memenuhi seorang Kristen yang dibaptis. Jika itu Tuhan, maka betapa beraninya setan mendekati, menggoda dan merayu orang yang telah disucikan atau lebih baik yang telah bersifat tuhan (deified)? Dan tambahan lagi, apa yang lebih serius ialah: Bagaimana setan itu dapat mengusir Ruh Suci dan menempatkan dirinya dalam hati seorang heretic atau atheist yang telah dibaptis. Pada pihak lain, jika Ruh Suci itu berarti malaikat Jibril atau malaikat lainnya, makan gereja-gereja Kristen mengarungi pada pasir ketakhayulan; sebab malaikat itu tidak bersifat bisa hadir di semua tempat dalam satu waktu (omni-present). Jika Ruh yang memurnikan dan mengisi hati seorang Kristen yang telah dibaptis itu adalah Tuhan Sendiri, karena yang demikian itu adalah kepercayaan mereka pada pribadi ketiga dalam Trinitas, maka semua orang Kristen yang telah dibaptis harus mengaku dirinya suci dan bersifat tuhan (deified)!
Lalu ada pula konsepsi Protestant mengenai Ruh Suci, yang - which atau who -[20] mengisi hati mereka yang pada saat tertinggi dari kegairahan dan ekstasi selama khotbah yang membakar dari seorang pembicara yang bodoh atau terpelajar, mempercayai dirinya sendiri menjadi "dilahirkan kembali"; namun banyak di antara mereka yang meluncur kembali dan menjadi apa yang mereka sebelumnya, bajingan dan penipu!
Nah sekarang sebelum saya terangkan, menurut pengertian saya yang hina ini, pembaptisan spiritual dan berapi-api itu, saya ingin membuat pengakuan bahwa banyak orang-orang saleh dan takut terhadap Tuhan di antara orang Yahudi dan Kristen. Karena betapapun pandangan dan keyakinan agama mereka itu mungkin berbeda dengan pandangan dan keyakinan kita, mereka mencintai Tuhannya dan berbuat baik atas namanya. Kita tidak dapat memahami dan menentukan perlakuan terhadap Tuhan dengan orang-orang yang berbeda agama. Konsepsi Kristen tentang Ketuhanan hanyalah merupakan kesalahan definisi tentang Tuhan yang sejati kepada siapa mereka meyakini dan mencintaiNya. Jika mereka memuliakan Jesus dan mempertuhankannya, hal itu bukan karena mereka ingin tidak menghormati Tuhan, tetapi karena mereka melihat keindahanNya pada Ruh Allah itu, yaitu Jesus. Sudah barang tentu mereka tidak bisa menghargai kerasulan Nabi Muhammad SAW, bukan karena mereka mengingkari jasanya yang tak dapat ditandingi terhadap wasiyat Allah dengan memberikan pukulan terbesar kepada setan dan kultur penyembahan berhalanya, tetapi karena mereka tidak mengerti sebagaimana Nabi Muhammad SAW memahami sifat sesungguhnya dari misi dan pribadi Jesus Kristus. Alasan yang sama bisa diajukan atas sikap orang-orang Yahudi terhadap Nabi Jesus dan Nabi Muhammad SAW. Allah Maha Pemurah dan Pengampun!
Ruh Suci dengan definite article "the" menunjuk khusus kepada malaikat Jibril, atau salah satu dari ruh-ruh "yang murni" yang begitu banyak yang diciptakan oleh Allah, dan diangkat untuk melaksanakan misi tertentu. Turunnya Ruh Suci kepada seorang manusia ialah untuk mengungkapkan kepadanya kehendak Allah, dan untuk membuatnya seorang nabi. Orang yang demikian itu tak akan pernah dapat dirayu oleh setan.
Apa yang dikenal sebagai pembaptisan sebelum masa Nabi Muhammad SAW kini disebut "sibghatullah" yaitu pemberian tanda keagamaan yang bersifat permanen yang disebut dalam Al Qur'an yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, diterangkan kepada kita oleh Wahyu Suci hanya dalam satu ayat Al Qur'an surah 2 ayat 138.
"Pemberian tanda - pencelupan - (yang bersifat tetap bagi orang-orang yang beriman kepada) Allah. Dan pemberian tanda siapakah yang lebih baik daripada Allah? KepadaNya kita semua menyembah."
Komentator (ahli tafsir) Muslim mengerti dengan benar kata "sibghat" bukan dalam arti harfiah "mencelup", tetapi dalam pengertian spiritual atau metaforikal agama. Ayat Al Qur'an ini membatalkan dan menghapuskan agama dari "Sab'utha" dan "Ma'muditha" atau kedua-duanya kaum Sabiin dan Nasara. "Sibghatullah" adalah tanda tetap bagi orang-orang beriman kepada Allah, bukan dengan air tetapi dengan Ruh Suci dan api! Agama yang dipeluk oleh siapapun dari para sahabat Nabi Allah pada tahun-tahun pertama Hijriyah kini dipeluk dalam keseluruhannya oleh setiap Muslim. Hal ini tidak berlaku bagi agama yang mengenal pembaptisan. Lebih dari enam belas Konsili Ekumeni telah diundang untuk mendefinisikan agama Kristen, hanya untuk ditemukan oleh Sinode Vatikan dalam abad sembilan belas bahwa misteri dari 'The Infallibility" dan "The Immaculate Conception" adalah dua dari dogma utama, keduanya tidak dikenal oleh Apostel Peter dan Perawan Maryam Yang Diberkati! Keyakinan atau agama apapun yang bergantung pada pertimbangan dan keputusan Sinode Umum - suci ataupun menyimpang (heretical) - adalah artifisial dan manusiawi. Agama Islam ialah keyakinan pada Satu Tuhan (Allah) dan penyerahan mutlak kepada kehendakNya, dan agama ini dipeluk oleh para malaikat di langit dan oleh Muslimin dan Muslimat di bumi. Ini adalah agama pemberkatan dan pencerahan, dan merupakan benteng yang tak dapat ditembus oleh penyembahan berhala. Marilah kita kembangkan hal ini sedikit lebih lanjut.
Pencelupan tetap yang bersifat spiritual adalah Karya langsung Tuhan Sendiri. Sebagaimana halnya tukang cuci mencuci kain atau obyek lainnya dengan air; seperti halnya tukang celup memberi warna pada wool atau katoen dengan bahan pewarna untuk memberikan nuansa baru; dan seperti halnya penandaan tetap menutup dosa-dosa yang lalu dari seorang beriman sejati yang telah bertobat, begitulah Allah Yang Maha Berkuasa memberikan tanda, bukan tubuh, tetapi ruh dan jiwa dari dia (hambaNya) yang Allah dengan RakhmatNya memberi arah dan petunjuk kepada agama suci Islam. Inilah "Sibghatullah" pemberian tanda oleh Allah yang membuat orang sesuai dan mulia menjadi warga Kerajaan Allah dan seorang hamba dalam agamaNya. Ketika untuk pertama kalinya malaikat Jibril menyampaikan Kalimat Allah kepada Nabi Muhammad SAW, kedalam dirinya diberikan anugerah ramalan. Ruhnya disucikan dan diperbesar dengan Ruh Suci hingga sampai pada tingkat dan luas yang sedemikian yang memutuskan waktu dan malaikat Jibril membuka dada dan hatinya serta mencucinya, dengan mana menghilangkan dasar-dasar yang memungkinkan bisikan setan. Sekali, yaitu ketika beliau masih kanak-kanak dan sedang bermain di padang pasir, dan yang kedua di Kaaba sebelum mi'raj, dan hingga sampai pada suatu batas yang ketika pada gilirannya beliau mendakwahkan Kalimat itu kepada mereka yang Allah berkenan untuk memberikan petunjukNya, mereka (umat Muahmmad SAW)itupun disucikan, diberi tanda. Jadi merekapun menjadi perwira-perwira suci dalam barisan baru tentara yang terdiri dari orang-orang Muslim. Pemberian tanda spiritual ini tidak menjadikan orang-orang Muslim itu nabi-nabi, orang-orang suci yang tidak berdosa, atau penjaja keajaiban. Karena sesudah Kehendak dan Firman Allah itu diungkapkan dalam Al Qur'an, maka itulah akhir daripada kenabian dan wahyu. Mereka tidak dijadikan orang-orang suci yang tidak berdosa, karena kealiman dan amalan baik mereka bukan merupakan hasil usaha dan perjuangannya melawan kejahatan dan karena itu tidak sepantasnya dihargai. Mereka tidak diangkat menjadi pekerja-pekerja keajaiban supernatural karena mereka memiliki keyakinan yang mantap dan sehat pada Penciptanya, Allah.
Selanjutnya, "sibghatullah" ini membuat orang-orang Muslim sejati itu khidmat, konsisten dalam menjalankan kewajibannya kepada Allah dan terhadap rekan-rekan semasyarakat, terutama keluarga mereka. Sibghatullah itu tidak menyebabkan mereka gila untuk mempercayai diri mereka lebih suci daripada rekan-rekan seagama, dan dengan begitu bersombong dengan jabatan kependetaan bagi mereka sendiri terhadap rekan-rekan lainnya, seakan-akan mereka itu jamaah dan gembalaan mereka. Kefanatikan, ego keagamaan dan sejenisnya bukanlah hasil dari Ruh Suci. Setiap orang Muslim mendapatkan sibghatullah yang sama pada saat penciptaannya, agama yang sama dan pemberian tanda spiritual keagamaan yang tidak dapat dihapuskan, dan harus bersaing dalam masa hidup dunianya yang singkat dengan sebaik-baik kemampuan dan daya upayanya agar dapat memenangkan mahkota kemuliaan di dunia yang akan datang. Setiap orang Muslim hanya memerlukan pendidikan dan pelatihan keagamaan sesuai dengan kebijakan Firman Allah. Namun dia tidak memerlukan campur tangan seorang pendeta, sakramen, atau orang suci. Setiap orang beriman yang tercerahkan dapat menjadi seorang Imam (pemimpin dalam beribadah), misionaris, khotib sesuai dengan ajaran yang diperolehnya serta semangat keagamaannya, tidak untuk kemuliaan yang sia-sia atau hasil yang menguntungkan.
Dengan singkat seorang Muslim, apakah pada saat kelahirannya atau pada saat kepindahan agamanya, diberi tanda secara spiritual, dan menjadi seorang warga dari Kerajaan Tuhan, seorang yang bebas merdeka, dan memiliki hak dan kewajiban yang sama, sesuai dengan kemampuannya, kebaikan, pengetahuan, kekayaan, kedudukan.
Yahya Pembaptis yang suci merujuk pemberian tanda spiritual dan igneous (sesuatu yang panas yang dihasilkan oleh magma, atau seperti bara api) kepada Nabi Allah Yang Besar, bukan sebagai mahluk yang keramat, Tuhan, atau anak Tuhan, tetapi sebagai seorang agen yang suci, dan suatu instrumen melalui mana pemberian tanda itu dilaksanakan. Nabi Muhammad SAW menyampaikan Wasiyat Allah yang adalah FirmanNya; beliau memimpin peribadatan, melaksanakan upacara suci, dan berjihad melawan orang-orang kafir dan penyembah berhala untuk mempertahankan perjuangannya (menegakkan agama Allah). Namun kejayaan dan kemenangan yang diperolehnya adalah milik Allah. Dengan cara yang sama Yahya berdakwah dan membaptis, tetapi penyesalan yang mendalam, penebusan dosa, dan pengampunan dosa hanya dapat dilakukan oleh Tuhan. Ramalan Nabi Yahya bahwa "dia yang datang sesudah aku lebih berkuasa daripada aku; dia akan membaptismu dengan Ruh dan api" adalah sangat mudah untuk dimengerti, karena pemberian tanda secara spiritual ini hanya diberikan dan dilaksanakan melalui Nabi Muhammad SAW.
Harus dicatat bahwa bentuk dan materi sibghatullah (pencelupan) ini adalah Sakral dan sekaligus Supernatural. Kita merasakan dan melihat akibat dari jalan yang tidak tampak tetapi nyata yang mewujudkan akibat itu. Tiada lagi air sebagai materi ataupun tanda untuk memimpin dalam upacara atau bentuk. Allah itulah yang melalui Ruh, melaksanakannya. Materi Sibghatullah dalam kalimatPemberi Tanda (Allah) adalah Ruh Suci dan api. Bentuk itu secara eksklusif milik Allah. Kita tidak dapat memberikan atribut itu kepada Allah dalam bentuk apapun kecuali KalimatNya: "Kun" atau "Jadilah" dan PerintahNya diturut atau dicipta. Hasilnya ialah bahwa seorang Muslim menjadi diberkati, dicerahkan, dan menjadi seorang prajurit yang dipersenjatai untuk bertempur melawan setan dan berhala-berhalanya. Tiga akibat dari Sibghatullah in patut memperoleh pertimbangan dan studi yang serius.
1. Ruh Suci , apakah itu malaikat Jibril atau Ruh-Ruh Superior lainnya yang diciptakan, melalui perintah Allah mensucikan jiwa seorang Muslim pada saat kelahirannya atau pada saat bertukar agama, sesuai dengan peristiwanya, dan pensucian ini berarti:
a. Ke dalam hatinya dipahatkan suatu keyakinan yang sempurna akan adanya Satu Tuhan Yang Sejati. "Sibghatu'I-Lah" itu menjadikan jiwa seorang Muslim sejati mempercayai Keesaan Tuhan yang mutlak, untuk menyandarkan diri padaNya, dan untuk mengerti bahwa Dia sendirilah Tuannya, Pemiliknya dan Tuhannya. Keyakinan terhadap Tuhan Yang Sejati itu tampak pada diri setiap orang yang mengaku dirinya seorang Muslim. Tanda dan bukti atas keyakinan yang telah terpahatkan dalam diri seorang Muslim itu bersinar dengan gemilang ketika dia menegaskan: "Aku seorang Muslim, Alkhamdulillaah." Apakah yang lebih berkesan dan secara sendiri jelas sebagai sebuah tanda dari keyakinan yang suci selain daripada kebencian dan ketidak sukaan yang dirasakan seorang Muslim terhadap obyek sesembahan lain di samping Allah? Mana dari yang dua ini yang lebih suci dalam Pandangan Allah: dia yang menyembah Penciptanya dalam sebuah bangunan sederhana Mesjid, atau dia yang menyembah empat belas gambar dan lukisan yang mewakili pemandangan penyaliban dalam sebuah bangunan yang dinding dan altarnya dihiasi dengan patung-patung berhala, tanahnya menutupi tulang belulang orang-orang yang sudah mati, dan kubahnya dihiasi dengan tokoh-tokoh malaikat dan orang-orang suci?
b. Pensucian oleh Ruh Suci dan api yang Allah kerjakan atas jiwa seorang Muslim adalah bahwa Dia mengisinya dengan rasa cinta akan dan penyerahan diri kepada Dia. Seorang suami yang terhormat lebih suka menceraikan isteri tercintanya daripada melihatnya membagi cintanya kepada seorang laki-laki lain. Yang Maha Berkuasa akan melemparkan setiap "orang beriman" yang ternyata menyekutukan Dia dengan obyek atau mahluk lain. Cinta seorang Muslim akan Allah tidak teoritis atau idealistik namun bersifat praktis dan nyata. Tidak sesaatpun dia ragu untuk mengusir isteri, anak atau temannya dari rumahnya jika dia menghujat Nama atau Pribadi Suci. Seorang penyembah berhala atau seseorang dari agama lain bisa saja menunjukkan kemarahan hati yang sama untuk obyek yang disembahnya. Tetapi cinta yang ditunjukkan untuk Satu Tuhan Sejati adalah suci dan diberkati: dan cinta yang demikian itu hanya bisa ada dalam hati seorang Muslim. Formula yang bersifat isyarat tanda baik dan kidung suci "Bismillaah" dan "Alkhamdulillaah" yang masing-masing berarti: "Dengan Menyebut Asma Allah" dan "Puji dan Syukur bagi Allah" pada awal dan akhir setiap kegiatan atau upaya, adalah sebuah pernyataan tulus dari jiwa seorang Muslim yang telah disucikan, terkesan dan dimabukkan dengan "cinta akan Tuhan" yang memancar dan melebihi semua cinta lainnya. Seruan-seruan ini bukan suatu pernyataan yang artifisial dan hipokritikal dalam mulut orang Muslim, tetapi kata-kata itu adalah do'a dan pujian dari jiwa yang telah disucikan tanpa dapat terhapus lagi yang menempati tubuhnya. Dan jika seorang Kristen dan seorang Yahudi dicelup dengan keyakinan dan ketaatan yang sama, dan jika jiwa mereka tergelitik dengan sungguh-sungguh akan pernyataan itu yang benar-benar dirasakan oleh jiwa seorang Muslim, maka dia (orang Kristen atau Yahudi) itu adalah seorang Muslim meskipun dia tidak menyadarinya.
c. Penandaan pemberkatan yang tak terhapuskan yang diinspirasikan ke dalam ruh seorang Muslim melalui "sibghatullah", di samping keyakinan dan cinta akan Allah, adalah sebuah penyerahan diri dan kepasrahan diri yang menyeluruh kepada Kehendak Allah Yang Suci. Penyerahan diri yang mutlak ini memancar bukan saja dari keyakinan dan cinta, akan tetapi juga dari rasa takut yang suci dan dari rasa hormat yang mendalam yang begitu latent dalam jiwa dan ruh setiap orang beriman yang sebenarnya.
Yang demikian itu adalah karakteristik utama dari penandaan spiritual yang tak terhapuskan, dan tidak dijumpai di manapun kecuali di antara penganut agama Islam. Yahya Pembaptis, Jesus Kristrus dan para apostel mempercayai, mencintai dan merasa takut pada Allah yang sama seperti setiap orang Muslim melakukannya sesuai dengan tingkat kelembutan dan rahmat yang suci. Ruh Suci, atau seperti dikenal dalam Islam sebagai Ruh Yang Disucikan, berarti malaikat Jibril sendiri, yang, juga memegang jabatan sebagai Utusan, juga seorang mahluk serta mencintai dan merasa takut pada Allah sebagaimana anda dan saya juga demikian.
2. Pencerahan adalah tanda kedua dari penandaan spiritual yang tak terhapuskan. Pengetahuan yang sebenarnya tentang Allah dan KehendakNya, sebanyak yang dapat dimiliki oleh seorang manusia, hanya dapat dilihat dan secara eksklusif ada pada diri orang-orang Muslim. Pengetahuan ini bersinar dengan cemerlang pada roman muka dan tingkah laku setiap Muslim. Mungkin dia tidak mengerti esensi Tuhan, seperti halnya seorang anak kecil tidak dapat mengerti sifat dan mutu kedua orang tuanya; namun seorang bayi bisa mengenali ibunya di antara wanita-wanita lainnya. Analogi itu jauh di bawah kenyataan, dan perbandingan itu bersifat inferior tanpa batas antara seorang Muslim baik yang telah tercerahkan dalam hubungannya kepada Penciptanya dan seorang bayi yang menangis di belakang ibunya sendiri. Seorang Muslim, betapapun dia bodoh, miskin, dan berdosa, melihat tanda-tanda Allah pada setiap gejala alam. Apapun yang menimpanya, dalam kebahagiaan atau penderitaan, Allah tetap ada dalam hatinya. Seruan sholat seorang Muslim adalah bukti hidup dari pencerahannya. "Tidak ada apapun yang patut disembah kecuali Allah," merupakan protes abadi terhadap semua mereka yang menyekutukan Tuhan dengan obyek apapun yang tidak patut disembah. Setiap Muslim mengakui: "Saya bersaksi bahwa Allah ialah Sesuatu yang patut disembah."
Dalam hubungan ini saya bisa memberi jejak pada kenyataan bahwa jiwa manusia itu sangat berbeda dengan ruh manusia. Ruh yang suci itu yang mencerahkan jiwa dan menanamkan ke dalamnya pengetahuan tentang kebenaran. Sekali lagi adalah ruh jahat yang mendorong jiwa kepada kesalahan, penyembahan berhala, dan penghujatan terhadap Tuhan.
3. "Sibghatullah" adalah penandaan suci dengan api yang mempersenjatai dan melengkapi seorang Muslim untuk menjadi benteng terhadap kesalahan dan ketakhayulan, terutama terhadap kemusyrikan dalam segala bentuknya. Tanda dari api itulah yang melebur jiwa dan ruh seorang Muslim, begitulah dipisahkan substansi yang emas dari segala kekotoran dan korupsi. Kekuatan Tuhan inilah yang memperkuat dan mengkonsolidasikan hubungan antara Dia dengan hambaNya yang beriman, dan mempersenjatainya untuk berjuang demi agama Tuhan. Gairah dan semangat seorang Muslim terhadap Allah dan agamaNya adalah unik dan suci. Orang-orang biadab juga berjuang untuk jimat mereka, si musyrik untuk berhalanya, dan orang-orang Kristen untuk salib mereka; akan tetapi betapa kontrasnya antara obyek-obyek yang tidak patut disembah itu dengan Tuhan agama Islam!
Kesimpulannya, saya harus meminta perhatian saudara-saudara saya orang-orang Muslim untuk memikirkan siapa diri mereka itu; untuk mengingat pahala Allah; dan hidup sesuai dengan semua itu.

[20]Ruh Suci dalam semua literatur Kristen dalam berbagai bahasa yang berbeda tidak memiliki gender yang tertentu. He, she, it semuanya biasa dipergunakan sebagai nama personal dari Ruh Suci.
BAB 17
"PARACLETE" BUKAN RUH SUCI
Dalam artikel ini kita sekarang dapat membicarakan tentang "Paraclete" yang terkenal dari Injil Keempat (Yohanes). Jesus Kristus seperti halnya Yahya, mengumumkan bangkitnya Kerajaan Tuhan, mengundang orang-orang untuk melakukan pertobatan dosa, dan membaptis mereka untuk menghapuskan dosa-dosa mereka. Dengan terhormat beliau menyelesaikan tugasnya, dan dengan setia menyampaikan wasiyat Tuhan kepada orang Israel. Beliau sendiri bukanlah pendiri Kerajaan Tuhan itu, namun hanya seorang bentara, dan karena itu beliau tidak menuliskan apapun dan tidak pula memberi perintah kepada seorangpun untuk menulis Kitab Suci Injil yang telah terpateri dalam jiwanya. Beliau mengungkapkan Injil yang berarti "berita baik" tentang "Kerajaan Tuhan" dan "Pereiklitos" kepada para pengikutnya, tidak dalam bentuk tertulis, tetapi dalam bentuk ceramah lisan, dan dalam khotbah kepada umum. Khotbah-khotbah ini beserta ceritera-ceritera itu oleh orang-orang yang pernah mendengarnya diteruskan kepada mereka yang belum mendengarnya. Barulah kemudian bahwa perkataan dan ajaran-ajaran Sang Guru itu dituliskan. Jesus bukan lagi seorang Rabbi, tetapi suatu Logos - Kalimat Yang Suci; bukan lagi seorang pendahulu dari Paraklete namun sudah sebagai Tuhannya dan Superiornya ("nya" disini menunjuk kepada Parakaklete - Pent.). Perkataannya yang murni dan sebenarnya telah dipalsukan dan dicampur adukkan dengan mitos dan legenda. Untuk sesaat beliau diharapkan setiap saat turun dari awan disertai dengan barisan malaikat. Semua apostel telah meninggal; kedatangan Jesus Kristus untuk kedua kalinya tertunda. Pribadi dan doktrinnya telah menimbulkan berbagai spekulasi keagamaan dan falsafi. Sekte-sekte saling bergantian; Injil dan Epistle dengan berbagai nama dan judul yang berbeda bermunculan di banyak pusat-pusat kegiatan; dan banyak pakar agama Kristen serta kaum apologist saling membasmi dan mengritik masing-masing teori mereka. Seandainya ada Kitab Injil yang ditulis selama masa Jesus, atau bahkan sebuah Kitab yang disahkan oleh Kumpulan Para Apostel, maka ajaran Nabi dari Nazareth ini pasti telah mengamankan kemurnian dan integritas mereka hingga saat tibanya "Periqlit" - Ahmad. Sayang hal itu bukanlah masalahnya. Setiap penulis mengambil pandangan yang berbeda tentang Sang Guru dan agamanya, dan melukiskannya dalam bukunya - yang dia sebut Injil atau Epistle - sesuai dengan khayalannya sendiri. Pemikiran yang meruyak banyak tentang Kalimat; ramalan tentang Periqlit; khotbah Jesus yang tidak terjelaskan atas daging dan darahnya; dan sejumlah serial beberapa keajaiban, peristiwa, dan perkataan yang tercatat dalam Injil Keempat tidaklah dikenal oleh Synoptic dan dengan sendirinya juga bagi sebagian besar umat Kristen yang tidak telah melihatnya setidak-tidaknya selama beberapa abad.
Injil Keempat seperti buku-buku lainnya, juga telah ditulis dalam bahasa Yunani dan tidak dalam bahasa Aramiah, yang adalah bahasa lidah Jesus dan para pengikutnya. Dengan sendirinya sekali lagi kita dihadapkan kepada kesulitan yang sama yang kita jumpai ketika kita membicarakan "Eudokia" dari St Lukas, yaitu: "Kata atau nama apa yang dipakai Jesus dalam bahasanya sendiri untuk menyatakan apa yang disebut oleh Injil Keempat sebagai "Paraclete" dan yang telah diterjemahkan sebagai "penghibur" "penolong" ("comforter", "consoler") dalam semua versi Injil?
Sebelum membicarakan mengenani etimologi dan arti sesungguhnya dari bentuk Paraclete yang tidak klasikal atau telah dikorupsi ini, adalah perlu untuk membuat pengamatan singkat atas satu ciri dari Injil Yohanes. Hal kepengarangan serta otentik tidaknya Injil ini adalah persoalan yang menyangkut Higher Biblical Criticism; tetapi tidak mungkin untuk percaya bahwa Apostel telah menulis kitab ini seperti kita jumpai dalam bentuk dan isinya yang seperti sekarang ini. Penulisnya, apakah itu Yohannan (John) anak Zebedee, atau seorang lain yang bernama itu, tampaknya akrab dengan doktrin dari pakar Yahudi yang terkenal dan ahli falsafah Philon mengenai Logos atau Firman. Sangat terkenal bahwa penaklukan Palestina dan berdirinya Alexandria oleh Alexander Agung untuk pertama kalinya telah membuka epoch baru bagi kebudayaan dan peradaban. Pada saat itulah bahwa pengikut Musa bertemu dengan pengikut Epicurus, dan terjadilah dampak besar dari doktrin spiritual Injil terhadap materialisme dari keberhalaan (paganism) Yunani. Seni dan falsafah Yunani mulai dikagumi dan dipelajari oleh pakar-pakar hukum bangsa Yahudi di Palestina maupun di Mesir, di mana terdapat masyarakat Yahudi yang sangat banyak di kedua tempat itu. Penetrasi alam fikiran dan belles-lettres Yunani ke dalam mazhab Yahudi menyadarkan pendeta-pendeta dan orang-orang terpelajar Yahudi akan bahayanya. Dalam kenyataannya, bahasa Ibrani sangat diabaikan sehingga Kitab Suci itu dibaca di sinagog-sinagog Alexandria dalam versi Septuagint (Injil dalam bahasa Yunani). Tetapi invasi oleh ilmu pengetahuan asing ini menggerakkan orang Yahudi untuk lebih baik mempelajari hukum mereka sendiri, dan mempertahankannya terhadap spirit baru yang tidak menguntungkan itu. Karena itu mereka berusaha untuk menemukan cara baru untuk menafsirkan Injil agar kemungkinan adanya "rapproachment" (penyesuaian) dan rekonsiliasi kebenaran Injil dengan alam fikiran Hellenisme dapat diberdayakan. Karena cara lama mereka yaitu tafsir harafiah dari hukum dirasakan tidak bisa dipergunakan dan terlalu lemah terhadap penalaran yang halus dari Plato dan Aristoteles. Pada saat yang sama kegiatan orang-orang Yahudi yang padat dan ketaatan mereka terhadap agamanya yang menonjol sering membangkitkan di dalam dirinya rasa iri dan benci kepada orang Yunani. pada masa kekuasaan Alexander, seorang pendeta Mesir, Manetho, telah menulis yang berisi fitnah terhadap Judaisme (agama orang Yahdui). Di bawah Tiberius juga, orator besar Apion menghidupkan kembali dan meracuni dengan hinaan-hinaan dari Manetho. Dengan demikian tulisan-tulisan itu telah meracuni orang-orang kemudian yang menindas dengan kejam orang-orang yang beriman akan Satu Tuhan yang sesungguhnya.
Metode baru itu diketemukan sesuai dengan yang diinginkan dan diterapkan. Metode itu adalah sebuah cara penafsiran alegoris atas setiap hukum, aksioma, narasi dan bahkan nama-nama dari pribadi-pribadi besar dipertimbangkan untuk menyembunyikan di dalamnya sebuah gagasan rahasia yang mereka upayakan untuk mewujudkannya. Cara penafsiran alegoris ini segera menyombongkan diri pada tempat Injil, dan seperti halnya sebuah amplop yang membungkus di dalamnya suatu sistim falsafah keagamaan.
Nah kini orang yang paling terkemuka yang mempersonifikasikan ilmu pengetahuan ini ialah Philon, yang dilahirkan dari keluarga Yahudi yang kaya di Alexandria dalam tahun 25 sebelum Masehi. Mengenal dengan baik falsafah Plato, dia menulis karya alegoris gaya Yunani yang murni dan serasi. Dia percaya bahwa doktrin tentang Wahyu dapat bersesuaian dengan ilmu dan kebijakan insani yang tertinggi. Apa yang terutama telah ada dalam benaknya adalah gejala tentang perbuatan Tuhan, Ruh murni, dengan mahluk bumi. Dengan mengikuti teori Plato tentang "gagasan" dia menanamkan suatu serial gagasan antara yang dia sebut sebagai "Pancaran Kesucian" yang dia ubah menjadi sudut-sudut yang mempersatukan Tuhan dengan dunia. Substansi dasar dari gagasan-gagasan ini, Logos atau Firman, membentuk kebijakan adi (supreme) yang diciptakan di dunia dan pernyataan tertinggi dari perbuatan yang menguntungkan.
Mazhab Alexandria mengikuti kejayaan Judaisme atas Paganisme. "Namun" seperti dicatat dengan benar oleh Rabbi Besar Paul Hagenauer dalam buku kecilnya yang menarik "Manuel de Litterature luive" (halaman 24): "mais d'elle surgirent, plus tard, des systemes nuisibles Li l'hebraisme" benarlah sistim yang berbahaya, bukan saja bagi Judaisme tetapi bagi agama Kristen juga!
Asal usul doktrin Logos dilacak karenanya, ke falsafah Philon, dan apostel Yohanes atau pengarang dari Injil Keempat, siapapun dia itu - hanya mendogmatisir teori "gagasan" yang telah timbul pertama kali dari otak emas Plato. Seperti telah dicatat dalam artikel pertama dari serial ini, Firman Suci itu berarti Firman Tuhan, dan bukan Tuhan itu Firman. Kalimat atau perkataan adalah sebuah atribut dari mahluk rasional; itu bisa milik pembicara yang manapun, tetapi itu bukanlah mahluk rasional, si pembicara. Kalimat Suci tidaklah abadi, kalimat itu mempunyai asal usul, suatu permulaan; kalimat itu tidak ada sebelum ada permulaan kecuali hanya sebatas potensial. Kalimat itu bukan sebuah esensi atau inti. Adalah merupakan kesalahan yang serius untuk merubah atribut yang manapun menjadi suatu substansi. Jikalau diizinkan untuk berkata: "Tuhan itu Firman" mengapa tidak diperbolehkan untuk berkata: Tuhan itu Rahim, Tuhan itu Cinta, Tuhan itu Pembalas (Pemberi azab), Tuhan itu Kehidupan, Tuhan itu Kekuasaan, dan sebagainya? Saya dapat mengerti dan menerima dengan baik sebutan bagi Jesus "Ruh Tuhan" (Ruhu 'l-Lah), bagi Musa "Kalimat Allah" (Kalamu 'l-Lah), bagi Muhammad "Utusan Allah" (Rasul Allah), yang berarti Ruh Tuhan, Firman Tuhan dan Utusan Tuhan. Namun saya tidak pernah bisa mengerti ataupun menerima bahwa Ruh, atau Firman, atau Utusan itu adalah suatu Pribadi Suci yang memiliki sifat suci dan sifat manusiawi.
Sekarang kita akan melanjutkan untuk menghadirkan dan mencari jawaban final atas kesalahan agama Kristen tentang Paraclete. Dalam artikel ini saya akan mencoba untuk membuktikan bahwa Paraclete bukanlah Ruh Suci ataupun "penghibur" (comforter, consoler) atau "perantara" (intercessor) sebagaimana orang-orang Kristen dan gereja meyakininya, dan dalam artikel berikut ini semoga Tuhan mengizinkan, saya akan menunjukkan dengan jelas bahwa bukanlah "Paraclete" tetapi "Periclyte" yang dengan tepat berarti "Ahmad" dalam pengertian "Yang Sangat Terkenal, Yang Terpuji, dan Dihormati."
1. RUH SUCI DIGAMBARKAN DALAM PERJANJIAN BARU SEBAGAI TIDAK LAIN SELAIN DARIPADA SEORANG PRIBADI
Penelitian dengan hati-hati dari pasal-pasal berikut dalam Perjanjian Baru akan meyakinkan para pembaca bahwa Ruh Suci, bukan saja itu bukan orang ketiga dalam Trinitas, tetapi bahkan bukan seorang yang berbeda sama sekali. Namun "Paraclete" yang diramalkan oleh Jesus adalah seorang lain yang berbeda. Perbedaan mendasar antara dua pribadi itu karenanya adalah sebuah alasan yang menentukan atas hipotese mereka bahwa Paraclete dan Ruh Suci itu menyatu dan pibadi yang sama.
a. Dalam Lukas xi.13 Ruh Suci itu dinyatakan sebagai sebuah "karunia" Tuhan ( a gift of God). Perbedaan antara "karunia yang baik" yang diberikan oleh orang tua yang jahat dan Ruh Suci yang dilimpahkan kepada orang-orang beriman oleh Tuhan sama sekali mengecualikan (sama sekali tidak menyinggung) gagasan tentang kepribadian suatu Ruh yang manapun. Dapatkah kita dengan sadar dan positif menegaskan bahwa Jesus Kristus pada saat menceriterakan tentang perbedaan itu, bermaksud untuk mengajarkan kepada para pendengarnya bahwa "Tuhan Bapa" memberikan karunia "Tuhan Ruh Suci" kepada "anak-anakNya" yang mahluk bumi? Pernahkah beliau menginsinuasikan bahwa beliau percaya bahwa orang ketiga dalam Trinitas sebagai karunia dari orang pertama dalam Trinitas? Dapatkah kita dengan sadar mengakui bahwa para Apostel itu percaya bahwa "karunia" ini adalah Tuhan Yang Maha Kuasa yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa kepada mahluk yang bersifat tidak abadi? Gagasan atas keyakinan yang demikian itu menjadikan orang Muslim merasa jijik dan tidak menyukainya.
b. Dalam 1 Korintian ii. 12 Ruh Suci ini digambarkan sebagai dalam kasus gender "netral" (bukan pria bukan wanita) "Ruh dari Tuhan". Paul dengan jelas menyebutkan bahwa sebagai suatu Ruh yang dalam diri manusia menjadikannya dia mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan dirinya sehingga Ruh Tuhan membuat seorang manusia mengetahui hal-hal yang suci (1 Korintian 11). Dengansendirinya Ruh Suci di sini bukan Tuhan tetapi suatu perkara, saluran, atau perantara yang suci melalui mana Tuhan mengajar, mencerahkan, dan memberikan inspirasi mereka yang Dia kehendaki. Hal itu semata-mata adalah suatu karya Tuhan terhadap jiwa dan ruh manusia.
Seperti halnya - falsafah Plato bukanlah Plato itu sendiri, dan Philon yang Platonist itu bukan pencipta dari kebijakan khusus itu, jadi Peter bukanlah Tuhan karena pencerahannya disebabkan oleh Ruh Tuhan. Dengan jelas Paul meneruskan dalam pasal yang telah disebut, bahwa jiwa manusia tidak dapat memahami kebenaran mengenai Tuhan tetapi hanya melalui RuhNya, inspirasi dan petunjuk (direction).
c. Sekali lagi dalam 1 Korintian vi. 19 kita baca bahwa hamba Tuhan yang lurus disebut sebagai "rumah dari Ruh Suci" (the temple of the Holy Spirit) yang "mereka terima dariTuhan." Di sini sekali lagi Ruh Tuhan itu tidak ditunjukkan sebagai suatu pribadi atau malaikat, tetapi kebaikanNya, firmanNya, atau kekuasaan dan agama. Tubuh dan jiwa orang beriman yang lurus dibandingkan dengan sebuah rumah yang diabdikan untuk menyembah Yang Maha Abadi.
d. Dalam Epistle kepada orang Romawi (Roma viii. 9) ruh yang sama yang "hidup" di dalam diri orang-orang beriman disebut secara bergantian sebagai "Ruh Tuhan" dan "Ruh Kristus." Dalam pasal ini "Ruh" itu hanyalah berarti suatu keyakinan dan agama sejati Tuhan yang didakwahkan oleh Jesus. Tentu saja ruh ini tidak dapat berarti sebagai suatu ideal orang Kristen tentang Ruh Suci (Holy Ghost), yaitu ketiga yang lain dari yang tiga. Kita orang-orang Muslim selalu ingin dan bermaksud untuk mengatur hidup dan tingkah laku kita sesuai dengan semangat Nabi Muhammad SAW, yang berarti bahwa kita bersikap mantap untuk tetap setia kepada agama Allah dengan cara yang sebanyak mungkin sama dengan cara yang dilakukan oleh Nabi Terakhir SAW. Karena Ruh Suci yang ada dalam diri Nabi Muhammad SAW, Nabi Jesus, dan dalam setiap diri Nabi tidak lain ialah Ruh Allah swt! Untuk membedakannya dari ruh setan dan kawannya yang tidak murni dan jahat, Ruh ini disebut "suci". Ruh itu bukan pribadi yang suci, tetapi sebuah sinar suci yang mencerahkan dan memberkati hamba Tuhan.
e. Formula Injil "Atas nama Bapa, dan Anak, dan Ruh Suci," bahkan sekalipun itu otentik dan benar diberikan oleh Kristus, mungkin secara sah diterima sebagai suatu formula keyakinan sebelum bangkitnya secara resmi agama Islam, yang adalah Kerajaan Tuhan di muka bumi. Tuhan Yang Kuasa dalam kualitasNya sebagai Pencipta adalah Ayah dari semua mahluk, benda, kecerdasan, tetapi bukan Ayah dari seorang anak yang khusus. Para orientalis mengetahui bahwa kata dalam bahasa Semit "abb" atau "abba" yang diterjemahkan sebagai "bapa," berarti "seorang yang membawa ke depan, atau yang membawa buah" ("ibba"=buah). Arti kata ini sangat jelas dan penggunaannya cukup sah. Berulang kali Injil menggunakan sebutan "Bapa." Di dalam Injil Tuhan berfirman: "Israel ialah anak laki-lakiKu yang pertama lahir"; dan dalam kitab Ayyub, Dia disebut "bapa dari hujan." Karena penyalah gunaan Sebutan Suci dari Sang Pencipta oleh agama Kristen inilah maka Al Qur'an menahan diri untuk menggunakannya. Dari sudut pandang murni seorang Muslim, dogma Kristen yang menyangkut kelahiran abadi atau kebangkitan Anak adalah sebuah penghujatan.
Apakah formula pembaptisan Kristen itu otentik atau palsu, saya percaya di situ ada kebenaran yang tersembunyi di dalamnya. Karena haruslah diakui bahwa para Penyiar Injil (evangelist) tidak pernah memberikan otorisasi penggunaan formula itu dalam ritual, do'a atau kebaktian lainnya selain daripada ritual pembabtisan. Soal ini adalah sangat penting. Yahya telah meramalkan adanya pembaptisan dengan Ruh Suci dan api oleh Nabi Muhammad SAW, seperti telah kita lihat dalam artikel sebelum ini. Pembaptis yang dekat atau segera itu tidak lainTuhan sendiri, dan yang menengah ialah Anak Manusia atau Bar Nasha dalam visi Nabi Daniel, betul-betul sempurna adil dan sah untuk menyebutkan kedua nama itu sebagai penyebab yang pertama dan kedua; dan nama Ruh Suci juga sebagai causa materialis dari Sibghatullah! Nah, Sebutan Suci "Bapa," sebelum penyalah gunaannya oleh gereja, dengan tepat diterapkan. Sebenarnya bahwa Sibghatullah adalah suatu kelahiran baru, kelahiran Al Masih (nativity)[21] ke dalam Kerajaan Tuhan yang adalah Islam.
Pembaptis yang menyebabkan regenerasi ini ialah Allah Sendiri secara langsung. Dilahirkan dalam agama Islam, dibekali dengan keyakinan pada Tuhan Sejati, adalah sebuah kemurahan dan karunia terbesar dari "Bapa Yang Ada Di Sorga" untuk menggunakan ungkapan seperti biasa dinyatakan oleh para penyiar Injil. Dalam hubungan ini Tuhan dengan tanpa batas sama sekali lebih bermurah daripada bapa di bumi.
Mengenai nama kedua dalam formula "Anak," orang sama sekali tidak tahu siapa atau apa "anak" itu. Jikalau Tuhan dengan benar disebut "Bapa," maka orang menjadi ingin tahu, ingin bertanya dan bergairah untuk mengetahui, yang mana dari antara "anak-anak" Nya yang dimaksudkan dalam formula pembaptisan itu. Jesus mengajar kita untuk berdo'a: "Bapa kami yang ada di sorga." Kalau kita semua ini adalah anak-anakNya dalam arti mahlukNya, maka penyebutan kata "anak" dalam formula bagaimanapun menjadi tidak berarti dan bahkan tidak masuk akal. Kita tahu bahwa nama "Anak Manusia" atau "Bar Nasha" disebut sebanyak delapan puluh tiga kali dalam ceramah Jesus. Al Qur'an tidak pernah menyebut Jesus sebagai "anak manusia" tetapi selalu "anak Maryam." Beliau tidak mungkin menyebut dirinya sendiri "anak manusia" karena beliau hanyalah "anak seorang wanita." Tidak ada jalan untuk lari dari kenyataan ini. Anda boleh saja menjadikannya sebagai "anak Tuhan" seperti telah anda lakukan, tetapi anda tidak dapat membuatnya "anak manusia" kecuali jika anda percaya bahwa beliau adalah anak keturunan Yusuf atau seseorang lainnya, dan dengan demikian anda menetapkan bagi beliau cacad sebagai anak tidak sah.
Saya tidak tahu dengan tepat bagaimana, apakah melalui intuisi, inspirasi, atau mimpi, saya diajar dan menjadi yakin bahwa nama kedua dalam formula itu adalah sebuah pengkorupsian yang jelek dari "Anak Manusia" yaitu "Bar Nasha" dari Nabi Daniel (vii.), dan karenanya Ahmad "Periclytos" (Paraclete) dari Injil St Yohanes.
Mengenai Ruh Suci dalam formula, itu bukan suatu pribadi atau suatu ruh individual, tetapi suatu agency, kekuatan, enerji Tuhan dengan mana seorang manusia dilahirkan atau diubah ke dalam agama dan pengetahun dari Satu Tuhan.
2. APA KATA ROMO PENDETA-PENDETA NASHARA (KRISTEN) MASA AWAL MENGENAI RUH SUCI.
a. Hermas (Similitude v, 5, 6) memahami "Ruh Suci" sebagai unsur suci yang ada dalam diri Kristus, yaitu Anak yang diciptakan sebelum semua hal. Tanpa memasuki pembicaraan yang tak berguna atau yang tak mempunyai arti apakah Hermas mencampur adukkan Ruh Suci dengan Firman, atau bahwa itu adalah suatu unsur berbeda milik Kristus, diakui bahwa unsur berbeda milik Kristus itu telah diciptakan sebelum semua hal - yaitu pada masa awal - dan bahwa Ruh dalam keyakinan Hermas itu bukan seorang pribadi.
b. Justin - disebut "Syuhada" (100?-167? M) dan Theophilus (120?-180?) memahami Ruh Suci kadangkala sebagai bentuk yang aneh atas manifestasi Firman dan kadangkala sebagai atribut yang suci, tetapi tidak pernah sebagai seorang pribadi yang suci. Haruslah diingat bahwa dua orang Romo dan penulis Yunani dari abad kedua Masehi ini tidak memiliki pengetahuan dan keyakinan yang definitif tentang Ruh Suci dari Trinitas dari abad keempat dan seterusnya.
c. Athenagoras (110-180M) mengatakan Ruh Suci ialah sebuah pancaran Tuhan yang berasal dan kembali kepadaNya seperti sinar matahari (Deprecatio pro Christiarus, ix, x.). Irenaeus (130?-202? M) mengatakan bahwa Ruh Suci dan Anak adalah dua penyembah Tuhan dan bahwa malaikat tunduk kepada mereka. Jurang perbedaan yang lebar antara keyakinan dan konsepsi dari dua orang Romo masa awal tentang Ruh Suci ini terlalu jelas memerlukan komentar lebih lanjut. Mengherankan bahwa dua orang penyembah Tuhan itu, sesuai dengan pernyataan otoritas semacam Irenaeus itu, dua abad kemudian harus diangkat pada derajat ketinggian Tuhan dan dua pribadi suci itu dinyatakan bersekutu dengan Tuhan Satu yang sejati yang telah menciptakan kedua orang penyembah Tuhan itu.
d. Origen (185-254 M) merupakan yang paling terkenal dan terpelajar di antara semua Romo sebelum masa Nicea (ante-Nicene) dan para apologist Kristen. Pengarang Hexepla menggambarkan Ruh Suci sebagai memiliki kepribadian, tetapi menjadikannya sebagai mahluk dari Anak. Penciptaan Ruh Suci oleh Anak tidak bisa terjadi pada awal waktu ketika Firman -atau Anak - diciptakan oleh Tuhan.
Doktrin yang berkenaan dengan Ruh Suci ini tidak cukup dikembangkan dalam tahun 325 M, dan karenanya tidak dibuatkan definisi oleh Konsili Nicea. Baru dalam tahun 386 M pada Konsili Ekumenikal di Konstantinopel bahwa Ruh Suci itu dinyatakan sebagai pribadi ketiga dalam Trinitas, memiliki kosubstansi dan koeval (berbagi substansi dan waktu) dengan Bapa dan Anak.
3. "PARACLETE" TIDAK BERARTI BAIK "PENGHIBUR" MAUPUN "PERANTARA"; sebenarnya itu sama sekali bukan sebuah kata klasikal.
Ortografi Yunani dari kata itu ialah Paraklytos yang dalam literatur eklesiastikal dibuat untuk berarti "seorang yang dipanggil untuk membantu (aid), menyokong (advocate), perantara (intercessor)" (Kamus Grec.-Francais, oleh Alexander). Seseorang tidak perlu mengaku sebagai seorang pakar Yunani untuk mengetahui bahwa kata Yunani untuk "penghibur" atau "penolong" (comforter atau consoler) bukan "Paraclytos" tetapi "Paracalon." Saya tidak memiliki Septuagint dalam versi Yunani, tetapi saya ingat dengan baik bahwa dalam bahasa Ibrani kata "penghibur" ("mnahem") dalam tangisan Jeremiah (I, 2, 9, 16, 17, 21, dsb.) diterjemahkan sebagai Parakaloon, dari kata kerja Parakaloo, yang berarti memanggil, mengundang, menganjurkan dengan sangat, menghibur, berdo'a, meminta. Harus dicatat bahwa ada sebuah huruf hidup alpha yang panjang sesudah huruf mati kappa dalam kata "Paracalon" yang tidak ada dalam "Paraclytos." Dalam ungkapan ("Dia yang menghibur kita dalam kesulitan kita") "paracalon" yang dipergunakan dan bukan "paraclytos." (Saya mengajak, atau mengundang, anda ke pekerjaan"). Banyak contoh lainnya yang dapat dikutip di sini.
Ada kata lain dalam bahasa Yunani untuk "penghibur" dan "penolong" ("comforter" dan "consoler") yaitu "Parygorytys" dari "I console."
Mengenai arti lain "perantara" atau "advokat' yang diberikan dalam kata eklesiastikal "Paraclete", sekali lagi saya mendesak bahwa "Paracalon," dan bukan Paraclytos," dapat menyampaikan sendiri suatu pengertian yang sama. Istilah yang pantas dalam bahasa Yunani untuk "advocate" adalah Sunegorus dan untuk "intercessor" atau "mediator" ialah Meditea.
Dalam artikel berikutnya saya akan memberikan bentuk dalam bahasa Yunani yang sebenarnya yang menunjukkan bahwa Paraklytos adalah sebuat korupsi. En passant, saya ingin membetulkan sebuah kesalahan yang savant Perancis Ernest Renan telah jatuh ke dalamnya. Jika kita mengingatnya dengan baik, Monsieur Renan, dalam bukunya yang terkenal "The Life of Christ" menterjemahkan "Paraclete" dari Yohanes (xiv. 16, 26; xv. 7; 1 Yohanes ii. 1) dengan "penganjur" ("advocate"). Dia mengutip bentuk Syria Kaldea untuk "Peraklit" sebagai lawan dari "Ktighra" "penuduh" dari Kategorus. Nama dalam bahasa Syria untuk perantara (mediator atau intercessor) adalah "mis'aaya," tetapi di dalam pengadilan hukum, kata "Snighra" (dari bahasa Yunani "Sunegorus") yang dipergunakan untuk seorang pengacara (advocate). Banyak orang Syria yang tidak faham dengan bahasa Yunani menganggap kata "Paraqlita" benar-benar bentuk kata dalam bahasa Aramiah atau Syria untuk "Paraclete" dalam versi Pshittha dan tersusun dari "Paraq," "untuk menyelamatkan dari" - "untuk mengeluarkan dari," serta "lita" "yang terkutuk." Gagasan bahwa Kristus adalah "Penyelamat dari kutukan hukum," dan karena itu beliau juga seorang "Paraqlita" (1 Yohanes ii. 1), mungkin telah menyebabkan beberapa orang untuk berpikir bahwa kata dalam bahasa Yunani itu aslinya adalah sebuah kata dalam bahasa Aramiah, persis seperti kalimat dalam bahasa Yunani "Maran atha" dalam bahasa Aramiah "Maran Athi," yaitu "Tuan kita sedang datang" ("our Lord is coming") (1 Yohanes xvi. 22) yang tampaknya menjadi sebuah ungkapan di antara orang-orang beriman tentang kedatangan Nabi Besar Terakhir. "Maran Athi" ini seperti halnya, terutama, formula pembaptisan, berisikan hal-hal yang terlalu penting untuk diabaikan. Keduanya pantas untuk dipelajari secara khusus dan penjelasan rinci yang berharga. Keduanya mewujudkan ciri-ciri dan indikasi yang sebaliknya daripada menguntungkan agama Kristen.
Saya pikir saya sudah cukup membuktikan bahwa "Paraclytos" dari sudut pandang bahasa dan etimologi tidak berarti "penganjur," "penolong," "penghibur" (advocate, comforter, consoler). Selama berabad-abad orang Eropa dan Latin yang bodoh telah menulis nama Nabi Muhammad sebagai "Mahomet," "Mushi" untuk Nabi Musa. Karena itu, anehkah bila pendeta Kristen yang kekar atau seorang penulis telah menuliskan nama yang sejati dalam bentuk yang telah dikorupsi "Paraklytos? Yang terdahulu "Paraclytos" berarti "Yang terkenal, Yang terpuji," tetapi bentuk yang telah dikorupsi "Paraklytos" sama sekali tidak berarti apapun kecuali rasa malu yang terus menerus bagi mereka yang selama delapan belas abad telah memahaminya sebagai berarti seorang Penganjur (advocate) atau seorang Penolong (consoler).

[21]kata nativity itu berarti "kelahiran Jesus Kristus", tetapi menurut pengertian penterjemah, dalam hubungan kalimat di sini kata itu dipakai secara kiasan, karena itu penterjemah memilih kata Al Masih dalam arti Al Masih identik dengan Islam. Bahwa orang yang sudah "dibaptis" dengan sighatullah menjadi seperti mengalami kelahiran, dan sibghatullah itu telah menyelematkannya.
BAB 18
"PERIQLYTOS" BERARTI "ACHMAD"
Kitab Suci Al Qur'an (surah 61 ayat 6) menyatakan bahwa Jesus telah mengumumkan kepada orang-orang Israel akan kedatangan Achmad: "Dan ketika Jesus, anak laki-laki Maryam bersabda: 'Wahai anak-anak Israel, aku diutus kepadamu oleh Allah untuk menegaskan Taurat yang ada sebelum aku, dan untuk memberitakan seorang Utusan yang akan datang sesudah aku yang namanya pasti Achmad.' Namun ketika beliau datang kepada mereka dengan bukti yang terang, mereka berkata: 'Ini pasti suatu sihir yang nyata.' "
"Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya." (Yohanes xiv. 16, dsb.)
Ada semacam ketidak sesuaian dalam kalimat yang disebutkan sebagai perkataan Jesus oleh Injil Keempat. Terbaca seolah-olah ada beberapa periqlytos yang telah datang dan pergi, dan bahwa "Periqlytos lain" akan diberikan hanya atas permintaan Jesus. Kalimat-kalimat ini juga meninggalkan kesan bahwa para Apostel sepertinya telah mengenal dengan nama ini yang teks Yunani menterjemahkan sebagai Periqlytos. Kata sifat "yang lain" di depan sebuah kata benda asing yang untuk pertama kalinya diumumkan tampaknya sangat asing dan sama sekali berlebih-lebihan. Tidak ada keraguan bahwa teks itu telah diubah dan dirusak. Teks itu berpura-pura bahwa Bapa akan mengirimkan Periqlyte atas permintaan Jesus, jika tidak demikian maka Periqlyte itu tidak akan pernah datang! Kata "minta" juga tampaknya berlebih-lebihan, dan dengan tidak benar memperagakan sentuhan kecongkakan Nabi dari Nazareth itu. Jika kita ingin menemukan pengertian yang sebenarnya dalam kalimat ini kita harus membetulkan teks itu dan memberikan kata-kata yang telah dicuri atau dikorupsi, jadi:
"Aku akan pergi menghadap Bapa, dan Dia akan mengutus kepadamu utusan lain yang namanya secara pasti ialah Periqlytos, yang dia boleh tinggal beserta kamu selama-lamanya." Dengan adanya tambahan kata-kata yang ditulis miring (mungkin pengetik asli naskah ini lupa menuliskan kata-kata tersebut dengan dimiringkan, karena nyatanya tidak ada yang dimiringkan - pent.), maka kesopanan Jesus yang dirampok telah dikembalikan dan sifat dari Periqlyte dikenali.
Kita telah melihat bahwa Pariqlyte bukan Ruh Suci, yaitu pribadi yang suci, Jibril, atau malaikat lain yang manapun. Tinggallah kini untuk membuktikan bahwa Periqlyte tidak mungkin seorang penghibur ataupun penolong (consoler atau advocate) antara Tuhan dan manusia.
1. Periqlyte itu bukan "Penghibur" (consoler), juga bukan "Perantara" (intercessor). Telah kami tunjukkan sepenuhnya ketidak mungkinan material untuk menemukan arti tersedikit dari "penghiburan" ataupun "perantaraan" (consolation atau intercession). Kristus tidak memakai kata Paracalon. Disamping itu bahkan dari sudut pandang agama dan moral, gagasan "penghiburan" dan "perantaraan" tidak dapat diterima.
a. Keyakinan bahwa kematian Jesus di atas tiang salib mengurangi orang-orang yang percaya itu dari kutukan dosa asal, dan bahwa jiwanya, anggun, dan hadir dalam diri Eucharist akan bersamanya untuk selamanya, menyebabkannya tidak memerlukan penghiburan atau akan kedatangan seorang penghibur sama sekali. Di pihak lain, jika mereka memerlukan seorang penghibur yang demikian itu, maka seluruh asumsi dan pretensi Kristen tentang pengorbanan Cavalry jatuh berserakan di tanah.Sesungguhnya bahwa dalam Injil dan yang ada dalam Epistle secara jelas menunjukkan bahwa kedatangan Jesus untuk kedua kalinya di atas awan adalah iminen (Matius, xvi. 28; Markus ix. 1; Lukas ix. 27; 1 Yohanes ii. 18; 2 Timoti ii. 1; 2 Tesalonika ii. 3, dsb.).
b. Penghiburan tidak pernah dapat mengembalikan kehilangan. Menghibur seseorang yang telah kehilangan matanya, kekayaannya, anaknya, atau keadaannya tidak dapat mengembalikan kehilangan tersebut. Janji bahwa seorang penghibur akan diutus oleh Tuhan sesudah Jesus pergi akan berarti kehilangan total seluruh harapan dalam kejayaan Kerajaan Tuhan. Janji akan seorang penghibur menunjukkan kedukaan dan ratapan dan tentu saja pasti telah mendorong para Apostel kepada kekecewaan kalau tidak kepada keputus asaan. Mereka membutuhkan pejuang yang jaya untuk menghancurkan setan dan kekuatannya, seorang yang akan mengakhiri semua kesulitan dan penindasan yang mereka alami, dan bukan hanya penghibur untuk keadaan sulit dan penderitaan mereka.
c. Gagasan seorang "perantara" antara Tuhan dan manusia bahkan lebih tidak dapat dipertahankan daripada gagasan tentang "penghibur." Tidak ada mediator yang mutlak antara Pencipta dan mahlukNya. Keesaan Tuhan sendiri sajalah perantara kita yang mutlak. Kristus yang menganjurkan umatnya untuk berdo'a kepada Tuhan dengan sembunyi-sembunyi, untuk memasuki ruangan dan menutup pintu serta kemudian berdo'a - karena hanya dalam keadaan demikian itu "Bapa" mereka yang ada di Sorga akan berkenan mendengarkan do'a mereka dan menganugerahkan kepada mereka kemurahanNya dan pertolonganNya - tidak dapat menjanjikan mereka seorang perantara. Bagaimana melakukan rekonsiliasi terhadap kontradiksi ini!
d. Semua mereka yang beriman, dalam do'a mereka, saling menengahi, nabi-nabi dan malaikat melakukan hal yang sama. Merupakan kewajiban kita untuk memohon Kemurahan Allah, ampunanNya, dan pertolonganNya untuk kita sendiri serta untuk orang lain juga. Namun Allah tidaklah terikat atau berwajib untuk menerima campur tangan dari siapapun melainkan bila dikehendakiNya. Bila Allah berkenan menerima perantaraan NabiNya yang Suci Muhammad SAW, semua orang laki-laki dan perempuan pastilah sudah dikonversikan ke dalam agama Islam.
Saya pastilah akan berterima kasih kepada orang melalui perantaraan siapa saya mendapat ampunan, dan keringanan. Namun saya akan selalu merasa takut terhadap hakim atau seorang despot yang telah menyebabkan saya jatuh ke tangan pengeksekusi. Betapa terpelajar orang-orang Kristen ini, ketika mereka percaya bahwa Jesus di tangan kanan Bapa menjadi perantara bagi mereka, dan pada saat yang bersamaan percaya kepada perantara lain - yang lebih rendah dari dirinya sendiri - yang duduk di singgasana Yang Maha Kuasa! Al Qur'an yang suci melarang keras mempercayai, keyakinan terhadap seorang "shafi" atau perantara dengan cara ini. Tentu saja kita tidak tahu dengan pasti tetapi dapat dibayangkan bahwa malaikat-malaikat tertentu, ruh para Nabi dan para orang suci diizinkan oleh Tuhan untuk menolong dan memberi petunjuk mereka yang ada di bawah perlindungan mereka. Gagasan atas seorang perantara di hadapan pengadilan Allah, membela jalan yang ditempuh oleh pelanggannya, mungkin sangat mengagumkan, namun hal ini adalah keliru, karena Tuhan bukanlah seorang manusia yang menjadi hakim, yang bisa berbuat karena nafsu, kebodohan, keberpihakan, dan lain-lain. Kaum Muslimin, orang-orang beriman, hanya memerlukan pendidikan dan pelatihan keagamaan; Allah mengetahui perbuatan dan hati manusia tanpa terkira lebih baik daripada para malaikat dan nabi. Dengan sendirinya tak ada keharusan adanya perantara antara Tuhan dan mahlukNya.
Patut untuk dicatat bahwa perantaraan dari orang baik siapapun terhadap orang lain, terbatas pada mereka yang mengikuti nabinya dan mereka yang menerima nabi berikutnya, namun tidak bagi mereka yang mengikuti nabinya tetapi lalu menolak nabi berikutnya.
e. Keyakinan akan perantara itu memancar dari keyakinan akan pengorbanan, korban-korban bakaran, kependetaan, dan sejumlah besar takhayul. Keyakinan ini membawa manusia pada pemujaan kuburan dan gambar-gambar para santo dan syuhada; hal ini membantu meningkatkan pengaruh dan dominasi dari para pendeta dan biarawan; hal itu tetap menjadikan orang bodoh tentang hal-hal yang suci; awan tebal perantaraan menutup mati suasana kejiwaan antara Tuhan dan jiwa manusia. Lalu kepercayaan ini mendorong orang yang, untuk kejayaan Tuhan yang pura-pura dan konversi orang-orang yang termasuk agama yang berlainan dengan mereka, mengumpulkan sejumlah besar uang, mendirikan misi-misi yang kuat dan kaya, dan rumah-rumah tuhan; tetapi dalam hatinya misionaris-misionaris itu adalah agen politik dari pemerintah mereka masing-masing. Sebab yang sebenarnya dari malapetaka yang menimpa orang Armenia, Yunani, dan Kaldea Asiria di Turki dan Persi harus dicari perintah-perintah yang khianat dan revolusioner yang diberikan oleh semua misi-misi asing di Timur. Sungguh, keyakinan dalam perantara telah selau menjadi sumber penyalah gunaan, fanatikisme, penindasan, kebodohan, dan banyak kejahatan lain.
Sesudah membuktikan bahwa "Paraclete" dari Injil Yohanes bukan dan tidak dapat berarti baik "penghibur" maupun "perantara," atau sama sekali apapun lainnya, dan bahwa itu merupakan bentuk Periqlytos yang sudah dikorupsi, kini kita akan melanjutkan dengan membicarakan arti kata itu yang sebenarnya.
2. Secara etimologis dan harafiah "Periqlytos" berarti "yang paling terkenal, termasyhur, yang patut dipuji." Sebagai otoritas saya pergunakan kamus Yunani Perancis dari Alexandre bahwa "Periqlytos", "Ou'on peut entendre de tous les cotes; qu'il est facile a entendre. Tres celebre," ect."= Periqleitos, tres celebre, illustre, glorieux" dari = Kleos, glorire, renommee, celebrite." (maaf, penterjemah tidak bisa berbahasa Perancis, jadi kata-kata di atas tidak diterjemahkan). Kata majemuk ini terdiri dari kata depan "peri" dan "kleotis" yang terakhir ini berasal dari "to glorify, praise" atau "untuk memuliakan, memuji." Kata benda, yang saya tulis dalam ejaan bahasa Inggris Periqleitos atau Periqlytos, tepat berarti seperti AHMAD dalam bahasa Arab, yaitu yang termasyhur, yang mulia, dan terkenal. Kesulitan satu-satunya untuk dipecahkan dan diatasi adalah untuk menemukan nama aslinya dalam bahasa Semit yang dipakai oleh Jesus Kristus dalam bahasa Ibrani ataupun Aramiah.
a. Pshittha yang berbahasa Syria, meskipun menuliskan "Paraqleita" namun tidak memberikan arti apapun di dalam daftar istilah. Sedang Vulgate yang berbahasa Latin, menterjemahkannya sebagai "penghibur" atau "penolong." Kalau saya tidak salah bentuk dalam bahasa Aramiah itu pastilah "Mhamda" atau Hamida" agar cocok dengan kata yang sama dalam bahasa Arab "Muahmmad" atau "Achmad" dan bahasa Yunani "Periqlyte."
Penafsiran dalam bahasa Yunani dalam artian penghiburan tidaklah berarti bahwa Periqlyte itu sendiri adalah penghibur, tetapi keyakinan dan harapan dalam janji bahwa dia akan datang "untuk menghibur umat Kristen awal." Harapan bahwa Jesus akan turun lagi dalam kemuliaan sebelum banyak dari para pencatatnya telah "merasakan kematian," telah mengecewakan mereka, dan mengkonsentrasikan semua harapan mereka pada kedatangan Periqlyte.
b. Wahyu Al Qur'an bahwa Jesus anak Maryam, menyatakan kepada orang-orang Israel bahwa dia "membawa berita baik tentang seorang utusan, yang akan datang sesudah aku dan yang namanya pasti Ahmad," adalah salah satu bukti yang terkuat bahwa Nabi Muhammad SAW benar-benar seorang Nabi dan bahwa Al Qur'an benar-benar sebuah Wahyu Suci. Beliau pastilah tidak pernah dapat mengetahui bahwa Periqlyte itu berarti Ahmad, kecuali melalui inspirasi dan Wahyu Suci. Otoritas Al Qur'an adalah menentukan dan bersifat final; karena arti harafiah dari nama dalam bahasa Yunani itu dengan tepat dan tanpa dapat diperdebatkan sesuai dengan Ahmad dan Muhammad.
Benarlah, malaikat Jibril atau Ruh Suci, tampaknya telah juga membedakan bentuk yang positif daripada yang superlatif yang terdahulu berarti dengan tepat Muhammad dan yang kemudian Ahmad.
Mengagumkan bahwa nama yang unik ini tidak pernah sebelumnya diberikan kepada siapapun, telah dengan ajaib disimpan untuk Nabi Allah yang paling termasyhur dan paling pantas terpuji! Kita tidak pernah menjumpai dalam bahasa Yunani sesuatu yang memakai Periqleitos (atau Periqlytos) sebagai namanya, tidak juga dalam bahasa Arab nama Ahmad terpakai sebelumnya. Benar bahwa ada seorang dari Athena yang bernama Periqleys yang berarti "terpandang" dsb., tetapi tidak dalam bentuk superlatif.
c. Sangat jelas dari deskripsi Injil Keempat bahwa Periqlyte adalah seorang pribadi yang tertentu, suatu ruh suci yang diciptakan, yang akan datang dan menempati tubuh seorang manusia untuk melaksanakan dan mewujudkan karya agung yang ditugaskan oleh Tuhan kepadanya, yang tidak ada seorang lainpun, termasuk Musa, Jesus, dan nabi lainnya yang manapun, pernah dapat mewujudkannya.
Tentu saja kita tidak mengingkari bahwa para pengikut Nabi Jesus sungguh telah menerima Ruh Tuhan, bahwa orang yang berpindah agama dengan sebenarnya kepada keyakinan Jesus telah disucikan oleh Ruh Suci, dan bahwa banyak orang Kristen Unitarian yang menjalani hidup suci dan lurus. Di hari Pantekosta - yaitu sepuluh hari sesudah kenaikan Jesus Kristus - Ruh Tuhan turun atas para pengikut dan orang-orang beriman lainnya yang berjumlah seratus dua puluh orang, dalam bentuk lidah api (Kisah Rasul ii.); dan jumlah ini yang telah menerima Ruh Suci dalam bentuk seratus dua puluh lidah api, telah dinaikkan menjadi tiga ribu jiwa yang dibaptis, tetapi tidak dikunjungi oleh api dari Ruh. Sudah barang tentu suatu Ruh yang definitif tidak dapat dibagi menjadi enam puluh individu. Dengan Ruh Suci, kecuali jika telah dideskripsikan dengan definitf sebagai suatu pribadi, kita dapat memahaminya sebagai kekuatan, kemurahan, karunia, karya dan insipirasi Tuhan. Jesus telah menjanjikan karunia dan kekuatan dari langit ini untuk memberkati, mencerahkan, menguatkan, dan mengajar gembalaannya; tetapi Ruh ini sangat berbeda dengan Periqlyte yang mewujudkan sendirian karya agung yang Jesus dan sesudahnya pada Apostel tidak diberi kuasa dan diberi wewenang untuk mewujudkannya, seperti akan kita lihat kemudian.
d. Orang Kristen awal dari abad pertama dan kedua lebih banyak bersandar pada tradisi daripada pada tulisan-tulisan mengenai agama baru itu. Papias dan yang lainnya termasuk kelompok ini. Bahkan pada masa hidup para Apostel beberapa sekte, orang Kristen palsu (pseudochrists), orang yang anti Kristus (Antichrists), dan para guru palsu telah mencabik-cabik gereja (I Yohanes ii, 18-26; 2 Tesalonika ii, 1-12; 2 Peter ii, iii, 1; Yohanes 7-13; 1 Timoti iv, 1-3; 2 Timoti iii, 1-13; dsb.). "Orang-orang yang beriman" disarankan dan sangat dianjurkan untuk bertahan dan patuh pada tradisi, yaitu ajaran lisan para Apostel. Sekte-sekte yang disebut "bid'ah" ini, seperti Gnostik, Apollinarian, Docetae dan lain-lainnya tampaknya tidak memiliki kepercayaan pada ceritera-ceritera, legenda dan pandangan yang berlebih-lebihan tentang pengorbanan dan penebusan dosa Jesus Kristus seperti termuat dalam banyak tulisan yang bersifat kisah seperti disampaikan oleh Lukas (i. 1-4). Salah satu daripada penganut yang bersifat bi'dah dari suatu sekte tertentu, yang saya lupa namanya, sebenarnya telah mengambil "Periqleitos" sebagai namanya, berpura-pura menjadi Nabi " yang paling patut dipuji" yang diramalkan oleh Jesus, dan mempunyai banyak pengikut. Kalau ada Injil yang otentik dan disahkan oleh Jesus Kristus atau oleh semua Apostel, tak mungkin akan ada begitu banyak sekte, semua bertentangan dengan isi buku yang termuat dalam atau yang ada di luar Perjanjian Lama yang ada sekarang ini. Dengan aman kita dapat menyimpulkan dari perbuatan pseudo Periqlyte bahwa umat Kristen awal menganggap "Ruh Kebenaran" yang dijanjikan itu sebagai seorang pribadi dan Nabi Tuhan yang terakhir.
3. Tak ada sedikitpun keraguan bahwa yang dimaksudkan dengan "Periqlyte" adalah Nabi Muhammad SAW, yaitu Ahmad. Kedua nama itu, yang satu dalam bahasa Yunani dan yang lain dalam bahasa Arab, mempunyai arti yang persis sama, dan keduanya berarti "yang paling termasyhur dan paling terpuji," tepat sama seperti "Pneuma" dan "Ruh" yang tidak lebih berarti "Spirit" dalam kedua bahasa tersebut. Telah kita lihat bahwa penterjemahan kata menjadi "penghibur" atau "penolong" (consoler atau advocate) mutlak tidak dapat dipertahankan dan salah. Bentuk kata majemuk Paraqalon berasal dari kata kerja yang terdiri dari sisipan awal-Para-qalo, tetapi Periqlyte berasal dari Peri-qluo. Perbedaannya tampak sejelas seperti apapun yang mungkin berbeda. Marilah kita selidiki ciri-ciri Periqlyte yang hanya dapat dijumpai pada diri Ahmad - Nabi Muhammad SAW.
a. Nabi Muhammad SAW sendiri sajalah yang telah mengungkapkan seluruh kebenaran tentang Tuhan, KeesaanNya, agama, dan memperbaiki pencemaran dan kebohongan yang tidak agamawi yang ditulis dan dipercayai terhadap Dia dan banyak para penyembahNya yang suci.
Dilaporkan bahwa Jesus telah berkata tentang Periqlyte bahwa dia adalah "Spirit of Truth" atau "Ruh Kebenaran" dan bahwa dia akan "memberikan kesaksian" mengenai sifat sebenarnya dari Jesus dan misinya (Yohanes xiv. 17; xv. 26). Dalam khotbah dan orasinya Jesus berbicara tentang pra-adanya dari ruhnya sendiri (Yohanes viii. 58; xvii. 5, dsb.). Dalam Injil Barnabas, dilaporkan bahwa Jesus sering berbicara tentang kemuliaan dan keagungan ruh Nabi Muhammad SAW yang telah beliau lihat. Tidak ada keraguan bahwa Ruh dari Nabi Terakhir telah diciptakan lama sebelum Nabi Adam. Karena itulah Jesus ketika berbicara tentang dirinya sendiri, pastilah akan menyatakan dan menggambarkannya sebagai "Ruh Kebenaran." Ruh Kebenaran inilah yang menyanggah orang-orang Kristen yang telah membagi Keesaan Tuhan menjadi sebuah trinitas pribadi-pribadi; yang telah mengangkat Jesus pada tingkat ketinggian Tuhan dan anak Tuhan, dan yang telah menanamkan semua macam ketakhayulan dan inovasi. Ruh Kebenaran inilah yang telah mengungkapkan kebohongan baik orang Yahudi maupun orang Kristen yang telah mencemari Kitab-Kitab Sucinya; yang telah mencela orang-orang Yahudi atas fitnah terhadap kelurusan Perawan Maryam yang diberkati dan terhadap kelahiran puteranya Jesus. Ruh Suci inilah yang telah menunjukkan hak berdasarkan kelahiran Ismail, ketidak salahan Nabi Luth, Suleiman, dan banyak nabi lainnya sebelumnya dan membersihkan nama mereka dari hinaan dan hal-hal yang memalukan yang dilemparkan kepada mereka oleh orang-orang Yahudi, para pemalsu nabi-nabi. Ruh Kebenaran juga yang memberikan kesaksian yang sejati atas diri sebenarnya Jesus, seorang manusia, nabi dan abdi Tuhan; dan telah menjadikan orang Islam sama sekali tidak mungkin menjadi penyembah berhala, tukang sihir, dan orang yang percaya terhadap lebih dari Satu Tuhan.
b. Di antara ciri utama Periqlyte "Ruh Kebenaran," ketika beliau datang sebagai pribadi "Anak Seorang Manusia" - Ahmad - ialah "dia akan menginsyafkan dunia akan dosanya" (Yohanes xvi. 8, 9). Tidak ada abdi Tuhan lain, apakah itu seorang raja seperti Raja Daud dan Suleiman atau seorang nabi seperti Ibrahim dan Musa, yang benar-benar telah menginsyafkan dunia atas dosanya, hingga ujung yang ekstreem, dengan resolusi, kegairahan dan keberanian seperti telah ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW. Setiap pelanggaran hukum adalah suatu dosa, namun kemusyrikan adalah induknya dan sumbernya. Kita berbuat dosa terhadap Tuhan ketika kita mencintai suatu obyek lebih daripada mencintaiNya, namun penyembahan terhadap obyek atau mahluk lainnya di samping Tuhan adalah suatu kemusyrikan, kejahatan dan kelalaian yang mutlak terhadap Kebaikan - pendeknya adalah dosa pada umumnya. Semua orang yang mengabdi pada Tuhan menginsyafkan tetangganya serta orang-orang atas dosanya, tetapi "bukan dunia" seperti dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Bukan saja beliau mencabut akar kemusyrikan di jazirah Arab pada masa hidup beliau, tetapi beliau juga mengirim utusan ke raja Chosroes Parviz dan Heraclius yang adalah pemegang daulat dua kerajaan terbesar, Persia dan Romawi, dan kepada Raja Ethiopia, Gubernur Mesir, dan beberapa Raja dan Emir lainnya, mengundang mereka semua untuk memeluk agama Islam dan meninggalkan kemusyrikan dan kepercayaan palsu. Pensucian atau pembersihan dosa oleh Nabi Muhammad itu dimulai dengan turunnya Firman Tuhan sebagaimana beliau telah menerimanya, yaitu pembacaan ayat-ayat Al Qur'an; kemudian dengan berkhotbah, mengajar dan mempraktekkan agama sejati; namun ketika Kekuatan Hitam, kemusyrikan, menentangnya dengan senjata beliau menarik pedangnya dan menghukum musuhnya yang tidak beriman. Ini ialah pemenuhan pernyataan Tuhan (Daniel vii.), Nabi Muhammad SAW dianugerahi Tuhan dengan kekuatan dan daerah kekuasaan untuk mendirikan Kerajaan Tuhan , dan menjadi Penguasa utama dan Komandan Utama di bawah "Raja di Raja dan Tuhan di Tuhan-Tuhan" (King of Kings and Lord of Lords).
c. Karakteristik lain dari ciri Periqlyte - Ahmad - adalah bahwa dia akan mencela dunia karena kelurusan dan keadilan (loc. cit.). Penafsiran "akan kebenaran, karena aku akan pergi kepada Bapa" (Yohanes xvi. 10) diletakkan pada mulut Jesus adalah tidak jelas dan bermakna ganda. Kembalinya Jesus kepada Tuhannya diberikan sebagai salah satu alasan untuk pensucian dunia oleh Periqlyte yang akan datang. Mengapa begitu? Dan siapa yang mensucikan dunia pada ceritera itu? Orang-orang Yahudi yakin bahwa mereka telah menyalib dan membunuh Jesus, dan tidak percaya bahwa dia dibangkitkan dan diangkat ke langit. Nabi Muhammad SAW itulah yang mensucikan dan menghukum mereka dengan sangat karena kekafiran mereka. "Tapi (sebenarnya) Allah telah mengangkatnya (Jesus) kepadaNya ..." (Q. 4:158). Pensucian yang sama telah dikenakan juga kepada orang Kristen yang mempercayai dan masih percaya bahwa sebenarnya Jesus itu telah disalib dan dibunuh di atas salib, dan membayangkannya sebagai Tuhan atau anak Tuhan. Terhadap ini Al Qur'an menjawab: "... Mereka tidak membunuhnya, tidak pula menyalibnya, namun kepada mereka (orang yang disalib itu) telah diserupakan (seperti Jesus). Mereka yang berbeda pendapat mengenai dia (Jesus) adalah penuh dengan keraguan mengenai hal dia, mereka tidak memiliki pengetahuan tentang dia, kecuali hanya mengikuti dugaan dan mereka tidak membunuhnya dengan yakin. (Q.4:157). Beberapa orang yang beriman kepada Jesus pada awal Kekristenan membantah bahwa Kristus sendiri yang menderita di atas salib, tetapi bertahan dengan pendapat bahwa seorang lain di antara pengikutnya, Judas Iscariot atau orang lain yang serupa dengan dia, yang ditangkap dan disalib pada tempatnya. Sekte-sekte Corinthian, Basilidian, Corpocratian dan banyak sekte lainnya memiliki pandangan yang sama. Saya telah membicarakan sepenuhnya tentang masalah Penyaliban dalam karya tulis saya yang berjudul "Injil wa Salib" atau "The Gospel and the Cross," yang mana hanya satu jilid saja yang diterbitkan di Turki sebelum Perang Besar. Saya akan menyediakan waktu khusus untuk sebuah artikel mengenai subyek ini. Begitulah keadilan yang diberikan oleh Ahmad kepada Jesus ialah sebuah pernyataan otoritatif bahwa Jesus adalah "Ruhu'l-Lah," Ruh Tuhan yang bukan dia sendiri yang disalib dan dibunuh, dan bahwa dia adalah seorang manusia tetapi seorang yang dicintai dan Utusan Suci Tuhan. Inilah yang dimaksudkan oleh Jesus dengan keadilan tentang pribadinya, misinya, dan kenaikannya ke langit, dan hal ini sebenarnyalah telah diwujudkan oleh Nabi dan Rasul Allah, Muhammad SAW.
d. Ciri yang paling penting dari Periqlyte adalah bahwa dia akan mensucikan dunia atas dasar pertimbangan "karena penguasa dari dunia ini harus dihakimi" (Yohanes xvi. 11). Raja atau Penguasa dunia ini adalah setan (Yohanes xii. 31; xiv. 30), karena dunia tunduk kepada setan. Saya harus meminta perhatian para pembaca akan pasal tujuh dari Buku Daniel yang ditulis dalam dialek Aramiah atau Baylonian. Di situ dilukiskan bagaimana "singgasana" ("Kursavan") dan "penghakiman" ("Judgment" atau "dina") dimulai, dan buku-buku ("siphrin") dibuka. Dalam bahasa Arab juga kata "dinu" seperti kata "dina" dalam bahasa Aramiah berarti penghakiman, tetapi pada umumnya dipergunakan dalam arti agama. Bahwa Al Qur'an telah menggunakan kata "Dina" dari Nabi Daniel sebagai ungkapan tentang penghakiman dan agama adalah lebih daripada sekedar berarti (sangat berarti sekali). Dalam pendapat saya yang hina, ini adalah tanda dan bukti langsung tentang kebenaran yang diungkapkan oleh Ruh Suci yang sama atau Jibril kepada Nabi Daniel, Jesus, dan Muhammad. Nabi Muhammad SAW pastilah tidak sudah menempa atau membuat hal itu meskipun seandainya beliau itu sepandai seorang filosof seperti Aristoteles. Penghakiman itu yang digambarkan dengan segala kebesaran dan kemuliaan diadakan untuk menghakimi setan dalam bentuk Binatang Keempat yang menakutkan oleh Hakim Agung, Yang Maha Abadi. Di situlah kemudian bahwa muncul "seorang anak manusia" ("kbar inish") atau "barnasha" yang diabdikan kepada Yang Maha Kuasa, dibekali dengan kekuatan, kehormatan, dan kerajaan abadi, dan diberi tugas untuk membunuh Binatang dan untuk membangunkan Kerajaan Orang-Orang Suci dari Yang Maha Tinggi.
Jesus Kristus tidak ditugaskan untuk membinasakan Binatang; beliau menjauhi urusan politik, menghormati caesar, dan melarikan diri ketika mereka ingin memahkotai beliau sebagai Raja. Dengan jelas beliau menyatakan bahwa Penguasa dunia itu sedang akan datang; karena Periqlyte itu akan mencabut budaya kemusyrikan yang sangat dibenci. Semua ini telah dicapai oleh Nabi Muhammad SAW dalam beberapa tahun. Islam adalah Kerajaan dan Hakim, atau agama; Islam memiliki Kitab Hukumnya, Al Qur'an yang suci; Islam memiliki Allah sebagai Hakim dan Raja Agung, dan Nabi Muhammad SAW sebagai pahlawannya yang berjaya, yang berbahagia dan mulia selamanya!
e. Ciri terakhir namun bukan yang terkecil dari Periqlyte adalah bahwa dia tidak akan berbicara dari dirinya sendiri apapun, tetapi apapun yang dia dengar itulah yang akan dia ucapkan, dan dia akan menunjukkan kepadamu hal-hal yang akan datang" (Yohanes xv. 13). Tidak satu iota pun, tidak satu katapun atau komentar dari Nabi Muhammad SAW atau dari para sahabat beliau yang penuh pengabdian dan suci ada dalam tekst Kitab Suci Al Qur'an yang mulia. Semua isinya adalah Wahyu Allah yang diungkapkan sebagaimana beliau mendengarnya, dibacakan kepadanya oleh malaikat Jibril, dan kemudian semua itu diingat dan dituliskan oleh pada penulis yang setia. Kalimat-kalimat, ucapan-ucapan, ajaran-ajaran Nabi Muhammad SAW, betapapun sakral dan disucikan, bukanlah Firman Allah, itu semua disebut Al Hadith atau Tradisi.
Apakah beliau itu, demikianpun dalam deskripsi seperti tersebut di atas, bukan Periqlyte yang sejati? Dapatkah anda menunjukkan kepada saya orang lain, di samping Ahmad, yang memiliki pada dirinya kualitas material, moral dan prkatikal, ciri-ciri dan tanda-tanda Periqlyte? Anda tidak mungkin dapat.
Saya pikir saya telah berbicara banyak tentang Periqlyte dan akan menyudahi dengan ayat suci Al Qur'an: "Aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku, aku hanya seorang pemberi peringatan yang nyata." Q. 46:9.
BAB 19
"ANAK MANUSIA," SIAPAKAH DIA?
Kitab Suci Al Qur'an menghadirkan tokoh Jesus Kristus sebagai;
"Anak Laki-Laki Maryam," dan Kitab Suci Injil juga menghadirkannya sebagai "Anak Laki-Laki Maryam"; namun bahwa Injil yang ditulis pada lempeng putih dari hati Jesus dan disampaikan kepada para murid dan pengikutnya secara lisan, dengan segera telah dicemari dengan sejumlah mitos dan legenda. "Anak Laki-Laki Maryam" segera berubah menjadi
"Anak Laki-Laki Yusuf," yang mempunyai saudara laki-laki dan saudara perempuan (Matius xiii. 55-56; Markus vi. 3; iii. 31; Lukas ii. 48; viii. 19-21; Yohanes ii. 12; vii. 3, 5: Kisah Rasul i. 14; I Korintus ix. 5; Galatia i. 19; Judas i.).
Kemudian dia menjadi "Anak Laki-Laki Daud" (Matius xxii. 42; Markus xii. 35; Lukas xx. 41; Matius xx. 30; ix. 27; xxi. 9; Kisah Rasul xiii. 22-23; Apoc. v. 5; Roma xv. 12; Ibrani vii. 14; dsb.),
"Anak Laki-Laki Manusia" (sebutan ini diulang sebut kira-kira sebanyak 83 kali dalam satu discourses of Jesus),
"Anak Laki-Laki Tuhan" (Matius xiv. 32; xvi. 16; Yohanes xi. 27; Kisah Rasul ix. 20; I Yohanes iv. 15; v. 5; Ibrani i. 2, 5, dsb.),
"Anak Laki-Laki" saja (Yohanes v. 19-21, 23-24, 26, dsb.; dan dalam formula Baptis, Matius xxviii. 19; Yohanes i. 34, dsb.) "Kristus" (Matius xvi. 16, dan seringkali dalam Epistles), dan
"Domba" (Yohanes i. 29, 36; dan seringkali dalam Wahyu).
Beberapa tahun yang lalu, pada suatu hari saya mengunjungi Exeter Hall di London; pada saat itu saya masih sebagai seorang pendeta Katholik; suara hiruk pikuk ketika saya dibawa ke Hall di mana seorang gentleman medis yang masih muda mulai berkhotbah pada pertemuan dari YMCA (Young Men's Christian Association). "Saya ulangi apa yang telah sering saya katakan," seru si dokter muda itu, "Jesus Kristus haruslah sebagai apa yang dia akui sebagai itu dalam Injil, atau dia pasti seorang penyamar terbesar yang dunia pernah menyaksikannya!" Saya tidak pernah melupakan pernyataan dogmatis ini. Apa yang ingin dia katakan ialah bahwa Jesus itu adalah Anak Tuhan atau seorang penyamar terbesar. Jika anda menerima hipotese pertama maka anda seorang Kristen, seorang trinitarian; jika yang kedua, maka anda adalah seorang Yahudi yang tidak beriman. Namun kita yang tidak menerima kedua proposisi itu adalah jelas Muslim. Kita orang Muslim tidak dapat menerima yang manapun dari keduanya yang memberikan gelar kepada Jesus Kristus dalam pemahaman yang gereja dan kitab suci mereka yang tidak dapat dipercaya itu telah berpura-pura untuk menggunakan sebutan itu. Tidak sendirian dia sebagai "Anak Laki-Laki Tuhan" dan tidak pula sendirian sebagai "Anak Laki-Laki Manusia" karena jika orang diizinkan untuk memanggil Tuhan dengan "Bapa", maka bukan saja Jesus, tetapi setiap nabi dan orang beriman yang lurus, adalah secara khusus seorang "anak laki-laki Tuhan." Dalam cara yang sama, jika Jesus benar-benar anak laki-laki Yusuf Tukang Kayu, dan mempunyai empat saudara laki-laki dan beberapa saudara perempuan yang sudah menikah seperti yang Injil berpura-pura mengenai hal itu, maka mengapa dia sendiri saja yang menyandang sebutan yang asing ini "Anak Laki-Laki Manusia" yang sesungguhnya galib bagi siapapun?
Tampaknya para pendeta dan pastor, ahli teologi dan apologist Kristen ini memiliki logika mereka sendiri yang aneh untuk penalaran serta kecenderungan akan misteri dan hal-hal yang tidak masuk akal. Logika mereka tidak mengenal medium, tak ada pembedaan istilah, dan tak ada gagasan definitif tentang gelar dan sebutan yang mereka pergunakan. Mereka memiliki selera yang membuat orang iri hati untuk pernyataan-pernyataan yang tidak dapat dicocokkan dan yang bertolak belakang yang hanya mereka sendiri dapat menelannya seperti telur rebus. Mereka dapat mempercayai, tanpa keraguan sedikitpun, bahwa Maryam adalah sekaligus seorang perawan tetapi juga seorang isteri, bahwa Yusuf adalah baik seorang pasangan maupun suami, bahwa James, Jossi, Simon, dan Judah adalah baik sepupu maupun saudara laki-laki Jesus, bahwa Jesus adalah Tuhan yang sempurna dan seorang manusia yang sempurna juga, dan bahwa "Anak Laki-Laki Tuhan," "Anak Laki-Laki Manusia." "Domba," dan "Anak Laki-Laki Daud" adalah semuanya satu dan pribadi yang sama! Mereka memberi makan kepada diri mereka sendiri dalam hal doktrin yang heterogen dan bertentangan satu dengan lainnya yang terwakili dalam istilah-istilah itu dengan selera serakus seperti laiknya mereka rasakan terhadap bacon dan telur ketika makan pagi. Mereka tidak pernah berhenti berfikir dan merenungkan obyek yang mereka sembah; mereka memuja penyaliban dan Yang Maha Kuasa seolah-olah mereka mencium pedang pembunuh saudara laki-lakinya yang berdarah dalam kehadiran ayahnya!
Saya berpendapat bahwa bahkan tidak ada satu orang Kristen pun dalam sepuluh juta orang yang benar-benar mempunyai gagasan tepat atau pengetahuan yang definitif tentang asal muasal dan arti sebenarnya dari istilah "Anak Laki-Laki Manusia." Semua gereja dan para ahli tafsir mereka tanpa kecuali akan berkata kepada anda bahwa "Anak Laki-Laki Tuhan" mengenakan sebutan "Anak Laki-Laki Manusia" atau "Barnasha" karena sikap rendah diri dan karena sopan santun, tanpa mengetahui bahwa Kitab Suci Apokaliptikal (Wahyu) orang Yahudi, di mana Jesus dan para muridnya percaya dengan sepenuh hati dan jiwanya, meramalkan bahwa bukanlah "Anak Laki-Laki Manusia" yang akan bersikap lembut hati, rendah hati, tidak memiliki tempat untuk tidur, dan diserahkan ke tangan orang yang berbuat jahat dan dibunuh, tetapi "Anak Manusia" adalah seorang laki-laki yang kuat dengan kekuasaan dan kekuatan yang luar biasa untuk membinasakan dan mencerai beraikan burung-burung sasaran dan binatang-binatang buas yang mengoyak-koyak dan memakan biri-biri dan dombanya! Orang-orang Yahudi yang mendengar Jesus berbicara tentang "Anak Laki-Laki Manusia" mengerti dengan sebenarnya kepada siapa sebutan itu dia tujukan. Jesus tidaklah menemukan kata "Barnasha" itu, tetapi meminjamnya dari Kitab Suci Apokaliptikal Yahudi: Kitab Enoch, Kitab-Kitab Sibylline, the Assumption of Moses, Kitab Daniel, dsb. Marilah kita menyelidiki asal muasal gelar "Barnasha" atau "Anak Laki-Laki Manusia" ini.
1. "Anak Laki-Laki Manusia" adalah Nabi Terakhir, yang membangun "Kerajaan Perdamaian" dan menyelamatkan hamba-hamba Tuhan dari perbudakan dan penindasan di bawah kekuatan musyrik setan. Gelar "Barnasha" adalah ungkapan simbolis untuk membedakan Penyelamat dari hamba-hamba Tuhan yang diwakili sebagai "biri-biri," dan bangsa-bangsa musyrik lainnya di bumi ini yang ada dalam berbagai jenis burung sasaran, binatang-binatang buas, dan binatang-binatang kotor. Nabi Hezekiel hampir selalu disebut oleh Tuhan sebagai "Ben Adam" yaitu "Anak Laki-Laki Manusia" (atau Adam) dalam pengertian seorang Penggembali dari biri-biri Israel. Nabi ini juga memiliki beberapa porsi Apokaliptikal dalam bukunya. Dalam visi pertamanya dengan mana dia memulai kitab ramalannya dia melihat di samping singgasana safir dari Yang Maha Abadi, penampakan dari "Anak Laki-Laki Manusia" (Ezekiel i. 26). "Anak Laki_laki Manusia" ini yang disebut berulang kali sebagai selalu dalam kehadiran Tuhan dan di atas Cherubim bukan Hezekiel (atau Ezekiel) sendiri (Ezekiel x. 2). Dia adalah "Barnasha" yang ada dalam ramalan, Nabi Terakhir, yang diangkat untuk menyelamatkan hamba Tuhan dari tangan orang-orang kafir di sini di bumi dan tidak di tempat lain!
a. "Anak Laki-Laki Manusia" menurut Apokalipse Enoch (atau Henoch)
Tidak ada keraguan bahwa Jesus Kristus sangat mengenal Wahyu Enoch, yang diyakini telah ditulis oleh patriarch ketujuh dari Adam. Karena Judah "saudara laki-laki James" dan "pelayan Jesus Kristus," yaitu saudara laki-laki Jesus, percaya bahwa Enoch adalah pengarang yang sebenarnya dari karya yang memakai namanya (Judah i. 14. Di dalam Injil dia disebut sebagai salah satu dari empat saudara laki-laki Jesus, Matius xiii. 55-56, dsb.). Ada beberapa fragmen yang terserak dari Apokalipse yang indah ini yang diawetkan dalam bentuk kutipan (quotation) oleh penulis-penulis Kristen awal. Buku itu telah hilang lama sebelum Photius. Hanya kira-kira pada awal abad yang lalu bahwa karya yang penting ini ditemukan dalam Dalih-Dalih Agama dari Kitab Suci (Canon of the Scriptures) yang termasuk gereja Abesina, dan diterjemahkan dari bahasa Ethiopia ke dalam bahasa Jerman oleh Dr. Dillmann, dengan catatan dan keterangan (Juga telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh seorang Uskup Irlandia Laurence). Buku itu terdiri dari lima bagian atau buku, dan keseluruhannya berisi seratus sepuluh pasal dari panjang pendeknya berbeda. Pengarangnya menggambarkan kejatuhan dari malaikat, perdagangan gelap mereka dengan anak-anak perempuan manusia, melahirkan bayi pada suatu jenis raksasa yang menemukan semua macam kelicikan dan pengetahuan yang merusak. Lalu sifat buruk dan kejahatan meningkat sampai ke puncak sedemikian rupa sehingga Yang Maha Kuasa menghukum mereka dengan banjir. Dia juga menceriterakan dua perjalanannya ke langit dan mengelilingi bumi, dengan dipandu oleh malaikat yang baik, dan misteri serta keajaiban yang dia lihat di situ. Dalam bagian kedua, yang adalah sebuah deskripsi dari Kerajaan Perdamaian, "Anak Lak-Laki Manusia" menangkap raja-raja di tengah kehidupan mereka yang menggiurkan dan mengendapkan mereka ke dalam neraka (Enoch xlvi. 4 - 8). Tetapi buku kedua ini tidak oleh satu orang pengarang, dan secara meyakinkan buku itu telah banyak dicemari oleh tangan orang-orang Kristen. Buku atau bagian ketiga berisi beberapa gagasan yang penuh keinginan tahu serta gagasan tentang astronomi dan fisik yang telah berkembang. Buku keempat menyajikan pandangan apokaliptikal dari jenis manusia dari sejak awal hingga masa Islam, yang pengarangnya menyebutnya sebagai masa Al Masih, dalam dua parabel atau alegori yang simbolis. Seekor sapi jantan putih muncul dari bumi; lalu seekor heifer putih (sejenis sapi lain) berkawin dengannya dan melahirkan dua anak sapi: satu berwarna hitam, yang lainnya merah; sapi jantan hitam itu memukul dan mengusir yang merah; kemudian dia kawin dengan seekor heifer dan memberikan beberapa anak sapi hitam, hingga induknya meninggalkan sapi jantan hitam untuk mencari yang merah; dan, karena dia tidak menemukannya, menangis dan berteriak dengan keras, ketika seekor sapi jantan merah muncul, dan mereka mulai menggandakan jenisnya. Tentu saja, perumpamaan yang transparan ini melambangkan Adam, Hawa, Cain, Abel, Sheth, dsb. hingga ke Yakub yang turunannya diwakili oleh "sekelompok biri-biri" sebagai bangsa terpilih Israel; tetapi keturunan saudara laki-lakinya Esau, yaitu kaum Edomit, digambarkan sebagai sebuah kumpulan babi. Dalam perumpamaan kedua ini sekawanan biri-biri itu sering diganggu, diserang, dicerai beraikan,dan dibunuh oleh binatang-binatang dan burung-burung sasaran hingga kita tiba pada masa yang disebut masa Al Masih, ketika sekelompok biri-biri itu diserang lagi dengan lebih dahsyat oleh burung elang dan beberapa binatang pemakan daging lainnya; tetapi seekor "ram" (sejenis kambing) melawan dengan keberanian dan kegagahan besar. Barulah kemudian bahwa "Anak Laki-Laki Manusia" yang adalah Tuan atau Pemilik sesungguhnya dari sekawanan itu tampil ke depan untuk menyelamatkan gembalaannya.
Seorang pakar non Muslim tidak pernah dapat menerangkan pandangan atau visi seorang sufi atau semacam paranormal. Dia akan - seperti mereka semua melakukannya - membawa visi itu kepada kaum Makabi dan Raja Antiochus Epiphanus dalam pertengahan abad kedua S.M. ketika Penyelamat datang dengan alat pukul yang besar atau tongkat kerajaan (scepter) dan memukul ke kanan dan kiri terhadap burung-burung dan binatang-binatang, membuat banyak di antaranya yang mati terbunuh; bumi membuka mulutnya, menelan mereka semua; dan sisanya lari. Lalu pedang dibagikan kepada biri-biri, dan seekor sapi jantan putih memimpin mereka dalam kedamaian dan keamanan yang sempurna.
Buku kelima berisi anjuran-anjuran agamawi dan moral yang bersifat keras. Seluruh karya dalam bentuknya yang sekarang memberikan petunjuk bahwa karya itu dikarang semutakhir 110 S.M. dalam dialek asli Aramiah oleh seorang Yahudi Palestina. Setidak-tidaknya ini pendapat dari Ensiklopedia Perancis.
Al Qur'an hanya menyebutkan Enoch dengan nama panggilan Idris - bentuk dalam bahasa Arab untuk "Drisha" yang bahasa Aramiah yang dalam kategori yang sama dari kata benda sederhana seperti "Iblis" dan "Blisa" ("Iblis" kata dalam bahasa Arab untuk "Blisa" kata dalam bahasa Aramiah sebuah sebutan yang diberikan kepada setan yang berarti "yang terkutuk"). "Idris" dan "Drisha" menunjukkan seorang laki-laki terpelajar, seorang pakar dan seorang yang berilmu, dari "darash" (bahasa Arab "darisa"). Ayat Al Qur'an menyebutkan: "Dan disebutkan dalam Kitab Idris; dia juga seorang yang cinta akan kebenaran dan seorang Nabi, yang Kami muliakan." Q.19 : 56-57.
Ahli tafsir Al Qur'an, Al-Baydhawi dan Jalalu 'd-Din, tampaknya mengetahui bahwa Enoch telah mempelajari astronomi, fisik, aritmatika, bahwa dia ialah yang pertama menulis dengan pena, dan bahwa "Idris" menunjukkan orang yang banyak ilmu, dengan demikian menunjukkan bahwa Apocalypse dari Enoch tidak telah hilang di masa hidup mereka.
Setelah berakhirnya Kanon dari Kitab Suci Ibrani kira-kira dalam abad keempat S.M. oleh "Anggota Sinagog Agung" yang didirikan oleh Ezra dan Nehemiah, semua literatur sakral atau agama yang lainnya di samping literatur-literatur yang dimasukkan ke dalam Canon disebut "Apocrypha" dan dikecualikan dari Injil Ibrani oleh suatu kumpulan orang-orang Yahudi terpelajar dan alim, yang terakhir di antara mereka adalah "Simeon Yang Adil" yang terkenal, yang meninggal dalam tahun 310 S.M. Nah sekarang di antara buku-buku Apocrypha ini dimasukkan ke dalam Apocalypse dari Enoch, Barukh, Musa, Ezra, dan buku-buku Sibylline, yang ditulis pada masa berbeda antara masa Makabi dan masa sesudah pemusnahan Jeruzalem oleh Titus. Tampaknya Saga Yahudi seperti mengikuti mode saat itu untuk menulis literatur yang berisi ramalan (apocalypse) dan bersifat keagamaan di bawah nama seorang terkenal dari masa lalu. Apokalipse pada akhir dari Perjanjian Baru yang menuliskan nama Yahya yang suci bukanlah suatu kekecualian dalam kebiasaan Yahudi Kristen kuno itu.. Jika "Judah saudara laki-laki dari Tuhan (Lord)" dapat mempercayai bahwa "Enoch (Idris) adalah Ketujuh dari Adam" adalah penulis yang sebenarnya dari seratus sepuluh pasal yang mengandung nama itu, tidak mengherankan bahwa Justin si Syuhada, Papas, dan Eusebius pasti akan percaya pada kepengarangan Matius dan Yohanes.
Namun tujuan saya bukanlah untuk mengritik kepengarangan dari, atau untuk memperluas komentar atas wahyu yang bermakna ganda dan misterius yang disusun dalam keadaan yang paling menyakitkan dan menyusahkan dalam sejarah bangsa Yahudi; tetapi untuk memberikan pertanggung jawaban tentang asal usul dari sebutan "Anak Manusia" dan untuk menjelaskan arti sesungguhnya daripadanya. Juga buku Enoch, seperti halnya Apokalipse dan gereja dan seperti juga Injil, berbicara tentang akan datangnya "Anak Manusia" untuk membebaskan hamba Tuhan dari musuhnya dan mencampur adukkan visi ini dengan Hari Pengadilan Terakhir.
b. Wahyu Sibylline yang disusun sesudah kehancuran terakhir Jeruzalem oleh tentara Romawi, menyebutkan bahwa "Anak Manusia" akan muncul dan membinasakan Kerajaan Romawi dan menjadikan orang beriman percaya percaya kepada hanya Satu Tuhan saja. Kitab ini telah ditulis paling tidak empat puluh tahun sesudah Jesus Kristus.
c. Kita telah menyaksikan penyajian "Anak Manusia" ketika kita membicarakan visi dari Nabi Daniel (Daniel vii. Lihat artikel "Muhammad Dalam Perjanjian Lama" dalam Islamic Review November 1938.
2. "Anak Manusia" dalam Apokalipse pasti bukan Jesus Kristus
Sebutan "anak Manusia" ini secara mutlak tidak berlaku bagi anak Maryam. Semua kepura-puraan atau kepalsuan dari "apa yang-disebut Injil" yang menjadikan "Domba" dari Nazareth "menangkap raja-raja di tengah kehidupan yang penuh gairah serta menghela raja-raja itu masuk ke dalam neraka;" (Enoch xlvi. 4-8) memiliki cacad ketiadaan otentisitas dan jarak waktu yang memisahkannya dari "Anak Manusia" yang berbaris beserta legiun para malaikat di atas awan ke arah Singgasana dari Yang Maha Abadi adalah lebih banyak daripada jarak dari bumi kita ke planet Jupiter. Bisa saja dia "anak manusia" dan seorang "almasih," seperti halnya setiap raja, nabi dan kepala pendeta Yahudi, namun dia bukan "Anak Manusia" bukan juga seorang "Al Masih" yang telah diceriterakan oleh para nabi dan ramalan Yahudi.. Dan orang-orang Yahudi seratus persen benar untuk menolak gelar dan jabatan itu bagi Jesus. Jelas kesalahan orang Yahudi itu ialah dalam mengingkari kenabiannya, dan bertindak kriminal telah mengalirkan darahnya yang tidak berdosa - seperti mereka dan orang Kristen mempercayainya. "Dewan Sinagog Agung" sesudah kematian Simeon yang adil dalam tahun 310 SM telah digantikan oleh "Sanhedrin," yang presidennya disebut "Nassi" atau Pangeran. Mengangumkan bahwa "Nassi" yang mengadili Jesus, yang telah mengatakan: "Adalah lebih menguntungkan bahwa satu orang harus mati daripada seluruh bangsa dimusnahkan," (Yohanes xi. 50), adalah seorang nabi (Idem, 51)! Kalau dia adalah seorang nabi, betapa mungkin bahwa dia tidak mengenal misi kenabian atau karakteristik almasih dari "Al Masih"?
Maka inilah alasan-alasan utama mengapa Jesus itu bukan "Anak Manusia" juga bukan Al Masih yang diceriterakan dalam Apokalipse:
a. Seorang Utusan Tuhan tidaklah diperintah untuk membuat ramalan untuk dirinya sendiri sebagai tokoh masa yang akan datang., atau untuk menceriterakan reinkarnasinya sendiri dan dengan begitu menyajikan dirinya sebagai pahlawan dalam drama besar dunia yang akan datang. Yakub telah meramalkan tentang "Nabi Allah" (Genesis xlix. 10), Musa tentang seorang nabi yang akan datang sesudah beliau dengan Hukum, dan Israel dianjurkan dengan sangat untuk mematuhinya (Deuteronomy xviii. 15); Haggai meramalkan Ahmad (Hagai ii. 7); Malakhi meramalkan kedatangan "Utusan dari Perjanjian (Covenant)" dan Eliyah (Malakhi iii. 1, iv. 5), tetapi tidak seorang nabipun pernah meramal kedatangannya sendiri kembali untuk kedua kalinya ke dunia ini. Apa yang sangat tidak wajar dalam hal Jesus adalah bahwa beliau dibuat untuk berpura-pura dalam identitas sebagai "Anak Manusia" namun beliau tidak sanggup hingga taraf terendah sekalipun untuk mengerjakan karya yang "Anak Manusia" yang diramalkan itu telah diharapkan untuk mewujudkannya! Menyatakan kepada orang-orang Yahudi yang ada dalam genggaman Pilate bahwa beliau adalah "Anak Manusia", dan lalu berkunjung kepada Caesar; dan mengaku bahwa "Anak Manusia tidak memiliki tempat untuk tidur;" dan kemudian menunda pembebasan rakyat dari kekuasaan Romawi untuk jangka waktu yang tidak terbatas, secara praktis adalah meremehkan bangsanya, dan mereka yang meletakkan hal-hal yang irasional dan tidak masuk akal itu sebagai perkataan Jesus hanya menjadikan dirinya sebagai orang gila.
b. Jesus mengetahui dengan lebih baik daripada orang lain di Israel, siapa gerangan "Anak Manusia" itu dan apa pula misinya. Beliau ditugaskan untuk menurunkan raja-raja yang jahat dan untuk melemparkan mereka ke dalam api neraka. "Wahyu Baruch" dan wahyu dari Ezra - Kitab Keempat dari Esdras dalam Vulgate - berbicara tentang munculnya "Anak Manusia" yang akan membangun Kerajaan Perdamaian yang kuat di atas reruntuhan kerajaan Romawi. Semua wahyu apokripal ini menunjukkan keadaan kejiwaan bangsa Yahudi pada saat itu yang mengharapkan datangnya Nabi akhir terbesar yang mereka sebut "Anak Manusia" dan "Al Masih." Jesus tak mungkin tidak mengetahui dan tidak mengenal literatur ini serta harapan penuh gairah dari bangsanya. Tidak bisa beliau mengasumsikan dirinya sendiri dengan kedua sebutan itu ("Anak Manusia" dan "Al Masih") dalam pemahaman yang dikaitkan kepada kedua sebutan itu oleh Sanhedrin - Pengadilan Tertinggi dari Jeruzalem - agama Yahudi atau Judaisme; karena beliau bukan "Anak Manusia" dan "Al Masih," karena beliau tidak memiliki program politik dan rencana sosial, dan karena beliau sendiri adalah bentara dari "Anak Manusia," dan "Al Masih" - Adon, Nabi yang menaklukkan, Yang diurapi dan dijuluki dengan Pemimpin Para Nabi.
c. Penelitian kritis atas sebutan "Anak Manusia" yang diletakkan sebanyak delapan puluh tiga kali pada mulut sang guru akan dan harus berakibat dengan kesimpulan bahwa Jesus sendiri tidak pernah mengenakan gelar-gelan itu pada dirinya sendiri; dan sesungguhnyalah beliau seringkali menggunakan gelar itu pada orang ketiga. Beberapa contoh akan mencukupi kiranya untuk meyakinkan kita bahwa Jesus mengenakan gelar itu pada orang lain yang akan muncul di masa yang akan datang.
i. Seorang penulis, yaitu seorang yang terpelajar, mengatakan: "Saya akan mengikuti anda ke manapun anda pergi." Jesus menjawab: "Anjing mempunyai liangnya; burung sorga sarangnya; tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk tidur." (Matius viii. 20). Dalam ayat berikutnya Jesus menolak memberi izin kepada seorang di antara pengikutnya untuk pergi dan menguburkan ayahnya! Anda tidak akan menjumpai seorang sucipun, romo, atau ahli tafsir yang telah menyulitkan kepalanya atau akal budinya hanya sekedar untuk memahami nalar yang sederhana yang terkandung dalam penolakan Jesus untuk mengizinkan penulis terpelajar itu mengikutinya. Jika beliau mempunyai tempat untuk 13 orang, pastilah beliau dapat memberikan tempat bagi yang keempat belas juga. Disamping itu beliau pastilah sudah dapat memasukkannya ke dalam kelompok tujuh puluh orang pengikutnya (Lukas x. 1). Penulis yang dalam persoalan ini bukan seorang nelayan yang bodoh seperti anak-anak Zebedee dan Yunus.; doa adalah seorang sarjana dan seorang ahli hukum praktek. Tidak ada alasan untuk mencurigai ketulusannya; dia dibuat menjadi yakin bahwa Jesus ialah Al Masih yang diramalkan, Anak Manusia, yang setiap saat mungkin memanggil legiun langitnya dan menaiki singgasana nenek moyangnya - Daud. Jesus melihat pandangan yang salah dari penulis itu, dan dengan terus terang membuatnya mengerti bahwa beliau yang tidak mempunyai tanah seluas kurang dari 2 meter persegi (dua yard persegi) di bumi ini untuk tempat tidurnya, pastilah bukan "Anak Manusia"! Beliau tidak berlaku kasar terhadap penulis itu; beliau menyelamatkannya dengan kemurahan hatinya dari membuang waktu dengan sia-sia untuk mengejar sebuah harapan yang kosong!
ii. Diceriterakan bahwa Jesus Kristus telah menyatakan bahwa Anak Manusia itu "akan memisahkan biri-biri dari kambing." (Matius xxv. 31-34). Biri-biri tiu lambang dari orang-orang Israel yang beriman yang akan memasuki Kerajaan, tetapi kambing menunjuk pada orang-orang Yahudi yang tidak beriman yang telah bergabung dengan musuh dari agama sejati dan dengan sendirinya ditakdirkan untuk dimusnahkan. Secara praktis ini ialah apa yang telah diramalkan dalam wahyu (Apocalypse) dari Enoch (Idris) tentang Anak Manusia. Jesus hanya menegaskan wahyu Enoch itu dan memberi karakter sakral. Beliau sendiri diutus sebagai penganjur bagi orang Israel (Matius xv. 24) untuk tetap setia kepada Tuhan dan menunggu dengan sabar kedatangan Anak Manusia yang akan datang untuk menyelamatkan mereka untuk selamanya dari musuh mereka; namun beliau sendiri bukanlah Anak Manusia, dan tidak berkaitan apapun dengan dunia politik, demikian juga tidak dengan "biri-biri" dan "kambing" yang keduanya sama-sama menolak dan membenci beliau, kecuali sebagian kecil orang yang mencintai dan beriman kepada beliau.
iii. "Anak Manusia" itu dikatakan sebagai "Tuan dari Hari Sabath," yaitu, bahwa dia memiliki kekuasaan untuk meniadakan hukum yang membuat hari itu sebagai hari istirahat yang suci dari pekerjaan, Jesus adalah penganut taat hari Sabath, di hari mana beliau biasa menghadiri kebaktian di kuil atau sinagog. Dengan jelas beliau memerintahkan para pengikutnya untuk berdo'a agar kehancuran bangsa dalam pemusnahan Jeruzalem itu tidak akan terjadi di hari Sabath. Lalu bagaimana mungkin bahwa Jesus mengklaim dirinya sebagai Anak Manusia, Tuan hari Sabath, sementara beliau berwajib untuk mengikuti dan memelihara hari itu seperti orang-orang Israel lainnya? Bagaimana mungkin beliau berani mengklaim dirinya untuk gelar yang membanggakan itu dan lalu meramalkan kehancuran kuil dan ibu kota negeri?
Hal-hal ini dan beberapa contoh lainnya menunjukkan bahwa Jesus tidak pernah dapat memakai gelar atau sebutan "Barnasha" bagi dirinya sendiri, tetapi beliau mengenakan gelar itu pada Nabi Terakhir Yang Sangat Berkuasa, yang telah menyelamatkan "biri-biri" itu - yaitu orang Israel yang beriman -dengan sebenarnya; dan tidak memusnahkan atau memporak perandakan orang-orang yang tidak beriman di antara orang-orang Israel; tidak pula menghapuskan hari Sabath; juga tidak mendirikan Kerajaan Perdamaian; tidak pula menjanjikan bahwa agama dan kerajaan ini akan bertahan hingga Hari Kiamat.
Dalam karangan yang berikutnya akan kita mengalihkan perhatian kita untuk menemukan semua ciri dan karakteristik dari "Anak Manusia" yang diramalkan yang secara harfiah dan sempurna terdapat pada diri Nabi Allah Yang Terakhir, semoga keselamatan dan berkah Allah bersama beliau!
BAB 20
YANG DIMAKSUD DENGAN "ANAK MANUSIA" DALAM APOCALYPSE (WAHYU) ADALAH NABI MUHAMMAD SAW
Dalam artikel saya terdahulu telah saya tunjukkan bahwa "Anak Manusia" yang diceriterakan dalam wahyu Yahudi bukanlah Jesus Kristus, dan bahwa Jesus tidak pernah mengasumsikan sebutan itu bagi dirinya sendiri, karena jika demikian maka beliau hanya akan menjadikan dirinya bahan tertawaan di mata para pendengarnya.
Hanya ada dua jalan yang terbuka baginya; mengingkari ramalan tentang Al Masih dan visi wahyu tentang Barnasha itu sebagai pemalsuan dan legenda saja, atau untuk menegaskan kebenaran wahyu itu dan sekaligus dirinya sendiri menggenapi ramalan ini sebagai "Anak Manusia," jika beliau itu benar pribadi yang menonjol itu. Untuk mengatakan: "Anak Manusia" itu datang untuk melayani dan bukan untuk dilayani," (Matius xx. 28) atau "Anak Manusia itu akan diserahkan kepada Kepala Pendeta dan Para Ahli Taurat" (Ibid. xx. 18), atau "Anak Manusia datang sambil makan dan minum (anggur)" dengan para pendosa dan pemungut pajak (Ibid. xi. 18), dan pada saat yang sama mengaku bahwa dia adalah seorang pengemis yang hidup bersandarkan pada sedekah dan kemurahan orang lain, adalah sebuah penghinaan terhadap bangsa dan sentimen agamanya yang paling suci! Untuk menyombongkan diri bahwa dia adalah Anak Manusia dan telah datang untuk menyelamatkan dan memulihkan kembali biri-biri Israel yang hilang (Ibid. xviii. 11), tetapi telah harus menunda penyelamatan ini hingga Hari Pembalasan Akhir, dan bahkan kemudian dilemparkan ke dalam api yang abadi, adalah hanya membuat frustrasi bangsa yang tertindas itu (Israel) atas segala harapan; yang hanya mereka sendiri di antara semua bangsa di dunia ini telah mendapat kehormatan menjadi satu-satunya bangsa yang memeluk keyakinan dan agama dari Tuhan yang sejati; dan bangsa itu (terpaksa) harus mencela nabi-nabi dan wahyu-wahyu mereka.
Mungkinkah Jesus Kristus memakai gelar itu? Apakah pengarang keempat Injil itu orang-orang Ibrani? Dapatkah Jesus dengan sadar meyakini dirinya seperti apa yang dikemukakan dengan bohong oleh Injil-Injil itu atas dirinya? Dapatkah seorang Yahudi dengan sadar menulis ceritera yang demikian itu yang dengan sengaja ditulis untuk membingungkan dan menggagalkan harapan bangsa itu sendiri? Sudah barang tentu, bahwa tidak ada jawaban lain yang dapat diharapkan dari saya kecuali jawaban negatif atas semua pertanyaan itu. Tidak Jesus, dan tidak pula para apostel akan pernah ingin memakai gelar yang berlebih-lebihan semacam itu di antara suatu bangsa yang sudah mengenal betul siapa pemilik yang sah atas sebutan itu. Akan merupakan suatu hal yang sama (analogi) untuk meletakkan mahkota raja di atas kepala utusannya, sedang utusan ini tidak memiliki rakyat untuk memproklamirkan dirinya sebagai raja. Hal itu semata-mata akan menjadi suatu pengambil alihan secara gila atas hak dan privilege dari "Anak Manusia" yang sah. Dengan sendirinya, pengambil alihan yang tidak dapat dibenarkan itu pada pihak Jesus akan sama seperti penggunaan sebutan " Anak Manusia Palsu" dan Anti Kristus! Membayangkan perbuatan berani yang sama oleh Jesus Kristus yang suci membuat seluruh diri saya memberontak. Semakin banyak saya membaca Injil-Injil ini semakin saya menjadi yakin untuk mempercayai bahwa Injil-Injil itu adalah buah hasil karya para pengarang yang bukan bangsa Yahudi - setidak-tidaknya Injil dalam bentuk dan isinya yang sekarang ini. Injil-Injil ini adalah sebuah counterpoise -suatu hal yang mengubah keseimbangan - terhadap Wahyu-Wahyu Yahudi - terutama sebagai suatu counter-project terhadap Kitab-Kitab Sibyllian. Hal ini hanya mungkin bisa dilakukan oleh orang-orang Kristen bangsa Yunani yang tidak punya minat pada claim anak keturunan Ibrahim. Pengarang Kitab-Kitab Sibyllian meletakkan nama-nama tokoh Yunani Hermes, Homer, Orpheus, Pythagoras, dan lain-lainnya berdampingan dengan nama-nama nabi Yahudi Idris, Suleiman, Daniel, dan Ezra, dengan jelas untuk maksud mempropagandakan agama Ibrani. Kitab-kitab ini telah ditulis ketika Jeruzalem dan Kuilnya dalam keadan hancur, beberapa saat sebelum atau sesudah publikasi buku wahyu (apocalypse) santo Yohanes. Arti dari Wahyu Sibyllian adalah bahwa Anak Manusia (versi) Ibrani (Istilah "Ibrani" ini dalam pengertiannya yang luas dipakai untuk seluruh anak keturunan Ibrahim yang kemudian menggunakan nama-nama para leluhurnya yang bersangkutan, seperti kaum Ismaili, kaum Edomit, kaum Israel, dsb.) atau Al Masih akan datang untuk membinasakan kekuasaan Romawi dan mendirikan agama Tuhan yang sebenarnya untuk seluruh manusia.
Kita dapat membuat argumentasi yang kuat untuk membuktikan jati diri "Anak Manusia" sebagai Muhammad saw saja, dan kita akan membagi argumentasi itu sebagai berikut:
ARGUMENTASI DARI KITAB-KITAB INJIL, DAN DARI APOCALYPSE (WAHYU/RAMALAN)
Dalam pasal-pasal yang paling koheren dan berarti dari ceramah-ceramah Jesus di mana sebutan "Barnasha" atau "Anak Manusia" muncul, hanya Nabi Muhammad saw sajalah yang dimaksudkannya, dan hanya pada diri beliau saja seorang diri seluruh ramalan yang ada di dalamnya telah digenapi secara harfiah. Dalam beberapa pasal di mana Jesus dikirakan telah menggunakan gelar itu untuk dirinya sendiri, pasal itu menjadi tidak koheren, tidak bermakna sama sekali, dan seratus persen meragukan. Ambillah contoh misalnya pasal berikut: "Anak Manusia" itu datang sambil makan dan minum, dan mereka berkata, Lihatlah" (Matius xi. 19). Yahya Pembaptis adalah seorang yang sangat zuhud, beliau hanya memberi makan dirinya dengan air, belalang, dan madu liar; mereka mengatakan beliau itu seorang yang seperti setan (diabolical); tetapi "Anak Manusia" id est Jesus (?), yang makan dan minum anggur, dicap sebagai "teman dari pemungut pajak dan pendosa"! Mencerca seorang nabi karena puasanya dan kepantangannya adalah dosa kekafiran atau kebodohan yang besar. Tetapi mengecam seseorang yang mengaku sebagai Utusan Tuhan dengan terlalu sering ke pesta para pemungut pajak serta pendosa, dan sangat gemar akan anggur, adalah sangat wajar dan merupakan sebuah tuduhan yang sangat serius atas ketulusan orang itu yang bertindak sebagai penunjuk spiritual bagi manusia. Kita orang-orang Muslim, dapatkah kita percaya pada para Khwaja atau Mullah jika kita lihat mereka itu bergaul dengan para pemabuk dan pelacur? Dapat kah orang Kristen tahan terhadap kurator atau parson (sejenis pendeta) dengan kelakuan yang demikian itu? Pastilah tidak. Seorang penunjuk spiritual mungkin saja berkomunikasi dengan semua jenis pendosa untuk menyeru mereka kembali ke jalan yang benar, asalkan dia itu bersikap zuhud dan tulus. Menurut kutipan yang baru saja disebut itu, Kristus mengaku bahwa tingkah lakunya telah mencemarkan para pemimpin agama bangsanya. Benar, bahwa petugas dari kantor pajak itu, yang disebut "publican" dibenci oleh orang-orang Yahudi semata-mata karena jabatannya itu. Kita diberi tahu bahwa hanya ada dua "publicans" (Matthew dan Zacchaeus, - Matius ix. 9; Lukas xix. 1-11) dan satu "harlot" (pelacur) (Yohanes iv.) dan "possessed woman" atau seorang wanita yang telah dikuasai setan ( Mary Magdalena - Lukas viii. 2) yang telah berhasil di konversikan oleh Jesus; tetapi semua pendeta dan para ahli hukum dicap dengan kutukan dan kebencian (Matius xiii., dsb.). Semua ini nampak tidak baik dan suatu kemustahilan. Gagasan atau dugaan bahwa seorang Nabi Suci , begitu berpantang dan tidak berdosa seperti Jesus, gemar akan anggur, bahwa beliau telah merubah enam barel air menjadi anggur yang sangat memabukkan agar membuat gila sekelompok tamu yang sudah sedikit mabuk dalam suatu ruang pesta perkawinan di Cana, (Yohanes ii,.) praktis sama dengan menggambarkan beliau sebagai seorang penyaru dan penyihir! Bayangkanlah sebuah keajaiban yang dilakukan oleh sorang penyihir dihadapan sekelompok orang mabuk! Melukiskan Jesus sebagai seorang pemabuk, dan seorang yang tamak, dan seorang kawan dari orang yang tidak bertuhan, dan lalu memberikan nama pangilan kepadanya sebagai "Anak Manusia" adalah mengingkari seluruh nubuah Yahudi serta agamanya.
Lagi-lagi Jesus dilaporkan sebagai telah berkata:"Anak Manusia" datang untuk mencari dan memulihkan kembali apa yang telah hilang," (Matius xiii, 11; Lukas ix. 56; xix. 10, dsb.). Para ahli tafsir tentu saja telah menafsirkan pasal ini hanya dalam pengertian spiritual belaka. Demikian itulah misi dari tugas setiap nabi dan pendakwah agama untuk menyeru orang-orang yang berdosa untuk bertobat atas dosanya dan kejahatannya. Kita sangat mengakui bahwa Jesus hanya diutus untuk "anak domba Isarel yang hilang" untuk memperbaiki dan agar mereka meninggalkan dosa-dosanya; dan terutama untuk mengajar mereka dengan lebih nyata mengenai "Anak Manusia" yang akan datang dengan kekuasaan dan kekuatan serta penyelamatan untuk mengembalikan apa yang telah hilang dan untuk membangun kembali apa yang telah hancur; tidak, untuk menaklukkan dan membinasakan musuh-musuh dari orang-orang beriman sejati. Jesus tidak mungkin mengenakan pada dirinya sendiri sebutan apokaliptik "Barnasha," dan kemudian tidak mampu menyelamatkan rakyatnya kecuali Zacchaeus, seorang wanita Samaritan, dan beberapa dikit orang Yahudi lainnya, termasuk para Apostel, yang kebanyakannya kemudian telah dibunuh karena beliau. Yang paling mungkin mengenai apa yang Nabi Jesus katakan ialah: "Anak Manusia itu akan datang untuk mencari dan menemukan kembali apa yang telah hilang." Karena hanya pada Nabi Muhammad saw sendri sajalah orang-orang Yahudi yang beriman seperti halnya orang-orang Arab dan orang-orang beriman lainnya dapat menemukan semua apa yang telah hilang dan binasa yang tanpa dapat diketemukan kembali itu - Jeruzalem dan Mekkah, semua daerah yang dijanjikan; banyak sekali kebenaran-kebenaran mengenai agama sejati itu; kekuasaan dan kerajaan Tuhan; perdamaian dan rakhmat yang dibawa Islam kepada dunia ini serta pada kehidupan kemudian.
Kami tidak dapat menyita ruangan lagi untuk lebih banyak kutipan dari berbagai pasal di mana "Anak Manusia" itu dibicarakan dalam kapasitas sebagai subyek, atau obyek, atau predikat dalam kalimat. Namun satu kutipan lagi kiranya mencukupi, yaitu: "Anak Manusia" itu akan diserahkan ke tangan orang-orang (Matius xvi. 21; xvii. 12, dsb.), dan semua pasal di mana beliau sebagai subyek kegairahan dan kematian. Sebutan-sebutan demikian itu telah diletakkan pada mulut Jesus oleh beberapa penulis non Yahudi yang tidak terhormat dengan tujuan menyelewengkan kebenaran tentang "Anak Manusia" seperti dimengerti dan diyakini oleh orang-orang Yahudi, dan membuat mereka percaya bahwa Jesus dari Nazareth adalah Penyelamat apokaliptikal yang berjaya, namun hanya akan menampakkan diri pada Hari Pengadilan Akhir. Itu adalah sebuah kebijakan dan propaganda untuk menyeru dan kemudian membujuk, yang telah dibuat khusus untuk orang Yahudi. Namun penipuan itu terbuka kedoknya, dan orang-orang Yahudi yang Kristen itu tergabung dalam gereja yang meyakini Injil ini sebagai telah diungkapkan dengan kesucian. Karena tidak ada sesuatu apapun yang lebih menjijikkan bagi aspirasi nasional bangsa Yahudi dan sentimen keagamaan selain daripada menghadapkan kepada mereka Al Masih yang diharapkan itu, Barnasha yang agung, dalam pribadi Jesus yang Kepala Pendeta dan Tetua-Tetua telah mengutuknya untuk disalib sebagai perayu. Jelas sekali karena itu bahwa Jesus tidak pernah mengenakan gelar "Anak Manusia" itu; tetapi beliau telah menyediakan nama sebutan itu hanya bagi Nabi Muhammad saw. Inilah beberapa argumentasinya:
a. Nubuah-Nubuah Yahudi menggambarkan gelar-gelar "Al Masih" dan "Anak Manusia" semata-mata bagi Nabi Terakhir yang akan berperang melawan Kekuatan Hitam dan menghancurkan mereka, dan kemudian membangun Kerajaan Perdamaian dan Cahaya di atas bumi ini. Jadi kedua sebutan itu adalah sinonim; mengingkari salah satu daripada keduanya adalah sekaligus mengingkari claim tentang Nabi Terakhir. Nah kini terbaca oleh kita dalam Synoptic bahwa Jesus secara kategoris membantah dirinya sebagai Kristus dan melarang pengikutnya untuk menyatakannya sebagai "Al Masih"! Diceriterakan bahwa Simon Peter dalam menjawab pertanyaan Jesus: "Siapakah gerangan aku ini menurut engkau?" telah memberi jawaban: "Engkau adalah Kristus (Al Masih) Tuhan." (Lukas ix. 20) . Kemudian Kristus memerintahkan pengikutnya agar tidak mengatakan kepada siapapun bahwa dirinya adalah Kristus (Lukas ix. 21 mengatakan:"Dia mencelanya dan memerintahkan mereka untuk tidak mengatakan bahwa dia adalah Al Masih." Cf Matius viii. 30). St Markus dan St Lukas tidak mengetahui apapun tentang "kekuatan dari kunci-kunci" yang diberikan kepada Peter; mereka itu yang tidak ada di situ pada saat itu, telah tidak mendengar tentang hal itu. Yohanes tidak berkata apapun tentang perbincangan mesianik ini; mungkin dia telah melupakannya! St Matius menceriterakan (Lcc, cit., 21 - 28) bahwa ketika Jesus berkata kepada mereka agar tidak berkata bahwa dirinya adalah Kristus, Jesus menerangkan kepada mereka bagaimana beliah akan diserahkan dan dibunuh. Karena itulah Peter lalu memprotesnya dan mengingatkannya agar beliau tidak lagi mengulang kalimat-kalimat yang sama tentang emosi dan kematiannya. Menurut ceritera Matius ini, Peter benar sekali ketika dia berkata: "Guru, dijauhkanlah kiranya hal itu dari padamu!" Kalau seandainya hal itu benar bahwa pengakuannya "Engkau adalah Al Masih" telah menyenangkan hati Jesus, yang telah memberikan gelar "Sapha" atau "Cepha" kepada Simon Peter, maka menyatakan bahwa "Anak Manusia" itu harus merasakan derita kematian yang memalukan di atas salib adalah tidak lebih dan tidak kurang melainkan sebuah pengingkaran nyata atas sifat Mesianik dari "Anak Manusia" itu. Namun Jesus menjadi semakin positif dan mencela Peter dengan marah seraya berkata: "Enyahlah engkau dari hadapanku, setan!" Apa yang mengikuti cercaan keras ini adalah kalimat-kalimat sang Guru yang paling eksplisit, tidak meninggalkan sedikitpun keraguan bahwa beliau bukanlah "Al Masih" atau "Anak Manusia." Bagaimana kita harus merekonsili "keyakinan" Peter yang dihadiahi dengan gelar mulia "Sapha" dan kekuatan kunci-kunci Sorga dan Neraka, dengan "kekafiran" Peter yang dihukum dengan sebutan "setan" yang menghinakan, dalam jangka waktu kira-kira setengah jam? Beberapa renungan melintas dalam benak saya, dan saya merasakan itu sebagai kewajiban saya untuk menyatakannya dalam hitam dan putih. Jika Jesus itu "Anak Manusia" atau "Al Masih" seperti yang dilihat dan diramalkan oleh Nabi Daniel, Ezra, Enoch, dan beberapa nabi dan orang-orang suci Yahudi lainnya, pastilah beliau telah memberi kuasa kepada para pengikutnya untuk mengumumkan dan menyatakan beliau sedemikian rupa; dan beliau sendiri pastilah mendukungnya. Kenyataannya adalah bahwa beliau berbuat sebaliknya. Sekali lagi, seandainya beliau itu "Al Masih" atau "Barnasha", pastilah beliau sudah segera menghancurkan musuh-musuhnya dengan teror, dan dengan bantuan para malaikat yang tidak tampak telah membinasakan kekuasaan Romawi dan Persia, dan lalu menguasai dunia yang beradab. Tetapi beliau tidaklah berbuat hal semacam itu; atau seperti Nabi Muhammad saw, beliau (Jesus) pastilah telah merekrut panglima-panglima perang yang gagah berani seperti Ali, Omar, Khalid. dsb. dan bukan orang seperti Zebedees dan Jonah yang menghambur hilang seperti bayangan yang ketakutan ketika polisi-polisi Romawi datang untuk menangkap mereka.
Ada dua pernyataan Matius yang tidak dapat direkonsilikan atau diperiksa kebenarannya (atau telah dikorupsi oleh para interpolator yang secara logis saling membinasakan. Dalam jangka waktu satu jam Peter adalah "batu karang keimanan" seperti dibanggakan oleh umat Katholik, dan "setan kekafiran" sebagaimana diteriakkan oleh umat Protestan! Mengapa demikian? Karena ketika dia mempercayai Jesus sebagai Al Masih dia memperoleh pujian atau hadiah; namun ketika dia menolak untuk mengakui bahwa sang guru bukanlah Al Masih maka dia dihukum! Tidak mungkin ada dua "Anak Manusia," yang satu adalah komandan orang-orang beriman, berjuang di jalan Tuhan dengan pedangnya, dan mencabut akar kemusyrikan serta kerajaannya; sedang yang lain sebagai seorang rektor kaum Ankorit yang miskin di tengah angkatan bersenjata, berjuang di jalan Tuhan dengan salib di tangan, menjadi syuhada secara memalukan oleh orang Romawi penyembah berhala dan Pendeta-Pendeta serta para Rabbi Yahudi yang tidak mempercayainya! "Anak Manusia" yang tangannya terlihat di bawa sayap Cherub oleh Nabi Ezekiel (Matius ii.), dan di hadapan singgasana Yang Maha Kuasa oleh Nabi Daniel (Matius vii,) dan digambarkan dalam apokalipse Yahudi lainnya tidaklah telah ditentukan nasibnya untuk digantung di bukit Golgotha, tetapi untuk mengubah singgasana raja kafir menjadi salib bagi mereka sendiri; untuk mengubah istana-istana mereka menjadi tentara, dan untuk menjadikan ibukota-ibukotanya sebagai kuburan . Bukan Nabi Jesus tetapi Nabi Muhammad saw yang mendapat kehormatan atas gelar "Anak Manusia"! Kenyataannya bahkan lebih jelas dan tegas daripada apokalipse dan visi (Nabi Ezekiel dan Nabi Daniel). Penaklukan secara material dan moral yang diperoleh oleh Nabi Muhammad saw Utusan Suci Allah atas musuhnya tidak ada yang dapat menandinginya.
b. "Anak Manusia" itu oleh Jesus disebut sebagai "Tuan (Lord) Hari Sabath" (Matius xii. 7)("Lord" dalam "Al Kitab" terbitan Lembaga Alkitab Indonesia 1996 diterjemahkan sebagai "Tuhan" dan bukan Tuan,- pen.) . Ini sungguh pantas untuk dicatat. Kesakralan hari ke tujuh adalah tema dari Hukum Musa. Tuhan menyelesaikan karya penciptaanNya dalam masa enam hari, dan pada hari ketujuh Dia beristirahat tidak berkarya. Laki-laki dan perempuan, anak-anak dan budak-budak, bahkan binatang piaraan harus berhenti kerja dengan ancaman mati. Perintah Keempat dari Sepuluh Perintah ("Decalogue" atau "Ten Commandments") memerintahkan orang-orang Israel: "Kalian harus mengingat hari Sabath untuk mensakralkannya." (Keluaran xx,). Siswa klas Injil mengetahui bagaimana Tuhan diceriterakan sebagai merasa iri atas ketaatan yang ketat terhadap Hari Istirahat. Sebelum masa Nabi Musa tidak ada hukum khusus atas hal ini; dan Patriarch yang pengelana (nomad) itu tampaknya telah tidak memperhatikan hal itu. Ada kemungkinan bahwa Hari Sabath Yahudi ini berasal dari Sabattu dari masa Babilonia. Al Qur'an menyanggah konsepsi Yahudi yang antropomorfis tentang Ketuhanan itu, karena hal itu sama saja dengan mengatakan bahwa seperti halnya manusia, Tuhan bekerja selama enam hari, menjadi lelah, berhenti bekerja dan beristirahat. Ayat suci dari Al Qur'an (50 : 38) berbunyi: "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan langit dan bumi, dan apa-apa yang ada di antaranya dalam masa enam hari; serta tidak ada kelelahan menimpa Kami".
Gagasan Yahudi mengenai Hari Sabath telah menjadi terlalu material dan berbau tipuan. Hari itu telah berubah menjadi hari berpantang dan menahan diri, dan bukan yang seharusnya yaitu menjadi hari istirahat yang menyenangkan dan hari libur yang menggembirakan. Tidak ada masak memasak, tidak ada perjalanan, tidak ada kerja amal atau kebebasan yang diizinkan. Para pendeta di kuil akan membakar roti dan menghidangkan korban pada hari Sabath, tetapi mencela Nabi dari Nazareth ketika beliau secara ajaib menyembuhkan seorang laki-laki yang tangannya mengecil (Matius xii. 10-13). Atas hal ini Jesus berkata bahwa adalah Hari Sabath itu diciptakan untuk kebaikan manusia, dan bukannya manusia untuk kepentingan Hari Sabath. Sebaliknya daripada menjadikan Hari Sabath itu hari untuk beribadah dan kemudian sebuah hari libur untuk kesenangan yang tidak bernuansa maksiyat dan istirahat yang sesungguhnya, mereka telah menjadikan Hari Sabath itu suatu hari pemenjaraan dan kebosanan. Pelanggaran yang paling kecil dari prisep apapun dari Hari Ketujuh dihukum dengan lapidation atau jenis hukuman lainnya. Nabi Musa sendiri mengukum seorang miskin dengan lapidasi karena telah memetik beberapa stik dari tanah pada Hari Sabath; dan para murid Jesus dicerca karena telah memetik beberapa tangkai gandum pada Hari Sabath meskipun mereka itu lapar. Sangat nyata bahwa Jesus Kristus bukan seorang pengikut Sabath, dan tidak mematuhi tafsir secara harfiah atas aturan drakonik yang menyangkut Hari Sabath. Beliau menghendaki kemurahan hati atau amal baik dan bukannya pengorbanan. Bagaimanapun beliau tidak pernah berpikir untuk membatalkan Hari Sabath itu, tidak pula beliau telah memberanikan untuk berbuat demikian. Seandainya saja beliau memberanikan diri untuk memproklamirkan pembatalan hari itu atau menggantinya dengan hari Minggu, pastilah tanpa diragukan beliau akan ditinggalkan oleh para pengikutnya, dan segera pula dikeroyok dan dilempari batu. Namun beliau telah memperhatikan, demikian dikatakan, Hukum Musa pada judulnya itu. Sebagaimana kita telah belajar dari orang Yahudi yang ahli sejarah, Joseph Flavius, dan dari Eusebius dan lain-lainnya, James "saudara" Jesus adalah seorang dari kaum Ibionit yang ketat dan pemimpin dari orang-orang Yahudi yang beragama Kristen yang memperhatikan Hukum Musa dan Hari Sabath dengan segala keketatannya. Orang-orang Yunani yang beragama Kristen (Hellenistik) lambat laun telah menggantikan pertama-tama "Hari Tuhan" yaitu Minggu; namun orang-orang Kristen dari Gereja Timur sampai dengan abad keempat masih memperhatikan kedua hari itu. Kalau sekarang Jesus itu adalah "Tuan Hari Sabath" pastilah beliau telah merubah aturan yang keras itu atau sama sekali menghapusnya. Beliau tidak melakukan yang manapun dari keduanya. Orang-orang Yahudi yang mendengar beliau mengerti dengan sebenarnya bahwa beliau merujuk Al Masih yang diharapkan itu sebagai "Tuan ("Lord") Hari Sabath," dan karena itu mereka tetap tinggal diam. Redaksi dari Synoptic, seperti di tempat lain, telah menghilangkan beberapa kata (atau kalimat, pen.) Jesus bila saja "Anak Manusia" itu menjadi subyek pembicaraan Jesus, dan penghilangan kata ini telah menjadi sebab dari semua kegandaan arti atau ketidak jelasan arti, kontradiksi, dan kesalah fahaman. Kecuali jika kita mengambil Al Qur'an sebagai pedoman, dan Nabi Allah sebagai obyek dari Injil, semua upaya untuk menemukan kebenaran dan untuk sampai pada kesimpulan yang memuaskan akan berakhir dengan kegagalan. "The Higher Biblical Criticism" akan memandu anda sampai sejauh pintu gerbang dari kuil suci kebenaran, dan di sanalah berhenti, dilanda kekaguman dan ketidak percayaan. Panduan itu tidak membukakan pintu untuk masuk ke dalam dan meneliti dokumen-dokumen abadi yang tersimpan di dalamnya. Semua penelitian dan pengetahuan yang dipertunjukkan oleh ahli-ahli kritik yang "tidak berpihak" itu, apakah itu para pemikir liberal, para rasionalis, atau penulis-penulis terkemuka, betapapun, adalah terasa dingin yang menyesakkan, skeptis dan mengecewakan.
Belakangan saya membaca karya penulis Perancis Ernest Renan "La vie de Jesus, Saint Paul, dan L'Antichrist. Saya merasa kagum atas luasnya karya itu, yang kuno dan yang modern, yang telah dia teliti; dia mengingatkan saya pada Gibbon dan yang lainnya. . Namun, apakah kesimpulan daripada riset dan studi mereka yang luas sekali itu? NOL atau negasi. Dalam lapangan ilmu pengetahuan keindahan alam ditemukan oleh para positifis; tetapi dalam lapangan agama kaum positifis itu memporak perandakan agama dan meracuni sentimen keagamaan pembacanya. Jika para ahli kritik terpelajar ini mengambil semangat dari Al Qur'an sebagai pedoman mereka dan Nabi Muhammad saw sebagai penggenapan harfiah, moral dan praktis terhadap Hukum Suci, riset mereka pasti tidak begitu mengecewakan dan merusak. Orang yang religius menginginkan agama yang yang nyata (riil) dan bukan yang ideal; mereka menginginkan "Anak Manusia" yang akan mencabut pedangnya dan berbaris di depan tentaranya yang gagah berani untuk menghancurkan musuh Tuhan dan untuk membuktikan dengan perkataan dan perbuatan bahwa dia adalah "Tuan Hari Sabath" dan untuk sekaligus menghapuskannya karena orang-orang Yahudi telah menyalah gunakan hari itu, seperti halnya orang Kristen menyalah gunakan "Kebapakan" Tuhan. Nabi Muhammad saw melaksanakan semua hal tersebut ! Seperti telah sering saya ulangi dalam halaman-halaman ini, kita hanya dapat mengerti kitab-kitab suci yang telah banyak dikorupsi ini bila kita lakukan penetrasi dengan bantuan Al Qur'an, ke dalam pernyataan-pernyataan yang enigmatik dan kontradiktif, dan baru kemudian kita bisa menyaring dengan saringan kebenaran dan memisahkan yang asli dengan yang palsu. Misalnya, ketika berbicara tentang para pendeta terus menerus mengaburkan Sabath di kuil-kuil, dilaporkan bahwa Jesus telah berkata: "Perhatikanlah, ini adalah sesuatu yang lebih besar dari kuil" (Matius xii.6). Saya tidak bisa menduga arti dari adanya kata keterangan tempat "di sini" (here) dalam kalimat itu, kecuali jika kita berikan dan kaitkan sebuah tambahan huruf "t" kepadanya dan berbunyi "there" atau "di sana ada". Karena jika Jesus atau nabi lainnya sebelum beliau berani untuk menyatakan dirinya "lebih besar daripada kuil," pastilah dia segera akan digantung atau dilempari dengan batu oleh orang-orang Yahudi sebagai seorang "penghujat" kecuali jika dia bisa membuktikan dirinya sebagai "Anak Manusia" yang dibekali dengan kekuasaan dan kemuliaan seperti halnya Nabi Allah.
Penghapusan hari Sabtu oleh Pangeran dari para Nabi - Nabi Muhammad saw - disebutkan dalam surah 62 Al Jumu'ah. Sebelum masa Nabi Muhammad saw hari Jumu'ah itu oleh orang Arab disebut "A'ruba" sama dengan dalam Pshitta yang dalam bahasa Syriac "A'rubta" dari bahasa Aramiah "arabh" "tenggelam (matahari)" Hari itu disebut demikian karena sesudah matahari tenggelam pada hari Jumu'ah maka mulailah hari Sabath. Alasan yang diberikan untuk kesakralan hari Sabtu adalah bahwa pada hari itu Tuhan "jedah" dari karya penciptaan. Tetapi seperti dengan mudah dapat dilihat, ada dua alasan untuk memilih hari Jumu'ah . Yang pertama, karena pada hari itu karya agung penciptaan, atau pembentukan universal dari semua dunia yang tidak terhitung banyaknya, mahluk dan benda yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, planit, dan kuman-kuman telah disempurnakan. Ini ialah peristiwa pertama yang menginterupsi keabadian, ketika waktu, ruang, dan benda (matter) berubah menjadi sesuatu (being). Peringatan atau perayaan untuk memperingati, dan kesakralan peristiwa yang mengagumkan pada hari di mana penyempurnaan itu terselesaikan adalah adil, masuk akal, dan bahkan perlu. Alasan kedua, adalah bahwa pada hari ini do'a dan pemujaan diselenggarakan oleh orang-orang yang beriman dengan kesepakatan bersama, dan untuk alasan inilah hari itu disebut "jum'ah" yaitu kongregasi atau majlis atau pertemuan; ayat suci mengenai hal ini memberikan karakteristik pada kewajiban kita pada hari Jumu'ah sebagai: "Wahai orang -orang yang beriman, apabila diseru untuk sholat di hari Jumu'ah, bergegaslah dalam mengingat Allah dan tinggalkanlah perdagangan, dsb." (Q. 62 : 9). Orang-orang yang beriman diseru untuk bergabung dalam beribadah kepada Yang Maha Suci bersama-sama dalam satu Rumah yang diperuntukkan beribadah kepadaNya, dan untuk meninggalkan pada saat itu semua pekerjaan yang memberi keuntungan (perdagangan); namun seusai sholat Jumu'ah itu mereka tidak dilarang untuk meneruskan pekerjaannya masing-masing. Seorang Muslim sejati menyembah Sang Pencipta (sholat) sebanyak lima kali dalam masa dua puluh empat jam dengan penuh keikhlasan.
c. Kita telah membuat beberapa catatan mengenai pasal-pasal dalam St Matius (xviii. 11) di mana misi dari "Anak Manusia" adalah untuk "mencari dan menemukan kembali apa yang telah hilang." Ini adalah nubuah lain yang penting mengenai Nabi Muhammad saw, atau Barnasha apokaliptikal - meskipun tanpa diragukan hal itu telah dikorupsi dalam bentuk. "Hal-hal yang hilang" yang akan dicari oleh Barnasha dan dipulihkan kembali ada dalam dua kategori, religius dan nasional. Marilah kita teliti secara rinci:
1. Misi dari Barnasha adalah untuk mengembalikan kemurnian dan universalitas agama Nabi Ibrahim yang telah hilang. Seluruh orang dan suku keturunan bapak orang beriman itu harus dibawa masuk ke dalam lingkup "Agama Damai" yang tidak lain ialah "Dina da-Shlama," atau agama Islam. Agama Nabi Musa adalah bersifat nasional dan khusus, dan karenanya kependetaan yang turun temurun, pengorbanan-pengorbanan Levitikal dan ritual yang berlebih-lebihan (penuh kepongahan), Hari Sabath, jubilee dan festival, dan semua hukum serta kitab-kitab suci yang telah dikorupsi harus dihapuskan dan diganti dengan yang baru yang memiliki sifat universal, kekuatan, dan ketahanan. Nabi Jesus adalah seorang Yahudi; beliau pasti tidak telah mewujudkan karya yang begitu raksasa dan mengagumkan, karena secara material adalah tidak mungkin baginya untuk melakukan hal itu. Beliau berkata: "Saya datang bukan untuk merubah hukum atau para nabi," (Matius v. 17-19). Di pihak lain, kemusyrikan, dengan segala praktek pelbegu (pagan), takhayul, dan sihir, yang bangsa-bangsa Arab sangat tergila-gila pada hal-hal tersebut, sama sekali harus dikikis habis semuanya, dan Keesaan Allah serta Ketunggalan agama harus dipulihkan kembali di bawah bendera Utusan Allah atau Rasul Allah yang memuat Inskripsi Suci: "Saya bersaksi bahwa tidak ada sesuatu apapun yang patut disembah kecuali Allah; dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasul Allah."
2. Unifikasi dari bangsa-bangsa keturunan Nabi Ibrahim, dan para kawula mereka harus dipulihkan kembali dan terwujud. Dari catatan-catatan yang banyak dikorupsi, mementingkan diri, dan sinting tanpa bisa dibenarkan yang terdapat dalam Kitab-Kitab Suci Ibrani terdapat bias yang tidak pandang bulu yang mereka perlakukan terhadap orang non-Yahudi. Mereka tidak pernah merasa hormat terhadap keturunan lainnya dari nenek moyang besar Nabi Ibrahim; dan rasa antipati ini dipertunjukkan terhadap kaum Ismail, Edom, dan suku-suku Ibrahim lainnya bahkan ketika Israel telah menjadi penyembah berhala yang paling buruk dan kafir. Adanya kenyataan bahwa di samping Nabi Ibrahim dan Ismail ada kira-kira tiga ratus sebelas budak pria dan para pejuang yang ada dalam barisannya telah dikhitan (Kejadian/Genesis) adalah sebuah argumen yang dapat dipaksakan tanpa dapat dikirakan atas sikap orang Yahudi terhadap bangsa sepupu mereka. Kerajaan Daud hampir tidak memperluas batas-batas teritorialnya di luar daerah yang dalam masa pemerintahan Kekaisaran Ottoman hanya merupakan dua provinsi (Vilayets). Dan "Anak Daud" yang dinantikan oleh orang Yahudi dengan membawa atribut "Al Masih terakhir" mungkin bisa atau mungkin tidak bisa menduduki bahkan kedua provinsi tersebut; dan di samping itu, bilakah dia akan datang? Dia seyogyanya datang untuk menghancurkan "Binatang" Romawi. Ternyata "Binatang" itu hanya dimusnahkan dan dibunuh oleh Nabi Muhammad saw! Apalagi yang diharapkan? Ketika Nabi Muhammad saw, Barnasha apokaliptikal itu, mendirikan Kerajaan Damai (Islam), sebagian besar orang Yahudi di Arabia, Syria, Mesopotamia, dsb. dengan sukarela segera berdatangan kepada gembala agung manusia ketika beliau menampakkan diri dengan pukulan maut yang beliau pukulkan kepada dedengkot kemusyrikan ("Brute" of paganism). Nabi Muhammad saw mendirikan Persaudaraan yang universal, yang nukleus-nya tentulah keluarga Nabi Ibrahim, termasuk dalam anggota keluarganya adalah orang-orang Persia, Turki, Cina, Negro, Jawa, India, Inggris, dsb., keseluruhannya membentuk suatu "Umat" atau "Umtha da-Shlama," yaitu The Islamic Nation!
3. Kemudian pemulihan kembali tanah yang dijanjikan, termasuk tanah Kanaan dan semua teritori dari lembah sungai Nil hingga Efrat, dan lambat laun perluasan Kerajaan Allah dari Samodera Pasifik hingga pantai Timur Atlantik, adalah penggenapan yang ajaib dan mengagumkan dari seluruh nubuah mengenai Anak Manusia Yang Paling Suci dan Paling Agung!
Dengan mengingat karya yang mengagumkan yang dicapai oleh Nabi Muhammad saw untuk Satu Tuhan Sejati, kurun waktu yang singkat yang beliau perlukan, serta para sahabatnya yang pemberani dan setia dalam mencapai semua itu, serta akibat yang tidak mungkin bisa dihapuskan yaitu bahwa karya dan agama (yang dibawa oleh) Nabi Muhammad saw telah meninggalkan atas semua kerajaan dan para pemikir kemanusiaan hanya satu keinginan yaitu untuk melihat beliau bersinar dalam kemuliaan yang berlipat ganda di hadapan Singgasana Yang Maha Abadi seperti telah disaksikan oleh Nabi Daniel dalam visinya, karena orang tidak bisa mengetahui penghormatan apa yang harus diberikan kepada Nabi Arabia ini!
BAB 21
ANAK MANUSIA MENURUT VERSI WAHYU YAHUDI
Dari apa yang telah dibicarakan dalam halaman-halaman ini maka sebutan "Barnasha" atau "Anak Manusia" bukanlah sebuah gelar seperti "Al Masih" yang dapat diberikan kepada sebarang nabi, kepala pendeta, dan raja yang secara sah telah diurapi, tetapi bahwa sebutan ini adalah sebuah kata nama diri (proper noun) yang merupakan milik khusus Nabi Terakhir. Para Penglihat Masa Depan (semacam para normal), para sofi (semacam ahli falsafah bukan ahli tasawuf) dan para ahli wahyu (apocalyptist) melukiskan "Anak Manusia" yang akan datang pada waktunya seperti telah ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa untuk menyelamatkan orang-orang Israel dan Jeruzalem dari penindasan kaum kafir dan untuk mendirikan kerajaan "Orang-orang suci dari Yang Maha Tinggi" yang permanen. Para penglihat masa depan, para sofi meramalkan bangkitnya seorang Penyelamat Yang Sangat Berkuasa; mereka melihat dia - hanya dalam suatu visi, wahyu dan keimanan - dengan segala kuasa dan kemuliaannya. Tidak ada Nabi atau Sofi yang pernah berkata bahwa dia sendiri adalah "Anak Manusia" itu, dan bahwa dia "akan datang lagi pada Hari Akhir untuk mengadili baik orang-orang yang pandai ("quick") dan yang sudah mati, seperti dituliskan dalam Dekrit Nicea yang seakan-akan itu dilakukan atas kuasa Jesus Kristus.
Penggunaan yang sering oleh para penginjil atas sebutan yang kita persoalkan ini menunjukkan, dengan sangat pasti, pengenalan mereka dengan Wahyu Yahudi (Jewish Apocalypses), seperti juga suatu keyakinan yang mantap dalam otentisitas dan asal muasalnya yang suci. Sangat jelas bahwa Wahyu yang memuat nama-nama nabi Enoch (Idris), Musa, Baruch, dan Ezra telah ditulis jauh sebelum Injil; dan bahwa nama "B arnasha" yang disebut di dalamnya itu dipinjam oleh para pengarang Injil; jika tidak demikian maka penyebutan gelar itu yang sering dilakukan akan menjadi misterius dan tidak dapat dimengerti sama sekali - jika bukan suatu penemuan baru yang tidak memiliki arti apapun. Karena itu diikuti dengan bahwa Nabi Jesus itu: atau beliau mempercayai dirinya adalah "Anak Manusia" seperti tersebut dalam Wahyu; atau beliau mengetahui bahwa "Anak Manusia" itu adalah seseorang yang berbeda sama sekali daripada dirinya sendiri. Jika beliau meyakini dirinya adalah "Anak Manusia" itu, maka berikutnya ialah atau Jesus itu atau para Ahli Wahyu itu yang melakukan kesalahan; dan dalam hal manapun dari kedua alternatif itu semua argumen dengan sangat pasti akan bertentangan dengan Jesus Kristus. Karena kesalahan beliau mengenai dirinya sendiri serta misinya adalah sama buruknya dengan ramalan yang keliru dari para Ahli Wahyu yang beliau yakini sebagai orang-orang yang mendapat ilham suci. Sudah barang tentu penalaran yang dilematik ini akan membawa kita pada kesimpulan akhir yang tidak menguntungkan bagi diri beliau sendiri. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Nabi Jesus dari ketidak hormatan ini ialah untuk memandang beliau sebagaimana diungkapkan oleh Al Qur'an kepada kita; dan sesuai dengan itu memberikan tanggung jawab semua pernyataan yang bertolak belakang serta tidak koheren mengenai diri beliau di dalam Injil itu kepada para pengarang Injil itu sendiri atau para redaktirnya.
Sebelum membicarakan lebih lanjut tentang subyek "Anak Manusia" sebagaimana digambarkan dalam Wahyu Yahudi, beberapa fakta harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Pertama, Kitab-kitab Wahyu itu bukan saja tidak termasuk dalam kanon Injil Ibrani, bahkan kitab -kitab itu tidak pula termasuk dalam Apocrypha atau yang disebut kitab-kitab Perjanjian Lama yang "Deutro-canonical". Kedua, pengarang kitab-kitab itu tidak diketahui. Kitab-kitab itu mencantumkan nama Enoch, Musa, Baruch, Ezra, namun pengarang atau editor yang sesungguhnya tampaknya telah mengetahui pemusnahan final atas Jeruzalem dan berseraknya orang-orang Yahudi di bawah pemerintah Romawi. Nama-nama pseudo ini telah dipilih, bukan dengan tujuan penipuan, tetapi karena motif kealiman oleh para sofi atau ahli penglihat masa depan yang telah menyusun kitab-kitab itu. Bukankah Plato telah mengatas namakan pandangannya dan dialektikanya itu pada sang guru Socrates? Ketiga, "kitab-kitab" ini menurut Rabbi Agung Paul Haguenauer adalah "dalam bentuk yang bertolak belakang, misterius, supernatural, mencoba untuk menerangkan rahasia alam, asal muasal (sic) Tuhan, masalah baik dan buruk, keadilan dan kebahagiaan, masa lalu dan masa yang akan datang. Terhadap semua masalah itu kitab Wahyu (Apocalypse) itu mengungkapkan beberapa hal yang melampaui pengertian manusia pada umumnya. Pribadi-pribadi utamanya ialah Enoch, Musa, Baruch, Ezra. Tulisan-tulisan ini jelas sekali produk dari masa derita dan bencana dari Judaisme (Munuel de Litterature Juivre Nancy, 1927). Konsekuensinya ialah kitab-kitab itu tidak sepenuhnya dapat lebih dimengerti lagi daripada wahyu yang memakai nama apostel St Yohanes. Keempat, wahyu-wahyu ini telah diinterpolasi (ditambahi atau disisipi) oleh orang-orang Kristen. Dalam kitab Enoch "Anak Manusia" itu juga disebut "Anak Perempuan" serta "Anak Tuhan", dengan begitu ada interpolasi teori inkarnasi gereja; sangat pasti sekali bahwa tidak akan mungkin ada orang Yahudi yang akan menulis "Anak Tuhan". Kelima, akan dicatat bahwa doktrin mengenai al masih ini adalah sebuah perkembangan kemudian dari ramalan-ramalan kuno tentang Nabi Allah Yang Terakhir sebagaimana telah diramalkan oleh Yacob dan Nabi-Nabi lainnya. Bahwa "Penyelamat Terakhir" ini diklaim sebagai dari turunan Daud hanyalah terdapat dalam Apocrypha dan Apocalypse, dan khususnya dalam tulisan para Rabbi (pendeta Yahudi). Benar bahwa ada ramalan sesudah penangkapan oleh orang Babilonia, dan bahkan sesudah deportasi atas Sepuluh Suku Bangsa ke Asiria, mengenai "Anak Daud" yang akan datang untuk mengumpulkan kembali orang-orang Israel yang tersebar itu. Namun semua ramalan itu telah tergenapi hanya sebagian saja di bawah Zorobabel - seorang dari turunan Raja Daud. Kemudian sesudah invasi orang Yunani ramalan yang sama telah diungkapkan dan diumumkan, dan kita hanya melihat Judah Maqbaya yang berjuang dengan sedikit keberhasilan melawan Antiochus Epiphanes. Tambahan lagi, sukses ini bersifat sementara dan tidak bernilai permanen. Kitab wahyu (apocalypse) yang membawakan visinya dari masa sesudah pemusnahan Jeruzalem oleh Titus dan Vespasian, meramalkan "Anak Manusia" yang akan muncul dengan kekuasaan dan kekuatan besar untuk membinasakan kekuasaan Romawi dan musuh-musuh orang Israel lainnya. Dua puluh abad telah berlalu sebelum Kekaisaran Romawi dibinasakan dalam abad ke 5 S.M. oleh seorang maharaja Turki - Atilla - seorang Hun yang musyrik - dan akhirnya oleh seorang Turki Muslim, Fatih Muhammad II. Namun kekuasaan itu telah dibinasakan secara menyeluruh dan untuk selamanya di tanah yang dijanjikan kepada Ismail oleh Sultan para Nabi, Muhammad al-Mustapha.
Kini tinggal ada dua observasi yang saya tidak dapat mengingkarinya dalam kaitan ini. Kalau saja saya ini seorang Zionist yang penuh semangat, atau seorang Rabbi yang paling terpelajar, pastilah saya sekali lagi akan mempelajari masalah ke - almasihan ini seintensif dan seadil mungkin (tidak berpihak) yang dapat saya lakukan. Dan kemudian saya akan menganjurkan dengan sangat rekan-rekan seagama saya orang-orang Yahudi untuk menghentikan dan meninggalkan harapan (akan datangnya al masih - pen.) ini selama-lamanya. Bahkan seandainya "Anak Daud" menampakkan diri di atas bukit Zion, dan meniup trompet, dan mengklaim dirinya "Al Masih", saya akan menjadi orang pertama yang akan mengatakan kepada mereka dengan garang: "Maaf tuan-tuan, anda telah terlambat! Jangan ganggu keseimbangan di Palestina! Jangan tumpahkan darah! Jangan biarkan para malaikat anda mencampurkan diri dengan racun yang mengerikan ini! Apapun keberhasilan yang mungkin anda peroleh dari petualangan anda, saya khawatir keberhasilan itu tidak akan melampaui keberhasilan nenek moyang anda Raja Daud, Zorobabel, dan Judah Maccabaeus (Maqbaya)!" Penakluk Agung dari Ibrani bukanlah Daud tetap Jesus bar Nun (Joshuah); dia adalah almasih yang pertama, yang bukannya mengkonversikan orang-orang musyrik penyembah berhala dari suku bangsa Kanaan yang telah begitu banyak menunjukkan keramahan dan kebaikan kepada Nabi Ibrahim, Ishak dan Yacob, namun bahkan tanpa ampun telah membunuh semuanya. Dan Joshuah tentu saja adalah seorang Nabi dan Al Masih pada waktunya. Setiap Hakim Israel selama kurun waktu tiga abad atau lebih adalah seorang Al Masih dan Penyelamat. Dengan demikian kita dapati bahwa selama masa bencana nasional, terutama sebuah katastrofi, seorang Al Masih telah diramalkan, dan seperti biasanya penyelamatan itu selalu terwujud segera setelah bencana itu dan dalam tingkat yang sangat kurang memadai. Merupakan sifat yang aneh bangsa Yahudi bahwa hanya mereka sendiri sajalah dari seluruh bangsa-bangsa, melalui penaklukan-penaklukan yang mentakjubkan oleh seorang Anak Daud, menginginkan dominasi universal atas seluruh penduduk dunia. Kesemrawutan dan kelambanan mereka itu sangat sesuai dengan keyakinan mereka yang tidak tergoyahkan akan kebangkitan "Singa dari Judah". Sementara mereka menanti Moshiakh yang di dalam Islam disebut sebagai "Massiekh, ad-dajjal" yang berarti yang anti Kristus atau almasih palsu. Dan barangkali itulah alasan mengapa mereka itu memusatkan seluruh sumber daya, enerji dan kekuatan nasional mereka serta melakukan usaha bersama untuk menjadi orang yang memerintah dirinya sendiri (bangsa merdeka). Ini ialah introduksi dari kesimpulan tentang munculnya mahluk yang anti kristus dan munculnya cicit dari Nabi Muhammad saw, Al Mahdi, melalui puteri beliau Fatimah yang dipercayai baik oleh kaum Sunni maupun Syi'ah. Al Mahdi akan memerangi mereka yang anti kristus, kemudian Jesus akan turun dan membunuh anti kristus itu di bawah pohon yang menghadap ke danau Tiberias yang telah menjadi kering untuk masa yang panjang, tetapi kini telah berisi air kembali.
Nah kini orang-orang Kristen yang mengklaim Jesus adalah Anak Manusia yang diramalkan itu, saya ingin memberanikan diri untuk berkata: Jika beliau itu benar Sang Penyelamat bangsa Israel pastilah beliau telah menyelamatkan bangsa itu dari kekuasaan Romawi, tidak peduli apakah orang Yahudi mempercayai beliau apa tidak. Penyelamatan yang utama, terima kasih dan kesetiaan kemudian; dan bukan sebaliknya. Pertama-tama orang harus dibebaskan dari kaum penakluknya dengan membunuh atau menakuti mereka, dan kemudian diharapkan mereka menunjukkan keterikatan dan kesetiaannya kepada sang penyelamat. Orang-orang Yahudi bukanlah pasien dari sebuah rumah sakit yang harus dikunjungi para dokter dan perawat; mereka praktis adalah tawanan yang terikat dan perlu ada seorang pahlawan untuk memerdekakan mereka. Keyakinan mereka kepada Tuhan dan kepada hukumNya adalah sesempurna para nenek moyangnya di kaki bukit Sinai ketika Dia menurunkannya kepada Nabi Musa. Mereka tidak memerlukan seorang nabi penyihir; seluruh sejarah bangsa itu telah terjalin erat dengan hal-hal yang mentakjubkan serta keajaiban. Hidupnya lagi Lazarus yang telah mati, terbukanya mata buta Barimaeus, atau penyembuhan penderita lepra yang telah tersingkir, tidaklah pernah akan memperkuat keyakinan mereka dan tidak pula akan memuaskan kehausan mereka akan kebebasan dan kemerdekaan. Orang-orang Yahudi itu menolak Jesus bukan karena beliau itu bukan "Anak Manusia" yang diramalkan atau Al Masih - bukan pula karena beliau itu bukan seorang Nabi, karena mereka mengetahui dengan pasti bahwa beliau tidak mengklaim dirinya sebagai "Anak Manusia" yang diramalkan itu, dan bahwa beliau itu benar seorang Nabi, tetapi karena mereka membenci Jesus disebabkan perkataan beliau: "Al Masih itu bukan keturunan Nabi Daud (Anak Daud), tetapi Al Masih itu adalah Tuan (Lord) beliau (Matius xxii. 44-46; Markus xii. 35-37; Lukas xx. 41-44).
Sangat jelas sekali karena itu bahwa penerimaan atau penolakan oleh orang-orang Yahudi atas Jesus itu bukan suatu syarat sine qua non untuk menentukan sifat dari misinya. Jika beliau itu seorang Penyelamat Yang Terakhir pastilah beliau telah membuat orang-orang Yahudi itu tunduk patuh kepadanya, nolens volens, seperti yang telah diperbuat oleh Nabi Muhammad saw. Namun kontras antara dua keadaan yang dijumpai oleh masing-masing dari dua orang Nabi itu sendiri, dan hasil karya mereka, tidak mengenal dimensi dan batas. Cukup kiranya untuk mengatakan bahwa Nabi Muhammad saw telah menkonversikan sekitar sepuluh juta orang Arab yang penyembah berhala itu menjadi bangsa yang memiliki keyakinan yang sangat tulus dan bergairah kepada Tuhan yang sebenarnya, dan hampir sama sekali mencabut akar kemusyrikan di negeri di mana kemusyrikan itu telah berurat berakar. Hal ini beliau lakukan, karena di satu tangan beliau memegang Hukum dan di tangan lainnya Tongkat Kekuasaan (Sceptre); yang pertama ialah Al Qur'an dan yang kedua ialah lambang kekuasaan dan pemerintahan. Beliau dibenci, dicaci maki, ditindas oleh orang-orang Arab dari puak yang paling terhormat di mana beliau itu berasal, dan terpaksa lari untuk menyelamatkan diri; namun dengan berkat Kekuasaan Allah beliau telah berhasil membuat karya terbesar bagi jalan agama yang benar yang tidak ada Nabi lainnya sebelum beliau yang pernah bisa mewujudkannya.
Kini saya akan melanjutkan untuk menunjukkan bahwa Anak Manusia yang diramalkan itu tidak lain ialah Nabi Muhammad al-Mustapha.
1. Bukti yang paling absah dan penting bahwa Barnasha yang diramalkan itu ialah Nabi Muhammad saw diberikan dalam deskripsi yang indah dalam visi Nabi Daniel (vii) yang telah dibicarakan dalam artikel terdahulu. Dengan cara apapun tidak mungkin menemukan Barnasha seperti digambarkan di dalam visi Nabi Daniel pada siapapun pahlawan orang-orang Maqbaya (Makabi) atau pada diri Nabi Jesus; tidak pula mungkin bahwa Binatang yang mengerikan yang telah dibunuh dan dibinasakan oleh Anak Manusia itu seorang prototipe Antiochus Epiphanes atau kaisar Romawi Caesar, Nero. Kejahatan terpuncak dari Binatang yang mengerikan itu ialah "tanduk Kecil" yang mengucapkan hujatan terhadap Yang Maha Tinggi dengan menyekutukan ZatNya dengan tiga pribadi suci yang sama-sama abadi dan penindasan terhadap mereka yang tetap menyakini Keesaan Tuhan. Constantine Agung adalah manusia yang dilambangkan sebagai Tanduk Kecil yang tersembunyi itu.
2. Kitab Enoch (Apocalypse of Enoch) (*) meramalkan kehadiran Anak Manusia pada saat ketika sekelompok kecil domba, meskipun dipertahankan dengan mati-matian oleh seekor domba jantan, akan diserang dengan hebat oleh sekawanan burung pemangsa dari atas dan oleh binatang-binatang buas pemakan daging di daratan. Di antara musuh-musuh kelompok kecil domba itu tampak terlihat banyak kambing-kambing jantan dan domba lainnya yang telah tersesat. Tuan dari kelompok itu, seperti halnya seorang gembala yang baik, tiba-tiba muncul dan menghantam bumi dengan tongkat kekuasaannya (sceptre); bumipun membuka dan menelan musuh yang menyerang itu; mengejar dan mengusir pergi dari padang gembalaan sisa-sisa dari burung dan orang-orang biadab. Kemudian sebuah pedang diberikan kepada kelompok itu sebagai lambang kekuasaan dan senjata pemusnah. Sesudah itu kelompok itu tidak lagi dipimpin oleh domba jantan tetapi oleh sapi putih dengan dua buah tanduk besar berwarna hitam.
(* Catatan Prof. Keldani - Saya menyesal untuk mengatakan bahwa "Jewish Apocalypses" tidak bisa saya peroleh. Buku-buku ensiklopedi hanya memberikan suatu konpendium dari masing-masing kitab, yang tidak memuaskan maksud saya untuk meneliti teks itu. Saya tahu bahwa archbishop Laurence dari Irlandia telah menterjemahkan apocalypse ini ke dalam bahasa Inggris, namun sayang itupun tidak bisa saya peroleh)
Visi yang parabolik ini cukup transparan. Dari Nabi Yakub ke bawah "orang-orang terpilih" itu diwakili secara simbolis oleh kelompok domba. Keturunan Esau digambarkan sebagai babi. Orang-orang da suku-suku bangas kafir lainnya dalam visi itu diwakili oleh, sesuai dengan karakteristik masing-masing, sejenis gagak (ravens), rajawali (eagles), burung hering (vultures) dan jenis-jenis kejam yang berbeda-beda, semua haus untuk menghisap darah domba atau lapar untuk mengganyang mereka. Hampir semua pakar Injil setuju bahwa visi itu menunjuk pada masa derita dan orang-orang Maqbaya dan perjuangan berdarah mereka melawan tentara Antiochus Epihanes hingga kematian John Hurcanus dalam tahun 110(?) S.M.. Cara menafsirkan visi ini adalah sama sekali salah, dan mengurangi arti dari seluruh kitab menjadi nol. Bahwa seorang Nabi dari masa sebelum banjir besar (antediluvian) atau seorang Penglihat Masa Depan harus mengilustrasikan sejarah manusia dari sudut pandang agama, mulai dari Adam, di bawah lambang Sapi Putih, dan berakhir dengan John Hurcanus atau saudara laki-lakinya Judah Maccabacus (Maqbaya) sebagai Sapi Putih Terakhir, dan kemudian meninggalkan kelompok "orang-orang beriman" untuk diganyang lagi oleh orang-orang Romawi, orang-orang Kristen, dan orang-orang Islam hingga kini, adalah sangat tidak masuk akal dan mengejutkan. Pada kenyataannya, perang Maqbaya dan konsekuensinya tidak begitu berarti dalam sejarah agama Tuhan untuk menjadi yang akhir titik perkembangannya. Tidak seorangpun orang Maqbaya yang menjadi nabi, tidak juga mereka para pendiri apa yang disebut "pemerintahan Mesianik" yang Injil menyebutnya sebagai "Kerajaan Tuhan". Tambahan lagi, interpretasi visi ini tidak konsisten dengan karakter yang diwakili dalam drama di bawah lambang figuratif tuan dari kelompok, tongkat kekuasaan di tangan, Domba jantan, dan Sapi Putih; dan kemudian dengan sebuah pedang besar yang diberikan kepada para penggembala dengan mana mereka membunuh atau mengenyahkan binatang dan burung-burung yang berdosa itu. Selanjutnya, interpretasi ala Kristen atas kitab ramalan Enoch tidak menerangkan transplantasi yang mistikal atau pemindahan Jeruzalem yang ada di bumi itu ke suatu negeri yang lebih ke selatan; dan arti apa dapat diberikan kepada Rumah Tuhan yang baru itu yang dibangun di tempat yang lama, lebih besar dan lebih tinggi daripada bangunan terdahulu yang sakral, ke mana kelompok-kelompok bukan saja dari orang-orang beriman - orang-orang Yahudi yang setia - tetapi juga berbagai bangsa-bangsa kafir yang telah memeluk agama Anak Manusia yang telah membinasakan musuh dengan tongkat kekuasaan! Karena semua perbuatan dan representasi khusus dilihat dan digambarkan di dalam visi yang dramatis ini. Rantai yang menghubungkan semua peristiwa yang dilukiskan dalam bahasa figuratif itu bermula dari Nabi Adam dan berakhir pada diri pribadi Nabi dari Mekkah! Ada beberapa argumen yang otoritatif untuk membuktikan claim ini,
a. pembagian menjadi dua atas domba itu menunjuk pada orang-orang ahli Kitab, apakah itu orang Yahudi atau orang Kristen, yang diantara mereka terdapat orang yang beriman kepada Satu Tuhan, dan juga orang-orang yang menjadi Nabi Jesus dan Roh Suci sama dan sezaman (sama-sama ada) dengan Tuhan. Para ahli penglihat masa depan membedakan orang-orang beriman dengan orang-orang yang ingkar (apostate). Injil menyebutkan bahwa pada Hari Pengadilan Akhir "domba itu akan dipisahkan dari kambing" (the sheep will be separated from the goats) - Matius xxv. 32-46. dsb. - yang menunjukkan kesamaan pandangan. Tentang "ram" (sejenis kambing jantan) yang simbolis, mungkin bisa kita artikan sebagai Arius atau beberapa pemimpin kaum Unitarian bagi kaum Nasrani, dan Rabbi Kepala untuk orang-orang Yahudi yang beriman - karena mereka keduanya memiliki musuh yang sama. Bila kita mengidentifikasikan Constantine dengan Tanduk yang jahat, secara adil kita boleh mengidentifikasikan Arius dengan "Ram". Sebenarnyalah Arius berhak atas kehormatan ini karena dia mengepalai kelompok yang lebih besar dalam Konsili Nicea dan dengan gigih mempertahankan agama sejati terhadap doktrin Tinitas yang mengerikan dan gereja-gereja Sakramen. Dari sudut pandang Muslim yang lurus, maka orang Yahudi sejak dari saat penolakan mereka dan penghukuman hingga mati atas Jesus Kristus telah berakhir bagi mereka sebutan "sebagai orang-orang yang terpilih", dan bahwa gelar kehormatan itu hanya boleh disandang oleh orang yang beriman kepada kerasulan Nabi Jesus.
b. "Anak Manusi" yang telah menyelamatkan kelompok domba dari berbagai macam musuhnya yang telah dibenamkan ke dalam perut bumi dengan menghantamkan secara bersemangat kedudukannya yang pastoral kepada musuh itu dan memberikan pedang yang kuat kepada domba untuk membantai orang-orang biadab dan burung-burung pemangsa yang kafir, secara pastilah Nabi Muhammad saw. Tongkat Kerajaan (sceptre, atau shebet dalam bahasa Ibrani,) adalah lambang kedaulatan, jurisdiksi, dan pemerintahan. Sceptre kecil yang diberikan Tuhan kepada suku Judah (Genesis xlix. 10) telah diambil kembali, dan sceptre yang lebih kuat dan besar diberikan kepada Nabi Allah (("Shiloah") sebagai gantinya. Sesungguhnya sangat menakjubkan betapa visi kenabian dari para Penglihat Masa Depan dengan secara harfiah telah tergenapi ketika sceptre yang di tangan Nabi Muhammad saw menjadi lambang kedaulatan Muslim atas seluruh negara-negara Mesir, Asiria, Kaldea, Siria dan Arabia - di mana hamba-hamba Tuhan ditindas oleh kekuatan kaum musyrikin yang ada di negeri itu, dan oleh kekuatan asing (luar negeri) yang kafir dari Medo Persi, Yunani dan Romawi! Alangkah mulianya penggenapan ramalan itu ketika domba-domba itu, yang selama bertahun-tahun telah dihadapkan pada paruh dan cakar burung pemangsa yang tidak memiliki rasa belas kasih dan pada gigi-gigi dan cakar yang tajam dan mengerikan dari binatang-binatang, kini telah dilengkapi dengan sebuah pedang besar untuk mempertahankan diri yang dilakukan oleh kaum Muslimin hingga darah para Syuhada secara sama telah tertebus (Rev. vi. 9-11).
c. Sapi Jantan Putih. Hingga zaman Nabi Ismail, semua Nabi dilambangkan sebagai sapi jantan putih; namun semenjak Nabi Yakub dan selanjutnya ke bawah para pangeran dari orang-orang terpilih muncul dalam bentuk "ram" - sejenis kambing jantan. Agama yang universil telah diperkecil menjadi agama nasional; dan Kaisar telah menjadi seorang Kepala kecil saja. Sekali lagi di sini ada penggenapan visi yang menakjubkan dalam zaman Islam. Para pemimpin atau para patriarch dari agama internasional dilambangkan sebagai sapi jantan putih, dan para pemimpin Muslim dari orang-orang beriman juga sebagai sapi jantan putih, dengan hanya satu perbedaan bahwa sapi jantan putih yang belakangan itu (pemimpin-pemimpin Muslim) mempunyai tanduk hitam yang besar sebagai lambang kekuasaan ganda, spiritual dan temporal. Di antara semua binatang menyusui yang murni tidak ada satupun yang lebih cantik dan mulia selain daripada sapi jantan putih, dan lebih begitu lagi terutama bila sapi jantan putih itu kepalanya dihiasi dengan sepasang tanduk hitam yang besar. Sapi itu tampak paling anggun sebagai raja dan penuh dengan keelokan! Sangat patut dicatat bahwa para Imam dari orang-orang beriman, apakah itu seorang khalifah atau seorang Sultan, atau memiliki kedua gelar tersebut, sangat terkemuka dan siang serta malam selalu disnari oleh kemurnian iman dan amalnya serta oleh kemantapan kekuatan dan kekuasaan atas orang-orang beriman yang begitu tak terhitung banyaknya yang terdiri semua jenis suku bangsa dan bahasa! Dengan secara tegas visi itu menyatakan dengan tulus masuknya dan penerimaan orang-orang yang berpindah agama (apostates) serta orang-orang yang tidak beriman ke dalam kelompok domba - orang Yahudi, beribu-ribu daripada mereka - orang-orang Kristen, dan Sabiin, begitu juga jutaan orang Arab dan bangsa-bangsa lain yang kafir, telah meyakini akan Keesaan Allah dan memeluk Islam. Dalam hubungan ini patut dicatat bahwa semua darah yang tertumpah dalam perang Badr, Uhud, dan ekspedisi lain-lainnya yang dipimpin secara pribadi oleh Nabi Muhammad saw, tidaklah dapat melebihi seperseratus dari darah yang tertumpah oleh Nabi Joshua. Namun tidak sepercik apapun kekejaman atau ketidak adilan dapat dituduhkan kepada Nabi Allah. Beliau adalah pengasih, mulia, pemurah, dan pemaaf. Itulah sebabnya mengapa hanya beliau sendiri saja "Anak Manusia" di antara semua umat manusia yang diperlambangkan dalam berbagai visi para Nabi seperti halnya manusia pertama sebelum kejatuhannya!
d. "Anak Manusia" itu mendirikan Kerajaan Damai, yang ibukotanya bukan lagi Jeruzalem, tetapi Jeruzalem baru - "Daru 's-Salam" atau "kota atau istana Perdamaian". Para Sofi atau para Penglihat Masa Depan dalam visi yang indah ini menceriterakan bagaimana Jeruzalem yang di bumi itu diangkat dan ditanamkan kembali di sebuah negeri di Selatan; tetapi sebuah Rumah Tuhan yang baru, lebih besar dan lebih tinggi daripada yang semula, dibangun di atas reruntuhan bangunan yang terdahulu! Tuhan Yang Maha Pengasih! betapa indahnya semua ini telah diwujudkan oleh NabiMu yang paling terkemuka dan suci Muhammad saw! Tidak lain dan tidak bukan Jeruzalem yang baru itu adalah Mekkah, karena kota ini tertelak di sebuah negeri di Selatan, dua bukitnya, "Marwa" dan "Sapha" menyandang nama yang sama dengan Moriah dan Zion, dari akar kata serta arti yang sama tetapi secara orisinil lebih dahulu adanya. "Irushalem" atau "Urshalem" dari masa lalu menjadi kota "Cahaya dan Perdamaian". Untuk alasan ini jugalah mengapa Mekkah sebagai tempat kedudukan Ka'aba yang suci menjadi Kiblat - arah yang orang-orang Muslim menghadapkan mukanya ketika bersholat. Di sini setiap tahun puluhan ribu (kini jutaan! - pen.) umat Islam berhajji dari seluruh penjuru dunia berkumpul, mengunjungi Ka'aba yang suci, menunaikan korban, dan memperbaharui iman mereka kepada Allah dan berjanji menjalani hidup baru sebagai seorang Muslim yang taat. Bukan saja hanya Mekkah, tetapi juga Medina dan wilayah yang mengitarinya telah menjadi tanah suci dan tidak boleh melakukan pelanggaran di dalamnya, dan terlarang bagi setiap non Muslim, laki-laki atau perempuan! Juga hal ini ada dalam penggenapan visi Nabi Idris atau Enoch, bahwa khalifah kedua Omar bin Khatab r.a. membangun kembali Mesjid Suci di Jeruzalem di atas bukit Moriah, di tempat kedudukan Rumah Tuhan Solomon! Semua ini membuktikan dengan sangat indah bahwa visi yang dilihat oleh para Penglihat Masa Depan adalah karena ilham Tuhan, yang melihat peristiwa-peristiwa Muslim dalam masa datang yang jauh di depan. Dapatkah Roma dan Byzantium mengklaim dirinya sebagai Jeruzalem Baru? Dapatkah Paus atau Patriarch yang menghujat (kelompok dissident) mengklaim dirinya sebagai Sapi Jantan Apokaliptikal dengan dua buah tanduk yang besar? Dapatkah agama Kristen mengklaim dirinya sebagai Kerajaan Perdamaian (Islam="Shalom") sementara agama itu menjadikan Nabi Jesus dan Ruh Suci sezaman dan bersama ada dengan Tuhan Yang Maha Esa yang mutlak? Jawabannya seratus persen pasti tidak!!!
e. Dalam bagian-bagian lalu yang berhubungan dengan Kerajaan Damai, Al Masih disebut Anak Manusia, tetapi dalam Pengadilan Akhir Zaman yang mengikuti akhir dari Pemerintahan Islam atau Perdamaian disebut sebagai "Anak Perempuan" dan "Anak Tuhan" dan dijadikan hadir besama Tuhan dalam Pengadilan Dunia. Para pakar semuanya mengakui bahwa pernyataan yang berlebihan dan tidak masuk akal ini tidak berasal dari orang Yahudi, tetapi berasal dari imajinasi orang-orang Kristen, disisipkan dan diinterpolasikan oleh orang Kristen.
Ramalan-ramalan (apocalypses) yang lain yang menyandang nama Musa, Baruch, Ezra, the Jubilees dan Oracula Sibylliana harus dipelajari secara tidak memihak, karena hanya dengan cara itu maka seperti halnya dengan ramalan Daniel dan Enoch, bukan saja ramalan itu bisa dimengerti tetapi juga membuktikan bahwa ramalan itu digenapi hanya oleh Nabi Muhammad saw.
BAB 22
NABI DARI ARABIA SEBAGAIMANA DIUTARAKAN DALAM INJIL "BEBAN ATAS ARABIA" YESAYA XXI. 13.
Masa pakar klasik yang gersang saat ini, bersamaan dengan kelangkaan pengetahuan kita mengenai bahasa-bahasa kuno yang meningkat, telah memenggal selera modern dalam usahanya untuk mengapresiasi usaha-usaha semacam itu pada saat saya bermaksud menuju ke arah situ. Halaman-halaman berikut telah menghasilkan beberapa serial artikel yang paling mampu dari Profesor Abdul Ahad Dawud, namun saya tak yakin bahwa banyak orang, termasuk mereka yang dari gereja-gereja Kristen, yang dapat mengikuti uraian yang begitu terpelajar dari Profesor yang sangat cerdas itu. Semakin lebih lagi saya kagum ketika beliau berusaha membawa para pembaca ke masalah bahasa yang telah mati dan habis setelah ribuan tahun yang lalu. Bagaimana dengan bahasa Aramiah, ketika sangat sedikit di antara para pendeta yang mampu untuk mengerti Vulgate dan Injil Perjanjian Baru versi Yunani yang orisinil? Lebih istimewa lagi ketika para peneliti kita itu hanya mendasarkan diri semata-mata pada etimologi Yunani dan Latin! Apapun nilai yang mungkin dari disertasi semacam itu di mata orang lain, kita saat ini mutlak tidak mampu untuk mengapresiasi disertasi itu dari sudut keterpelajaran; karena kegandaan arti (ambiguity) ramalan yang terkait dengan ucapan-ucapan profetik yang saya rujuk, membuatnya cukup elastis untuk menutupi setiap masalah.
"Yang terkecil" dalam ramalan Nabi Yahya (Yohanes) Pembaptis tidak mungkin anak Maryam, meski beliau dipandang dengan cara yang sedemikian menghina oleh suku bangsanya sendiri. Tukang Kayu yang suci itu berasal dari orang tua yang sederhana. Beliau diteriaki, diejek dan didiskreditkan; beliau diremehkan dan dibuat seperti "yang terkecil" dalam pandangan umum oleh para penulis dan kaum Farisi. Semangat yang berlebihan yang ditunjukkan oleh para pengikutnya dalam abad kedua dan ketiga Masehi, yang selalu cenderung untuk meloncat ke apapun dalam bentuk ramalan dalam Injil, dengan sendirinya akan membawa mereka untuk mempercayai bahwa Tuan (Lord) mereka itu adalah orang yang dirujuk oleh Yahya Pembaptis.
Namun masih ada kesulitan lain menghadang di jalan. Bagaimana seseorang bisa mengandalkan kesaksian dari sebuah buku yang diakui penuh dengan ceritera-ceritera rakyat ? Secara universil keaslian Injil telah dipertanyakan. Tanpa mempersoalkan keasliannya, paling tidak kita boleh berkata bahwa kita tidak dapat menggantungkan diri pada pernyataan-pernyataan Injil tentang Jesus serta keajaibannya. Beberapa orang bahkan telah melangkah begitu jauh untuk mengatakan bahwa eksistensinya sebagai pribadi sejarah patut dipertanyakan, dan bahwa atas kuasa Injil adalah akan sangat berbahaya dalam hal ini untuk sampai pada kesimpulan apapun yang tampaknya aman. Seorang Kristen dari tipe fundamentalis tidak dapat dengan baik mengatakan apapun menentang pernyataan saya dalam hal ini. Bila "kalimat-kalimat sesat" dan kata-kata yang telah tercemari dalam Perjanjian Lama dapat dipisahkan oleh para penulis sinoptik sebagai telah diucapkan oleh Jesus, maka komentar atau tafsir oleh para penulis yang memiliki kepakaran tentang artikel-artikel yang ilmiah dan menyerap banyak perhatian ini haruslah menjadi acuan setiap rasa hormat dan apresiasi bahkan dari para pendeta. Saya menulis dalam upaya yang sama, namun saya telah mencoba mendasarkan argumen saya pada bagian dari Injil yang hampir tidak memungkinkan adanya sengketa linguistik. Saya tidak akan pergi ke arah bahasa Latin, Yunani atau Aramiah karena hal itu akan tidak berfaedah: saya hanya sekedar memberikan kutipan-kutipan berikut sebagaimana terdapat dalam Versi yang sudah direvisi seperti yang diterbitkan oleh British and Foreign Bible Society.
Kita membaca kalimat-kalimat berikut dalam kitab Deuteronomy (Ulangan) pasal xviii ayat 18: "Seorang nabi akan Kubangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini; Aku akan menaruh firman-Ku dalam mulutnya." Jikalau kalimat-kalimat ini tidak berlaku bagi Nabi Muhammad saw, maka kalimat-kalimat itu masih tetap tidak terpenuhi maksudnya. Nabi Jesus sendiri tidak pernah mengklaim dirinya sebagai Nabi yang dimaksudkan oleh kalimat itu. Bahkan para muridnyapun memiliki pendapat yang sama: mereka masih mengharapkan kedatangan Jesus yang kedua kalinya untuk menggenapi ramalan itu. Sejauh ini tidaklah dipersengketakan bahwa kedatangan Jesus yang pertama bukanlah kebangkitan dari "nabi seperti engkau ini," dan kebangkitannya yang kedua kalinya tidak dapat sama sekali menggenapi kalimat ramalan itu. Jesus sebagaimana dipercayai oleh gerejanya, akan menampakkan diri sebagai hakim dan bukan sebagai pemberi hukum; tetapi nabi yang dijanjikan itu harus datang dengan "hukum yang berapi-api" di "tangan kanannya."
Namun dalam memastikan siapa pribadi nabi yang dijanjikan itu ramalan lain dari Nabi Musa sangat membantu di mana ramalan itu bicara tentang cahaya Tuhan dari Paran, gunung di Mekkah. Kalimat dalam kitab Ulangan pasal xxxiii ayat 2 berbunyi sbb: "Tuan (Lord) datang dari Sinai dan terbit kepada mereka dari Seir; Ia tampak bersinar dari pegunungan Paran dan datang dari tengah-tengah puluhan ribu orang yang kudus; di tangan kanannya tampak kepada mereka api yang menyala."
Dalam kalimat-kalimat ini Tuan (Lord) telah dibandingkan dengan matahari. Dia datang dari Sinai, dia terbit dari Seir, tetapi dia bersinar dalam kemuliaannya yang penuh dari Paran, di mana dia harus muncul beserta puluhan ribu orang kudus dengan hukum yang berapi-api di tangan kanannya. Tidak seorangpun dari bangsa Israel, termasuk Jesus, yang memiliki hubungan apapun dengan Paran. Hagar dengan putranya Ishmail mengembara di padang belantara Birseba, yang kemudian menetap di padang belantara Paran (Kejadian xxi. 21.). Dia (Ishmail) telah menikahi seorang wanita Mesir, dan melalui anak pertamanya, Kedar, telah memberikan keturunan bangsa Arab yang dari sejak saat itu hingga kini adalah penduduk dari padang belantara Paran. Dan jika Nabi Muhammad saw yang diakui oleh semua penulis sebagai memiliki garis keturunan dari Nabi Ishmail melalui Kedar dan beliau muncul sebagai seorang nabi di padang belantara Paran dan memasuki Mekkah kembali dengan puluhan ribu orang-orang kudus serta memberikan hukum yang berapi-api kepada rakyatnya, tidakkah ramalan yang tersebut di atas itu telah tergenapi huruf demi huruf?!
Kalimat-kalimat ramalan dalam Habakkuk adalah terutama patut dicatat. Kemuliaannya (Orang Suci Dari Paran) meliputi langit dan bumi adalah penuh dengan pujian kepadanya. Ya kata "pujian" itu sangat berarti, karena justru nama Muhammad itu secara harfiah berarti "yang terpuji." Di samping itu bangsa Arab yang adalah penduduk padang belantara Paran juga telah diberi janji untuk suatu Wahyu: "Biarlah padang belantara dan kota-kota di situ mengangkat suaranya, desa-desa yang adalah tempat tinggal sebenarnya dari Kedar; biarlah penduduk dari batu-batu karang bernyanyi, biarlah mereka berteriak dari puncak gunung. Biarlah mereka memuliakan Tuhan (Lord), dan mengucapkan pujianNya di pulau. Tuhan (Lord) akan tampil sebagai seorang laki-laki yang perkasa, dia akan membangkitkan kecemburuan seperti seorang pahlawan perang, dia akan berteriak, ya, mengaum; dia akan mengendalikan musuhnya." (Yesaya)
Catatan Penterjemah: Dalam Al Kitab (bahasa Indonesia) kata Lord hampir selalu diterjemahkan sebagai Tuhan. Menurut hemat penterjemah tidak semuanya bisa begitu tetapi harus melihat dalam konteks apa kata itu dipergunakan, namun inipun merupakan kesukaran tersediri bagi penterjemah.
Sehubungan dengan hal itu ada dua ramalan lagi yang berharga untuk dicatat di mana telah dibuat rujukan ke Kedar. Sebuah ada di pasal 1x. Yesaya: "Bangkitlah, bersinarlah karena cahayamu telah datang, dan kemuliaan Tuhan telah dibangkitkan terhadapmu...... Unta yang banyak akan mendukungmu, unta-unta muda dari Midian dan Ephah; semua mereka dari Sheba akan datang... Seluruh kelompok kambing domba dari Kedar akan dikumpulkan mendukungmu, kambing jantan dari Nebaioth akan mengabdi padamu: mereka akan tampil dengan persembahan (korban) yang diterima di altarku, dan aku akan memuliakan rumah muliaku." (1-7) Ramalan yang lain juga ada dalam Yesaya "Beban bagi Arabia. Kamu akan tinggal di padang belantara Arabia, wahai para pengembara (kafilah-kafilah) dari Dedanim. Penduduk tanah Tema membawa air bagi dia yang haus, mereka tidak memberikan roti kepada dia yang melarikan diri. Karena mereka melarikan diri dari pedang dan dari busur panah yang telah terpentang, dan dari kepedihan perang. Begitulah Tuhan telah berfirman kepadaku, Dalam waktu setahun, menurut masa kerja orang sewaan, dan seluruh kemuliaan Kedar akan sia-sia: Dan sisa-sisa sejumlah para pemanah, orang-orang perkasa dari Kedar, akan dimusnahkan." Bacalah ramalan-ramalan Yesaya ini dalam kaitannya dengan sebuah ramalan dalam Kitab Ulangan (Deuteronomy) yang berbicara tentang cahaya Tuhan yang datang dari Paran. Jika Ishmail bertempat tinggal di belantara Paran, di mana dia memberikan keturunan Kedar yang adalah nenek moyang orang Arab; dan jika keturunan Kedar harus menerima wahyu dari Tuhan; jika kelompok dari Kedar harus tampil dengan persembahan yang diterima di altar Yang Maha Suci untuk memuliakan "Rumah Kemuliaan" di mana kegelapan harus meliputi bumi untuk beberapa abad, dan kemudian bumi yang sama itu harus menerima cahaya Tuhan; dan jika seluruh kemuliaan Kedar harus menjadi sia-sia, dan sejumlah pemanah, orang-orang perkasa dari Kedar harus binasa dalam waktu setahun setelah seseorang yang melarikan diri dari pedang dan dari busur panah yang terpentang - maka Orang Suci dari Paran itu (Habakkuk iii.3) tidak bisa lain kecuali dialah Nabi Muhammad saw. Nabi Muhammad saw adalah keturunan suci dari Nabi Ishmail melalui Kedar, yang bertempat tinggal di belantara Paran. Muhammad saw adalah satu-satunya Nabi melalui siapa orang Arab menerima wahyu pada saat ketika kegelapan telah menutupi bumi. Melalui beliau Tuhan bersinar dari Paran, dan Mekkah adalah satu-satunya tempat di mana Rumah Tuhan dimuliakan dan kelompok orang-orang Kedar datang dengan persembahan yang diterima ke altarnya. Nabi Muhammad saw ditindas oleh orang-orangnya sendiri dan harus meninggalkan Mekkah. Beliau dahaga dan melarikan diri dari pedang yang telah terhunus serta busur panah yang terpentang, dan dalam waktu setahun sesudah pelariannya keturunan Kedar itu bertemu dengan beliau di (perang) Badr, tempat dari perang pertama antara orang-orang Mekkah dan Nabi, keturunan Kedar dan sejumlah pemanah hancur lebur dan seluruh kejayaan Kedar sia-sia. Jika Nabi Suci ini tidak diterima sebagai pemenuhan atau penggenapan atas semua ramalan itu, maka ramalan itu semua tetap tinggal tidak terpenuhi. "Rumah Kemuliaan" seperti dirujuk dalam Yesaya IX adalah Rumah Tuhan yang ada di Mekkah dan bukan gereja Kristen seperti dipikirkan oleh para ahli tafsir Kristen. Kelompok Kedar seperti tersebut dalam ayat 7, tidak pernah datang ke gereja Kristen; dan pada kenyataannya desa-desa di Kedar dan penduduknya adalah satu-satunya bangsa di seluruh dunia yang tetap tidak dimasuki pengaruh gereja Kristen yang manapun. Sekali lagi, penyebutan 10.000 orang kudus dalam Kitab Ulangan xxx.3 adalah sangat mempunyai arti. DIA (Tuhan) bersinar dari Paran, dan DIA datang dengan 10.000 orang kudus. Bacalah seluruh sejarah belantara Paran dan anda akan menemukan tidak satupun peristiwa lainnya kecuali ketika Mekkah ditaklukkan oleh Nabi Muhammad saw. Dia datang dengan 10.000 orang pengikutnya dari Medina dan memasuki kembali "rumah kemuliaanku." Dia memberikan hukum yang keras kepada dunia, yang menghancur leburkan semua hukum lainnya. Penghibur (Comforter) - Ruh Kebenaran - yang diucapkan oleh Nabi Jesus tidak lain kecuali Nabi Muhammad saw sendiri. Tidak bisa Ruh Kebenaran itu dianggap sebagai Ruh Kudus seperti dikatakan oleh teologi gereja. "Patutlah bagimu bahwa aku harus pergi," kata Jesus, "karena bila aku tidak pergi maka Penghibur (Comforter) itu tidak akan datang kepadamu, tetapi bila aku pergi maka aku akan memintanya datang kepadamu." Kalimat ini jelas menunjukkan bahwa Penghibur harus datang sesudah Jesus pergi, dan bukannya bersama Jesus ketika beliau mengatakan kalimat itu. Haruskah kita menduga bahwa Jesus tanpa Ruh Kudus itu jika kedatangannya adalah mensyaratkan kepergian Jesus; tambahan lagi, cara dengan mana Jesus menggambarkannya membuat beliau (Jesus) membuktikan bahwa Jesus adalah manusia, bukan ruh (ghost). "Beliau tidak akan berbicara tentang dirinya sendiri, tetapi apapun yang akan beliau dengar beliau akan mengatakannya." Haruskah kita menduga bahwa Ruh Kudus dan Tuhan itu dua pribadi yang berbeda dan bahwa Ruh Kudus itu berbicara tentang dirinya sendiri dan juga apa yang didengarnya dari Tuhan? Kalimat Jesus jelas merujuk kepada utusan tertentu Tuhan. Beliau menyebutnya Ruh Kebenaran, dan begitulah Al Qur'an berbicara tentang Nabi Muhammad saw, "Tidak, sebenarnyalah, dia membawa kebenaran, dan membenarkan Rasul-Rasul (sebelumnya)." Q. 37 : 37

1 komentar:

  1. If you're trying hard to lose weight then you absolutely need to start following this brand new custom keto meal plan.

    To create this keto diet, certified nutritionists, fitness trainers, and top chefs joined together to produce keto meal plans that are useful, painless, price-efficient, and delightful.

    Since their launch in 2019, thousands of people have already remodeled their figure and health with the benefits a certified keto meal plan can offer.

    Speaking of benefits: in this link, you'll discover eight scientifically-tested ones given by the keto meal plan.

    BalasHapus